• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melina Oktaviani 1, Dwiyono Hari Utomo 2, J. P. Buranda 3, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Melina Oktaviani 1, Dwiyono Hari Utomo 2, J. P. Buranda 3, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 Sarjana Universitas Negeri Malang (UM) 2

Dosen Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang (UM) 3

Dosen Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang (UM)   

Melina Oktaviani1,

Dwiyono Hari Utomo2, J. P. Buranda3, Universitas Negeri Malang

Jalan Semarang 5 Malang

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan Model Pembelajaran

Group Investigation (GI) dan Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasi Experiment with Pre-test Post-test Group Design dengan dua kelompok subyek penelitian yang memiliki kemampuan sama (homogen). Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran

Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi dimana model pembelajaran Group Investigation lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning. Hal tersebut terbukti dari rata-rata gain score yang menunjukkan kelas model pembelajaran Group Investigation lebih tinggi yaitu 84,03 dibandingkan dengan kelas model pembelajaran

Problem Based Learning sebesar 79,90.

Kata kunci: Group Investigation,Problem Based Learning, berpikir kritis

Abstract: This research was conducted with the aim to compare the learning model

Group Investigation and Problem Based Learning on student’s critical thinking skills. This research uses a research design Quasi-Experiment with Pre-test Post-test group design with two groups of study subjects who have the same capabilities (homogeneous). The subject was the students of XI IPS SMA Negeri 4 Kediri. This study reveals thatthere are differences between student’s critical thinking skills using a model of learning Group Investigation and Problem Based Learning. By using Group Investigation model, the achievement is higher than using Problem Based Learning. It is proven by the average of gain score that shows in the Group Investigation model, the result is higher that is 84,03 compared by the class Problem Based Learning that is 79,90.

Key Words: Group Investigation, Problem Based Learning, critical thinking

PENDAHULUAN

Belajar merupakan aktifitas yang dilakukan siswa yang bersifat kompleks sehingga menghasilkan suatu perubahan sikap dan penambahan pengetahuan. Belajar dapat dilakukan dengan berbagai metode dan media, namun tingkat penyerapan hasil belajar bervariasi tergantung dari tingkat kemampuan siswa dalam menyerap informasi baik disampaikan oleh guru maupun dari pengalaman nyata yang mereka peroleh. Pembelajaran Geografi tidak hanya menekankan aspek hafalan-hafalan tempat, ruang, penduduk dan interaksinya, tetapi juga menyiapkan peserta didik yang cakap

(2)

berpikir dalam pemecahan masalah (skills), dan memiliki sikap dan

nilai-nilaipositif (attitudes and values) terhadap aspek-aspek manusia dan lingkungannya

untuk mendukung kehidupannya kini maupun akan datang. Pengaplikasian ilmu Geografi banyak terkait dengan masalah lingkungan karena pada dasarnya Geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang berkenaan dengan proses berpikir secara kritis yang penting untuk pengkajian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Kompetensi dasar yang dipilih dalam penelitian ini yaitu menganalisis pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Pada kompetensi dasar tersebut, siswa dituntut untuk dapat menguraikan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu permasalahan serta menganalisis keterkaitan antar unsur tersebut sehingga siswa dapat menemukan pemecahan masalahnya. Oleh karena itu,

peneliti memilih model pembelajaran Group Investigation karena model ini tidak hanya

sekedar model pembelajaran secara diskusi pada umumnya, namun juga menuntut siswa untuk terlibat langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Dengan demikian, maka siswa dapat lebih bebas dalam bereksplorasi. Model ini memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, menekankan pengalaman belajar di lapangan secara aktif dan kooperatif sehingga akan merangsang kemampuan berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat

Slavin (2008:215-216) yang menyatakan bahwa “model Group Investigation

merupakan model pembelajaran kooperatif yangsesuai untuk proyek-proyek studi yang

terintregasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis dan mensintesakan informasi sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multi aspek”.

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan dengan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) yaitu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia

nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam

(3)

kelompok, di samping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa.

Pada dasarnya karakteristik model pembelajaran Group Investigation dan

Problem Based Learning hampir sama. Yakni pembelajaran kooperatif dimana siswa

bekerja dalam sebuah kelompok kecil untuk memecahkan suatu masalah melalui

tahap-tahap metode ilmiah. Perbedaan dari model pembelajaran Group Investigation dan

Problem Based Learning adalah penentuan permasalahan yang akan dipelajari pada

model pembelajaran Group Investigation ditentukan oleh siswa, sedangkan pada model

pembelajaran Problem Based Learning siswa harus memberikan solusi terkait

permasalahan yang diberikan oleh guru. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih luas permasalahan, yaitu dengan

penelitian yang berjudul ”Perbandingan Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

dan Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas

XI SMA Negeri 4 Kediri”.

METODE PENELITIAN

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment

(eksperimen semu). Subjek penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2. Kelompok eksperimen 1 adalah kelompok yang

mendapatkan perlakuan menggunakan model pembelajaran Group Investigation,

sedangkan kelompok eksperimen 2 adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Desain penelitian quasi

experiment ini adalah pretest post-test control group design. Penelitian eksperimen ini mengukur apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan model

pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning dalam

pembelajarannya.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Kediri semester genap tahun ajaran 2012-2013 pada kompetensi dasar menganalisis pelestarian

(4)

lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Subjek terdiri dari lima kelas yang dipilih secara acak yang akademisnya homogen yaitu dua kelas dengan nilai rata-rata UAS geografi yang relatif sama yaitu kelas XI IPS 1 dengan nilai rata-rata 79,02 dan XI IPS 3 dengan nilai rata-rata 79,29. Dikarenakan kedua kelas homogen, maka penentuan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yang mendapat

perlakuan model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning

dilakukan secara acak dengan teknik undian. Dari kelas eksperimen 1 yaitu kelas XI IPS

1 mendapat perlakuan menggunakan model pembelajaran Group Investigation,

sedangkan kelas eksperimen 2 yaitu kelas XI IPS 3 mendapat perlakuan menggunakan

model pembelajaran Problem Based Learning.

Instrumen penelitian ini yaitu tes dengan menggunakan soal essai. Tes dilakukan untuk memperoleh skor siswa dalam kemampuan berpikir kritis. Pembuatan instrumen tes dikembangkan dari kisi-kisi soal tes. Soal tersebut akan diberikan pada saat pre-tes

dan pos-tes. Soal dibuat sama untuk kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.

Analisis instrument yang digunakan adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Analisis data

yang digunakan adalah independent sample t-test dengan sebelumnya dilakukan uji

prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

HASIL PENELITIAN

Hasil kemampuan berpikir kritis (gain score) merupakan skor yang diperoleh

dari selisih antara skor pre-test dan skor post-test setellah semua materi pembelajaran

diberikan kepada siswa. Data kemampuan awal dan akhir siswa dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data Kemampuan Awal dan Akhir Kelas GI dan Kelas PBL

Kualifikasi Nilai

Kelas GI Kelas PBL

Pre-test Post-test Pre-test Post-test f (%) f (%) f (%) f (%) Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang 91-100 75-90 60-74 40-59 <40 0 14 18 4 0 0,00 38,89 50,00 11,11 0,00 8 28 0 0 0 22,22 77,78 0,00 0,00 0,00 0 11 20 3 0 0,00 32,35 58,82 8,82 0,00 0 30 4 0 0 0,00 88,24 11,76 0,00 0,00 Jumlah 36 100 36 100 34 100 34 100

(5)

Berdasarkan Tabel 1 diketahui hasil pre-test pada kedua kelas eksperimen, yaitu 18 siswa (50%) termasuk dalam kualifikasi cukup (dengan rentang nilai 60-74), sedangkan pada kelas eksperimen 2 sebanyak 20 siswa (58,82%) termasuk dalam kualifikasi cukup (dengan rentang nilai 60-74). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua kelas eksperimen memiliki kemampuan awal yang relatif sama.

Berdasarkan hasil uji normalitas pada taraf signifikansi 95% ,diperoleh nilai signifikansi 0,066 untuk kelas eksperimen 1 dan 0,121 untuk kelas eksperimen 2. Hasil uji normalitas kedua kelas eksperimen tersebut menunjukkan nilai signifikansi > 0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa data gain score baik pada kelas eksperimen 1

maupun kelas eksperimen 2 berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji homogenitas

dapat diketahui bahwa semua nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa data penelitian berasal dari populasi bervarian homogen.

Berdasarkan data hasil uji-t diketahui bahwa nilai signifikansi (0,03) lebih kecil dari 0,05 dan rata-rata kelas eksperimen 1 (84,03) lebih besar dari rata-rata kelas

eksperimen 2 (79,90), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi kesimpulannya hipotesis

yang berbunyi “Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan

model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi”

dinyatakan diterima.

Berdasarkan hasil analisis gain score pada masing-masing kelas eksperimen 1

dan kelas eksperimen 2, diketahui bahwa mean gain score pada kelas eksperimen 1

(14,35) lebih besar dari mean gain score pada kelas eksperimen 2 (10,78), dengan

demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran Group Investigation

lebih unggul jika dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diketahui bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan kemampuan berpikir kritis siswa antara yang mendapat perlakuan dengan

menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan yang mendapat

perlakuan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Dimana

(6)

pembelajaran Grroup Investigation lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

mendapat perlakuan model pembelajaran Problem Based Learning.

Pada dasarnya, kedua model pembelajaran baik Group Investigation maupun

Problem Based Learning sama-sama merupakan model pembelajaran kooperatif yang

berbasis penelitian/ proyek yang dapat mendukung kemampuan berpikir kritis siswa. Dimana model pembelajaran kooperatif dapat mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi. Disamping itu, dalam pembelajaran berbasis penelitian, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, sedangkan guru mendorong siswa mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip bagi diri sendiri (Bergstrom & O’Brien, 2001; Wilcox, 1993 (dalam Slavin, 2009).

Model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning

mempunyai keunggulan masing-masing sehingga dapat mempengaruhi kemampuan

berpikir kritis siswa. Pada model pembelajaran Problem Based Learning, siswa dituntut

untuk mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru melalui kerja kelompok. Melalui tahapan-tahapan model pembelajaran ini, siswa akan mendapatkan pengalaman dalam menganalisis permasalahan yang disajikan melalui proses diskusi kelompok, sampai menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Model pembelajaran berbasis masalah menggunakan pendekatan masalah yang autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dari inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.

Keunggulan model pembelajaran Group Investigation yang mempengaruhi

kemampuan berpikir kritis siswa adalah karena dalam tahapan-tahapan pembelajaran

Group Investigation terdapat adanya proses-proses kognitif yang saling mempengaruhi.

Proses-proses kognitif merupakan aksi-aksi intelektual yang mentransfer informasi dari satu penyimpanan informasi ke penyimpanan informasi lainnya. Proses-proses kognitif yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa tersebut antara lain adalah attention (perhatian), perception, rehearsal (pengulangan), encoding, dan retrieval (Hipiteuw, 2009: 69)

(7)

Proses attention (perhatian) merupakan proses untuk memfokuskan diri pada stimuli tertentu dan sementara itu memilah yang tidak penting untuk dikeluarkan

(Hipiteuw, 2009: 78). Proses attention pada model pembelajaran Group Investigation

terlihat pada tahap penentuan topik/ tema permasalahan. Dimana pada model pembelajaran ini siswa bebas menentukan topik permasalahan yang dianggap menarik bagi mereka dan disesuaikan dengan kesepakan antara siswa dengan guru. Hipiteuw (2009) menyatakan bahwa kemampuan pemikiran kritis paling baik dipelajari menurut topik-topik yang sudah tidak asing lagi bagi siswa. Siswa akan lebih dapat menerapkan pengetahuan berdasarkan pengalaman dan mengembangkan pemikiran mereka sendiri terhadap permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di sekitarnya dibandingkan dengan permasalahan yang asing baginya.

Pada Model Problem Based Learning tidak terjadi proses attention (perhatian)

dikarenakan pemilihan topik/ tema permasalahan ditentukan oleh guru. Hal tersebut akan mempengaruhi motivasi dan minat siswa untuk menyelesaikan permasalahn yang diberikan secara kritis, dikarenakan terdapat kemungkinan siswa kurang tertarik dengan tema permasalahan yang diberikan oleh guru. Selain itu, belum tentu siswa memiliki pengetahuan yang luas terhadap permasalahan yang diberikan, sehingga siswa tidak dapat memaksimalkan kemampuan berpikir kritisnya.

Ketertarikan serta motivasi siswa terhadap suatu masalah yang akan dipelajari merupakan hal yang penting karena akan dapat mempengaruhi pembelajaran mandiri bagi siswa. Pembelajaran mandiri berasal dari pemikiran dan perilaku yang dihasilkan sendiri oleh siswa yang secara sistematis diarahkan ke sasaran pembelajaran mereka (Schunk & Zimmerman, dalam Slavin, 2009: 115). Para pembelajar mandiri cenderung mempunyai sasaran yang jelas terhadap apa yang ingin dicapainya, sehingga ia bebas mengembangkan pemikirannya demi mencapai sasaran tersebut, bukan hanya dengan menaati perintah guru. Lebih jauh, pembelajar yang mandiri termotivasi oleh pembelajaran itu sendiri, bukan hanya oleh nilai atau persetujuan orang lain, dan mereka mampu bertahan pada tugas jangka panjang hingga tugas tersebut terselesaikan. Apabila siswa mempunyai strategi pembelajaran yang efektif maupun motivasi serta kegigihan sampai suatu tugas terselesaikan hingga memuaskan mereka, kemungkinan mereka akan menjadi pelajar yang efektif dan mempunyai motivasi sepanjang hidup untuk belajar (Slavin, 2009: 13).

(8)

Proses rehearsal (pengulangan) pada model pembelajaran Group Investigation

terlihat pada tahap perencanaan, investigasi, dan laporan akhir. Rehearsal merupakan

pengulangan-pengulangan guna membantu informasi yang dipelajari tersimpan ke dalam long-term memory sehingga menjadi pengetahuan individu tersebut. Wade & Travis (2007: 102) menyatakan bahwa mengulang-ulang suatu informasi menyebabkan informasi tersebut menetap lebih lama dalam memory jangka pendek dan memperbesar kemungkinan informasi tersebut akan tersimpan pada memory jangka panjang. Semakin

sering informasi diproses dalam proses rehearsal, maka otomatis memory tersebut akan

tersimpan dalam long-term memory (memory jangka panjang) dan sulit dilupakan

(forgotten/ lost).

Tahapan-tahapan dalam Group Investigation juga berkaitan dengan proses

encoding, yaitu proses merepresentasikan informasi ke dalam long-term memory secara

bermakna. Pemahaman dan pengetahuan yang baru disimpan dalam long-term memory

dikaitkan dengan apa yang sudah tersimpan dalam long-term memory sebelumnya agar

informasi yang dipelajari tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan pengetahuan

sebelumnya yang telah dimiliki individu tersebut. Melalui tahapan-tahapan planning,

investigation, dan organizing pada model pembelajaran Group Investigation, maka

pengetahuan baru akan mudah terkoneksi dengan pengetahuan sebelumnya yang telah

ada pada long-term memory tersebut karena semakin sering proses rehearsal terjadi,

maka background knowledge (pengetahuan sebelumnya) akan menjadi semakin luas

sehingga mudah terkait dengan pengetahuan baru. Hal inilah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Melalui tahap-tahap dalam pembelajaran model Group Investigation dan

Problem Based Learning siswa juga akan melakukan proses retrieval (pelacakan) yang

dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan untuk memahami apa yang sedang dipelajari. Hal ini dikarenakan semakin siswa menuju pemikiran tingkat tinggi, maka semakin banyak pula informasi-informasi dan pengetahuan yang harus ia dapatkan untuk menunjang kemampuannya dalam berpikir kritis.

Disamping keunggulannya, model pembelajaran Group Investigation dan

Problem Based Learning juga mempunyai beberapa kelemahan yang turut menghambat

penelitian, antara lain kedua model pembelajaran ini memerlukan waktu yang lama dalam pelaksanaanya. Selain itu, guru juga dituntut untuk lebih matang dalam

(9)

pembuatan perencanaan pembelajarannya. Siswa yang kurang aktif dalam mengemukakan pendapatnya juga turut menghambat dalam pelaksanaan model pembelajaran ini.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kemampuan berpikir

kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation

dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi.

Dimana model pembelajaran Group Investigation lebih unggul jika dibandingkan

dengan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir

kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri.

SARAN

Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka saran yang dapat diajukan adalah guru

Geografi perlu menerapkan model pembelajaran Group Investigation (GI) sebagai salah

satu alternatif dalam kegitan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Namun perlu diperhatikan dalam penyusunan RPP, disarankan agar alokasi waktu disusun dengan cermat karena memerlukan alokasi waktu yang relatif lama.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hipiteuw, Dr. Imanuel. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri

Malang

Slavin, R. E. 2008. Cooperative Learning. Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa

Media.

Slavin, R.E. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks

Gambar

Tabel 1. Data Kemampuan Awal dan Akhir Kelas GI dan Kelas PBL

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tersebut didapatkan bahwa regangan total dari balok induk, balok anak 1, balok anak 2, dan pelat yang ditinjau pada kondisi 1 maupun kondisi 2 bernilai

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk

Kerja Instansi / Lembaga Nomor Surat Penugasan

Melakukan analisis regresi logistik dengan menggunakan metode stepwise dengan seleksi forward yang diikuti oleh eliminasi backward , sehingga mendapatkan model terbaik

Jika tapak tersebut berada di luar jarak penapisan untuk fenomena gunung api spesifik maka tidak lagi diperlukan analisa lebih lanjut untuk fenomena itu dan jika

 Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks pada enam kelompok pengeluaran yakni kelompok bahan makanan sebesar 1,23 persen; kelompok

Kenyataan di lapangan berdasarkan observasi di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Galing Kabupaten Sambas masih terdapat siswa yang kurang mampu menggunakan komunikasi verbal (

Proses fermentasi dilakukan menggunakan isolat bakteri Bacillus sp.TG dengan memvariasikan jumlah sumber karbon minyak kelapa sawit dengan konsentrasi 0,1 g/100 mL, 0,5g/100