• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JUAL BELI PROPERTI DI PERUMAHAN TAYLON SYARI‟AH KABUPATEN PATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JUAL BELI PROPERTI DI PERUMAHAN TAYLON SYARI‟AH KABUPATEN PATI"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

JUAL BELI PROPERTI DI PERUMAHAN TAYLON SYARI‟AH

KABUPATEN PATI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar dalam Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

MAULINA HANDAYANI NIM : 214 13 026

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI

AH

FAKULTAS

SYARI’A

H

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

JANGAN KATAKAN AKU TAK DAPAT, TAPI

(6)

PERSEMBAHAN

Alhamdulilah puji syukur kepada Allah SWT dengan izin-Nya Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang mendukung penulis dalam menuntut ilmu.

1. Bapak Kuryanto dan ibu Siti Khasanah yang senantiasa tiada hentinya

mendo’akan penulis dan yang telah bersusah payah menuntun perjalanan kaki saya agar tetap berada pada jalan yang di ridhoi Allah SWT.

2. Adik adik tercinta Atsna Azizah, Atok Mubarrok dan Hasbi Al Aziz

Saljusodri yang senantiasa mendukung dan juga mendoakan penulis.

3. Keluarga besar embah Jamari dan embah Jamal yang telah memberikan

dukungan moral maupun material.

4. Pakde In’am dan Bude Inung yang sudah seperti orang tua kedua bagi penulis, yang senantiasa menuntun, mendukung, memberikan motivasi dan pengalaman yang sangat luar biasa kepada penulis.

5. Sahabat-sahabat tercinta saya Intan Fadlilah, Tugini, Diena Surianas

Tutie, Diana Wulansari, Feri Firdaus, Nurul Azizah, Anida Kumalasari, Rukayatun, Ilham Indrawan, Muhammad Munif, Sinta Nur Riskawati, Tiffany Alfiana Zulfa dan Laelatul Hidayah yang selalu mendukung dan memberi warna dikehidupan penulis.

6. Keluarga besar KKN posko 56 yang selalu memberikan semangat dalam

pembuatan skripsi ini.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun dalam mengarungi proses

pembelajaran akademik di jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN

Salatiga.

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya,

Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap

kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang yang penuh ilmu

pengetahuan.

Dalam penyelesaian penyusunan skripsiini, yang berjudul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Properti di Perumahan Taylon Syari’ah Kabupaten Pati” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 dalam Hukum Ekonomi Syariah, pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga, tentunya tidak terlepas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak

yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skribsi ini dapat

terselesaikan dengan segala kekurangannya. Karenannya patutlah penyusun

mengucapkan terimakasih kepada mereka yang telah membantu, baik secara langsung

(8)

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama

Islam Negeri Salatiga.

3. Bapak Dr Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si., selaku Wakil Dekan Fakultas Syariah.

4. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.

5. Ibu Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.

6. Bapak Sukron Ma‟mun, S.HI.,M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenagannya serta pengorbanan waktunya

dalam membimbing penulis skripsi ini.

7. Bapak ibu dosen serta karyawan Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Pimpinan P.T Tan Iskandar Muda dan juga staff karyawan Perumahan Taylon

Syari‟ah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian

dan memberikan waktunya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan

penulis.

9. Para Narasumber di Perumahan Taylon syari‟ah yang telah memberikan informasi

kepada penulis yang tidak bisa penulis sebut satu persatu

10.Ayahanda Kuryanto dan Ibunda Siti Khasanah serta keluarga besar saya di rumah

yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di

Institut Agama Islam Negeri Salatiga (IAIN) dan penyusunan skripsi dengan

(9)

11.Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2013 di Institut

Agama Islam Negeri Salatiga.

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.

Penyusun menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan

saran dari pembaca sangat di harapkan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan

karya ilmiyah ini. Penyusun berharap skripsi ini bermanfaat khususnya bagi peyusun

dan para pembaca pada umumnya.atas bantuan yang diberikan kepada penyusu,

semoga Allah SWT memberikan balasan yang layak, Amin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 14 Maret 2018

Penulis

MAULINA HANDAYANI

(10)

ABSTRAK

Handayani, Maulina. 2018. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Jual Beli

Properti Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati”. Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Sukron Ma‟mun, S.HI.,M.Si.

Kata Kunci : Jual beli, Properti Syari’ah

Dewasa ini banyak ditemui developer peroperti yang menggunakan nama syari‟ah, akan tetapi dalam pelaksanannya justru kurang bahkan jauh dari pelaksanaan konsep syariat yang telah diajarkan dalam Islam. Berbeda dengan developer properti yang satu ini, dengan nama Taylon Syari‟ah. Developer properti ini berusaha mengaplikasikan usahanya dengan konseptual syari‟ah secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui bagaimana pelaksanaan jual beli properti di Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati, (2) mengetahui bagaimana tinjauan hukum islam terhadap pelaksanaan jual beli yang dilakukan di Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati

Melalui penelitian kualitatif, peneliti berusaha mengungkapkan permasalahan diatas. Dengan metode ini, dilakukan wawancara kepada informan sesuai data yang dibutuhkan. Peneliti juga menggunakan data dan dokumentasi yang ada. Dan untuk menguji hasil temuan data tersebut, peneliti menganalisis data dengan kerangka teoritik yang peneliti susun.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

(12)

4. Macam-macam Jual Beli ... 27

5. Khiar dalam Jual Beli ... 36

B. Akad Istishna‟ ... 37

a. Pengertian Akad Istishna‟ ... 37

b. Hukum akad Istishna‟ ... 37

c. Dalil-dalil tentang Istishna‟... 39

C. Jual Beli Kredit ... 42

BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Perumahan Taylon syari‟ah... 49

B. Type-type Perumahan Taylon Syari‟ah ... 52

C. Kelebihan dan Kekurangan dari Perumahan Taylon Syari‟ah ... 58

D. Model Transaksi Pembelian Perumahan Syari‟ah ... 59

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Biografi Penulis

B. Penunjukan Pembimbing Skripsi

C. Lembar Konsultasi

D. Surat Keterangan Kegiatan

E. Surat Keterangan Ujian Komprehensif

F. Daftar harga Perumahan Taylon Syari‟ah

G. Contoh Surat Perjanjian

H. Brosur Perumahan Taylon Syari‟ah

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kegiatan bisnis diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh

orang atau badan usaha (perusahaan) secara teratur dan terus-menerus, yaitu

berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa maupun fasilitas-fasilitas

untuk diperjualbelikan, atau disewakan dengan tujuan untuk mendapatkan

keuntungan ( Asyhadie, 2014: 29). Dalam kegiatan bisnis, banyak usaha-usaha

yang didirikan oleh kebanyakan orang dari usaha kecil, menengah sampai usaha

besar. Dalam melakukan usahanya, banyak orang melakukan berbagai cara untuk

dapat memajukan usahanya.

Bisnis properti memang menggiurkan bukan isapan jempol saja. Banyak

yang sukses meraup penghasilan lumayan besar dengan terjun di dunia properti.

Bisnis properti seperti makhluk indah yang ingin selalu didekati oleh pebisnis

lintas sektoral. Tarcatat beberapa pebisnis yang awalnya bukan pebisnis properti

sekarang menjadi pebisnis properti sukses disamping pengusaha properti

kawakan yang memang sudah dikenal sebagai orang properti.

Tentu tidak asal memasuki dunia baru bagi mereka tanpa dibekali

pemahaman tentang apa yang akan mereka lakukan. Sektor properti dipengaruhi

oleh kondisi makro ekonomi Nasional. Sektor properti dipengaruhi oleh tingkat

(15)

menyebabkan daya beli masyarakat meningkat dan daya serap masyarakat

terhadap produk properti juga meningkat.Tak ketinggalan tingkat suku bunga

bank sangat berpengaruh terhadap kemampuan beli masyarakat karena

berhubungan dengan besarnya cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), terutama

terhadap perumahan kelas menengah ke bawah.

Dalam ekonomi Islam, dikenal adanya berbagai lembaga keuangan seperti

asuransi syari‟ah, leasing syari‟ah, dan perbankan syari‟ah. Pada umumnya yang

dimaksud dengan bank syari‟ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta

peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah

(Sudarsono, 2003: 27).

Properti syariah hadir sebagai pilihan tidak hanya bagiumat Muslim

melainkan juga masyarakat secara umum yang ingin membeli rumah dengan cara

aman, bersistem sehat dan sesuai dengan aturan Islam. Umumnya, jika tidak

dalam bentuk tunai (cash), maka kredit pembelian rumah menjadi pilihan bagi

sebagian besar masyarakat. Sistem bunga adalah variabel yang sering melekat

pada kredit pembelian rumah atau properti. Hal ini jelas termasuk riba dalam

Islam dan haram hukumnya.

Sistem ekonomi berbasis syariah yang tumbuh sangat pesat di Indonesia

juga merambah ke bisnis properti, bahkan porsi pembelian properti melalui

sistem syariah telah menjadi daya tarik tersendiri dalam menjaring konsumen.

(16)

Riba dalam hutang dan jual-beli banyak bentuknya. Contoh riba utang

yang muncul dalam jual-beli yang tidak tunai, misalnya salah seorang sebut saja

AA membeli mobil kepada BB secara tidak tunai dengan ketentuan harus lunas

dalam lima tahun. Jika dalam lima tahun tidak dilunasi maka tempo akan

diperpanjang dan si AA dikenai denda berupa tambahan sebesar 6%,. Praktek ini

tergolong ke dalam riba duyun yang haram hukumnya memperoleh tambahan

dari denda yang dibebankan.

Beberapa dalil yang menjelaskan haramnya praktik riba diantaranya :

firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 130

membinasakan !‟ Para sahabat bertanya, „Apa saja tujuh perkara tersebut wahai

Rasulullah?‟ Beliau menjawab, „Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa

yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba,

(17)

pada wanita-wanita mu‟min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat.

(Muttafaqun Alaih).Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir

Radhiyallahu anhu, ia berkata:

ِوْيَدِىاَشَو ُوَبِتاَكَو ُوَلِكْؤُمَو اَبِّرلا َلِكآ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َنَعَل َلاَق ٍرِباَج ْنَع

ٌءاَوَس ْمُى َلاَقَو

“Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, yang

memberi riba, penulisnya dan dua saksinya,” dan beliau bersabda, “mereka

semua sama.”

Di balik potensi keuntungannya, para pelaku bisnis ini masih cukup

banyak yang melakukan praktik usaha dengan melibatkan hal-hal yang tidak

sesuai dengan agama Islam, seperti penggunaan bunga kredit kepemilikan rumah

yang tergolong sebagai riba dan haram hukumnya dalam syariat, seperti yang

diterangkan dalam Q.S Al-Baqarah, ayat 275 yang berbunyi :

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

(Al-Baqarah: 275)

Pola pembelian properti yang selama ini menggunakan fasilitas

pembiayaan dari perbankan konvensional dinilai bertentangan dengan agama

(18)

karena termasuk dosa besar. Banyak dalil yang bisa dieksplor yang bisa

menjadi landasan memaknai haramnya riba, dalam Al Qur‟an maupun hadits,

termasuk juga pendapat para ulama.

Memang saat ini ada bank syari‟ah yang memiliki produk Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) dengan embel-embel Syariah tapi pendapat beberapa

guru yang memiliki ilmu tentang bisnis syariah ternyata Bank Syari‟ah itu

tidak syariah. Membingungkan memang bagi sebagian orang, tapi bagi

mereka yang mengerti tentang bisnis syari‟ah dan riba dan bahayanya, tidak

ada keraguan lagi jika bank syari‟ah itu tidak syari‟ah, berarti produk-produk

bank syari‟ah juga termasuk riba dan riba itu harus ditinggalkan dalam

berbisnis.

Penjualan perumahan dengan pola pembiayaan bank konvensional

dengan produk bank yang bernama Kredit Pemilikan Rumah setidaknya

memberikan keringanan kepada developer karena banklah yang melunasi

pembayaran harga rumah, untuk selanjutnya konsumenlah yang berhutang dan

menyicil ke bank.

Lain halnya jika perumahan dikembangkan dengan prinsip-prinsip

Syariah Islam seperti Perumahan Taylon Syari‟ah, lembaga pembiayaan tidak

terlibat dalam proses jual-beli produk properti. Adalah wajib hukumnya bagi

developer properti syari‟ah untuk inovatifdan kreatif dalam mensiasati pola

(19)

Selain dituntut untuk merancang pola pembiyaan yang sesuai dengan

keinginan dan kemampuan konsumen pengembang properti syariah juga

diwajibkan untuk mencari sendiri sumber pembiayaan proyeknya. Lagi-lagi

dengan syarat tidak boleh meminta pembiayaan ke bank atau kepada lembaga

pembiayaan lain yang mengandung riba.

Kemudian bagaimana pandangan etika dalam Islam dalam melakukan

bisnis jual beli yang baik. Karena seperti halnya usaha-usaha lain, Perumahan

Taylon Syari‟ah dalam menjalankan usahanya menggunakan sistem syari‟ah

yaitu menujal tanah dan bangunan berupa perumahan dengan cara yang

syar‟iya itu tanpa menggunakan pembiayaan melalui bank, tanpa adanya sita,

tanpa adanya denda dan yang paling menarik yaitu tanpa adanya riba yang

dimana sudah dijelaskan diatas bahwa riba itu haram hukumnya. Akan tetapi

apakah benar semuanya itu bisa benar-benar dilakukan oleh developer

Perumahan Taylon Syari‟ah yang berada dibawah naungan PT. Tan Iskandar

Muda yang bergerak di bidang properti ini. Apakah bisnis ini benar-benar

sesuai dengan syari‟at Islam.

Berdasarkan uraian diatas, bisnis properti yang dilakukan oleh

Perumahan Taylon Syari‟ah Tayu Kabupaten Pati, penulis harus mencari tahu

bagaimana pelaksanaannya. Maka dari itu bagi penulis itu sangat menarik

untuk bisa dilakukan penelitian karena bisnis properti syari‟ah itu masih

(20)

Dilatar belakangi hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Jual

Beli Properti di Perumahan Taylon Syari’ah KabupatenPati”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas diatas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan jual beli properti di Perumahan Taylon

Syari‟ah Kabupaten Pati?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli

properti di Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan jual beli properti yang dijalankan oleh

Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten .

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum islam dari sistem jual beli yang

(21)

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis mengharapkan bahwa penelitian ini tidak

hanya berguna untuk pribadi tetapi dapat juga berguna bagi orang lain.

Beberapa kegunaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagi Akademik

a. Menambah wawasan dan pengetahuan terutama pada penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya yang ingin mendalami

permasalahan ini.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh civitas

akademika sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka yang

ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Bagi Praktisi

a. Bagi Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati, dapat dijadikan

bahan pertimbangan dalam menjalankan sistem bisnisnya dengan

etika-etika bisnis yang baikdansesuaisyari‟at Islam.

b. Dapat dijadikan panduan bagi konsumen dalam melakukan

pembelian untuk bersikap bijak sebelum membeli.

E. PENEGASAN ISTILAH

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian yang

penulis teliti ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa istilah

(22)

1. Hukum Islam

Hukum Islam yaitu rangkaian dari kata “hukum” dan kata “Islam”

untuk mengetahui arti hukum Islam perlu diketahui lebih dahulu arti kata

hukum. Hukum yaitu seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia

yang diakui sekelompok masyarakat itu berlaku da mengikat untuk

seluruh anggotanya. Hukum Islam artinya seperangkat peraturan

berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentng tingkah laku manusia

yang diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang beragama

Islam (Syarifuddin, 1997 : 4-5).

Menurut Sudarsono (1992 : 12), hukum Islam adalah

peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan tentang jual beli berdasarkan

al-Qur‟an, Hadis, dan menurut beberapa madzhab serta pandangan Majlis

Ulama Indonesia.

2. Jual Beli

Menurut Suhendi (2014 : 68), jual beli adalah suatu perjanjian

tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di

antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain

menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah

dibenarkan Syara‟ dan disepakati.

3. Properti

Properti menunjukkan kepada sesuatu yang biasanya dikenal sebagai

(23)

orang atas suatu hak eksklusif. (Wikipedia,

https://id.m.wikipedia.org/wiki/properti )

F. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini bukan merupakan plagiasi ataupun pengulangan dari

penelitian-penelitian yang telah ada. Karena penelitian ini menganalisis

tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Properti di

Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati”. Beberapa penelitian

terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

Pertama, Skripsi Anur Janatin Na‟im (Institut Agama Islam Negeri

Tulungagung) 2015, dengan judul “Perlindungan Konsumen Dalam

Jual-beli Perumahan Ditinjau dari Undang-Undang No.08 Tahun 1999 dan

Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000 (Studi Kasus di

Perum Taman Nirwana Kediri). Penelitian ini bertujuan untuk

mendiskripsikan pelaksanaan jual-beli perumahan di Perum Taman Nirwana

Kediri dan mendiskripsikan hubungan perlindungan konsumen dalam

jual-beli perumahan di Perum Taman Nirwana dengan Undang-Undang No.8

Tahun 1999 dan Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No.06/DSN-MUI/IV/2000.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa : (1). Pelaksanaan jual-beli di Perum Taman Nirwana Kediri, pembeli

(24)

dilakukan secara tunai, tunai bertahap dan kredit (KPR). Fasilitas yang

ditawarkan ada hunian dengan desain 2 ruang kamar tidur, ruang tamu,

dapur dan kamar mandi, sedangkan fasilitas umum ad ataman, mushola dan

lapangan, meskipun mushola dan lapangan belum direalisasikan pelaku

usaha. (2). Perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang N0.8

Tahun 1999 dalam pelaksanaan jual-beli di Perum Taman Nirwana belum

sepenuhnya terlaksana. Hal ini terlihat dari hak-hak konsumen yang belum

terpenuhi terutama fasilitas umum dan kontruksi bangunan yang kurang

bagus. Tindakan pelaku usaha ini menunjukkan bahwa pelaku usaha di

Perum Taman Nirwana Kediri dalam transaksi jual-beli rumah telah

melanggar ketentuan undang-undang No.8 Tahun 1999 yang terdapat dalam

pasal 4, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 16 dan pasal 17, sehingga

pelaku harus dikenakan sanksi tegas sebagaimana pasal 62 undang-undang

No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (3). Perlindungan

Konsumen berdasarkan Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional N0.06/DSN

-MUI/IV/2000, dalam jual-beli rumah di Perum Taman Nirwana belum

sepenuhnya terlaksana. Hal ini terlihat dari hak-hak konsumen yang belum

terpenuhi terutama fasilitas umum dan kontrusi bangunan yang kurang

bagus.Tindakan pelaku usaha ini melanggar ketentuan Fatwa Dewan

Syari‟ah Nasional No.06/DSN-MUI/IV/2000 No. 2 ayat (4) dan (6).

Kedua, Skripsi Ayu Anggraini (Universitas Islam Negeri Maulana

(25)

Properti Syari‟ah Perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah (Studi

Kasus Perseroan Terbatas Bisnis Properti Syari‟ah Indonesia Malang).

Masalah yang dikaji adalah (1). Bagaimana proses pembelian tanah kavling

bisnis property syari‟ah Indonesia?(2). Bagaimana proses pembelian tanah

kavling bisnis property syari‟ah Indonesia perspektif kompilasi hukum

ekonomi syari‟ah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pembelian

tanah kavling PT.Bisnis property syari‟ah Insonesia terdapat beberapa hal

yang harus diperhatikan dan menjadi hal yang wajib agar dapat sah menurut

hukum yakni: akad dalam pembelian, rukun pembelian, syarat-syarat

pembelian, dan kewajiban dan hak dari pembelin.dalam pembelian tanah

kavling juga harus memperhatikan KHES sehingga jual beli yang dilakukan

tidak menyalahi hukum.

Ketiga, Skripsi susi Nurkholidah (Universitas Islam Negeri Walisogo

Semarang) 2015, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Pelaksanaan Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Perumahan Pada PT.Rumah

Cerdas Yogyakarta (Studi Kasus di Perumahan Griya Kembang Putih).hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa akad yang digunakan di dalam perjanjian

pendahuluan jual beli perumahan pada PT.Rumah Cerdas telah memenuhi

rukun dan syarat-syarat perjanjian menurut hukum Islam, tujuan akad

dilaksanakan dan para pihak menyatakan kerelaan atas isi dari perjanjian

tersebut. Dalam pelaksanaannya keterlambatan pembangunan dikarenakan

(26)

dari pemerintah yang memiliki program rumah bersubsidi. Menurut

pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan perjanjian pendahuluan jual

beli perumahan, perjanjian PT. Rumah Cerdas tidak sesuai dengan asas-asas

didalam bermuamalat yaitu asas keseimbangan, kemaslahatan, asas amanah

dan asas keadilan.

Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari

penelitian yang ada. Karena dari penelusuran karya ilmiah yang dilakukan

oleh penulis belum ditemukan yang sama dan bahkan masih jarang sekali

apalagi yang secara spesifik membahas tentang praktik jual beli property di

Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati.

G. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field

research) bersifat kualitatif yaitu penelitian yang dimiliki sasaran

penelitian terbatas tetapi dengan keterbatasannya itu dapat digali

sebanyak mungkin data mengenai sasaran penelitian (Burhan Bungin,

2001: 29).

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yaitu

menggunakan pendekatan fiqh, karena yang akan diteliti adalah berbagai

aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian

(27)

2. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Perumahan Taylon Syari‟ah

Jl.Tayu-Jepara Km.2, Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dengan subjek penelitian

sistem jual beli properti syari‟ahyang dilakukan oleh Perumahan Taylon

Syari‟ah Kabupaten Pati.Perumahan Taylon Syari‟ah adalah salah satu

perumahan yang berbasis syari‟ah di Kabupaten Pati, dan yang sudah

menjalankan bisnisnya dengan konsep kesyari‟ahan yang baik dan benar.

3. Data dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sistem jual beli properti

yang dilakukan oleh Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati. Sumber

data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperoleh (Moleong,

2000: 114). Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Data Primer

Data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang

diamati atau diwawancarai (Moleong, 2009: 157). Sumber data primer

penelitian ini, penulis peroleh baik melalui kegiatan observasi dengan

karyawan dan juga pembeli yang terlibat langsung dengan Perumahan

(28)

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber data yang sudah jadi. Seperti

dari skripsi, tesis, disertasi, jurnaldan juga buku-buku yang berkaitan

dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian lapangan (Ali, 2009: 107). Penulis

menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data antara lain:

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan

data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala

yang tampak pada obyek penelitian yang pelaksanaannya langsung

pada tempat dimana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang

terjadi (Nawawi, 1995: 94). Pengamatan ini yang dilakukan secara

langsung pada objek yaituperumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati.

b. Wawancara (Interview)

Merupakan tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau

lebih berhadapan secara langsung dalam proses interview ada dua

pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai

pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi

(29)

dilakukan pihak yang terkait dengan Perumahan Taylon Syari‟ah

Kabupaten Pati, karyawan ataupun pembeli langsung.

c. Dokumen

Dokumen adalah metode pencarian dan pengumpulan data

mengenai hal-hal yang berupa catatan , buku, majalah, dokumen, dan

sebagainya (Arikunto, 1998: 148). Adapun dokumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sejarah dari Perumahan Taylon Syari‟ah

dan foto-foto terkait dengan Perumahan Taylon Syari‟ah.

5. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif

analisis. Analisis data yang dapat digunakan adalah pendekatan normatif

dengan sumber data primer dan sekunder, dengan menggunakan pola

pikir deduktif yang menganalisis sistem jual beli menurut Hukum Islam.

Setelah pengumpulan data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis

seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk

menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direkdusi,

dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moleong,

2011: 288).

6. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang

(30)

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap

data itu (Moleong, 2002: 178).

Berdasarkan pendapat Moleong diatas, maka penulis melakukan

perbandingan data yang telah diperoleh. Yaitu data-data sekunder hasil

kajian pustaka akan dibandingkan dengan data-data primer yang

diperoleh dari observasi dan wawancara yang sesuai fakta-fakta yang

ditemui dilapangan. Sehingga kebenaran dari data yang diperoleh dapat

dipercaya dan meyakinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.

H. SISTEMATIKA PENELITIAN

Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah serta mudah

dipahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka

peneliti akan menyajikan karya ilmiah ini ke dalam bentuk sistematika

penelitian yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan dalam bab ini berisi mengenai, Latar belakang

masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,

Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian yang berisi tentang

Jenis penelitian dan pendekatan, Lokasi Penelitian, Data dan Sumber Data,

Teknik Pengumpulan Data, Analisia Data, Pengecekan Keabsahan Data,

(31)

Bab II Landasan Teori dalam bab ini berisi mengenai,praktik jual

beli, dalam hal ini mencakup bahasan tentang konsep jual beli dalam Islam

yang di antaranya mengenai pengertian jual beli, dasar hukum jual beli,

rukun dan syarat jual beli, macam-macam jual beli, larangan dalam jual beli

dan jual beli yang dilarang dalam islam. Dan membahas sekitar akad istisna‟

dan jual beli kredit.

Bab III Pemamaparan Data dan Hasil Penelitian dalam bab ini berisi

mengenai, Lokasi Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati, Gambaran

umum mengenai pelaksanaan jual beli perumahan di Taylon Syari‟ah.

Bab IV Pembahasan dalam bab ini berisikan tentang analisis dan

pembahasan penyusun mengenai pelaksanaan jual beli yang dilakukan oleh

pihak perumahan Taylon Syari‟ah berdasarkan hasil observasi dan

wawancara. Pembahasan dilakukan dengan cara menganalisis dan

menjelaskan tentang pelaksanaan jual beli properti tersebut yaitu aspek

hukum muamalah dan aspek hukum jual beli properti.

Bab V Penutup dalam bab ini berisi mengenai, Kesimpulan dan Saran

dari hasil analisis serta Rekomendasi saran-saran yang memuat masukan

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Jual beli

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta

kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai‟, al

-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah Swt berfirman:

“Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak

akan rugi” (Fathir : 29).

Jual beli (al-bay) secara bahasa menurut Aziz (2010:23) adalah

memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti.

Menurut pengertian syari‟at jual beli adalah pertukaran harga atas

dasar saling rela atau memindahkan hak milik dengan ganti yang

dibenarkan (Sabiq, 1987:45). Secara terminologi ada beberapa definisi

jual beli yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, sekalipun substansinya

(33)

barang dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatu dengan sepadan

menurut caranya yang benar. Jual beli (al-Buyu) adalah pertukaran harta

atas dasar saling rela atau memindahkan hak milik dengan ganti yang

dapat dibenarkan (berupa alat tukar yang sah) (Dewi dkk, 2006:9).

2. Dasar Hukum Jual Beli

Transaksi jual beli merupakan aktifitas yang dibolehkan dalam

Islam, baik disebutkan dalam al-Quran, al-Hadis maupun ijma‟ ulama.

Adapun dasar hukum jual beli adalah :

1. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt dalam Surat

Al-“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

(34)

dan janganlah kamu membunuh dirimu.Sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu.”

Berdasarkan ayat ini, yang menjadi kriteria suatu transaksi yang

sah adalah adanya unsur suka sama suka (Hasan, 2008:381).

Adapun landasan hukum jual beli yang berasal dari hadits

Rasulullah Saw. adalah sebagaimana sabdanya:

ض ارت نع عيبلاانما

“Sesungguhnya sahnya jual beli atas dasar kerelaan”

Sedangkan para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad

jual beli. Ijma‟ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia

berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain,

dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja,

namun harus ada kompensasi sebagai imbal baliknya. Sehingga

dengan disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara

untuk merelalisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada

dasarnya manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa berhubungan

dan bantuan orang lain (Huda, 2011:54).

(35)

Menurut mazhab Hanafi rukun jual beli adalah ijab dan qobul

yang menunjukkan sikap tukar menukar atau saling member. Ataupun

dengan kata lain, bahwa ijab qobul adalah perbuatan yang

menunjukkan kesediaan kedua belah pihak untuk menyerahkan milik

masing-masing kepada pihak lain dengan menggunakan perkataan dan

perbuatan (Muclich, 2010 : 178-179).

Jumhur Ulama‟ menetapkan rukun jual beli ada 4 yaitu :

1) Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

2) Shighat (lafal ijab dan qabul)

3) Barang yang dibeli

4) Nilai tukar pengganti barang (Sahrani, 2011:67).

Dari keempat rukun tersebut, mereka sepakati dalam setiap jenis akad.

Rukun jual beli menurut jumhur ulama, selain mazhab Hanafi ada tiga

yaitu :

1) Pihak yang berakad (aqidain)

2) Yang diakadkan (Ma‟qud „Alaih)

3) Shighat (lafal) (ijab qobul) (Aziz, 2010 : 28).

b. Syarat-syarat Sah Jual Beli

(36)

Yang dimaksud dengan aqidain adalah para pihak yang

melakukan akad. Adapun syarat yang harus ada pada penjual dan

pembeli yaitu :

a) Berakal dan Baligh

Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang.Batal

akad anak kecil, orang gila, dan orang bodoh sebab mereka

tidak pandai mengendalikan harta. Oleh karena itu, anak

kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh menjual harta

sekalipun itu miliknya, Allah SWT berfirman:

اَوْمَا ُءاَهَفُّسلااوُتْؤُ ت َلََو

َل

:ءآسنلا( ُمُك

5

)

“Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang yang bodoh”(An-Nisa:5).

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh

diserahkan kepada orang bodoh.„Illat larangan tersebut ialah

karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta,

orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam mengelola

harta sehingga orang gila dan anak kecil juga tidak sah

melakukan ijab dan Kabul (Suhendi, 2014 : 74).

(37)

Tidak sah jika ada unsure pemaksaan terhadap hartanya

tanpa kebenaran karena tidak ada kerelaan darinya.

c) Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu

ditangan walinya.

d) Beragama Islam,

Syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda

tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang

beragama islam sebab besar kemungkinan pembeli tersebut

akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan

Allah Swt. melarang orang-orang mukmin memberi jalan

kepada orang kafir untuk merendahkan orang mukmin,

firman-Nya:

ًلْيِبَس َْيِْنِمْؤُمْلا يَلَع َنْيِرِفَكْلِل وُلَّلا َلَعََّيَّ ْنَلَو

“Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir

untuk menghina orang mukmin” (An-Nisa:141).

2) Ma‟uqud „Alaihi (harga atau barang)

Menurut Aziz (2010:47) bahwa Al-Ma‟uqud alaih adalah

harga dan barang yang dihargakan. Untuk melengkapi keabsahan jual

(38)

a) Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan

benda-benda najis seperti anjing, babi dan yang lainnya,

Rasulullah Saw. bersabda :

َعْيَ ب َمَّرَح ُوَلوُسَرَو وَّللا َّنِا م ص ِوَّللا لْوُسَر َّنَأ ضر ٍرِباَج ْنَع

)ملسمو يراخبلا هاور( ِماَنْصَْلْاَو ِرْيِزْنِْلْاَو َةَتْيَمْلاَوِرْمَْلْا

“ Dari Jabir r.a. Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya

Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan arak, bangkai,

babi, dan berhala.“ (Riwayat Bukhari dan Muslim)

b) Memberi manfaat menurut syara‟, maka dilarang jual beli benda

-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara‟,

seperti menjual babi, kala, cicak, dan yang lainnya.

c) Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada

hal-hal lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.

d) Tidak dibatasi waktunya, seperti kujual motor ini kepada Tuan

selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah sebab jual

beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh yang

tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan Syara‟.

e) Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah

menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap

(39)

diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke

kolam, tidak diketahui dengan pasti ikan tersebut sebab dalam

kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama.

f) Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak

se-izin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi

miliknya.

g) Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat

diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran

yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan

keraguan salah satu pihak (Suhendi, 2014:72-73).

3) Lafaz Shighat

a) Pengertian Lafaz shighat

Shighat adalah ijab dan qobul. Ijab diambil dari kata anjaba

yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu pemberian hak

milik, dan qobul yaitu orang yang menerima hak milik (Aziz, 2010

: 29).

b) Syarat-syarat sah ijab Kabul ialah sebagai berikut.

(a) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja

setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.

(b) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.

(c) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam

(40)

hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak

beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut

akan merendahkan abid yang beragama Islam

(Suhendi,2014:71).

Sedangkan Allah Swt. melarang orang-orang mukmin memberi

jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin, firmannya :

ًلْيِبَس َْيِْنِم ْؤُمْلا يَلَع َنْيِرِف اَكْلِل ُوَّللا َلَعَّْيَّ ْنَلَو

Dan Allah sekali-kali tidak member jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin (An-Nisa :141)

c) Masalah ijab dan Kabul ini para ulama fiqh berbeda pendapat,

diantarannya berikut ini.

(a) Menurut Ulama Syafi‟iyah ijab dan Kabul ialah :

ِةَّيِم َلَكلْاِةَفَّصلاِب َّلَِإ ُعْيَ بْلا ُدِقَعْ نَ ي َلَ

“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan shigat (ijab kabul) yang diucapkan”

(b) Imam Malik berpendapat :

ِماَهْفِتْسِْلَاِب َمِزَل ْدَقَو َعَقَوْدَق َعْيَ بْلا َّنِا

(41)

(c) Pendapat ketiga ialah penyampaian akad dengan perbuatan

atau disebut juga dengan aqad bi al-mu‟athah yaitu:

ًأْيَش َيَِتَْشَي ْنَأَك ٍم َلَك ِنْوُدِب ُءاَطْعِْلْاَوُدْخَلْا َيِىَو ُةَطاَعُمْلَا

َوُىَو َنَمَّثلا ِوْيِطْعُ يَو ِعِئاَبْلا َنِم ُذْخ َلأْلاَف ُوَل ٌمْوُلْعَم ُوُنََثَ

ُكِلَْيَ

ِضْبَقْلاِب

Aqad bi al-mu‟athah ialah mengambil dan memberikan

dengan tanpa perkataan (ijab dan Kabul), sebagaimana

seseorangmembeli sesuatu yang telah diketahui harganya,

kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan

uangnya sebagai pembayaran” (Suhendi, 2014 : 73-74).

4. Macam-macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi.Ditinjau dari segi

hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum

dan batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual

beli.

Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat

dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi

tiga bentuk :

(42)

“Jual beli itu ada tiga macam : 1) jual beli benda yang kelihatan,

2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan 3) jual beli

benda yang tidak ada.”

1) Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual

beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan

pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh

dilakukan, seperti membeli beras dipasar.

2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli

salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah

untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti

meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga

tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan

barang-barngnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga

yang telah ditetapkan ketika akad.

3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli

yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau

masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari

curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian

salah satu pihak. Sementara itu, merugikan dan menghancurkan harta

benda seseorang tidak diperbolehkan, seperti yang dijelaskan oleh

Muhammad Syarbini Khatib (t.t:6) bahwa penjualan bawang merah

(43)

sebab hal tersebut merupakan perbuatan gharar, Rasulullah Saw.

bersabda :

َّبَلحا ِنًعَوَّدَوْسَي َّتََّح ِبَنِعْلا ِعْيَ ب ْنَع يَهَ ن م ص ِبَِّنلا َّنِإ

َّدُشَي َّتََّح

“Sesungguhnya Nabi Saw. melarang perjualan anggur

sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras.”

Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga

bagianyaitu :

1) Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang

dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti

dengan isyaratkarena isyarat merupakan pembawaan alami

dalam menampakkan kehendak.Hal yang dipandang dalam

akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan

pembicaraan dan pernyataan.

2) Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan,

atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab Kabul dengan

ucapan, misalnya via Posdan Giro. Jual beli ini dilakukan

antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu

majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini

(44)

3) Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal

dengan istilah mu‟athah yaitu mengambil dan memberikan

barang tanpa ijab dan Kabul, seperti seseorang mengambil

rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh

penjual dan kemudian diberikan uang pembayarannya kepada

penjual . Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa sighat

ijab Kabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian

Syafi‟iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab Kabul sebagai

rukun jual beli. Tetapi sebagian Syafi‟iyah lainnya, seperti

Imam Nawawi membolehkan jual beli barng kebutuhan

sehari-hari dengan cara yang demikian, yakni tanpa ijab Kabul

terlebih dahulu (Suhendi, 2014 : 77-78).

Selain pembelian di atas, jual beli juga ada yang dibolehkan

dan ada yang dilarang juga ada yang batal ada juga yang terlarang

tetapi sah.

Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:

1) Barang yang hukumnya najis oleh agama, seperti anjing , babi,

berhala, bangkai, dan khamr, Rasulullah Saw. bersabda :

(45)

ِةَتْيَمْلاَوِرْمَلْا َعْيَ ب

)ملسمو يراخبلا هاور( ِماَنْصَْلَْو ِرْيِزْنِْلْاَو

“Dari Jahir r.a, Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya

Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak,

bangkai, babi, dan berhala” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

2) Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor

domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan.

Jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah Saw.

bersabda:

ْنَع م ص وَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن َلاَق ضر َرَمُع ِنْبا ِنَع

)يراخبلا هاور( ِلْحَفْلا ِبْسَع

“Dari Ibnu Umar r.a., berkata; Rasulullah Saw.telah

melarang menjual mani binatang” (Riwayat Bukhari).

3) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut

induknya. Jual beli seperti ini dilarang karena barangnya belum

ada dan tidak tampak juga, Rasulullah Saw. Bersabda:

َع

ِعْيَ ب ْنَع يَهَ ن م ص ِوَّللا َلْوُسَر َّنَا ضر َرَمُع ِنْبا ِن

ِةَلْ بَلحا َلْبَح

)ملسمو يراخبلا هاور(

Dari Ibnu Umar r.a Rasulullah Saw. telah melarang

(46)

4) Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah,

dan kebun, maksud muhaqallah disini ialah menjual

tanan-tanaman yang masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang

agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.

5) Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan

yang belum pantas untuk dipanen, seperi menjual rambutan

yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang

lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar,

dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin

kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si

pembelinya.

6) Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara

sentuh-menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain

dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang

yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini

dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan

menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

7) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara

lempar-melempar, seperti seorang berkata,”lemparkan kepadaku apa

(47)

ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar, terjadilah jual

beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada

ijab dan Kabul.

8) Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah

dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan

bayaran padi yang basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo

sehingga akan merugikan pemilik padi kering. Hal ini dilarang

oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya:

اَحُمْلاَو ِةَلَ ق اَحُلما ِنَع ِوَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن َلاَق ضر ٍسِنَأ ْنَع

)يراخبلا هاور( ِةَنَ باَزُمْلاَو ِةَذِباَنُمْلاَوِةَسَم َلُمْلاَو ِةَرَض

“Dari Anas r.a, ia berkata ; Raulullah Saw. melarang jual beli

muhaqallah, mukhadharah, mulammassah, munabazah dan muzabanah” (Riwayat Bukhari).

9) Menentukan dua harga untuk satu barang yang

diperjualbelikan. Menurut Syafi‟I penjualan seperti ini

mengandung dua arti, yang pertama seperti seseorang berkata

“Kujual buku ini seharga $ 10,- dengan tunai atau $ 15,-

dengan cara utang”. Arti kedua ialah seperti seseorang

berkata.”Aku jual buku ini kepadamu dengan syarat kamu

(48)

ِفِ ِْيَْ تَعْ يَ ب َعاَب ْنَم م ص ِوَّللا ُلْوُسَر َلاَق ضر َةَرْ يَرُى ِبَِا ْنَع

)دوادوبا هاور( اَبَّرلاِوَأ اَمُهَسَك ْوَا ُوَلَ ف ٍةَعْ يِب

“Dari Abi Hurairah, ia berkata; Rasulullah

Saw.bersabda, barang siapa yang menjual dengan dua harga dalam satu penjualan barang, maka baginya ada

kerugian atau riba.” (Riwayat Abu Dawud).

10)Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jual beli seperti ini,

hamper sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga,

hanya saja di sini dianggap sebagai syarat, seperti seseorang

berkata, “aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan

syarat kamu mau menjual mobilmu kepadaku.” Lebih jelasnya,

jual beli ini sama dengan jual beli dengan dua harga arti yang

kedua menurut al-Syafi‟i.

11)Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada

kemungkinan terjadi penipuan, seperti penjualan ikan yang

masih di kolam atau menjual kacang tanah yang atasnya

kelihatan bagus tetapi dibawahnya jelek. Penjualan ini

dilarang, karena Rasulullah Saw. bersabda :

َف ِءاَمْلا ِفِ َكَمَّسلااْوَرَ تشَت َلَ

)دحما هاور(ٌزَرَغ ُوَّنِإ

(49)

12) Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual,

seperti seseorang menjual sesuatu dari benda itu ada yang

dikecualikan salah satu bagiannya, misalnya A menjual seluruh

pohon-pohonan yang ada dikebunnya, kecuali pohon pisang.

Jual beli ini sah sebab ada yang dikecualikannya jelas. Namun,

bila yang dikecualikan tidak jelas (majhul), jual beli tersebut

batal. Rasulullah Saw. bersabda :

اَيْ نُ ثلاَو ِةَنَ باَزُمْلاَو ِةَلَ ق اَحُلما ِنَع يَهَ ن م ص ِوَّللا ُلْوُسَر ّنَأ

)ئاسّنلا هاور( َمَلْعُ ت ْنَأ ََّلَِإ

“Rasulullah melarang jual beli dengan muhaqallah, mudzabanah, dan yang dikecualikan, kecuali bila ditentukan” (Riwayat Nasai).

13)Larangan menjual makanan hingga dua kali takar. Hal ini

menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan

pembeli. Jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang yang

membeli sesuatu dengan takaran dan telah diterimanya,

kemudian ia jual kembali, maka ia tidak boleh menyerahkan

kepada pembeli kedua dengan takaran yang pertama sehingga

ia harus menakarnya lagi untuk pembeli yang kedua itu.

(50)

ditakar, dengan takaran penjual dan takaran pembeli (Riwayat

Ibnu Majah dan Daruquthni).

5. Khiar dalam Jual Beli

Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah

akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya. Karena terjadinya

oleh sebab sesuatu hal, khiar dibagi menjadi tiga macam berikut ini.

1. Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan

melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduannya masih

ada dalam satu tempat (majelis), khiar majelis boleh dilakukan dalam

berbagai jual beli. Rasulullah Saw. bersabda :

)ملسمو يراخبلا هاور( اَفَّرَفَ تَ ي َْلَاَم ِراَيِْلْاِب ِناَعْ يَ بْلَا

“Penjual dan pembeli boleh khiar selama belum berpisah”

(Riwayat Bukhari dan Muslim).

Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiar

majelis tidak berlaku lagi, batal.

2. Khiar Syarat, yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu

baik oleh penjual maupun oleh pembeli, seperti seseorang

berkata,”saya jual rumah ini dengan harga Rp 100.000.000,00 dengan

syarat khiar- selama tiga hari”. Rasulullah Saw. bersabda :

(51)

“Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi).

3. Khiar „aib. artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan

benda-benda yang dibeli, seperti seseorang berkata;”saya beli mobil

itu seharga sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan”,seperti

yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a.

bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh

berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu

diadukannya kepada rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual

(Suhendi, 2014 : 83).

B. Akad Istisna’

a. Pengertian Akad Istishna‟

Akad Istishna‟ ialah akad yang terjalin antara pemesan sebagai

pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai

pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang

diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang disepakati antara keduanya.

(Badai‟i As shanaai‟i oleh Al Kasaani 5/2 & Al Bahrur Raa‟iq oleh Ibnu

Nujaim 6/185)

b. Hukum akad Istishna‟

Ulama‟ fiqih sejak dahulu telah berbeda pendapat dalam

(52)

Pendapat pertama: Istishna‟ ialah akad yang tidak benar alias batil dalam

syari‟at islam. Pendapat ini dianut oleh para pengikut mazhab Hambali

dan Zufar salah seorang tokoh mazhab Hanafi. (Al Furu‟ oleh Ibnu

Muflih 4/18, Al Inshaf oleh Al Murdawi 4/300, Fathul Qadir oleh Ibnul

Humaam 7/114 & Al Bahrur Raa‟iq oleh Ibnu Nujaim 6/185)

Ulama‟ mazhab Hambali melarang akad ini berdalilkan dengan

Hadits Hakim bin Hizam radhiallahu „anhu:

َكَدْنِع َسْيَل اَم ْعِبَت َلَ

“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An Nasa‟i, At Tirmizy, Ibnu Majah, As Syafi‟i, Ibnul Jarud, Ad Daraquthny, Al Baihaqy 8/519 dan Ibnu Hazem)

Pada akad istishna‟ pihak ke-2 yaitu produsen telah menjual

barang yang belum ia miliki kepada pihak pertama, tanpa mengindahkan

persyaratan akad salam. Dengan demikian, akad ini tercakup oleh

larangan dalam hadits di atas.(Al Furu‟ oleh Ibnu Muflih 14/18 & Al

Bahrur Raa‟iq oleh Ibnu Nujaim 6/185.)

Sebagaimana mereka juga beralasan: Hakikat istishna‟ ialah

menyewa jasa produsen agar ia mengolah barang miliknya dengan upah

(53)

Pendapat kedua: Istishna‟ adalah salah satu bentuk akad salam,

dengan demikian akad ini boleh dijalankan bila memenuhi berbagai

persyaratan akad salam. Dan bila tidak memenuhi persyaratan salam,

maka tidak dibenarkan alias batil. Ini adalah pendapat yang dianut dalam

mazhab Maliki & Syafi‟i. (Mawahibul Jalil oleh Al Hatthab 4/514, Al

Muqaddmat Al Mumahhidaat 2/193, Al Muhazzab oleh As Syairozi

1/297, Raudhatut Thalibin oleh An Nawawi 4/26.)

Ulama‟ yang berfatwa dengan pendapat kedua ini berdalilkan

dengan dalil-dalil yang berkaitan dengan akad salam.

Bila demikian adanya, berdasarkan pendapat ke dua ini, maka

dapat disimpulkan bahwa bila pihak 1 (pemesan) tidak mendatangkan

bahan baku, maka berbagai persyaratan salam harus dipenuhi.

Akan tetapi bila pihak 1 (pemesan) mendatangkan bahan baku,

maka yang terjadi adalah jual/sewa jasa dan bukan salam, maka berbagai

persyaratan pada akad sewa jasa harus dipenuhi, diantaranya yang

berkaitan dengan tempo pengkerjaan, dan jumlah upah.

Pendapat ketiga: Istishna‟ adalah akad yang benar dan halal, ini

adalah pendapat kebanyakan ulama‟ penganut mazhab Hanafi dan

kebanyakan ulama‟ ahli fiqih zaman sekarang. (Al Mabsuth oleh As

(54)

Raa‟iq oleh Ibnu Nujaim 6/185, Suq Al Auraaq Al Maaliyah Baina As

Sayari‟ah Al Islamiyyahwa An Nuzhum Al Wad‟iyyah oleh Dr Khursyid

Asyraf Iqbal 448)

c. Dalil –dalil tentang Istishna‟

Ulama‟ mazhab Hanafi berdalilkan dengan beberapa dalil berikut

guna menguatkan pendapatnya:

Dalil pertama: Keumuman dalil yang menghalalkan jual-beli,

diantaranya firman Allah Ta‟ala:

ابِّرلا َمَّرَحَو َعْيَ بْلا ُوَّللا َّلَحَأَو

Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan

riba.”(Qs. Al Baqarah: 275)

Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama‟ menyatakan

bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang

nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat lagi shahih alias valid.

Dalil kedua: Nabi shallallahu „alaihi wa sallam pernah

memesan agar dibuatkan cincin dari perak.

(55)

.ِهِدَي ِفِ ِوِضاَيَ ب َلَِإ ُرُظْنَأ ِّنَِّأَك َلاَق .ٍةَّضِف ْنِم اًَتَاَخ َعَنَطْصاَف .ٌِتِاَخ

ملسم هاور

“Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu „anhu, pada suatu hari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam hendak menuliskan surat kepada

seorang raja non arab, lalu dikabarkan kepada beliau: Sesungguhnya raja-raja non arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel, maka beliaupun memesan agar ia dibautkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat

menyaksikan kemilau putih di tangan beliau.” (Riwayat Muslim)

Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istishna‟ adalah akad yang dibolehkan. (Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/115)

Dalil ketiga: Sebagian ulama‟ menyatakan bahwa pada

dasarnya umat Islam secara de facto telah bersepakat alias merajut

konsensus (ijma‟) bahwa akad istishna‟ adalah akad yang dibenarkan

dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat atau

ulamakpun yang mengingkarinya.Dengan demikian, tidak ada alasan

untuk melarangnya. (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi 12/138 & Fathul

Qadir oleh Ibnul Humaam 7/115)

Dalil keempat: Para ulama‟ di sepanjang masa dan di setiap

mazhab fiqih yang ada di tengah umat Islam telah menggariskan

kaedah dalam segala hal selain ibadah:

(56)

“Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya.”

Dalil kelima: Logika; banyak dari masyarakat dalam banyak

kesempatan membutuhkan kepada suatu barang yang spesial, dan

sesuai dengan bentuk dan kriteria yang dia inginkan. Dan barang

dengan ketentuan demikian itu tidak di dapatkan di pasar, sehingga ia

merasa perlu untuk memesannya dari para produsen. Bila akad

pemesanan semacam ini tidak dibolehkan, maka masyarakat akan

mengalamai banyak kesusahan. Dan sudah barang tentu kesusahan

semacam ini sepantasnya disingkap dan dicegah agar tidak

mengganggu kelangsungan hidup masyarakat. (Badai‟i As shanaai‟i

oleh Al Kasaani 5/3)

Dalil keenam: Akad istishna‟ dapat mendatangkan banyak

kemaslahatan dan keuntungan, dan tidak mengandung unsur riba, atau

ketidak jelasan/spekulasi tinggi (gharar) dan tidak merugikan kedua

belah pihak.Bahkan sebaliknya, kedua belah pihak merasa

mendapatkan keuntungan.Dengan demikian setiap hal yang demikian

ini adanya, sudah sepantasnya untuk diizinkan dan tidak dilarang.

Berdasarkan pemaparan singkat di atas, dapat anda saksikan

bahwa pendapat ketiga lebih kuat, dengan demikian dapat disimpulkan

(57)

islam.(Artikel, https://pengusahamuslim.com/1156-akad-istishna.html

diakses pada tanggal 19/11/2017).

C. Jual Beli Kredit

Akad istishna‟ yang sudah dijelaskan diatas adalah akad yang boleh atau biasa digunakan dari zaman dahulu. Dan tentunya dalam pembayarannya

ada istilah cash atau tunai dan dengan cara kredit. Dalam Islam jual beli

dengan cara kredit itu ada perbedaan para ulama, ada yang memperbolehkan

da nada yang melarang. Itu tergantung kita bagaimana cara mengaplikasikan

system kredit itu, apakah sesuai dengan syari‟at Islam atau tidak.

Di zaman yang serba canggih ini perkembangan sistem ekonomi sudah

sangat pesat. Beragam sistem ditawarkan oleh para niagawan untuk bersaing

menggaet hati para pelanggan. Seorang niagawan muslim yang tidak hanya

berorientasi pada keuntungan dunia sudah semestinya cerdik dan senantiasa

menganalisa fenomena yang ada agar mengetahui bagaimana pandangan

syariat terhadap transaksi ini. Dengan demikian tidak mudah terjerumus ke

dalam larangan-Nya.

Di dalam ilmu fikih, akad jual beli ini lebih familiar dengan istilah jual

beli taqsith (طْـيسْقَتلا). Secara bahasa, taqsith itu sendiri berarti membagi atau

menjadikan sesuatu beberapa bagian. Meskipun sistem ini adalah sistem

(58)

menjaring pasar, bahkan sistem ini terus-menerus dikembangkan dengan

berbagai modifikasi.

Hukum Jual-Beli dengan Sistem Kredit

Secara umum, jual beli dengan sistem kredit diperbolehkan oleh syariat. Hal ini berdasarkan pada beberapa dalil, di antaranya adalah:

1. Firman Allah Ta‟ala :

ُهوُبُتْكاَف ىِّمَسُم ٍلَجَأ َلَِإ ٍنْيَدِب ْمُتْنَ ياَدَت اَذِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya.” (QS. Al Baqarah : 282)

Ayat di atas adalah dalil bolehnya akad hutang-piutang, sedangkan

akad kredit merupakan salah satu bentuk hutang, sehingga keumuman

ayat di atas bisa menjadi dasar bolehnya akad kredit.

2. Hadis „Aisyah radhiyallahu „anha,

ُللها ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر ىَرَ تْشا

ُوَعْرِد ُوَنَىَرَو ،ٍةَئيِسَنِب اًماَعَط ٍّيِدوُهَ ي ْنِم َمَّلَسَو ِوْيَلَع

Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam membeli sebagian bahan

makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang dan beliau

(59)

Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam membeli

bahan makanan dengan sistem pembayaran dihutang, itulah hakikat

kredit.

Harga Ganda dalam Jual Beli Kredit

Di antara hal penting yang perlu kita ketahui juga adalah akad jual beli

kredit dengan harga ganda. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: Seorang

penjual menawarkan barang dagangan kepada para pembeli dengan beberapa

penawaran harga. Jika dibayar secara kontan maka harganya sekian rupiah

(satu juta misalnya), akan tetapi jika dibayar secara kredit maka harganya

sekian (dua juta misalnya), dst.

Kenyataannya praktik semacam inilah yang banyak berkembang di

dalam jual beli kredit. Oleh karena itu penting kiranya kita mengetahui

tinjauan syariat terhadap sistem perniagaan seperti ini.

Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi transaksi seperti ini.

Mayoritas para ulama membolehkan praktik jual beli kredit semacam ini,

dengan catatan sudah terjadi kesepakatan harga antara penjual dan pembeli

sebelum mereka berpisah. Artinya pembeli sudah menentukan pilihan harga

dan pihak penjual juga sudah menyepakati hal itu.

Pendapat ini berdasarkan kaidah dalam muamalah bahwa hukum asal

(60)

terantum diatas. Oleh karena itu selama tidak ada dalil yang valid nan tegas

yang mengharamkan praktik semacam ini, maka perniagaan tersebut halal

atau boleh dilakukan.

Dan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa akad jual beli

seperti ini tidak boleh (Authar :5/160). Pendapat ini didukung oleh sebuah

hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu „anhu,

ُِّبَِّنلا ىَهَ ن

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص

ٍةَعْ يَ ب ِفِ ِْيَْ تَعْ يَ ب ْنَع

“Nabi shallallahu „alaihi wasallam melarang dual transaksi dalam satu jual beli.” (HR. Tirmidzi: 3/1290 dan Nasai: 7/296)

Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam An Nasa‟i. Beliau membuat

sebuah judul bab “Transaksi Ganda dalam jual beli” (ةعيب يف نيتعيب) kemudian

beliau mengatakan, “Yaitu perkataan seseorang, „saya jual dagangan ini

seharga seratus dirham cash/tunai, dan dua ratus dirham secara kredit.”

Pendapat yang Lebih Kuat adalah:

Perbedaan pendapat ini didasari atas perbedaan mereka dalam memahami

konteks hadits ini. Ulama yang memperbolehkan transaksi ini, mereka

Gambar

Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, hipotesis yang diterima adalah hipotesis Ha, yaitu terdapat interaksi antara pemanfaatan CD komputer BSE (klasikal dan kelompok kecil) dengan motivasi

Pemungutan suatu pajak dikatakan menimbulkan distorsi, apabila pemungutan pajak tersebut tidak netral atau tidak memenuhi keadilan dalam pembebanan pajak

Hasil analisis rasio petumbuhan kinerja pengelolaan keuangan Kabupaten Kepulauan Sula dapat dikategorikan belum cukup baik karena pertumbuhan PAD masih

Ibu yang mempunyai tekanan darah yang tinggi boleh menyebabkan pembesaran janin terbantut manakala kandungan gula yang tidak terkawal dalam ibu hamil yang menghidap

Perbedaan Analisis Sefalometri Skeletal Sebelum dan Sesudah Perawatan Alat Myofunctional pada Pasien Maloklusi Dentoskeletal Kelas II Divisi I dalam Masa

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka diperoleh simpulan bahwa terdapat pengaruh penerapan media macromedia flash terhadap hasil belajar

4 (a) The working capital cycle illustrates the changing make-up of working capital in the course of the trading operations of a business:.. 1 Purchases are made on credit and the

berbanding terbalik dengan kehilangan berat contoh uji, karena semakin banyak ekstrak yang digunakan maka contoh uji akan lebih banyak menyerap ekstrak sehingga contoh uji