• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI DESKRIPTIF BENTUK – BENTUK KENAKALAN

ANAK PADA AKHIR MASA KANAK – KANAK

DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Kristianto Agus Wibowo

039114013

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

ANAK PADA AKHIR MASA KANAK – KANAK DI YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Kristianto Agus Wibowo

NIM: 039114013

Skripsi ini telah disetujui oleh:

Pembimbing,

(3)
(4)

iv he learns to condemn.

If a child lives with hostility, he learns to fight. If a child lives with ridicule,

he learns to be shy. If a child live with shame,

he learns to feel guilty. If a child lives with tolerance,

he learns to be patient. If a child lives with encouragement,

he learns to be confident. If a child lives with praise,

he learns to appreciate. If a child lives with fairness,

he learns justice. If a child lives with security,

he learns to have faith. If a child lives with approval,

he learns to like himself. If a child lives with acceptance and friendship,

he learns to find love in the world.

Anak Belajar dari Kehidupannya Jika anak dibesarkan dengan celaan,

ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,

ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,

ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.

Jika anak dibesarkan dengan perlakuan sebaik-baiknya,

ia belajar keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan,

ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,

(5)

v

Aku adalah orang yang senang belajar tentang kehidupan,

Karena waktu hidup di dunia ini terlalu pendek untuk dipelajari dan dialami sendiri,

Sehingga aku selalu beruntung dan selalu mencapai kesuksesan...

Skripsi ini aku persembahkan untuk :

Papa dan Mama ku yang ku sayangi

Kedua adikku, Emma dan Florentina

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dituliskan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ………

Penulis

(7)

vii

STUDI DESKRIPTIF BENTUK – BENTUK KENAKALAN ANAK PADA MASA AKHIR KANAK - KANAK DI YOGYAKARTA

Kristianto Agus W.

ABSTRAK

Perkembangan dan kemajuan jaman dalam berbagai bidang membawa berbagai macam perubahan. Nilai-nilai tradisional masyarakat yang dulu dipegang teguh mulai memudar dan tergantikan oleh nilai-nilai yang baru seperti berubahnya pola keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga inti, melemahnya ikatan kekeluargaan, dan melemahnya pengawasan sosial masyarakat. Perubahan tersebut menimbulkan dampak semakin meningkatnya berbagai permasalahan sosial, salah satunya adalah kenakalan pada anak dan remaja. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kenakalan anak pada masa akhir kanak-kanak di Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan subjek penelitian berjumlah 100 anak yang dipilih dengan menggunakan teknikpurposive sampling, yaitu teknik pemilihan sekelompok subyek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Metode pengumpulan data menggunakan skala bentuk kenakalan anak. Metode analisis data dengan melakukan perbandingan antara mean teoritik dengan mean empirik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak usia akhir di Yogyakarta pada umumnya sudah melakukan berbagai macam kenakalan. Kenakalan yang cenderung dilakukan adalah melanggar aturan, terutama peraturan yang telah dibuat oleh orang tua. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara umum anak pada masa akhir kanak-kanak di Yogyakarta memiliki tingkat kenakalan yang rendah.

(8)

viii

ABSTRACT

Furtherance of period has been created a change in various sectors of life. Traditional values of our society started to disappear and subtituted by another new values, such as reducing in family member from big family to main family only, fading of family bond, and loose of social society surveillance. The alteration was bought several problems in our society, which one of them is children deliquencies, especially middle childhood and adolescent deliquency. In order to knew about the problem, this research aim the goal towards the form of middle childhood deliquencies in Yogyakarta. This research was a descriptive study with 100 subject choosen by purposive sampling data collection technique. This technique choose subject by selection technique based on a group of subject characteristics or specific traits that are considered to have a close connexion with the characteristics or traits that have been previously unknown population. Another technique of data collection was middle childhood deliquencies scale and analysed by mean compared technique between theoritical mean and empiric mean. The result showed that middle childhood in Yogyakarta was already made acts of deliquencies. Lean of this deliquencies was collide with rules, especially rules that made by parents. This research also showed that, generally, middle childhood deliquencies in Yogyakarta was in low state.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAII UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Kristianto Agus Wibowo No. Mahasiswa : 039114013

Demi pengembangan ilmu pengetahuan,saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:

STUDI DESKRIPTIF BENTUK – BENTUK KENAKALAN

ANAK PADA AKHIR MASA KANAK – KANAK

DI YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkal an dat a, m endist ribusi kan secara t erbat as, dan mempublikasikan di interne atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap meneantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal:………. Yang menyatakan,

(10)

x

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang

karena berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang disusun untuk

memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikolog di Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Penulis merasa bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan,

bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi

penulis. Karena itu, dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan dan Bapaku, yang selalu melimpahkan berkat-Nya dan yang selalu

setia menemani penulis dalam mengerjakan skripsi ini serta selalu

memberikan pengharapan dan kekuatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Pembelajaran hidup yang aku jalani selama ini. Meskipun seringkali aku

jatuh dalam menghadapi tantangan hidup, tapi selalu saja ada makna

dibalik itu semua dan itulah yang membuat aku semakin bertumbuh dan

berkembang menjadi pribadi yang dewasa dan selalu lebih baik.

3. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma yang telah membimbing dan memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melaksanakan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi yang telah

(11)

xi

5. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah banyak memberikan kesabaran dan waktunya untuk

memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, kritik, saran dan dukungan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. “Maaf ya Bu klo saya

sering lari dari Ibu karena takut ditagih skripsinya”.

6. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.

Terima kasih atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan.

7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik penulis selama

menjalani studi di Fakultas Psikologi ini. Terima kasih atas bimbingan dan

arahannya selama ini.

8. Mas Gandung, Mbak Nani, Mas Mudji, dan Mas Doni yang telah banyak

memberikan bantuan di sekretariat Psikologi, lab, dan Ruang Baca. Terima

kasih karena sudah mau direpotin. Buat Pak Gie’ terima kasih buat

senyuman dari hati yang selalu diberikan bagi kami semua setiap hari,

setiap waktu.

9. Mama dan papa, terima kasih buat semua doa, didikan, nasehat, support

dan percaya dengan segala keputusan yang penulis ambil dalam menjalani

kehidupan ini. “Maaf ma, pa kalau sering membuat papa dan mama selalu

bertanya tentang skripsi, tapi terima kasih karena ga’ bosen Tanya skripsi

terus.” Aku selalu sayang papa dan mama, meskipun tidak pernah

(12)

xii skripsi ini selesai.

11. Dede dan Indra, adik, saudara dan teman seperjuangan dalam menjalani

hidup ini. Nunq, adik ipar-ku yang selalu men-support dengan tempe

mendoannya sama tahu masaknya yang enak. Terima kasih buat spirit

yang telah kalian berikan. Buat Niel, ponakan-ku dan jagoan kecil-ku,

terima kasih buat senyumnya yang selalu menyejukkan hati dan

membuat-ku jadi bersemangat.

12. Pak Hisyam A. Fachri, Master Hypnosys dan Tarot Psikologi, yang telah

banyak mengajarkanku banyak hal tentang hipnoterapi dan tarot psikologi,

sehingga aku bisa membantu banyak orang. Semangat Pak Hisyam dalam

mencapai impiannya sangat menginspirasi aku. “Terimakasi banyak ya,

Pak!”

13. Buat “yang pernah hadir” dalam hidupku…thanks buat semua proses

pembelajaran yang sudah dilalui bersama, karena itu semua membuat aku

semakin lebih dewasa.

14. Buat “yang hadir saat ini” dalam hidupku…semuanya dimulai dengan

indah…dan semua sudah ada waktunya… ^0^

15. Teman-teman Wisma Manunggal, Titut yang selalu memberikan support

dalam mengerjakan skripsi ini sekaligus teman yang asyik buat “keluar

malem” bersama Dody dan Bang Ali yang sekarang sudah ada di Jakarta.

(13)

xiii

kesabarannya. Adie yang men-support-ku dengan sindiran-sindirannya.

Yokie, Felix, Happy, Daniel, Abang Rahmat, dan Kadek yang selalu

memberikan keceriaan setiap hari, dan juga buat teman-teman lain yang

bersedia berbagi apapun di kost. Thanks a lotbuat perhatian, canda, tawa

dan lelucon-lelucon konyol kalian yang selalu mengisi hari-hariku selama

ini…I Love You guys.

16. Teman-teman Golden Betta Jogja, Pak Jhon yang selalu memberikan

support dalam segala pekerjaan, dan kata-katanya yang selalu terngiang

dalam telingaku: ”Yakin…!, Jalankan…!”. Indra, Danang, Ko Ade, dan

Willy yang selalu memberikan lelucon-lelucon segar setiap hari. Thanks a

lot buat persahabatan, persaudaraan, canda, tawa, dan kekonyolon kalian

yang selalu mengisi hari-hariku dalam dua tahun terakhir

ini…Persaudaraan ini akan terus ada selamanya.

17. Teman-teman Chetoules Production, Wawan, Sekar, Mbak Metty, Ulfa

yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan studiku

ditengah-tengah kesibukan memberikan trainingHypno Magic Motivation. Semoga

Chetoules Production terus eksis, maju, bertumbuh, berkembang, dan

selalu semangat untuk memberikan motivasi pada orang banyak.

18. Teman-teman dari SubConscio Management, Pak Hisyam A. Fachri, Mas

Zein Hidayat, Puri “Ethride” Maharai, Tri Anggraeni P., Indra Ferdianto

yang selalu memberi warna dalam pekerjaanku dan semangat untuk

menyelesaikan studiku ditengah-tengah kesibukan memberikan training

(14)

xiv

“down” selama mengerjakan skripsi. Terimakasih atas support dan waktu

kalian buat direpotin selama aku menyelesaikan skripsi. Big Hug for U All

!!! Satu kalimat yang selalu aku ingat: “Aku bukan orang pinter, tp aku

orang yang sangat cerdas !!!”☺.

20. Teman-teman Psikologi’03 yang sudah sama-sama berjuang dalam

menempuh pendidikan, terima kasih buat pengalaman, dinamika, dan

pertemuan selama ini yang membuatku jadi belajar banyak tentang

manusia dan kehidupannya.

21. Teman-teman Ex-Seminari Mertoyudan angkatan 99/00 “Be Still My

Friends”, baik yang sudah njeblingdari jalur imamat maupun yang masih

bergulat dengan panggilan, makasih buat dukungan doanya, spirit, dan

kebersamaannya selama ini meskipun hanya berhubungan lewat Face

BookdanYM.You always be still my friends and my brothers forever

22. Angkringan “Agung” dan Mc.D…dengan adanya kalian cacing diperutku

dapat diatasi waktu tengah malam☺.

23.My LovelyKharisma dan kompi, yang selama ini selalu setia menemaniku

dalam suka dan duka…”kalian sudah mengalahkan calon istriku!!!

24. Semua pihak yang belum penulis sebutkan satu per satu di sini, terima

kasih buat semua dukungan dan perhatiannya.

25. Terima kasih pula untuk para pembaca yang rela meluangkan waktu untuk

(15)

xv

Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Karena itu,

penulis mengharapkan adanya saran dan kritikan dari pembaca yang dapat

membangun dan mengembangkan kemampuan penulis menjadi lebih baik lagi.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca…thanks a

lot

Penulis,

(16)

xvi

HALAMAN JUDUL……….… ……... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN MOTTO………....………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi

ABSTRAK.…….……….. vii

ABSTRACT….………..………. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... ix

KATA PENGANTAR………... x

DAFTAR ISI.………... xvi

DAFTAR TABEL...……….. xix

DAFTAR DIAGRAM……….. xx

BAB I. PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah……….... 1

B. Rumusan Masalah………..5

C. Tujuan Penelitian………... 5

(17)

xvii

BAB II. LANDASAN TEORI………. 7

A. Kenakalan Anak……… 7

1. Pengertian Kenakalan Anak……….……... 7

2. Faktor Penyebab Kenakalan Anak……….. 9

3. Motif Kenakalan Anak……… 13

4. Bentuk-bentuk Kenakalan………... 13

B. Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak...………17

1. Batasan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak...……… 17

2. Karakteristik Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak...………… 19

C. Bentuk-bentuk Kenakalan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 27

A. Jenis Penelitian……….. 27

B. Variabel Penelitian……… 27

C. Definisi Operasional……….. 27

D. Subjek Penelitian………... 29

E. Metode dan Alat Penelitian……….. 29

F. Validitas dan Reliabilitas……….. 31

1. Validitas Isi………. 31

2. Seleksi Item………. 32

3. Reliabilitas………... 33

(18)

xviii

B. Hasil Penelitian……….. 38

1. Data Usia Subjek………... 38

2. Deskripsi Hasil Penelitian………39

3. Perbandingan Mean Antar Bentuk Kenakalan Anak Usia Ahir.. 39

C. Pembahasan………... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 46

A. Kesimpulan……… 46

B. Keterbatasan……….. 46

C. Saran……….. 47

DAFTAR PUSTAKA………... 49

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. BlueprintSkala Kenakalan Anak……….. 31

Tabel 3.2. Distribusi Item Skala Kenakalan Anak Setelah Tryout……. 32

Tabel 3.3. Data Empirik………. 36

Tabel 4.1. Deskripsi Data Penelitian Secara Umum………...39

(20)

xx

Diagram 4.1. Deskripsi Usia Subjek………... 38

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan kemajuan jaman dalam berbagai bidang membawa

berbagai macam perubahan. Perkembangan dan perubahan teknologi,

modernisasi, globalisasi, komunikasi, dan arus informasi baik melalui media

massa maupun dari media elektronik tidak hanya merubahan kehidupan, tetapi

juga merubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Nilai-nilai tradisional masyarakat yang dulu dipegang teguh mulai

memudar dan tergantikan oleh nilai-nilai yang baru seperti berubahnya pola

keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga inti, melemahnya ikatan

kekeluargaan, dan melemahnya pengawasan sosial masyarakat. Perubahan

tersebut menimbulkan dampak semakin meningkatnya berbagai permasalahan

sosial, salah satunya adalah kenakalan pada anak dan remaja.

Selain intensitasnya meningkat, kenakalan anak sekarang ini sudah

mengarah ke kenakalan anak yang bersinggungan dengan perbuatan kriminal dan

hukum, contohnya perkelahian, kekerasan, pencurian, pornografi, perjudian dan

sebagainya (Mardiya, 2009). Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi

(PUSDATIN) Departemen Sosial tercatat pada tahun 1998 jumlah anak nakal di

Indonesia sebanyak 148.709 jiwa anak, atau kira-kira sebesar 0,3% dari jumlah

penduduk Indonesia yang berusia 8 – 18 tahun. Selanjutnya pada tahun 2004

(22)

mengindikasikan makin tingginya angka kenakalan anak dalam kurun waktu

selama 6 tahun (Budiningsih, 2006). Sedangkan dari hasil survei Badan Narkoba

Nasional (BNN) tahun 2005 terhadap 13.710 responden di kalangan pelajar dan

mahasiswa menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan

rata-rata pada usia 10 tahun (Harsanto, 2007).

Menurut Regoli (2010), kenakalan sulit untuk didefinisikan. Kriminolog,

pemerintah, dan reformis sosial berusaha untuk mengidentifikasi perilaku

“kenakalan”. Definisi kenakalan dalam arti hukum mungkin dapat sangat berbeda

dari bagaimana masyarakat umum mendefinisikan kenakalan. Kenakalan

merupakan istilah luas yang mencakup beragam bentuk perilaku antisosial anak.

Secara spesifik, setiap negara memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang

batasan kenakalan. Di kebanyakan negara, kenakalan didefinisikan sebagai

perilaku yang melanggar kode kriminal dan dilakukan oleh seorang anak yang

belum mencapai usia dewasa, yang biasanya adalah 18 tahun. Selain itu

Departemen Sosial RI (dalam Budiningsih, 2006) memberikan batasan tentang

kenakalan anak, yaitu bahwa anak nakal adalah anak yang mengalami gangguan

dalam perkembangan sosial, mental dan psikologik sehingga berperilaku

menyimpang dari norma-norma masyarakat yang membahayakan bagi dirinya

sendiri, keluarga maupun lingkungannya.

Salah satu hal yang disinyalir menjadi penyebab munculnya perilaku

kenakalan pada anak adalah seringnya anak melihat tayangan smack down di

televisi. Contohnya, di Bojonegoro, Jawa Timur, seorang murid TK mengalami

(23)

3

Yoga Pratama, bocah berusia 8 tahun murid kelas 2 SD Negeri Banteng Mati

harus dilarikan ke rumah sakit setelah beradu smack down dengan teman

sekolahnya, karena mengalami patah tulang tangan dan kakinya setelah dibanting

oleh temannya. Saat jam istirahat sekolah tiba-tiba korban disergap dan dibanting

oleh salah seorang temannya dengan gaya smack down seperti di tayangan

televisi. Di Bojonegoro, Reza Wildan Pratama siswa TK Pratiwi harus menjalani

perawatan di rumah sakit akibat patah tulang lengan sebelah kiri, karena dibanting

teman sekelasnya dengan gayasmack down saat bermain di jam istirahat sekolah.

Selain itu, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Vikroh, seorang bocah kelas 2 SD

mengalami patah tulang di bagian paha dan pinggul akibat meniru aksi smack

downbersama dua teman bermainnya (Indosiar, 2006).

Anak usia 6 – 11 tahun merupakan periode perkembangan yang kira-kira

setara dengan tahun-tahun sekolah dasar; periode ini kadang-kadang disebut

sebagai “tahun-tahun sekolah dasar.” Pada masa ini anak secara formal

berhubungan dengan dunia dan kebudayaan yang lebih luas. Prestasi menjadi

tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat

(Santrock, 2002).

Masa ini juga ditandai dengan pertumbuhan fisik yang kuat dan

munculnya kemampuan-kemampuan intelektual yang sangat penting. Ia

memperluas lingkungan kegiatan sosialnya di luar lingkungan keluarga dan

menghadapi pengalaman bersaing. Kegagalan-kegagalan dan

penolakan-penolakan sangat berarti baginya. Dengan bertambahnya perhatian terhadap

(24)

prestasi. Minatnya beraneka ragam dan dan pada masa ini bakat-bakatnya yang

laten dapat ditemukan. Anak sering hidup dalam dunia khayalan, tetapi dia sering

menguji khayalannya ini dengan bekerja dan bermain. Anak meniru hidup orang

dewasa dengan tujuan supaya dia dapat mengungkapkan dan memahami

peran-peran orang dewasa dalam masyarakat (Semiun, 2006).

Anak mulai menemukan dirinya pada masa anak-anak akhir. Ia menyadari

bahwa ia seperti orang lain, mempunyai kebebasan berbuat, berkehendak, dan

kebebasan melakukan apa yang diinginkannya, seperti yang dilakukan ayah dan

ibunya, ataupun orang-orang disekitarnya. Sejak saat itu anak mulai menyadari

bahwa ia memiliki pribadi yang harus dapat berdiri sendiri, tidak harus selalu

tunduk kepada orang lain, tidak harus selalu ikut-ikutan dan tidak harus

bergantung kepada orang lain (Sujanto, 1980).

Menurut Yustinus (dalam Samiun, 2006), ketika anak memasuki

tahun-tahun akhir masa kanak-kanak biasanya ia mulai bergabung dengan kelompok dan

dia menemukan tempatnya sendiri di antara teman-teman sebayanya. Melalui

proses sosialisasi ini, anak mulai membedakan peran laki-laki dan wanita,

menguji kemampuan-kemampuannya sendiri dalam hubungannya dengan

kemampuan dari kawan-kawannya dan mempelajari beberapa keterampilan sosial

dasar.

Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian untuk

mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bagaimana bentuk-bentuk

kenakalan anak pada akhir masa kanak-kanak di saat ini. Selain itu, banyaknya

(25)

5

diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua dan pendidik tentang

bentuk – bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak pada akhir masa

kanak-kanak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, permasalahan penelitian ini adalah

bagaimana bentuk-bentuk kenakalan anak pada akhir masa kanak-kanak di

Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kenakalan

anak pada akhir masa kanak-kanak di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis:

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

mengenai bentuk-bentuk kenakalan anak di akhir masa kanak-kanak saat ini

dan dapat digunakan sebagai literatur dalam penelitian yang relevan di masa

yang akan datang dalam bidang psikologi, khususnya bidang psikologi

(26)

2. Manfaat praktis:

Bagi orang tua dan para pendidik hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan wawasan mengenai bentuk-bentuk kenakalan apa saja yang

terjadi pada akhir masa kanak-kanak, sehingga orang tua dan pendidik dapat

lebih waspada dan dapat mempersiapkan ataupun memberikan tindakan

(27)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kenakalan Anak

1. Pengertian Kenakalan Anak

Menurut Sulistyo (2006), kenakalan anak adalah perbuatan yang

dinyatakan terlarang yang dilakukan anak karena tidak sesuai dengan

perundang-undangan maupun peraturan yang berlaku di masyarakat, yang

dianggap mengganggu keamanan, ketentraman, ketertiban di lingkungan

keluarga dan masyarakat. Pendapat ini didukung oleh Carson, dkk. (2009)

yang berpendapat bahwa kenakalan (delinquency)adalah tindakan melanggar

hukum yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Yang dimaksud anak di

bawah umur adalah anak di bawah usia 18 tahun dan anak yang melanggar

hukum tersebut disebut sebagai anak nakal (Shoemaker, 2010).

Delinquency/ delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang

berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi

jahat, anti sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat keributan, pengacau,

peneror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain.

Delinquency selalu memiliki konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan yang

dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 22 tahuun (Kartono, 2005).

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Beltran (2008). Ia

(28)

seperti perusakan properti, kekerasan terhadap orang lain, dan berbagai

perilaku lain yang bertentangan dengan kebutuhan dan hak orang lain dan

melanggar hukum masyarakat. Kenakalan anak ini mengacu pada tindakan

ilegal yang dilakukan oleh individu-individu di bawah usia 16, 17 atau 18

tahun (tergantung pada hukum negara tempat individu tinggal).

Departemen Sosial RI (dalam Budiningsih, 2006) memberikan batasan

tentang kenakalan anak sebagai anak yang mengalami gangguan dalam

perkembangan sosial, mental, dan psikologik sehingga ia berperilaku

menyimpang dari norma-norma masyarakat yang membahayakan bagi dirinya

sendiri, kelurga, maupun lingkungannya.

Secara luas, Gottfredson (2001) mendefinisikan kenakalan sebagai

gangguan perilaku. Gangguan perilaku tersebut dalam skala kecil dapat

dicontohkan seperti memaki guru, menggigit teman sekelas, tidak

mengerjakan PR, terlambat masuk kelas, mencorat-coret dinding sekolah,

menyontek, mengganggu (bullying) teman sekelas, berbohong, berkelahi,

mencuri, bersenang-senang, minum minuman beralkohol, berhubungan seks,

menjual narkoba, menyerang atau merampok orang lain, merusak/ atau

membakar barang orang lain, memperkosa, dan membunuh.

Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kenakalan anak adalah perilaku anti sosial yang melanggar norma kesusilaan,

hukum, dan ketertiban umum yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang

(29)

9

2. Faktor Penyebab Kenakalan Anak

Kartono (2005) mengungkapkan bahwa ada empat macam faktor yang

menjadi penyebab kenakalan anak, yaitu:

a. Faktor biologis

Kenakalan pada anak-anak dapat muncul karena faktor-faktor

fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang atau juga karena cacat

jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung:

1) Melalui gen yang membawa sifat dalam keturunan, atau melalui

kombinasi gen; dapat juga disebabkan karena tidak adanya gen

tertentu yang semuanya dapat memunculkan penyimpangan

tingkah laku, dan menjadikan anak melakukan kenakalan secara

potensial.

2) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang abnormal,

sehingga menghasilkan perilaku nakal.

3) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu

yang menimbulkan kenakalan.

b. Faktor psikogenis

Kenakalan merupakan “bentuk penyelesaian” atau kompensasi dari

masalah psikologis dan konflik batin dalam menanggapi stimuli eksternal/

sosial dan pola-pola hidup keluarga yang patologis. Anak

“mempraktekkan” konflik batinnya untuk mengurangi beban tekanan jiwa

(30)

c. Faktor sosiogenis

Penyebab kenakalan anak adalah murni karena faktor sosiologis

atau sosial-psikologis. Hal ini disebabkan oleh pengaruh struktur sosial

yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, atau status sosial.

d. Faktor subkultur

“Kultur” atau “kebudayaan” dalam hal ini menyangkut satu

kumpulan nilai dan norma yang menuntut bentuk tingkah laku responsif

sendiri yang khas pada anggota-anggota kelompoknya. Sedangkan istilah

“sub” mengindikasikan bahwa bentuk “budaya” tadi dapat muncul di

tengah suatu sistem yang lebih inklusif sifatnya. Subkultur kenakalan

mengaitkan sistem nilai, keyakinan, ambisi-ambisi tertentu yang

memotivasi munculnya kenakalan.

Selain itu, Carson, dkk. (2009) juga menyebutkan ada beberapa faktor

yang menjadi penyebab kenakalan anak, yaitu:

a. Internal

1) Faktor Genetik

Meskipun penelitian tentang faktor genetik sebagai penentu

perilaku antisosial belum dapat dijadikan acuan, namun beberapa

bukti menunjukkan bahwa faktor genetik memungkinkan bagi

seseorang untuk melakukan tindak kriminalitas. Schulsinger (dalam

Carson, dkk, 2009) menemukan bahwa orang tua yang mengalami

(31)

11

2) Cedera otak

Cedera otak dapat menjadikan seseorang kehilangan kontrol

diri, sehingga mudah melakukan perbuatan-perbuatan di luar batas

terhadap benda dan orang lain.

3) Gangguan psikologis

Ketidakmampuan seseorang dalam mengatasi depresi akibat

luka emosional yang terpendam lama, mengakibatkan seseorang

mengungkapkannya dalam sebuah perilaku kenakalan.

4) Sifat antisosial

Anak membenci dan menujukkan sikap permusuhan terhadap

lingkungannya karena tidak memiliki kontrol etika. Anak menjadi

impulsif, pemberontak, membenci, tidak memiliki perasaan

penyesalan atau rasa bersalah, tidak mampu menjalin dan memelihara

hubungan interpersonal yang dekat, dan tidak pernah berlajar dari

pengalaman.

5) Penyalahgunaan obat

Kenakalan - khususnya pencurian, prostitusi dan tindakan

menyerang – terkadang dikaitkan langsung dengan penggunaan

alkohol atau narkoba.

b. Eksternal

1) Perceraian orang tua atau konflik dalam keluarga

Konflik orangtua merupakan salah satu penyebab dari

(32)

keluarga yang orang tua nya bercerai daripada yang orang tua nya

meninggal.

2) Penolakan dari orang tua dan disiplin yang salah

Anak yang mengalami penolakan dari orang tua nya

mendapatkan pola pendidikan yang salah karena orang tua cenderung

tidak memberikan perhatian dan mendidik tidak secara disiplin pada

anak, sehingga anak cenderung melakukan kenakalan.

3) Hubungan diluar keluarga

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hubungan diluar

keluarga juga memberikan kontribusi pada kenakalan anak. Anak

melakukan kenakalan dikarenakan pengaruh dari teman sebayanyanya

atau pun belajar dari lingkungan tempat tinggalnya.

4) Hubungan dengan teman sebaya

Hubungan yang kurang sehat dengan teman sebaya dapat

menyebabkan kenakalan. Hal ini terlihat dari seringnya terjadi tindak

kenakalan ketika seseorang berada dalam kelompoknya.

Dari faktor-faktor penyebab kenakalan anak diatas maka dapat

disimpulkan bahwa faktor penyebab kenakalan anak disebabkan oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal mencakup faktor biologis atau genetik,

cedera otak, gangguan psikologis, sifat antisosial, dan penyalahgunaan obat.

Sedangkan faktor eksternal mencakup perceraian orang tua, penolakan dari

(33)

13

3. Motif Kenakalan Anak

Kartono (2005) berpendapat bahwa anak melakukan kenakalan karena

adanya motif. Berikut terdapat beberapa motif yang mendorong anak

melakukan kenakalan, yaitu:

a. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.

b. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.

c. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja

dan lemah mentalnya.

d. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan

kesukaan untuk meniru-niru.

e. Kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal.

f. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme

pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.

4. Bentuk-bentuk Kenakalan

Kartono (2005) mengemukakan bentuk-bentuk kenakalan anak, yaitu:

a. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan

membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.

b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan

ketentraman sekitar. Perilaku ini bersumber pada kelebihan energi dan

dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror

(34)

c. Perkelahian antar kelompok, antar sekolah, antar suku, yang terkadang

menimbulkan korban.

d. Membolos sekolah lalu bergelandangan di jalan, atau bersembunyi di

tempat-tempat terpencil sambil melakukan tindakan asusila.

e. Tindakan kriminalitas yang berupa perbuatan mengancam, intimidasi,

memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret,

menyerang, merampok, mencekik, meracun, dan lain-lain.

f. Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks

secara bebas.

g. Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual,

atau di dorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior,

menuntut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas

dendam, dan lain-lain.

h. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang erat berhubungan

dengan tindak kejahatan.

i. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga

mengakibatkan ekses kriminalitas.

j. Perbuatan antisosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada

anak.

k. Tindakan kejahatan yang disebabkan oleh penyakit tidur (enchephalitis

lethargical), dan ledakan meningtis; juga luka di kepala dengan

(35)

15

mengakibatkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan

tidak mampu melakukan kontrol diri.

l. Penyimpangan tingkah laku yang disebabkan oleh kerusakan pada

karakter anak yang menuntut kompensasi, yang disebabkan karena

cacat fisik.

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorder- 4th Edition), kenakalan anak adalah tindakan

kriminal (sesuai dengan batasan hukum setempat) yang dilakukan oleh

anak berumur kurang dari 17 tahun atau 18 tahun. Dalam diagnosis

kenakalan anak digunakan beberapa parameter sebagai berikut:

a. Perilaku agresif terhadap orang lain dan binatang, seperti:

1) Sering mengganggu mengancam dan atau mengintimidasi

orang lain.

2) Sering memulai perkelahian fisik.

3) Menggunakan sejata yang dapat membahayakan fisik orang

lain (misalnya pentungan, batu, pecahan botol, pisau, senjata

api).

4) Mengancam orang lain secara fisik.

5) Mengancam binatang secara fisik.

6) Mencuri yang menimbulkan korban (misalnya: membegal,

mencuri dompet, memeras, merampok dengan menggunakan

(36)

7) Memaksa orang lain untuk melakukan aktivitas seksual

dengannya.

b. Merusak hak milik orang lain, seperti:

1) Sengaja membakar dengan maksud menimbulkan kerusakan

yang serius.

2) Sengaja menghancurkan milik orang lain (selain menggunakan

api).

c. Berbohong, seperti:

1) Sering berbohong untuk mendapatkan harta benda atau

keuntungan atau untuk menghindari kewajiban.

2) Mengutil, melakukan pemalsuan.

d. Pelanggaran serius terhadap peraturan, seperti:

1) Sering keluar malam walaupun sudah dilarang oleh orang tua,

mulai umur kurang dari 13 tahun.

2) Minggat dari rumah sepanjang malam saat tinggal dengan

orang tua atau kerabat keluarga paling tidak 2 kali (atau satu

kali tanpa kendali dlam waktu lama).

3) Sering bolos sekolah, mulai umur kurang dari 13 tahun.

Dari bentuk-bentuk kenakalan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak adalah perkelahian, membolos

(37)

17

merampas, dan lain-lain), merusak, berbohong, dan pelanggaran terhadap

peraturan.

B. Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak

a. Batasan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak

Santrock (2002) menyebut periode anak pada maka akhir

kanak-kanak sebagai masa pertengahan, yaitu periode perkembangan yang

merentang dari usia 6 hingga 11 tahun, yang kira-kira setara dengan tahun-tahun

sekolah dasar sehingga periode ini kadang-kadang disebut "tahun-tahun

sekolah dasar". Pada masa ini, anak umumnya menguasai

keterampilan-keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung.

McDevitt & Ormrod (2004) juga menggolongkan masa dimana anak

berusia 6 hingga 10 tahun sebagai masa middle childhood atau pertengahan

anak-anak. Pada masa ini, anak menunjukkan tanggung jawab yang serius

terhadap teman sebaya, khususnya kepada teman bermain yang usia dan

jenis kelaminnya sama. Pertemanan pada masa pertengahananak-anak menjadi

penting karena anak banyak belajar melalui interaksi dengan teman-teman dan

memecahkan perselisihan. Pada masa ini, anak juga mulai

membanding-bandingkan performansi mereka dengan temannya yang lain. Dengan

demikian, perbedaan individu dalam performansi akademik menjadi semakin

penting dalam melewati tahuntahun masa ini.

Berk (2006) mengungkapkan masa pertengahan anak-anak atau

(38)

tahun. Pada masa pertengahan anak-anak, anak memiliki proses berpikir yang

lebih logis dan semakin mampu memahami diri sendiri. Selain itu,

perkembangan moral anak pada masa ini juga semakin meningkat. Adanya

persahabatan menjadi tanda anak memasuki masa pertengahan anak-anak.

Fokus perkembangan pada masa ini adalah pencapaian prestasi dan

kemampuan kontrol diri yang meningkat. Anak-anak pada masa ini juga akan

banyak mengarahkan konsentrasi dan energinya pada penguasaan

kemampuan-kemampuan intelektual dan pengetahuan. Adanya perasaan tidak

berkompeten dan tidak produktif yang dirasakan oleh anak merupakan hal

yang berbahaya dalam tahap perkembangan ini. Perasaan tidak berkompeten

dan tidak produktif akan menghambat anak mampu melakukan tugas

perkembangannya dalam tahap ini (Santrock, 2007).

Pada masa ini juga anak menghadapi perngalaman bersaing.

Kegagalan-kegagalan dan penolakan-penolakan sangat berarti baginya.

Dengan bertambahnya perhatian terhadap tingkah laku etis dan moral, maka

anak di dorong oleh perasaan akan kewajiban dan prestasi. Minatnya

beraneka ragam dan pada masa ini bakat-bakatnya yang laten dapat

ditemukan. Anak sering hidup dalam dunia khayalan, tetapi dia sering

menguji khayalannya ini dengan bekerja dan bermain. Dia meniru hidup

orang dewasa dengan tujuan supaya dia dapat mengungkapkan dan

(39)

19

Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka peneliti menggunakan

istilah anak pada masa akhir kanak-kanak untuk menggambarkan anak yang

berusia sekolah dasar atau berusia 8 sampai 11 tahun.

b. Karakteristik Anak Usia Akhir

Ciri-ciri penting anak pada masa akhir kanak-kanak menurut para

pendidik dan ahli psikologi (Hurlock, 1999), yaitu :

1. Label yang digunakan oleh para pendidik :

a) Usia Sekolah Dasar, yaitu saat anak diharapkan memperoleh

das ar-dasar penget ahuan yang di anggap penting

untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa

dan mempelajari berbagai ketrampilan penting tertentu.

b) Periode kritis, karena pada masa ini anak membentuk

kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat

sukses.

2. Label yang digunakan ahli psikologi :

a) Usia berkelompok, karena perhatian utama anak tertuju pada

keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota

kelompok.

b) Usia penyesuaian diri, karena anak pada masa ini ingin

menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok

(40)

c) Usia kreatif, yaitu masa penentu apakah anak akan menjadi

konformis atau pencipta karya yang orisinil.

d) Usia bermain, karena pada masa ini anak memiliki minat dan

kegiatan bermain yang luas.

Pada masa ini, anak sudah memiliki kontrol emosi, akan tetapi tingkat

emosionalitas anak berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi perbedaan dan

yang menyebabkan meningginya emosi anak adalah kondisi lingkungan

dan fisik. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang ribut dan

penuh tekanan untuk menyesuaikan diri dengan tuntunan orang tua yang

terlalu tinggi dapat berkembang menjadi orang-orang yang tegang, gugup dan

tinggi emosionalitasnya (Hurlock, 1997). Di lain pihak, penyesuaian fisik

pada setiap situasi baru selalu menyusahkan anak, meningginya emosi

hampir selalu dialami oleh semua anak pada saat masuk sekolah. Selain

itu, apabila anak sakit atau lelah, is cenderung cepat marah, rewel dan

umumnya sulit dihadapi (Hurlock, 1999).

Selain itu, anak memasuki masa belajar di dalam dan di luar sekolah.

Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang

mendukung hasil belajar di sekolah. Banyak aspek perilaku dibentuk melalui

penguatan (reinforcement) verbal, keteladanan dan identifikasi. Menurut

Hurlock (1991), anak-anak pada masa ini harus menjalani tugas-tugas

(41)

21

1. Belajar ketrampilan fisik untuk permainan biasa.

2. Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri.

3. Belajar peranan jenis yang sesuai dengan jenisnya.

4. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.

5. Membentuk keterampilan dasar: membaca, menulis,dan

berhitung.

6. Membentuk konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan

sehari-hari.

7. Membentuk hati nurani, nilai moral dan nilai sosial.

8. Memperoleh kebebasan pribadi.

9. Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan

lembaga-lembaga.

Selain itu, pada masa ini juga Hurlock (1999) berpendapat bahwa

anak diharapkan mempunyai keterampilan-keterampilan sebagai berikut:

1. Keterampilan Menolong Diri Sendiri

Anak yang lebih besar harus dapat makan, berpakaian, mandi,

dan berdandan sendiri hampir secepat dan semahir orang dewasa, dan

keterampilan tidak memerlukan perhatian sadar yang penting pada

awal masa kanak-kanak.

2. Keterampilan Menolong Orang Lain

Keterampilan menurut kategori ini bertalian dengan meno

(42)

tidur, membersihkan debu dan men ya pu; di s ekol ah

mencakup mengosongkan tempat sampah dan membersihkan

papan tulis; dan di dalam kelompok bermain mencakup

menolong membuat rumah-rumahan atau merencanakan lapangan

basket.

3. Keterampilan Sekolah

Di sekolah, anak mengembangkan pelbagai keterampilan

yang diperlukan untuk menulis, menggambar, melukis,

membentuk tanah hat, menari, mewarnai dengan krayon, menjahit,

memasak, dan pekerjaan tangan dengan menggunakan kayu.

4. Keterampilan Bermain

Anak yang lebih besar belajar berbagai keterampilan seperti

melempar dan menangkap bola, naik sepeda, sepatu roda, dan

berenang.

Berdasarkan aspek-aspek perkembangan, bentuk-bentuk yang

mempengaruhi anak pada masa akhir kanak-kanak adalah, sebagai berikut:

1. Perkembangan Fisik

Menurut Monks, dkk (2004), anak-anak yang memasuki usia

sekolah dasar mengalami pertumbuhan badan yang agak lambat,

daripada waktu-wktu sebelumnya. Sampai pada usia 11 tahun,

(43)

23

mengenai berat badan, anak-anak pada masa ini mengalami

pertambahan berat badan yang lebih banyak daripada tingginya.

2. Perkembangan Kognitif

Pada masa pertengahan dan akhir, kemampuan kognitif

anak-anak sudah memasuki tahap operasional konkret. Pada tahap ini,

anak-anak dapat melakukan operasi, dan penalaran konkrit

menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan

ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkrit (Santrock, 2002).

Menurut Piaget (dalam Wade dan Travis, 2008), pada tahap ini

anak telah mengalami perkembangan signifikan dan mampu

mengatasi beberapa keterbatasan yang dialami pada tahap

sebelumnya. Mereka dapat memahami sudut pandang orang lain dan

semakin sedikit membuat kesalahan logika. Meskipun demikian

menurut pengamatan Piaget, kemampuan baru ini umumnya

dihubungkan dengan informasi yang konkrit, yakni pengalaman

aktual yang telah terjadi atau konsep-konsep yang memiliki arti yang

dapat dipahami oleh anak. Pada tahap ini anak masih membuat

kesalahan dalam berpikir saat diminta berpikir tentang ide-ide abstrak

misalnya patriotisme atau pendidikan masa depan atau hal-hal yang

secara fisik tidak tampak.

3. Perkembangan Sosial

Saat memasuki masa sekolah dasar, anak semakin mampu

(44)

semakin bisa mengerti adanya perbedaan walaupun sangat sedikit

dari perilaku seseorang, sehingga mereka menyadari bahwa perilaku

seseorang tidak selalu menggambarkan pikiran dan perasaannya.

Anak juga mulai menyadari bahwa orang menginterpretasikan

apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Dengan demikian mereka

menjadi semakin menginginkan penerimaan dari orang lain. Hal itu

membuat anak menjadi subyektif dalam menilai apa yang dikatakan

dan dilakukan oleh orang lain. Selain itu, anak juga menyadari

bahwa pikiran dan perasaan itu sangat berhubungan. Anak usia akhir

pada umumnya menyadari bahwa interpretasi yang mereka buat

mengenai situasi tertentu dapat mempengaruhi perasaan mereka

terhadap situasi tersebut (McDevitt & Ormrod, 2004).

4. Perkembangan Moral

Pada masa ini anak usia akhir juga menunjukkan tanda-tanda

perasaan bersalah atau tidak nyaman mat mereka mengetahui bahwa

mereka melakukan kesalahan atau membuat orang lain sakit atau

tertekan. Pada masa pertengahan sekolah dasar, anak merasa malu

dan tertuduh ketika gagal memenuhi standar perilaku sosial yang

telah ditetapkan oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya.

Perasaan malu dan tertuduh tersebut ternyata juga dapat menjadi

motivasi bagi terbentuknya rasa empati dan prososial apabila tidak

(45)

25

Pada masa ini anak mengalami peningkatan rasa simpati

terhadap orang-orang yang tidak diketahui bahwa mereka menderita

dan membutuhkan bantuan. Anak juga dapat membedakan mana yang

merupakan perilaku yang kejam terhadap hak dan martabat manusia

dengan yang mengancam ketentuan sosial. Anak pada masa ini

memahamai bahwa harus ada seseorang yang berusaha keras supaya

dapat memenuhi kebutuhan orang-orang seperti memperjuangkan

haknya. Anak mulai menumbuhkan penghargaan untuk bekerja sama

dan berkompromi (McDevitt & Ormrod, 2004).

C. Bentuk-bentuk Kenakalan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak

Dari berbagai macam pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa

kenakalan anak pada masa akhir kanak-kanak merupakan perilaku anti sosial yang

melanggar norma kesusilaan, hukum, dan ketertiban umum yang dilakukan oleh

anak yang berusia sekolah dasar atau berusia 8 – 11 tahun.

Adapun bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan anak pada masa akhir

kanak-kanak berdasarkan karakteristik perkembangan anak, adalah:

a. Perilaku agresif, seperti:

1) Sering mengganggu, mengancam dan atau mengintimidasi orang

lain/ binatang baik secara verbal maupun fisik.

2) Sering memulai perkelahian fisik.

3) Menggunakan sejata yang dapat membahayakan fisik orang lain

(46)

b. Merusak, seperti:

1) Sengaja membakar dengan maksud menimbulkan kerusakan yang

serius.

2) Sengaja menghancurkan barang milik orang lain (selain

menggunakan api).

c. Berbohong, seperti:

1) Sering berbohong untuk mendapatkan harta benda atau keuntungan

atau untuk menghindari kewajiban.

2) Mengutil, mencuri, melakukan pemalsuan.

d. Pelanggaran serius terhadap peraturan, seperti:

1) Sering keluar malam walaupun sudah dilarang oleh orang tua,

mulai umur kurang dari 11 tahun.

(47)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Tujuan

penelitian ini adalah membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Dalam penelitian ini tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan,

membuktikan hipotesis, membuat ramalan atau mendapatkan makna dan implikasi

(Suryabrata, 2006).

B. Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah bentuk-bentuk

kenakalan anak pada akhir masa kanak-kanak.

C. Definisi Operasional

Azwar (2007) menerangkan definisi operasional adalah suatu definisi

mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik

variabel-variabel tersebut yang dapat diamati.

Definisi operasional dilakukan dengan tujuan agar variabel yang diteliti

dapat lebih dispesifikkan ke dalam suatu pengertian sehingga didapatkan

pemahaman yang lebih jelas. Bentuk-bentuk kenakalan anak dalam penelitian ini

(48)

1. Perilaku agresif, yaitu perilaku mengganggu, mengancam dan atau

mengintimidasi orang lain/binatang baik secara verbal maupun fisik, serta

sering memulai perkelahian dengan atau tanpa menggunakan sejata yang

dapat membahayakan fisik orang lain (misalnya pentungan, batu, pecahan

botol, pisau, senjata api).

2. Merusak, yaitu perilaku yang dilakukan dengan sengaja sehinga

menimbulkan kerusakan yang serius terhadap barang milik sendiri dan

atau milik orang lain.

3. Berbohong, yaitu perilaku untuk mendapatkan harta benda atau

keuntungan atau untuk menghindari kewajiban seperti mengutil, mencuri,

melakukan pemalsuan.

4. Pelanggaran serius terhadap peraturan, yaitu perilaku yang menentang

peraturan yang sudah ditetapkan.

Bentuk-bentuk kenakalan anak diketahui melalui skala. Skala ini juga

menunjukkan semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin sering bentuk

kenakalan yang dilakukan oleh anak. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah

skor yang diperoleh menunjukkan semakin jarang pula kenakalan yang dilakukan

(49)

29

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak dengan karakteristik:

1. Anak usia akhir, yaitu anak yang berumur 6 sampai 11 tahun.

2. Anak usia akhir yang duduk di Sekolah Dasar.

3. Anak usia akhir yang berdomisili di Yogyakarta.

Teknik pemilihan subjek yang digunakan adalah teknik purposive

sampling, yaitu teknik pemilihan sekelompok subyek yang didasarkan atas

ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat

dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi,

2004).

Alasan pemilihan teknik ini adalah untuk efisiensi generalisasi subyek

sehingga dapat diperoleh beragam kalangan subyek yang dapat mewakili

populasinya dalam waktu yang lebih singkat. Selain itu, untuk meminimalisir bias

yang mungkin muncul ketika penelitian dilakukan dalam situasi yang

terkondisikan.

E. Metode dan Alat Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah dengan melakukan penyebaran skala yang diisi oleh subjek.

Skala ini terdiri dari pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable dan

unfavorable. Pernyataan favorable adalah pernyataan yang mendukung secara

(50)

unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung atau berlawanan terhadap

objek (sikap) yang akan diukur. Setiap item yang akan diukur memuat empat

kategori jawaban, yaitu Tidak Pernah (TP), Jarang (J), Sering (S), dan Sering

Sekali (SS). Pemberian skor pada setiap item tergantung pada jenis pernyataan.

Pengukuran skala tersebut didasarkan pada kategori penilaian.

1. Item-item favorable, dengan pilihan jawaban dan skor, yaitu :

- Tidak Pernah (TP) : skor 1

- Jarang (J) : skor 2

- Sering (S) : skor 3

- Sering Sekali (SS) : skor 4

2. Item-item unfavorable, dengan pilihan jawaban dan skor, yaitu :

- Tidak Pernah (TP) : skor 4

- Jarang (J) : skor 3

- Sering (S) : skor 2

- Sering Sekali (SS) : skor 1

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adala skala bentuk-bentuk

kenakalan yang dilakukan anak, yang disusun berdasarkan karakteristik

perkembangan anak, memuat 4 aspek, yaitu perilaku agresif, merusak, berbohong,

(51)

31

Tabel 3.1BlueprintSkala Kenakalan Anak

No Bentuk Kenakalan

Item

Jumlah Favorable Unfavorable

1 Perilaku Agresif 5 5 10

2 Merusak 5 5 10

3 Berbohong 5 5 10

4 Melanggar Aturan 5 5 10

TOTAL 20 20 40

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas Isi

Validitas sering dikonsepkan sebagai sejauh mana tes mampu

mengukur atribut yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur yang tinggi

validitasnya akan menghasilkan eror pengukuran yang kecil, artinya skor

setiap subyek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari

skor yang sesungguhnya (Azwar, 2004).

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.

Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauh mana

item-item tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi

obyek yang akan diukur (aspek representasi) dan sejauh mana item-item tes

mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi) (Azwar,

(52)

2. Seleksi Item

Item yang baik adalah item yang memiliki daya beda tinggi, yaitu

memiliki kemampuan untuk memberikan indikasi apakah seseorang memilik

sikap positif atau tidak. Teknik yang dipakai dalam menyeleksi item dalam

penelitian ini adalah penggunaan koefisien korelasi dengan mengkorelasikan

skor item dengan skor item total. Pengkorelasian antara skor item dengan

skor item total akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Koefisien

korelasi yang baik adalah ≥0.3, jadi item yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0.3 dinyatakan gugur (Azwar, 2003).

Hasil seleksi item dan reliabilitas yang dilakukan terhadap 40 item

skala kenakalan anak menunjukkan bahwa dari 40 item tersebut gugur

sejumlah 4 item. Jadi jumlah item yang digunakan dalam penelitian ini

sejumlah 36 item.

Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Kenakalan Anak SetelahTryout

No Bentuk Kenakalan

Item

Jumlah Favorable Unfavorable

1 Perilaku Agresif 1,3,17,19,33 2,18,20,34 9

2 Merusak 7,21,23,35 6,8,22,24,36 9

3 Berbohong 9,11,25,37 10,12,26,28,38 9

4 Melanggar Aturan 13,15,29,31,39 16,30,32,40 9

(53)

33

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang dapat

memberikan hasil ukur yang terpercaya, yang disebut reliabel. Reliabilitas

merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang

baik (Azwar, 2004).

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau

keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) dalam rentang 0 – 1,00

(Azwar, 2004). Makin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00

berarti makin tinggi reliabilitasnya, dan sebaliknya koefisien yang rendah

makin mendekati angka 0.

Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan pendekatan konsistensi

internal yang didasarkan pada data dari sekali pengenaan satu bentuk skala

sikap pada sekelompok responden (single-triad administration). Pengukuran

koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisis koefisien

alpha ( ) dari Cronbach dengan menggunakan program komputer SPSS

(Statistical Product and Service Solution)for Windows Release version 15.0.

Berdasarkan uji reliabilitas terhadap 40 item pada skala kenakalan anak

yang telah dilakukan menghasilkan koefisien alpha sebesar 0,949. Dengan

demikian, skala ini tergolong reliabel karena memiliki nilai koefisien

(54)

G. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui perhitungan mean,

median, modus dan standar deviasi (Azwar, 2004). Statistik deskriptif ini juga

mencakup perhitungan-perhitungan sederhana yang biasanya disebut sebagai

statistik dasar, yang antara lain meliputi perhitungan: frekuensi, frekuensi

kumulatif, persentase, skor maksimum dan skor minimum, dan rata-rata hitung

(Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki, 2002).

Statistik deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang

dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis. Statistik deskriptif hanya

dipergunakan untuk menyajikan dan menganalisis data agar lebih bermakna dan

komunikatif dan disertai perhitungan-perhitungan sederhana yang bersifat lebih

memperjelas keadaan dan atau karakteristik data yang bersangkutan.

Deskripsi yang akan disajikan dalam penelitian ini meliputi perbandingan

mean teoritik dan mean empirik. Jika mean empirik lebih besar daripada mean

teoritik, maka secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat

kenakalan yang tinggi. Sebaliknya jika mean empirik lebih kecil daripada mean

teoritik, maka secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat

kenakalan yang rendah. Berikut adalah perhitungan mean teoritik dan mean

(55)

35

Penentuan kecenderungan anak usia akhir dalam melakukan kenakalan

berdasarkan mean teoritik, sebagai berikut:

- X minimum teoritik: skor paling rendah yang mungkin diperoleh

subjek pada skala, yaitu: 1

- X maksimum teoritik: skor paling tinggi yang mungkin diperoleh

subjek pada skala, yaitu: 4

- Range: luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan nilai minimum.

- Standar Deviasi ( ): luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam 6 satuan

deviasi standar.

- Mean ( ): mean teoritik yaitu rata-rata teoritik dari skor maksimum

dan minimum

Bila dimasukkan dalam hitungan akan diperoleh hasil sebagai berikut:

- Xmin : 36 x 1 = 36

- Xmax : 36 x 4 = 144

- Range : 144 – 36 = 108

- SD : 108 / 6 = 18

- Mean Teoritik : (144 + 36) / 2 = 90

Penentuan kecenderungan anak usia akhir dalam melakukan kenakalan

berdasarkan data empirik, dapat dilihat pada tabel 3.3 yang berisi data penelitian

berdasarkan perhitungan komputerisasi dengan menggunakan piranti lunak SPSS

(56)

Tabel 3.3 Data Empirik

N Valid 100

Missing 0

Mean 54.09

Mode 61

Std. Deviation 14.150

Variance 200.224

Range 62

Minimum 36

Maximum 98

Sum 5409

Dari deskripsi data pada tabel 3.3, dapat diterangkan sebagai berikut:

1. N menunjukkan jumlah subjek dalam penelitian, yaitu 100 orang.

2. Mean Empirik, yaitu rata-rata dari skor subjek penelitian, yaitu

sebesar 54,09.

3. Mode adalah yang paling banyak frekuensinya, yaitu 61.

4. Standar deviasi atau simpangan baku, yang menunjukkan variasi

jawaban, yaitu sebesar 14,150.

5. Varian adalah kuadrat dari SD sebesar 200,224.

6. Range adalah jarak atau selisih skor maksimum dan skor

minimum, yaitu 62.

7. Skor maksimum empirik adalah skor paling tinggi yang diperoleh

subjek, yaitu 98.

8. Skor minimum empirik adalah skor paling rendah yang diperoleh

(57)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2010. Skala penelitian

dikenakan pada 100 subjek yang seluruhnya adalah anak usia akhir yang berusia

6–11 tahun dan berdomisili di Yogyakarta, khususnya daerah Sleman dan

Godean.

Peneliti menyebarkan skala penelitian secara bertahap sebanyak 100

eksemplar pada beberapa anak les peneliti dan beberapa anak yang peneliti

dapatkan dari kenalan peneliti. Mayoritas subjek penelitian ini, diperoleh dari

teman-teman peneliti yang juga memberikan les. Penelitian ini dilakukan di

beberapa tempat, yaitu rumah anak-anak les peneliti, rumah teman peneliti yang

digunakan untuk mengumpulkan anak-anak les dari teman-teman peneliti, dan

beberapa tempat selain dirumah, dimana peneliti bertemu dengan subjek

penelitian.

Penelitian ini menggunakan tryout terpakai, sehingga item-item yang

gugur tidak disertakan dalam pengolahan data. Deskripsi subjek penelitian ini

terlampir dan dipaparkan dengan bantuan perangkat lunak SPSS (Statistical

(58)

B. Hasil Penelitian

sarkan data yang dikumpulkan, dapat diperoleh

subjek berdasarkan usia subjek. Karakteristik

psikan sebagai berikut:

Diagram 4.1 Deskripsi Usia Subjek

agram 4.1 memperlihatkan bahwa jumlah pal

ibat dalam pengisian penelitian ini adalah anak

(59)

39

2. Deskripsi Hasil Penelitian

Berikut ini adalah tabel yang berisi deskripsi data penelitian secara

umum.

Tabel 4.1 Deskripsi Data Penelitian Secara Umum

Teoritik Empirik

N 100 100

Skor Minimum 36 36

Skor Maksimum 144 98

Mean 90 54,09

Standar Deviasi 18 14,150

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 4.1, nilai mean

empirik kurang dari nilai mean teoritik, yaitu 54,09 < 90. Hal ini

menunjukkan bahwa secara umum subjek penelitian memiliki tingkat

kenakalan yang rendah.

3. Perbandingan Mean Antar Bentuk Kenakalan Anak Usia Akhir

Berikut ini adalah adalah deskripsi data pada masing-masing aspek

(60)

Agresif

4.2 Deskripsi Bentuk Kenakalan Anak Usia

N Mean Teoritik

esif 100 22,5

100 22,5

100 22,5

uran 100 22,5

dilakukan perbandingan perolehan nilai mean pa

bahwa bentuk kenakalan yang paling banyak

khir kanak-kanak adalah berbohong (14,00

n bahwa anak pada masa akhir kanak-kanak c

gai bentuk kenakalan. Hasil ini dapat terlihat le

h ini:

(61)

41

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data yang didapat, nilai mean untuk

berbohong memiliki nilai paling tinggi, yaitu 14,00. Sedangkan aspek melanggar

aturan 13,53, aspek agresif dan merusak 13,28. Hal ini menunjukkan bahwa

subjek penelitian secara umum memiliki kecenderungan melakukan kebohongan

kemudian disusul oleh pelanggaran terhadap peraturan dan perilaku agresif saat

melakukan kenakalan.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gottfredson (2001), bahwa

salah satu contoh kenakalan dalam skala kecil adalah berbohong. Subyek

penelitian, dalam hal ini anak pada masa akhir kanak-kanak, berdasarkan data

penelitian diketahui memiliki kecenderungan untuk berbohong.

Selain itu, dari hasil analisis deskriptif data yang didapat, terlihat

bentuk-bentuk kenakalan yang cenderung dilakukan oleh anak usia akhir, yaitu

mendorong teman dengan keras, sengaja meminta uang lebih agar dapat jajan,

melanggar peraturan yang telah ditentukan oleh orang tua, dan pulang rumah

terlambat karena bermain sampai lupa waktu. Sedangkan untuk bentuk kenakalan

anak merusak, tidak terlihat adanya kecenderungan anak usia akhir untuk

melakukan hal tersebut.

Subjek dari penelitian ini berkisar dari umur 8 – 11 tahun, yaitu rentang

umur yang masuk dalam usia akhir anak dan duduk di bangku sekolah dasar. Hal

ini didukung oleh Santrock (2002) yang berpendapat bahwa periode anak usia

akhir merupakan periode perkembangan yang merentang dari usia 6 – 11 tahun,

(62)

Selama masa ini, banyak hal yang telah mempengaruhi kondisi sosial anak,

yaitu keluarga, teman sebaya, sekolah, media telekomunikasi, dan media

elektronik sehingga anak banyak mengalami perkembangan dalam hidupnya.

Roopnarine & Johnson (dalam Djiwandono, 2006) mengatakan bahwa antara

umur 7 sampai 9 tahun, anak membentuk persahabatan yang erat dengan

kelompoknya. Anak juga mempercayakan kelompok mereka sebagai sumber

informasi dan menggunakannya sebagai standar untuk mengukur diri mereka

sendiri. Karena itu, pada tahun-tahun ini anak lebih banyak menghabiskan

waktunya dengan teman-temannya.

Salah satu bentuk kenakalan yang dilakukan anak adalah kecenderungan

pulang rumah terlambat karena bermain sampai lupa waktu. Menurut keterangan

diatas, hal ini terjadi karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama

dengan teman-temannya. Dan ketika orang tua sibuk dengan urusannya

masing-masing, maka anak akan merasa lebih nyaman berada di dekat teman-temannya

(Papalia, 2008). Anak yang mengalami penolakan dari orang tua atau

mendapatkan pola pendidikan yang salah karena orang tua cenderung tidak

memberikan perhatian dan mendidik secara tidak disiplin pada anak menurut

Carson dkk (2009) juga dapat berdampak pada perilaku nakal anak.

Kebutuhan akan afiliasi anak dengan teman-temannya ini dapat

mempengaruhi anak untuk bertindak nakal. Kartono (2005) lebih jauh

menjelaskan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan anak melakukan

kenakalan adalah faktor sosiogenis, dimana penyebab kenakalan anak adalah

(63)

43

sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, atau status sosial. Anak

yang dalam tahap ini masih bergantung untuk membentuk persahabatan yang erat

dengan kelompoknya dapat saja melakukan kenakalan karena pengaruh kelompok

bermainnya.

Carson dkk (2009) juga menyatakan secara implisit bahwa keinginan anak

untuk berafiliasi dengan kelompok mengantarkannya pada perbuatan nakal.

Carson (2009) menyatakan bahwa hubungan diluar keluarga memberikan

kontribusi pada kenakalan anak. Anak melakukan kenakalan dikarenakan

pengaruh dari teman sebayanyanya atau pun belajar dari lingkungan tempat

tinggalnya. Hubungan yang kurang sehat dengan teman sebaya juga dapat

menyebabkan kenakalan. Hal ini terlihat dari seringnya terjadi tindak kenakalan

ketika seseorang berada dalam kelompoknya.

Bentuk kenakalan lain yang cenderung dilakukan anak berdasarkan data

alisis yang telah dilakukan adalah berperilaku agresif seperti mendorong teman

dengan keras. Menurut Crick dan Dodge (dalam Papalia, 2008) salah satu alasan

anak bertindak agresif adalah berkaitan dengan bagaimana cara anak dalam

memproses informasi sosial. Seorang anak yang terdorong ke depan secara tidak

sengaja ketika bermain, ia akan berasumsi bahwa anak lain melakukan hal

tersebut dengan sengaja, sehingga ia memandang anak lain sebagai sosok yang

yang mencoba menyakitinya, sehingga dia akan membalasnya sebagai bentuk

pembalasan atau membela diri.

Dalam terminologi pembelajaran sosial, ia menjadi agresif karena berharap

(64)

imbalan, maka perilaku agresif nya menjadi dikuatkan. Newcomb & Bagwell

(dalam Slavin, 2008) menambahkan bahwa perilaku agresif juga terkait dengan

bagaimana penerimaan teman sebayanya terhadap dirinya. Apabila anak

mengalami penolakan dari teman-temannya, maka ia cenderung berperilaku

agresif.

Kenakalan anak memang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya pengaruh dari teman sebaya. Subyek dalam penelitian ini

mengekspresikan agresifitasnya sebagai bentuk keinginan untuk mendapatkan

imbalan dari teman sebayanya, entah itu berupa pengakuan, pujian atau hal

lainnya. Bentuk pelanggaran aturan yang dilakukan anak juga dapat dipengaruhi

dari lingkungan teman bermain yang membujuk untuk ikut melanggar, atau dapat

juga dari keinginan anak untuk bermain sehingga ia terpaksa melanggar peraturan

agar dapat melampiaskan keinginannya untuk bermain.

Alasan lain yang dapat dijelaskan mengapa kenakalan anak terjadi, menilik

pernyataan Kartono (2005) yang berpendapat bahwa hasrat untuk berkumpul

dengan teman sebaya dan senasib dan kesukaan untuk meniru-niru menjadi salah

satu penyebab mengapa anak melakukan kenakalan. Kelompok bermain yang

kurang baik bagi anak dapat saja mengajarkan anak untuk mengikuti

norma-norma mereka yang bisa saja bertentangan dengan aturan sekolah, orang tua, dan

masyarakat. Anak dengan kebutuhan afiliasi dengan kelompok yang tinggi,

mungkin saja melakukan kenakalan semata-mata agar diterima oleh

Gambar

Tabel 3.1 Blueprint Skala Kenakalan Anak
Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Kenakalan Anak Setelah Tryout
Tabel 3.3 Data Empirik
Tabel 4.1 Deskripsi Data Penelitian Secara Umum
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pihak pengelola jaringan komputer universitas juga tidak memiliki rencana dan mekanisme yang jelas untuk menghadapi bencana, khususnya yang terkait dengan bencana

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat