i
STUDI DESKRIPTIF BENTUK – BENTUK KENAKALAN
ANAK PADA AKHIR MASA KANAK – KANAK
DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Kristianto Agus Wibowo
039114013
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
ANAK PADA AKHIR MASA KANAK – KANAK DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Kristianto Agus Wibowo
NIM: 039114013
Skripsi ini telah disetujui oleh:
Pembimbing,
iv he learns to condemn.
If a child lives with hostility, he learns to fight. If a child lives with ridicule,
he learns to be shy. If a child live with shame,
he learns to feel guilty. If a child lives with tolerance,
he learns to be patient. If a child lives with encouragement,
he learns to be confident. If a child lives with praise,
he learns to appreciate. If a child lives with fairness,
he learns justice. If a child lives with security,
he learns to have faith. If a child lives with approval,
he learns to like himself. If a child lives with acceptance and friendship,
he learns to find love in the world.
Anak Belajar dari Kehidupannya Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan perlakuan sebaik-baiknya,
ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
v
Aku adalah orang yang senang belajar tentang kehidupan,
Karena waktu hidup di dunia ini terlalu pendek untuk dipelajari dan dialami sendiri,
Sehingga aku selalu beruntung dan selalu mencapai kesuksesan...
Skripsi ini aku persembahkan untuk :
Papa dan Mama ku yang ku sayangi
Kedua adikku, Emma dan Florentina
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dituliskan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, ………
Penulis
vii
STUDI DESKRIPTIF BENTUK – BENTUK KENAKALAN ANAK PADA MASA AKHIR KANAK - KANAK DI YOGYAKARTA
Kristianto Agus W.
ABSTRAK
Perkembangan dan kemajuan jaman dalam berbagai bidang membawa berbagai macam perubahan. Nilai-nilai tradisional masyarakat yang dulu dipegang teguh mulai memudar dan tergantikan oleh nilai-nilai yang baru seperti berubahnya pola keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga inti, melemahnya ikatan kekeluargaan, dan melemahnya pengawasan sosial masyarakat. Perubahan tersebut menimbulkan dampak semakin meningkatnya berbagai permasalahan sosial, salah satunya adalah kenakalan pada anak dan remaja. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kenakalan anak pada masa akhir kanak-kanak di Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan subjek penelitian berjumlah 100 anak yang dipilih dengan menggunakan teknikpurposive sampling, yaitu teknik pemilihan sekelompok subyek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Metode pengumpulan data menggunakan skala bentuk kenakalan anak. Metode analisis data dengan melakukan perbandingan antara mean teoritik dengan mean empirik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak usia akhir di Yogyakarta pada umumnya sudah melakukan berbagai macam kenakalan. Kenakalan yang cenderung dilakukan adalah melanggar aturan, terutama peraturan yang telah dibuat oleh orang tua. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara umum anak pada masa akhir kanak-kanak di Yogyakarta memiliki tingkat kenakalan yang rendah.
viii
ABSTRACT
Furtherance of period has been created a change in various sectors of life. Traditional values of our society started to disappear and subtituted by another new values, such as reducing in family member from big family to main family only, fading of family bond, and loose of social society surveillance. The alteration was bought several problems in our society, which one of them is children deliquencies, especially middle childhood and adolescent deliquency. In order to knew about the problem, this research aim the goal towards the form of middle childhood deliquencies in Yogyakarta. This research was a descriptive study with 100 subject choosen by purposive sampling data collection technique. This technique choose subject by selection technique based on a group of subject characteristics or specific traits that are considered to have a close connexion with the characteristics or traits that have been previously unknown population. Another technique of data collection was middle childhood deliquencies scale and analysed by mean compared technique between theoritical mean and empiric mean. The result showed that middle childhood in Yogyakarta was already made acts of deliquencies. Lean of this deliquencies was collide with rules, especially rules that made by parents. This research also showed that, generally, middle childhood deliquencies in Yogyakarta was in low state.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAII UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Kristianto Agus Wibowo No. Mahasiswa : 039114013
Demi pengembangan ilmu pengetahuan,saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:
STUDI DESKRIPTIF BENTUK – BENTUK KENAKALAN
ANAK PADA AKHIR MASA KANAK – KANAK
DI YOGYAKARTA
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkal an dat a, m endist ribusi kan secara t erbat as, dan mempublikasikan di interne atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap meneantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal:………. Yang menyatakan,
x
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang
karena berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang disusun untuk
memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikolog di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis merasa bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan,
bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi
penulis. Karena itu, dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan dan Bapaku, yang selalu melimpahkan berkat-Nya dan yang selalu
setia menemani penulis dalam mengerjakan skripsi ini serta selalu
memberikan pengharapan dan kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Pembelajaran hidup yang aku jalani selama ini. Meskipun seringkali aku
jatuh dalam menghadapi tantangan hidup, tapi selalu saja ada makna
dibalik itu semua dan itulah yang membuat aku semakin bertumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang dewasa dan selalu lebih baik.
3. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma yang telah membimbing dan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi yang telah
xi
5. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah banyak memberikan kesabaran dan waktunya untuk
memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, kritik, saran dan dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. “Maaf ya Bu klo saya
sering lari dari Ibu karena takut ditagih skripsinya”.
6. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.
Terima kasih atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan.
7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik penulis selama
menjalani studi di Fakultas Psikologi ini. Terima kasih atas bimbingan dan
arahannya selama ini.
8. Mas Gandung, Mbak Nani, Mas Mudji, dan Mas Doni yang telah banyak
memberikan bantuan di sekretariat Psikologi, lab, dan Ruang Baca. Terima
kasih karena sudah mau direpotin. Buat Pak Gie’ terima kasih buat
senyuman dari hati yang selalu diberikan bagi kami semua setiap hari,
setiap waktu.
9. Mama dan papa, terima kasih buat semua doa, didikan, nasehat, support
dan percaya dengan segala keputusan yang penulis ambil dalam menjalani
kehidupan ini. “Maaf ma, pa kalau sering membuat papa dan mama selalu
bertanya tentang skripsi, tapi terima kasih karena ga’ bosen Tanya skripsi
terus.” Aku selalu sayang papa dan mama, meskipun tidak pernah
xii skripsi ini selesai.
11. Dede dan Indra, adik, saudara dan teman seperjuangan dalam menjalani
hidup ini. Nunq, adik ipar-ku yang selalu men-support dengan tempe
mendoannya sama tahu masaknya yang enak. Terima kasih buat spirit
yang telah kalian berikan. Buat Niel, ponakan-ku dan jagoan kecil-ku,
terima kasih buat senyumnya yang selalu menyejukkan hati dan
membuat-ku jadi bersemangat.
12. Pak Hisyam A. Fachri, Master Hypnosys dan Tarot Psikologi, yang telah
banyak mengajarkanku banyak hal tentang hipnoterapi dan tarot psikologi,
sehingga aku bisa membantu banyak orang. Semangat Pak Hisyam dalam
mencapai impiannya sangat menginspirasi aku. “Terimakasi banyak ya,
Pak!”
13. Buat “yang pernah hadir” dalam hidupku…thanks buat semua proses
pembelajaran yang sudah dilalui bersama, karena itu semua membuat aku
semakin lebih dewasa.
14. Buat “yang hadir saat ini” dalam hidupku…semuanya dimulai dengan
indah…dan semua sudah ada waktunya… ^0^
15. Teman-teman Wisma Manunggal, Titut yang selalu memberikan support
dalam mengerjakan skripsi ini sekaligus teman yang asyik buat “keluar
malem” bersama Dody dan Bang Ali yang sekarang sudah ada di Jakarta.
xiii
kesabarannya. Adie yang men-support-ku dengan sindiran-sindirannya.
Yokie, Felix, Happy, Daniel, Abang Rahmat, dan Kadek yang selalu
memberikan keceriaan setiap hari, dan juga buat teman-teman lain yang
bersedia berbagi apapun di kost. Thanks a lotbuat perhatian, canda, tawa
dan lelucon-lelucon konyol kalian yang selalu mengisi hari-hariku selama
ini…I Love You guys.
16. Teman-teman Golden Betta Jogja, Pak Jhon yang selalu memberikan
support dalam segala pekerjaan, dan kata-katanya yang selalu terngiang
dalam telingaku: ”Yakin…!, Jalankan…!”. Indra, Danang, Ko Ade, dan
Willy yang selalu memberikan lelucon-lelucon segar setiap hari. Thanks a
lot buat persahabatan, persaudaraan, canda, tawa, dan kekonyolon kalian
yang selalu mengisi hari-hariku dalam dua tahun terakhir
ini…Persaudaraan ini akan terus ada selamanya.
17. Teman-teman Chetoules Production, Wawan, Sekar, Mbak Metty, Ulfa
yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan studiku
ditengah-tengah kesibukan memberikan trainingHypno Magic Motivation. Semoga
Chetoules Production terus eksis, maju, bertumbuh, berkembang, dan
selalu semangat untuk memberikan motivasi pada orang banyak.
18. Teman-teman dari SubConscio Management, Pak Hisyam A. Fachri, Mas
Zein Hidayat, Puri “Ethride” Maharai, Tri Anggraeni P., Indra Ferdianto
yang selalu memberi warna dalam pekerjaanku dan semangat untuk
menyelesaikan studiku ditengah-tengah kesibukan memberikan training
xiv
“down” selama mengerjakan skripsi. Terimakasih atas support dan waktu
kalian buat direpotin selama aku menyelesaikan skripsi. Big Hug for U All
!!! Satu kalimat yang selalu aku ingat: “Aku bukan orang pinter, tp aku
orang yang sangat cerdas !!!”☺.
20. Teman-teman Psikologi’03 yang sudah sama-sama berjuang dalam
menempuh pendidikan, terima kasih buat pengalaman, dinamika, dan
pertemuan selama ini yang membuatku jadi belajar banyak tentang
manusia dan kehidupannya.
21. Teman-teman Ex-Seminari Mertoyudan angkatan 99/00 “Be Still My
Friends”, baik yang sudah njeblingdari jalur imamat maupun yang masih
bergulat dengan panggilan, makasih buat dukungan doanya, spirit, dan
kebersamaannya selama ini meskipun hanya berhubungan lewat Face
BookdanYM.You always be still my friends and my brothers forever…
22. Angkringan “Agung” dan Mc.D…dengan adanya kalian cacing diperutku
dapat diatasi waktu tengah malam☺.
23.My LovelyKharisma dan kompi, yang selama ini selalu setia menemaniku
dalam suka dan duka…”kalian sudah mengalahkan calon istriku!!!”
24. Semua pihak yang belum penulis sebutkan satu per satu di sini, terima
kasih buat semua dukungan dan perhatiannya.
25. Terima kasih pula untuk para pembaca yang rela meluangkan waktu untuk
xv
Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Karena itu,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritikan dari pembaca yang dapat
membangun dan mengembangkan kemampuan penulis menjadi lebih baik lagi.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca…thanks a
lot…
Penulis,
xvi
HALAMAN JUDUL……….… ……... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN………. iii
HALAMAN MOTTO………....………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi
ABSTRAK.…….……….. vii
ABSTRACT….………..………. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... ix
KATA PENGANTAR………... x
DAFTAR ISI.………... xvi
DAFTAR TABEL...……….. xix
DAFTAR DIAGRAM……….. xx
BAB I. PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Masalah……….... 1
B. Rumusan Masalah………..5
C. Tujuan Penelitian………... 5
xvii
BAB II. LANDASAN TEORI………. 7
A. Kenakalan Anak……… 7
1. Pengertian Kenakalan Anak……….……... 7
2. Faktor Penyebab Kenakalan Anak……….. 9
3. Motif Kenakalan Anak……… 13
4. Bentuk-bentuk Kenakalan………... 13
B. Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak...………17
1. Batasan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak...……… 17
2. Karakteristik Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak...………… 19
C. Bentuk-bentuk Kenakalan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak... 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 27
A. Jenis Penelitian……….. 27
B. Variabel Penelitian……… 27
C. Definisi Operasional……….. 27
D. Subjek Penelitian………... 29
E. Metode dan Alat Penelitian……….. 29
F. Validitas dan Reliabilitas……….. 31
1. Validitas Isi………. 31
2. Seleksi Item………. 32
3. Reliabilitas………... 33
xviii
B. Hasil Penelitian……….. 38
1. Data Usia Subjek………... 38
2. Deskripsi Hasil Penelitian………39
3. Perbandingan Mean Antar Bentuk Kenakalan Anak Usia Ahir.. 39
C. Pembahasan………... 41
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 46
A. Kesimpulan……… 46
B. Keterbatasan……….. 46
C. Saran……….. 47
DAFTAR PUSTAKA………... 49
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. BlueprintSkala Kenakalan Anak……….. 31
Tabel 3.2. Distribusi Item Skala Kenakalan Anak Setelah Tryout……. 32
Tabel 3.3. Data Empirik………. 36
Tabel 4.1. Deskripsi Data Penelitian Secara Umum………...39
xx
Diagram 4.1. Deskripsi Usia Subjek………... 38
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dan kemajuan jaman dalam berbagai bidang membawa
berbagai macam perubahan. Perkembangan dan perubahan teknologi,
modernisasi, globalisasi, komunikasi, dan arus informasi baik melalui media
massa maupun dari media elektronik tidak hanya merubahan kehidupan, tetapi
juga merubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Nilai-nilai tradisional masyarakat yang dulu dipegang teguh mulai
memudar dan tergantikan oleh nilai-nilai yang baru seperti berubahnya pola
keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga inti, melemahnya ikatan
kekeluargaan, dan melemahnya pengawasan sosial masyarakat. Perubahan
tersebut menimbulkan dampak semakin meningkatnya berbagai permasalahan
sosial, salah satunya adalah kenakalan pada anak dan remaja.
Selain intensitasnya meningkat, kenakalan anak sekarang ini sudah
mengarah ke kenakalan anak yang bersinggungan dengan perbuatan kriminal dan
hukum, contohnya perkelahian, kekerasan, pencurian, pornografi, perjudian dan
sebagainya (Mardiya, 2009). Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi
(PUSDATIN) Departemen Sosial tercatat pada tahun 1998 jumlah anak nakal di
Indonesia sebanyak 148.709 jiwa anak, atau kira-kira sebesar 0,3% dari jumlah
penduduk Indonesia yang berusia 8 – 18 tahun. Selanjutnya pada tahun 2004
mengindikasikan makin tingginya angka kenakalan anak dalam kurun waktu
selama 6 tahun (Budiningsih, 2006). Sedangkan dari hasil survei Badan Narkoba
Nasional (BNN) tahun 2005 terhadap 13.710 responden di kalangan pelajar dan
mahasiswa menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan
rata-rata pada usia 10 tahun (Harsanto, 2007).
Menurut Regoli (2010), kenakalan sulit untuk didefinisikan. Kriminolog,
pemerintah, dan reformis sosial berusaha untuk mengidentifikasi perilaku
“kenakalan”. Definisi kenakalan dalam arti hukum mungkin dapat sangat berbeda
dari bagaimana masyarakat umum mendefinisikan kenakalan. Kenakalan
merupakan istilah luas yang mencakup beragam bentuk perilaku antisosial anak.
Secara spesifik, setiap negara memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang
batasan kenakalan. Di kebanyakan negara, kenakalan didefinisikan sebagai
perilaku yang melanggar kode kriminal dan dilakukan oleh seorang anak yang
belum mencapai usia dewasa, yang biasanya adalah 18 tahun. Selain itu
Departemen Sosial RI (dalam Budiningsih, 2006) memberikan batasan tentang
kenakalan anak, yaitu bahwa anak nakal adalah anak yang mengalami gangguan
dalam perkembangan sosial, mental dan psikologik sehingga berperilaku
menyimpang dari norma-norma masyarakat yang membahayakan bagi dirinya
sendiri, keluarga maupun lingkungannya.
Salah satu hal yang disinyalir menjadi penyebab munculnya perilaku
kenakalan pada anak adalah seringnya anak melihat tayangan smack down di
televisi. Contohnya, di Bojonegoro, Jawa Timur, seorang murid TK mengalami
3
Yoga Pratama, bocah berusia 8 tahun murid kelas 2 SD Negeri Banteng Mati
harus dilarikan ke rumah sakit setelah beradu smack down dengan teman
sekolahnya, karena mengalami patah tulang tangan dan kakinya setelah dibanting
oleh temannya. Saat jam istirahat sekolah tiba-tiba korban disergap dan dibanting
oleh salah seorang temannya dengan gaya smack down seperti di tayangan
televisi. Di Bojonegoro, Reza Wildan Pratama siswa TK Pratiwi harus menjalani
perawatan di rumah sakit akibat patah tulang lengan sebelah kiri, karena dibanting
teman sekelasnya dengan gayasmack down saat bermain di jam istirahat sekolah.
Selain itu, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Vikroh, seorang bocah kelas 2 SD
mengalami patah tulang di bagian paha dan pinggul akibat meniru aksi smack
downbersama dua teman bermainnya (Indosiar, 2006).
Anak usia 6 – 11 tahun merupakan periode perkembangan yang kira-kira
setara dengan tahun-tahun sekolah dasar; periode ini kadang-kadang disebut
sebagai “tahun-tahun sekolah dasar.” Pada masa ini anak secara formal
berhubungan dengan dunia dan kebudayaan yang lebih luas. Prestasi menjadi
tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat
(Santrock, 2002).
Masa ini juga ditandai dengan pertumbuhan fisik yang kuat dan
munculnya kemampuan-kemampuan intelektual yang sangat penting. Ia
memperluas lingkungan kegiatan sosialnya di luar lingkungan keluarga dan
menghadapi pengalaman bersaing. Kegagalan-kegagalan dan
penolakan-penolakan sangat berarti baginya. Dengan bertambahnya perhatian terhadap
prestasi. Minatnya beraneka ragam dan dan pada masa ini bakat-bakatnya yang
laten dapat ditemukan. Anak sering hidup dalam dunia khayalan, tetapi dia sering
menguji khayalannya ini dengan bekerja dan bermain. Anak meniru hidup orang
dewasa dengan tujuan supaya dia dapat mengungkapkan dan memahami
peran-peran orang dewasa dalam masyarakat (Semiun, 2006).
Anak mulai menemukan dirinya pada masa anak-anak akhir. Ia menyadari
bahwa ia seperti orang lain, mempunyai kebebasan berbuat, berkehendak, dan
kebebasan melakukan apa yang diinginkannya, seperti yang dilakukan ayah dan
ibunya, ataupun orang-orang disekitarnya. Sejak saat itu anak mulai menyadari
bahwa ia memiliki pribadi yang harus dapat berdiri sendiri, tidak harus selalu
tunduk kepada orang lain, tidak harus selalu ikut-ikutan dan tidak harus
bergantung kepada orang lain (Sujanto, 1980).
Menurut Yustinus (dalam Samiun, 2006), ketika anak memasuki
tahun-tahun akhir masa kanak-kanak biasanya ia mulai bergabung dengan kelompok dan
dia menemukan tempatnya sendiri di antara teman-teman sebayanya. Melalui
proses sosialisasi ini, anak mulai membedakan peran laki-laki dan wanita,
menguji kemampuan-kemampuannya sendiri dalam hubungannya dengan
kemampuan dari kawan-kawannya dan mempelajari beberapa keterampilan sosial
dasar.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian untuk
mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bagaimana bentuk-bentuk
kenakalan anak pada akhir masa kanak-kanak di saat ini. Selain itu, banyaknya
5
diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua dan pendidik tentang
bentuk – bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak pada akhir masa
kanak-kanak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, permasalahan penelitian ini adalah
bagaimana bentuk-bentuk kenakalan anak pada akhir masa kanak-kanak di
Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kenakalan
anak pada akhir masa kanak-kanak di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis:
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
mengenai bentuk-bentuk kenakalan anak di akhir masa kanak-kanak saat ini
dan dapat digunakan sebagai literatur dalam penelitian yang relevan di masa
yang akan datang dalam bidang psikologi, khususnya bidang psikologi
2. Manfaat praktis:
Bagi orang tua dan para pendidik hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wawasan mengenai bentuk-bentuk kenakalan apa saja yang
terjadi pada akhir masa kanak-kanak, sehingga orang tua dan pendidik dapat
lebih waspada dan dapat mempersiapkan ataupun memberikan tindakan
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kenakalan Anak
1. Pengertian Kenakalan Anak
Menurut Sulistyo (2006), kenakalan anak adalah perbuatan yang
dinyatakan terlarang yang dilakukan anak karena tidak sesuai dengan
perundang-undangan maupun peraturan yang berlaku di masyarakat, yang
dianggap mengganggu keamanan, ketentraman, ketertiban di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Pendapat ini didukung oleh Carson, dkk. (2009)
yang berpendapat bahwa kenakalan (delinquency)adalah tindakan melanggar
hukum yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Yang dimaksud anak di
bawah umur adalah anak di bawah usia 18 tahun dan anak yang melanggar
hukum tersebut disebut sebagai anak nakal (Shoemaker, 2010).
Delinquency/ delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang
berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi
jahat, anti sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat keributan, pengacau,
peneror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain.
Delinquency selalu memiliki konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan yang
dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 22 tahuun (Kartono, 2005).
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Beltran (2008). Ia
seperti perusakan properti, kekerasan terhadap orang lain, dan berbagai
perilaku lain yang bertentangan dengan kebutuhan dan hak orang lain dan
melanggar hukum masyarakat. Kenakalan anak ini mengacu pada tindakan
ilegal yang dilakukan oleh individu-individu di bawah usia 16, 17 atau 18
tahun (tergantung pada hukum negara tempat individu tinggal).
Departemen Sosial RI (dalam Budiningsih, 2006) memberikan batasan
tentang kenakalan anak sebagai anak yang mengalami gangguan dalam
perkembangan sosial, mental, dan psikologik sehingga ia berperilaku
menyimpang dari norma-norma masyarakat yang membahayakan bagi dirinya
sendiri, kelurga, maupun lingkungannya.
Secara luas, Gottfredson (2001) mendefinisikan kenakalan sebagai
gangguan perilaku. Gangguan perilaku tersebut dalam skala kecil dapat
dicontohkan seperti memaki guru, menggigit teman sekelas, tidak
mengerjakan PR, terlambat masuk kelas, mencorat-coret dinding sekolah,
menyontek, mengganggu (bullying) teman sekelas, berbohong, berkelahi,
mencuri, bersenang-senang, minum minuman beralkohol, berhubungan seks,
menjual narkoba, menyerang atau merampok orang lain, merusak/ atau
membakar barang orang lain, memperkosa, dan membunuh.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kenakalan anak adalah perilaku anti sosial yang melanggar norma kesusilaan,
hukum, dan ketertiban umum yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang
9
2. Faktor Penyebab Kenakalan Anak
Kartono (2005) mengungkapkan bahwa ada empat macam faktor yang
menjadi penyebab kenakalan anak, yaitu:
a. Faktor biologis
Kenakalan pada anak-anak dapat muncul karena faktor-faktor
fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang atau juga karena cacat
jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung:
1) Melalui gen yang membawa sifat dalam keturunan, atau melalui
kombinasi gen; dapat juga disebabkan karena tidak adanya gen
tertentu yang semuanya dapat memunculkan penyimpangan
tingkah laku, dan menjadikan anak melakukan kenakalan secara
potensial.
2) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang abnormal,
sehingga menghasilkan perilaku nakal.
3) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu
yang menimbulkan kenakalan.
b. Faktor psikogenis
Kenakalan merupakan “bentuk penyelesaian” atau kompensasi dari
masalah psikologis dan konflik batin dalam menanggapi stimuli eksternal/
sosial dan pola-pola hidup keluarga yang patologis. Anak
“mempraktekkan” konflik batinnya untuk mengurangi beban tekanan jiwa
c. Faktor sosiogenis
Penyebab kenakalan anak adalah murni karena faktor sosiologis
atau sosial-psikologis. Hal ini disebabkan oleh pengaruh struktur sosial
yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, atau status sosial.
d. Faktor subkultur
“Kultur” atau “kebudayaan” dalam hal ini menyangkut satu
kumpulan nilai dan norma yang menuntut bentuk tingkah laku responsif
sendiri yang khas pada anggota-anggota kelompoknya. Sedangkan istilah
“sub” mengindikasikan bahwa bentuk “budaya” tadi dapat muncul di
tengah suatu sistem yang lebih inklusif sifatnya. Subkultur kenakalan
mengaitkan sistem nilai, keyakinan, ambisi-ambisi tertentu yang
memotivasi munculnya kenakalan.
Selain itu, Carson, dkk. (2009) juga menyebutkan ada beberapa faktor
yang menjadi penyebab kenakalan anak, yaitu:
a. Internal
1) Faktor Genetik
Meskipun penelitian tentang faktor genetik sebagai penentu
perilaku antisosial belum dapat dijadikan acuan, namun beberapa
bukti menunjukkan bahwa faktor genetik memungkinkan bagi
seseorang untuk melakukan tindak kriminalitas. Schulsinger (dalam
Carson, dkk, 2009) menemukan bahwa orang tua yang mengalami
11
2) Cedera otak
Cedera otak dapat menjadikan seseorang kehilangan kontrol
diri, sehingga mudah melakukan perbuatan-perbuatan di luar batas
terhadap benda dan orang lain.
3) Gangguan psikologis
Ketidakmampuan seseorang dalam mengatasi depresi akibat
luka emosional yang terpendam lama, mengakibatkan seseorang
mengungkapkannya dalam sebuah perilaku kenakalan.
4) Sifat antisosial
Anak membenci dan menujukkan sikap permusuhan terhadap
lingkungannya karena tidak memiliki kontrol etika. Anak menjadi
impulsif, pemberontak, membenci, tidak memiliki perasaan
penyesalan atau rasa bersalah, tidak mampu menjalin dan memelihara
hubungan interpersonal yang dekat, dan tidak pernah berlajar dari
pengalaman.
5) Penyalahgunaan obat
Kenakalan - khususnya pencurian, prostitusi dan tindakan
menyerang – terkadang dikaitkan langsung dengan penggunaan
alkohol atau narkoba.
b. Eksternal
1) Perceraian orang tua atau konflik dalam keluarga
Konflik orangtua merupakan salah satu penyebab dari
keluarga yang orang tua nya bercerai daripada yang orang tua nya
meninggal.
2) Penolakan dari orang tua dan disiplin yang salah
Anak yang mengalami penolakan dari orang tua nya
mendapatkan pola pendidikan yang salah karena orang tua cenderung
tidak memberikan perhatian dan mendidik tidak secara disiplin pada
anak, sehingga anak cenderung melakukan kenakalan.
3) Hubungan diluar keluarga
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hubungan diluar
keluarga juga memberikan kontribusi pada kenakalan anak. Anak
melakukan kenakalan dikarenakan pengaruh dari teman sebayanyanya
atau pun belajar dari lingkungan tempat tinggalnya.
4) Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan yang kurang sehat dengan teman sebaya dapat
menyebabkan kenakalan. Hal ini terlihat dari seringnya terjadi tindak
kenakalan ketika seseorang berada dalam kelompoknya.
Dari faktor-faktor penyebab kenakalan anak diatas maka dapat
disimpulkan bahwa faktor penyebab kenakalan anak disebabkan oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal mencakup faktor biologis atau genetik,
cedera otak, gangguan psikologis, sifat antisosial, dan penyalahgunaan obat.
Sedangkan faktor eksternal mencakup perceraian orang tua, penolakan dari
13
3. Motif Kenakalan Anak
Kartono (2005) berpendapat bahwa anak melakukan kenakalan karena
adanya motif. Berikut terdapat beberapa motif yang mendorong anak
melakukan kenakalan, yaitu:
a. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.
b. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.
c. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja
dan lemah mentalnya.
d. Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan
kesukaan untuk meniru-niru.
e. Kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal.
f. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme
pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.
4. Bentuk-bentuk Kenakalan
Kartono (2005) mengemukakan bentuk-bentuk kenakalan anak, yaitu:
a. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan
membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.
b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan
ketentraman sekitar. Perilaku ini bersumber pada kelebihan energi dan
dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror
c. Perkelahian antar kelompok, antar sekolah, antar suku, yang terkadang
menimbulkan korban.
d. Membolos sekolah lalu bergelandangan di jalan, atau bersembunyi di
tempat-tempat terpencil sambil melakukan tindakan asusila.
e. Tindakan kriminalitas yang berupa perbuatan mengancam, intimidasi,
memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret,
menyerang, merampok, mencekik, meracun, dan lain-lain.
f. Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks
secara bebas.
g. Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual,
atau di dorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior,
menuntut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas
dendam, dan lain-lain.
h. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang erat berhubungan
dengan tindak kejahatan.
i. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga
mengakibatkan ekses kriminalitas.
j. Perbuatan antisosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada
anak.
k. Tindakan kejahatan yang disebabkan oleh penyakit tidur (enchephalitis
lethargical), dan ledakan meningtis; juga luka di kepala dengan
15
mengakibatkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan
tidak mampu melakukan kontrol diri.
l. Penyimpangan tingkah laku yang disebabkan oleh kerusakan pada
karakter anak yang menuntut kompensasi, yang disebabkan karena
cacat fisik.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder- 4th Edition), kenakalan anak adalah tindakan
kriminal (sesuai dengan batasan hukum setempat) yang dilakukan oleh
anak berumur kurang dari 17 tahun atau 18 tahun. Dalam diagnosis
kenakalan anak digunakan beberapa parameter sebagai berikut:
a. Perilaku agresif terhadap orang lain dan binatang, seperti:
1) Sering mengganggu mengancam dan atau mengintimidasi
orang lain.
2) Sering memulai perkelahian fisik.
3) Menggunakan sejata yang dapat membahayakan fisik orang
lain (misalnya pentungan, batu, pecahan botol, pisau, senjata
api).
4) Mengancam orang lain secara fisik.
5) Mengancam binatang secara fisik.
6) Mencuri yang menimbulkan korban (misalnya: membegal,
mencuri dompet, memeras, merampok dengan menggunakan
7) Memaksa orang lain untuk melakukan aktivitas seksual
dengannya.
b. Merusak hak milik orang lain, seperti:
1) Sengaja membakar dengan maksud menimbulkan kerusakan
yang serius.
2) Sengaja menghancurkan milik orang lain (selain menggunakan
api).
c. Berbohong, seperti:
1) Sering berbohong untuk mendapatkan harta benda atau
keuntungan atau untuk menghindari kewajiban.
2) Mengutil, melakukan pemalsuan.
d. Pelanggaran serius terhadap peraturan, seperti:
1) Sering keluar malam walaupun sudah dilarang oleh orang tua,
mulai umur kurang dari 13 tahun.
2) Minggat dari rumah sepanjang malam saat tinggal dengan
orang tua atau kerabat keluarga paling tidak 2 kali (atau satu
kali tanpa kendali dlam waktu lama).
3) Sering bolos sekolah, mulai umur kurang dari 13 tahun.
Dari bentuk-bentuk kenakalan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak adalah perkelahian, membolos
17
merampas, dan lain-lain), merusak, berbohong, dan pelanggaran terhadap
peraturan.
B. Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak
a. Batasan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak
Santrock (2002) menyebut periode anak pada maka akhir
kanak-kanak sebagai masa pertengahan, yaitu periode perkembangan yang
merentang dari usia 6 hingga 11 tahun, yang kira-kira setara dengan tahun-tahun
sekolah dasar sehingga periode ini kadang-kadang disebut "tahun-tahun
sekolah dasar". Pada masa ini, anak umumnya menguasai
keterampilan-keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung.
McDevitt & Ormrod (2004) juga menggolongkan masa dimana anak
berusia 6 hingga 10 tahun sebagai masa middle childhood atau pertengahan
anak-anak. Pada masa ini, anak menunjukkan tanggung jawab yang serius
terhadap teman sebaya, khususnya kepada teman bermain yang usia dan
jenis kelaminnya sama. Pertemanan pada masa pertengahananak-anak menjadi
penting karena anak banyak belajar melalui interaksi dengan teman-teman dan
memecahkan perselisihan. Pada masa ini, anak juga mulai
membanding-bandingkan performansi mereka dengan temannya yang lain. Dengan
demikian, perbedaan individu dalam performansi akademik menjadi semakin
penting dalam melewati tahuntahun masa ini.
Berk (2006) mengungkapkan masa pertengahan anak-anak atau
tahun. Pada masa pertengahan anak-anak, anak memiliki proses berpikir yang
lebih logis dan semakin mampu memahami diri sendiri. Selain itu,
perkembangan moral anak pada masa ini juga semakin meningkat. Adanya
persahabatan menjadi tanda anak memasuki masa pertengahan anak-anak.
Fokus perkembangan pada masa ini adalah pencapaian prestasi dan
kemampuan kontrol diri yang meningkat. Anak-anak pada masa ini juga akan
banyak mengarahkan konsentrasi dan energinya pada penguasaan
kemampuan-kemampuan intelektual dan pengetahuan. Adanya perasaan tidak
berkompeten dan tidak produktif yang dirasakan oleh anak merupakan hal
yang berbahaya dalam tahap perkembangan ini. Perasaan tidak berkompeten
dan tidak produktif akan menghambat anak mampu melakukan tugas
perkembangannya dalam tahap ini (Santrock, 2007).
Pada masa ini juga anak menghadapi perngalaman bersaing.
Kegagalan-kegagalan dan penolakan-penolakan sangat berarti baginya.
Dengan bertambahnya perhatian terhadap tingkah laku etis dan moral, maka
anak di dorong oleh perasaan akan kewajiban dan prestasi. Minatnya
beraneka ragam dan pada masa ini bakat-bakatnya yang laten dapat
ditemukan. Anak sering hidup dalam dunia khayalan, tetapi dia sering
menguji khayalannya ini dengan bekerja dan bermain. Dia meniru hidup
orang dewasa dengan tujuan supaya dia dapat mengungkapkan dan
19
Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka peneliti menggunakan
istilah anak pada masa akhir kanak-kanak untuk menggambarkan anak yang
berusia sekolah dasar atau berusia 8 sampai 11 tahun.
b. Karakteristik Anak Usia Akhir
Ciri-ciri penting anak pada masa akhir kanak-kanak menurut para
pendidik dan ahli psikologi (Hurlock, 1999), yaitu :
1. Label yang digunakan oleh para pendidik :
a) Usia Sekolah Dasar, yaitu saat anak diharapkan memperoleh
das ar-dasar penget ahuan yang di anggap penting
untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa
dan mempelajari berbagai ketrampilan penting tertentu.
b) Periode kritis, karena pada masa ini anak membentuk
kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat
sukses.
2. Label yang digunakan ahli psikologi :
a) Usia berkelompok, karena perhatian utama anak tertuju pada
keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota
kelompok.
b) Usia penyesuaian diri, karena anak pada masa ini ingin
menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok
c) Usia kreatif, yaitu masa penentu apakah anak akan menjadi
konformis atau pencipta karya yang orisinil.
d) Usia bermain, karena pada masa ini anak memiliki minat dan
kegiatan bermain yang luas.
Pada masa ini, anak sudah memiliki kontrol emosi, akan tetapi tingkat
emosionalitas anak berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi perbedaan dan
yang menyebabkan meningginya emosi anak adalah kondisi lingkungan
dan fisik. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang ribut dan
penuh tekanan untuk menyesuaikan diri dengan tuntunan orang tua yang
terlalu tinggi dapat berkembang menjadi orang-orang yang tegang, gugup dan
tinggi emosionalitasnya (Hurlock, 1997). Di lain pihak, penyesuaian fisik
pada setiap situasi baru selalu menyusahkan anak, meningginya emosi
hampir selalu dialami oleh semua anak pada saat masuk sekolah. Selain
itu, apabila anak sakit atau lelah, is cenderung cepat marah, rewel dan
umumnya sulit dihadapi (Hurlock, 1999).
Selain itu, anak memasuki masa belajar di dalam dan di luar sekolah.
Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang
mendukung hasil belajar di sekolah. Banyak aspek perilaku dibentuk melalui
penguatan (reinforcement) verbal, keteladanan dan identifikasi. Menurut
Hurlock (1991), anak-anak pada masa ini harus menjalani tugas-tugas
21
1. Belajar ketrampilan fisik untuk permainan biasa.
2. Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri.
3. Belajar peranan jenis yang sesuai dengan jenisnya.
4. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.
5. Membentuk keterampilan dasar: membaca, menulis,dan
berhitung.
6. Membentuk konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan
sehari-hari.
7. Membentuk hati nurani, nilai moral dan nilai sosial.
8. Memperoleh kebebasan pribadi.
9. Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan
lembaga-lembaga.
Selain itu, pada masa ini juga Hurlock (1999) berpendapat bahwa
anak diharapkan mempunyai keterampilan-keterampilan sebagai berikut:
1. Keterampilan Menolong Diri Sendiri
Anak yang lebih besar harus dapat makan, berpakaian, mandi,
dan berdandan sendiri hampir secepat dan semahir orang dewasa, dan
keterampilan tidak memerlukan perhatian sadar yang penting pada
awal masa kanak-kanak.
2. Keterampilan Menolong Orang Lain
Keterampilan menurut kategori ini bertalian dengan meno
tidur, membersihkan debu dan men ya pu; di s ekol ah
mencakup mengosongkan tempat sampah dan membersihkan
papan tulis; dan di dalam kelompok bermain mencakup
menolong membuat rumah-rumahan atau merencanakan lapangan
basket.
3. Keterampilan Sekolah
Di sekolah, anak mengembangkan pelbagai keterampilan
yang diperlukan untuk menulis, menggambar, melukis,
membentuk tanah hat, menari, mewarnai dengan krayon, menjahit,
memasak, dan pekerjaan tangan dengan menggunakan kayu.
4. Keterampilan Bermain
Anak yang lebih besar belajar berbagai keterampilan seperti
melempar dan menangkap bola, naik sepeda, sepatu roda, dan
berenang.
Berdasarkan aspek-aspek perkembangan, bentuk-bentuk yang
mempengaruhi anak pada masa akhir kanak-kanak adalah, sebagai berikut:
1. Perkembangan Fisik
Menurut Monks, dkk (2004), anak-anak yang memasuki usia
sekolah dasar mengalami pertumbuhan badan yang agak lambat,
daripada waktu-wktu sebelumnya. Sampai pada usia 11 tahun,
23
mengenai berat badan, anak-anak pada masa ini mengalami
pertambahan berat badan yang lebih banyak daripada tingginya.
2. Perkembangan Kognitif
Pada masa pertengahan dan akhir, kemampuan kognitif
anak-anak sudah memasuki tahap operasional konkret. Pada tahap ini,
anak-anak dapat melakukan operasi, dan penalaran konkrit
menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan
ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkrit (Santrock, 2002).
Menurut Piaget (dalam Wade dan Travis, 2008), pada tahap ini
anak telah mengalami perkembangan signifikan dan mampu
mengatasi beberapa keterbatasan yang dialami pada tahap
sebelumnya. Mereka dapat memahami sudut pandang orang lain dan
semakin sedikit membuat kesalahan logika. Meskipun demikian
menurut pengamatan Piaget, kemampuan baru ini umumnya
dihubungkan dengan informasi yang konkrit, yakni pengalaman
aktual yang telah terjadi atau konsep-konsep yang memiliki arti yang
dapat dipahami oleh anak. Pada tahap ini anak masih membuat
kesalahan dalam berpikir saat diminta berpikir tentang ide-ide abstrak
misalnya patriotisme atau pendidikan masa depan atau hal-hal yang
secara fisik tidak tampak.
3. Perkembangan Sosial
Saat memasuki masa sekolah dasar, anak semakin mampu
semakin bisa mengerti adanya perbedaan walaupun sangat sedikit
dari perilaku seseorang, sehingga mereka menyadari bahwa perilaku
seseorang tidak selalu menggambarkan pikiran dan perasaannya.
Anak juga mulai menyadari bahwa orang menginterpretasikan
apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Dengan demikian mereka
menjadi semakin menginginkan penerimaan dari orang lain. Hal itu
membuat anak menjadi subyektif dalam menilai apa yang dikatakan
dan dilakukan oleh orang lain. Selain itu, anak juga menyadari
bahwa pikiran dan perasaan itu sangat berhubungan. Anak usia akhir
pada umumnya menyadari bahwa interpretasi yang mereka buat
mengenai situasi tertentu dapat mempengaruhi perasaan mereka
terhadap situasi tersebut (McDevitt & Ormrod, 2004).
4. Perkembangan Moral
Pada masa ini anak usia akhir juga menunjukkan tanda-tanda
perasaan bersalah atau tidak nyaman mat mereka mengetahui bahwa
mereka melakukan kesalahan atau membuat orang lain sakit atau
tertekan. Pada masa pertengahan sekolah dasar, anak merasa malu
dan tertuduh ketika gagal memenuhi standar perilaku sosial yang
telah ditetapkan oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya.
Perasaan malu dan tertuduh tersebut ternyata juga dapat menjadi
motivasi bagi terbentuknya rasa empati dan prososial apabila tidak
25
Pada masa ini anak mengalami peningkatan rasa simpati
terhadap orang-orang yang tidak diketahui bahwa mereka menderita
dan membutuhkan bantuan. Anak juga dapat membedakan mana yang
merupakan perilaku yang kejam terhadap hak dan martabat manusia
dengan yang mengancam ketentuan sosial. Anak pada masa ini
memahamai bahwa harus ada seseorang yang berusaha keras supaya
dapat memenuhi kebutuhan orang-orang seperti memperjuangkan
haknya. Anak mulai menumbuhkan penghargaan untuk bekerja sama
dan berkompromi (McDevitt & Ormrod, 2004).
C. Bentuk-bentuk Kenakalan Anak Pada Masa Akhir Kanak-Kanak
Dari berbagai macam pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa
kenakalan anak pada masa akhir kanak-kanak merupakan perilaku anti sosial yang
melanggar norma kesusilaan, hukum, dan ketertiban umum yang dilakukan oleh
anak yang berusia sekolah dasar atau berusia 8 – 11 tahun.
Adapun bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan anak pada masa akhir
kanak-kanak berdasarkan karakteristik perkembangan anak, adalah:
a. Perilaku agresif, seperti:
1) Sering mengganggu, mengancam dan atau mengintimidasi orang
lain/ binatang baik secara verbal maupun fisik.
2) Sering memulai perkelahian fisik.
3) Menggunakan sejata yang dapat membahayakan fisik orang lain
b. Merusak, seperti:
1) Sengaja membakar dengan maksud menimbulkan kerusakan yang
serius.
2) Sengaja menghancurkan barang milik orang lain (selain
menggunakan api).
c. Berbohong, seperti:
1) Sering berbohong untuk mendapatkan harta benda atau keuntungan
atau untuk menghindari kewajiban.
2) Mengutil, mencuri, melakukan pemalsuan.
d. Pelanggaran serius terhadap peraturan, seperti:
1) Sering keluar malam walaupun sudah dilarang oleh orang tua,
mulai umur kurang dari 11 tahun.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Tujuan
penelitian ini adalah membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Dalam penelitian ini tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan,
membuktikan hipotesis, membuat ramalan atau mendapatkan makna dan implikasi
(Suryabrata, 2006).
B. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah bentuk-bentuk
kenakalan anak pada akhir masa kanak-kanak.
C. Definisi Operasional
Azwar (2007) menerangkan definisi operasional adalah suatu definisi
mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik
variabel-variabel tersebut yang dapat diamati.
Definisi operasional dilakukan dengan tujuan agar variabel yang diteliti
dapat lebih dispesifikkan ke dalam suatu pengertian sehingga didapatkan
pemahaman yang lebih jelas. Bentuk-bentuk kenakalan anak dalam penelitian ini
1. Perilaku agresif, yaitu perilaku mengganggu, mengancam dan atau
mengintimidasi orang lain/binatang baik secara verbal maupun fisik, serta
sering memulai perkelahian dengan atau tanpa menggunakan sejata yang
dapat membahayakan fisik orang lain (misalnya pentungan, batu, pecahan
botol, pisau, senjata api).
2. Merusak, yaitu perilaku yang dilakukan dengan sengaja sehinga
menimbulkan kerusakan yang serius terhadap barang milik sendiri dan
atau milik orang lain.
3. Berbohong, yaitu perilaku untuk mendapatkan harta benda atau
keuntungan atau untuk menghindari kewajiban seperti mengutil, mencuri,
melakukan pemalsuan.
4. Pelanggaran serius terhadap peraturan, yaitu perilaku yang menentang
peraturan yang sudah ditetapkan.
Bentuk-bentuk kenakalan anak diketahui melalui skala. Skala ini juga
menunjukkan semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin sering bentuk
kenakalan yang dilakukan oleh anak. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah
skor yang diperoleh menunjukkan semakin jarang pula kenakalan yang dilakukan
29
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak dengan karakteristik:
1. Anak usia akhir, yaitu anak yang berumur 6 sampai 11 tahun.
2. Anak usia akhir yang duduk di Sekolah Dasar.
3. Anak usia akhir yang berdomisili di Yogyakarta.
Teknik pemilihan subjek yang digunakan adalah teknik purposive
sampling, yaitu teknik pemilihan sekelompok subyek yang didasarkan atas
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi,
2004).
Alasan pemilihan teknik ini adalah untuk efisiensi generalisasi subyek
sehingga dapat diperoleh beragam kalangan subyek yang dapat mewakili
populasinya dalam waktu yang lebih singkat. Selain itu, untuk meminimalisir bias
yang mungkin muncul ketika penelitian dilakukan dalam situasi yang
terkondisikan.
E. Metode dan Alat Penelitian
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan penyebaran skala yang diisi oleh subjek.
Skala ini terdiri dari pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable dan
unfavorable. Pernyataan favorable adalah pernyataan yang mendukung secara
unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung atau berlawanan terhadap
objek (sikap) yang akan diukur. Setiap item yang akan diukur memuat empat
kategori jawaban, yaitu Tidak Pernah (TP), Jarang (J), Sering (S), dan Sering
Sekali (SS). Pemberian skor pada setiap item tergantung pada jenis pernyataan.
Pengukuran skala tersebut didasarkan pada kategori penilaian.
1. Item-item favorable, dengan pilihan jawaban dan skor, yaitu :
- Tidak Pernah (TP) : skor 1
- Jarang (J) : skor 2
- Sering (S) : skor 3
- Sering Sekali (SS) : skor 4
2. Item-item unfavorable, dengan pilihan jawaban dan skor, yaitu :
- Tidak Pernah (TP) : skor 4
- Jarang (J) : skor 3
- Sering (S) : skor 2
- Sering Sekali (SS) : skor 1
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adala skala bentuk-bentuk
kenakalan yang dilakukan anak, yang disusun berdasarkan karakteristik
perkembangan anak, memuat 4 aspek, yaitu perilaku agresif, merusak, berbohong,
31
Tabel 3.1BlueprintSkala Kenakalan Anak
No Bentuk Kenakalan
Item
Jumlah Favorable Unfavorable
1 Perilaku Agresif 5 5 10
2 Merusak 5 5 10
3 Berbohong 5 5 10
4 Melanggar Aturan 5 5 10
TOTAL 20 20 40
F. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas Isi
Validitas sering dikonsepkan sebagai sejauh mana tes mampu
mengukur atribut yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur yang tinggi
validitasnya akan menghasilkan eror pengukuran yang kecil, artinya skor
setiap subyek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari
skor yang sesungguhnya (Azwar, 2004).
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.
Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauh mana
item-item tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi
obyek yang akan diukur (aspek representasi) dan sejauh mana item-item tes
mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi) (Azwar,
2. Seleksi Item
Item yang baik adalah item yang memiliki daya beda tinggi, yaitu
memiliki kemampuan untuk memberikan indikasi apakah seseorang memilik
sikap positif atau tidak. Teknik yang dipakai dalam menyeleksi item dalam
penelitian ini adalah penggunaan koefisien korelasi dengan mengkorelasikan
skor item dengan skor item total. Pengkorelasian antara skor item dengan
skor item total akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Koefisien
korelasi yang baik adalah ≥0.3, jadi item yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0.3 dinyatakan gugur (Azwar, 2003).
Hasil seleksi item dan reliabilitas yang dilakukan terhadap 40 item
skala kenakalan anak menunjukkan bahwa dari 40 item tersebut gugur
sejumlah 4 item. Jadi jumlah item yang digunakan dalam penelitian ini
sejumlah 36 item.
Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Kenakalan Anak SetelahTryout
No Bentuk Kenakalan
Item
Jumlah Favorable Unfavorable
1 Perilaku Agresif 1,3,17,19,33 2,18,20,34 9
2 Merusak 7,21,23,35 6,8,22,24,36 9
3 Berbohong 9,11,25,37 10,12,26,28,38 9
4 Melanggar Aturan 13,15,29,31,39 16,30,32,40 9
33
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang dapat
memberikan hasil ukur yang terpercaya, yang disebut reliabel. Reliabilitas
merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang
baik (Azwar, 2004).
Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) dalam rentang 0 – 1,00
(Azwar, 2004). Makin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00
berarti makin tinggi reliabilitasnya, dan sebaliknya koefisien yang rendah
makin mendekati angka 0.
Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan pendekatan konsistensi
internal yang didasarkan pada data dari sekali pengenaan satu bentuk skala
sikap pada sekelompok responden (single-triad administration). Pengukuran
koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisis koefisien
alpha ( ) dari Cronbach dengan menggunakan program komputer SPSS
(Statistical Product and Service Solution)for Windows Release version 15.0.
Berdasarkan uji reliabilitas terhadap 40 item pada skala kenakalan anak
yang telah dilakukan menghasilkan koefisien alpha sebesar 0,949. Dengan
demikian, skala ini tergolong reliabel karena memiliki nilai koefisien
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui perhitungan mean,
median, modus dan standar deviasi (Azwar, 2004). Statistik deskriptif ini juga
mencakup perhitungan-perhitungan sederhana yang biasanya disebut sebagai
statistik dasar, yang antara lain meliputi perhitungan: frekuensi, frekuensi
kumulatif, persentase, skor maksimum dan skor minimum, dan rata-rata hitung
(Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki, 2002).
Statistik deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang
dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis. Statistik deskriptif hanya
dipergunakan untuk menyajikan dan menganalisis data agar lebih bermakna dan
komunikatif dan disertai perhitungan-perhitungan sederhana yang bersifat lebih
memperjelas keadaan dan atau karakteristik data yang bersangkutan.
Deskripsi yang akan disajikan dalam penelitian ini meliputi perbandingan
mean teoritik dan mean empirik. Jika mean empirik lebih besar daripada mean
teoritik, maka secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat
kenakalan yang tinggi. Sebaliknya jika mean empirik lebih kecil daripada mean
teoritik, maka secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat
kenakalan yang rendah. Berikut adalah perhitungan mean teoritik dan mean
35
Penentuan kecenderungan anak usia akhir dalam melakukan kenakalan
berdasarkan mean teoritik, sebagai berikut:
- X minimum teoritik: skor paling rendah yang mungkin diperoleh
subjek pada skala, yaitu: 1
- X maksimum teoritik: skor paling tinggi yang mungkin diperoleh
subjek pada skala, yaitu: 4
- Range: luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan nilai minimum.
- Standar Deviasi ( ): luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam 6 satuan
deviasi standar.
- Mean ( ): mean teoritik yaitu rata-rata teoritik dari skor maksimum
dan minimum
Bila dimasukkan dalam hitungan akan diperoleh hasil sebagai berikut:
- Xmin : 36 x 1 = 36
- Xmax : 36 x 4 = 144
- Range : 144 – 36 = 108
- SD : 108 / 6 = 18
- Mean Teoritik : (144 + 36) / 2 = 90
Penentuan kecenderungan anak usia akhir dalam melakukan kenakalan
berdasarkan data empirik, dapat dilihat pada tabel 3.3 yang berisi data penelitian
berdasarkan perhitungan komputerisasi dengan menggunakan piranti lunak SPSS
Tabel 3.3 Data Empirik
N Valid 100
Missing 0
Mean 54.09
Mode 61
Std. Deviation 14.150
Variance 200.224
Range 62
Minimum 36
Maximum 98
Sum 5409
Dari deskripsi data pada tabel 3.3, dapat diterangkan sebagai berikut:
1. N menunjukkan jumlah subjek dalam penelitian, yaitu 100 orang.
2. Mean Empirik, yaitu rata-rata dari skor subjek penelitian, yaitu
sebesar 54,09.
3. Mode adalah yang paling banyak frekuensinya, yaitu 61.
4. Standar deviasi atau simpangan baku, yang menunjukkan variasi
jawaban, yaitu sebesar 14,150.
5. Varian adalah kuadrat dari SD sebesar 200,224.
6. Range adalah jarak atau selisih skor maksimum dan skor
minimum, yaitu 62.
7. Skor maksimum empirik adalah skor paling tinggi yang diperoleh
subjek, yaitu 98.
8. Skor minimum empirik adalah skor paling rendah yang diperoleh
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2010. Skala penelitian
dikenakan pada 100 subjek yang seluruhnya adalah anak usia akhir yang berusia
6–11 tahun dan berdomisili di Yogyakarta, khususnya daerah Sleman dan
Godean.
Peneliti menyebarkan skala penelitian secara bertahap sebanyak 100
eksemplar pada beberapa anak les peneliti dan beberapa anak yang peneliti
dapatkan dari kenalan peneliti. Mayoritas subjek penelitian ini, diperoleh dari
teman-teman peneliti yang juga memberikan les. Penelitian ini dilakukan di
beberapa tempat, yaitu rumah anak-anak les peneliti, rumah teman peneliti yang
digunakan untuk mengumpulkan anak-anak les dari teman-teman peneliti, dan
beberapa tempat selain dirumah, dimana peneliti bertemu dengan subjek
penelitian.
Penelitian ini menggunakan tryout terpakai, sehingga item-item yang
gugur tidak disertakan dalam pengolahan data. Deskripsi subjek penelitian ini
terlampir dan dipaparkan dengan bantuan perangkat lunak SPSS (Statistical
B. Hasil Penelitian
sarkan data yang dikumpulkan, dapat diperoleh
subjek berdasarkan usia subjek. Karakteristik
psikan sebagai berikut:
Diagram 4.1 Deskripsi Usia Subjek
agram 4.1 memperlihatkan bahwa jumlah pal
ibat dalam pengisian penelitian ini adalah anak
39
2. Deskripsi Hasil Penelitian
Berikut ini adalah tabel yang berisi deskripsi data penelitian secara
umum.
Tabel 4.1 Deskripsi Data Penelitian Secara Umum
Teoritik Empirik
N 100 100
Skor Minimum 36 36
Skor Maksimum 144 98
Mean 90 54,09
Standar Deviasi 18 14,150
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 4.1, nilai mean
empirik kurang dari nilai mean teoritik, yaitu 54,09 < 90. Hal ini
menunjukkan bahwa secara umum subjek penelitian memiliki tingkat
kenakalan yang rendah.
3. Perbandingan Mean Antar Bentuk Kenakalan Anak Usia Akhir
Berikut ini adalah adalah deskripsi data pada masing-masing aspek
Agresif
4.2 Deskripsi Bentuk Kenakalan Anak Usia
N Mean Teoritik
esif 100 22,5
100 22,5
100 22,5
uran 100 22,5
dilakukan perbandingan perolehan nilai mean pa
bahwa bentuk kenakalan yang paling banyak
khir kanak-kanak adalah berbohong (14,00
n bahwa anak pada masa akhir kanak-kanak c
gai bentuk kenakalan. Hasil ini dapat terlihat le
h ini:
41
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif data yang didapat, nilai mean untuk
berbohong memiliki nilai paling tinggi, yaitu 14,00. Sedangkan aspek melanggar
aturan 13,53, aspek agresif dan merusak 13,28. Hal ini menunjukkan bahwa
subjek penelitian secara umum memiliki kecenderungan melakukan kebohongan
kemudian disusul oleh pelanggaran terhadap peraturan dan perilaku agresif saat
melakukan kenakalan.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gottfredson (2001), bahwa
salah satu contoh kenakalan dalam skala kecil adalah berbohong. Subyek
penelitian, dalam hal ini anak pada masa akhir kanak-kanak, berdasarkan data
penelitian diketahui memiliki kecenderungan untuk berbohong.
Selain itu, dari hasil analisis deskriptif data yang didapat, terlihat
bentuk-bentuk kenakalan yang cenderung dilakukan oleh anak usia akhir, yaitu
mendorong teman dengan keras, sengaja meminta uang lebih agar dapat jajan,
melanggar peraturan yang telah ditentukan oleh orang tua, dan pulang rumah
terlambat karena bermain sampai lupa waktu. Sedangkan untuk bentuk kenakalan
anak merusak, tidak terlihat adanya kecenderungan anak usia akhir untuk
melakukan hal tersebut.
Subjek dari penelitian ini berkisar dari umur 8 – 11 tahun, yaitu rentang
umur yang masuk dalam usia akhir anak dan duduk di bangku sekolah dasar. Hal
ini didukung oleh Santrock (2002) yang berpendapat bahwa periode anak usia
akhir merupakan periode perkembangan yang merentang dari usia 6 – 11 tahun,
Selama masa ini, banyak hal yang telah mempengaruhi kondisi sosial anak,
yaitu keluarga, teman sebaya, sekolah, media telekomunikasi, dan media
elektronik sehingga anak banyak mengalami perkembangan dalam hidupnya.
Roopnarine & Johnson (dalam Djiwandono, 2006) mengatakan bahwa antara
umur 7 sampai 9 tahun, anak membentuk persahabatan yang erat dengan
kelompoknya. Anak juga mempercayakan kelompok mereka sebagai sumber
informasi dan menggunakannya sebagai standar untuk mengukur diri mereka
sendiri. Karena itu, pada tahun-tahun ini anak lebih banyak menghabiskan
waktunya dengan teman-temannya.
Salah satu bentuk kenakalan yang dilakukan anak adalah kecenderungan
pulang rumah terlambat karena bermain sampai lupa waktu. Menurut keterangan
diatas, hal ini terjadi karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama
dengan teman-temannya. Dan ketika orang tua sibuk dengan urusannya
masing-masing, maka anak akan merasa lebih nyaman berada di dekat teman-temannya
(Papalia, 2008). Anak yang mengalami penolakan dari orang tua atau
mendapatkan pola pendidikan yang salah karena orang tua cenderung tidak
memberikan perhatian dan mendidik secara tidak disiplin pada anak menurut
Carson dkk (2009) juga dapat berdampak pada perilaku nakal anak.
Kebutuhan akan afiliasi anak dengan teman-temannya ini dapat
mempengaruhi anak untuk bertindak nakal. Kartono (2005) lebih jauh
menjelaskan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan anak melakukan
kenakalan adalah faktor sosiogenis, dimana penyebab kenakalan anak adalah
43
sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, atau status sosial. Anak
yang dalam tahap ini masih bergantung untuk membentuk persahabatan yang erat
dengan kelompoknya dapat saja melakukan kenakalan karena pengaruh kelompok
bermainnya.
Carson dkk (2009) juga menyatakan secara implisit bahwa keinginan anak
untuk berafiliasi dengan kelompok mengantarkannya pada perbuatan nakal.
Carson (2009) menyatakan bahwa hubungan diluar keluarga memberikan
kontribusi pada kenakalan anak. Anak melakukan kenakalan dikarenakan
pengaruh dari teman sebayanyanya atau pun belajar dari lingkungan tempat
tinggalnya. Hubungan yang kurang sehat dengan teman sebaya juga dapat
menyebabkan kenakalan. Hal ini terlihat dari seringnya terjadi tindak kenakalan
ketika seseorang berada dalam kelompoknya.
Bentuk kenakalan lain yang cenderung dilakukan anak berdasarkan data
alisis yang telah dilakukan adalah berperilaku agresif seperti mendorong teman
dengan keras. Menurut Crick dan Dodge (dalam Papalia, 2008) salah satu alasan
anak bertindak agresif adalah berkaitan dengan bagaimana cara anak dalam
memproses informasi sosial. Seorang anak yang terdorong ke depan secara tidak
sengaja ketika bermain, ia akan berasumsi bahwa anak lain melakukan hal
tersebut dengan sengaja, sehingga ia memandang anak lain sebagai sosok yang
yang mencoba menyakitinya, sehingga dia akan membalasnya sebagai bentuk
pembalasan atau membela diri.
Dalam terminologi pembelajaran sosial, ia menjadi agresif karena berharap
imbalan, maka perilaku agresif nya menjadi dikuatkan. Newcomb & Bagwell
(dalam Slavin, 2008) menambahkan bahwa perilaku agresif juga terkait dengan
bagaimana penerimaan teman sebayanya terhadap dirinya. Apabila anak
mengalami penolakan dari teman-temannya, maka ia cenderung berperilaku
agresif.
Kenakalan anak memang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya pengaruh dari teman sebaya. Subyek dalam penelitian ini
mengekspresikan agresifitasnya sebagai bentuk keinginan untuk mendapatkan
imbalan dari teman sebayanya, entah itu berupa pengakuan, pujian atau hal
lainnya. Bentuk pelanggaran aturan yang dilakukan anak juga dapat dipengaruhi
dari lingkungan teman bermain yang membujuk untuk ikut melanggar, atau dapat
juga dari keinginan anak untuk bermain sehingga ia terpaksa melanggar peraturan
agar dapat melampiaskan keinginannya untuk bermain.
Alasan lain yang dapat dijelaskan mengapa kenakalan anak terjadi, menilik
pernyataan Kartono (2005) yang berpendapat bahwa hasrat untuk berkumpul
dengan teman sebaya dan senasib dan kesukaan untuk meniru-niru menjadi salah
satu penyebab mengapa anak melakukan kenakalan. Kelompok bermain yang
kurang baik bagi anak dapat saja mengajarkan anak untuk mengikuti
norma-norma mereka yang bisa saja bertentangan dengan aturan sekolah, orang tua, dan
masyarakat. Anak dengan kebutuhan afiliasi dengan kelompok yang tinggi,
mungkin saja melakukan kenakalan semata-mata agar diterima oleh