• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPERCAYAAN DIRI REMAJA TUNA DAKSA BAWAAN DI PUSAT REHABILITASI YAKKUM YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPERCAYAAN DIRI REMAJA TUNA DAKSA BAWAAN DI PUSAT REHABILITASI YAKKUM YOGYAKARTA"

Copied!
224
0
0

Teks penuh

(1)

REMAJA TUNA DAKSA BAWAAN

DI PUSAT REHABILITASI YAKKUM YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Kresentia Putri Pratama Kambay NIM : 079114068

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

MOTTO

“ KEGAGALAN TIDAK HANYA BERHENTI DI

KEGAGALAN IA HANYA MENUMPANG LEWAT DI

DALAM DIRI KITA….”

“ percaya dan yakinlah kalau Tuhan

Yesus akan selalu membawa kita dengan

tangan kananNya menuju kemenangan

yang kita tidak akan pernah tau “

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan buat

keluarga dan orang-orang yang terus

mendukung saya

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Mei 2012 Penulis,

(Kresentia Putri Pratama Kambay)

(7)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPERCAYAAN DIRI REMAJA TUNA DAKSA BAWAAN

DI PUSAT REHABILITASI YAKKUM YOGYAKARTA

Kresentia Putri Pratama Kambay

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepercayaan diri dan peran faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri remaja tuna daksa bawaan yang berada di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai tujuan. Kepercayaan diri terbentuk melalui proses belajar dan interaksi sosial. Pembentukan kepercayaan diri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor mental/ psikologis khususnya berkenaan dengan konsep diri, faktor fisik, dan faktor sosial (keluarga, teman sebaya, dan lingkungan). Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang mengungkap fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan observasi, dan wawancara. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja tuna daksa bawaan yang berusia 17-21 tahun dan berjenis kelamin laki-laki (2 orang) dan perempuan (1 orang). Hasil penelitian menunjukkan subjek dua dan tiga cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi sedangkan subjek satu memiliki kepercayaan diri yang relatif rendah. Rendahnya kepercayaan diri subjek satu dipengaruhi oleh konsep dirinya yang negatif yakni subjek cenderung rendah diri, berpikir negatif tentang dirinya sendiri atau terlalu kritis terhadap dirinya sehingga subjek kurang dapat menerima dan menghargai dirinya sendiri. Pada subjek dua kepercayaan diri yang dimiliki cenderung positif karena adanya dukungan keluarga dan konsep diri subjek yang sudah mulai terbentuk baik. Selain itu, subjek juga lebih bersikap realistis dalam menerima kondisi fisiknya. Sedangkan subjek tiga cenderung percaya diri karena adanya faktor dukungan sosial (keluarga dan lingkungan sekitar) yang membuatnya lebih berani tampil di depan umum meskipun memiliki keterbatasan. Faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri lainnya ialah konsep diri meskipun terkadang masih labil atau tidak menetap karena mencari identitas diri.

Kata kunci : Kepercayaan diri, Remaja, Tuna daksa

(8)

THE FACTORS THAT AFFECT DISABLED YOUTH THE CONFIDENCE IN YOGYAKARTA YAKKUM REHABILITION CENTER

Kresentia Putri Pratama Kambay

ABSTRACT

This research was aimed to provide an overview of the role of the factors that affect disabled youth the confidence in Yogyakarta Yakkum Rehabilitation Center. Self confidence is one aspect of personalities that is important in people’s life. Self confidence is a belief that is owned by a person to reach a goal. Confidence developed through learning process and social interaction. The development of self confidence is influenced by three factors, they are: mental/psychological factor, especially with regards to self-concept, physical and social factor (family, peers and environment). The type of research being used is qualitative descriptive, that is a research that reveals phenomenon of what has been experienced by the subject of the research. The methods being used in this research are observation and interviews. The subjects of this research are disabled youths under the age of 17-21 years old and consisted of male (2 person) and female (1 person). The result of the research showed that subjects two and three are likely to have high self confidence whereas one subject had a relatively low confidence. Low self confidence subject is affected by the subject of a negative concept where the subject tend to be a low self-confidence, negative thinking about themselves or too critical of him self so that subject are less able to accept and respect him self. For the 2ndsubject, his self confidence was tend to be positive since there was an existence of family support and an existence of self-concept that was starting to be well developed. Besides, the subject was also more realistic in accepting his physical condition. While the subject of three tend to believe themselves because of the factor of social support (family and surrounding environment) that makes it able to appear in public despite its limitations. Other factor which affected self confidence was self- concept although sometimes they were unstable and unsettled since they were still trying to get their self identity.

Key words: self confidence, youth, disabled

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Kresentia Putri Pratama Kambay

Nomor mahasiswa : 07 9114 068

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPERCAYAAN DIRI REMAJA TUNA DAKSA BAWAAN

DI PUSAT REHABILITASI YAKKUM YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa harus meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 22 Mei 2012 Yang menyatakan,

(Kresentia Putri Pratama Kambay)

(10)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, dan Santo Yusuf atas berkat dan pertolonganNya serta kelancaran dalam pengerjaan skripsi saya ini sehingga skripsi ini dapat selesai indah pada waktunya.

Akhirnya skripsi ini dapat selesai juga sesuai yang saya harapkan dari awal pengerjaan skripsi ini. Selain itu, tanpa dukungan orang-orang yang saya sayang dan doa dari mereka, tentu pengerjaan skripsi ini tidak akan lancar dan sukses seperti sekarang ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan bersyukur kepada :

1. Orang pertama yang paling mengerti siapa saya yaitu Keluarga Yesus Kristus, berkat kasihNya dan dukunganNya saya dapat selesai juga walaupun awalnya saya bingung mau mengerjakan skripsi ini. Makasih banyak Tuhan buat penyertaanMu. ^_^

2. Kemudian buat papa dan mama saya yang selalu mendukung dan selalu mendengarkan keluhan-keluhan selama pengerjaan skripsi ini. Ketika saya benar-benar jatuh dalam permasalahan yang ada dan putus asa, papa dan mama selalu ada dan selalu mendukung serta mengatakan bahwa saya mampu menghadapi semua masalah ini, doa dan pasrah kepada Tuhan. Saya sadari tanpa kalian, tidak mungkin saya mau terus melanjutkan skripsi ini. Kalianlah yang menjadi motivasi saya untuk cepat mengerjakan skripsi ini meskipun berat di awal tapi semua indah pada waktunya.Tuhan Yesus memberkati dan memberi umur panjang buat papa dan mama...

(11)

3. Buat kedua adikku Eza dan Kevin, makasih buat doanya dan penghiburan kalian ketika mbak puput stress dalam mengerjakan skripsi ini. Tanpa kalian juga hidup ini tidak akan indah.

4. Buat Ibu Sylvia dosen pembimbing, ibu saya mau ngucapin terima kasih banget, karena Ibu sudah menuntut saya dalam pengerjaan skripsi ini dengan hati yang super duper ekstra lembut dan sabar walaupun saya tau mungkin ibu terkadang jengkel dengan saya. Semoga Ibu dan keluarga selalu diberkati Tuhan.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan nilai buat saya, dari kampus ini saya semakin mengerti berbagai macam kepribadian dan semakin mengerti tentang solusi dalam setiap permasalahan yang ada.

6. Buat Mas Muji di labotarium yang selalu sabar dan setia mengurus tes-tes kita semua, buat Mas Gandung, Mas Doni, Ibu Nanik, Pak Gie makasih buat kartu liftnya kalau kita telat dan semua staff Fakultas Psikologi.

7. Terima kasih buat semua teman-teman di yayasan Yakum, Bapak dan Ibu pengurus Yakkum di Kaliurang atas kelancaran saya selama proses pengambilan data. Buat teman-teman di Yakum, aku bangga dengan kalian walaupun kalian mengalami kekurangan tapi semangat kalian buat hidup terus menyala. Semoga kalian selalu jadi inspirasi buat orang-orang sekitar kalian yang mempunyai kesempurnaan tubuh yang hanya bermalas-malasan.

(12)

8. Makasih buat Jati yang selalu mengingatkanku disaat aku benar-benar putus asa apa aku mampu menyelesaikan skripsi ini, walaupun kamu tau aku keras kepala, mendukung, dan mendoakanku hingga aku selalu semangat dalam mengerjakan skripsi ini dan menjalani kembali kehidupan dari

keterpurukanku. (*_*)

9. Buat saudara-saudaraku yang mengisi dan mewarnai. Banyak kenangan dengan kalian semua dimanapun kalian berada. Senang punya keluarga kayak kalian. Makasih juga buat Mbak Cory yang udah ngebantu aku membantu merangkai kata-kata sampai susunannya benar.

10. Makasih juga buat semua sahabat-sahabatku yang selalu membuatku tertawa dengan lepas, menangis dan curhat dengan kalian, bermain dan senang-senang dengan kalian. Kalian selalu membuat hari-hariku penuh dengan warna kehidupan dari kalian juga aku banyak belajar tentang arti kehidupan. Aku akan selalu merindukan keunikan kalian semua ( Stella, Opiek, Erin, Anggi, Krisna, Nenek, Ringgo, Ina, Ita, Nenist, Katie ) n angkatan 2007 I miss u all...

(13)

11. Terakhir buat seseorang yang pernah membuatku kecewa, makasih buat semuanya dengan peristiwa itu membuatku sadar dan mengerti tentang hidup itu ternyata gak selalu manis dan sesuai dengan yang kita mau. Dengan peristiwa itu juga membuatku banyak belajar kalau kita gak boleh terlalu banyak berharap ketika kepastian itu belum tercapai di diri kita.

Love u all...God always with u dan me.

Penulis,

(Kresentia Putri Pratama Kambay)

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK………... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

(15)

BAB II. DASAR TEORI... 9

A. Kepercayaan Diri ... 9

1. Pengertian Kepercayaan Diri ... 9

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri ... 10

3. Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Kepercayaan Diri…... 11

B. Remaja... 15

1. Pengertian Remaja ... 15

2. Aspek-aspek Remaja ... 16

C. Tuna Daksa (Cacat Fisik) ... 18

1. Pengertian Tuna Daksa ... 18

2. Penyebab Terjadinya Cacat Tubuh ... 19

3. Derajat Kecacatan dan Jenis Gangguan Fisik Tuna Daksa Bawaan ... 20

D. Dinamika Kepercayaan Diri Remaja Tuna Daksa Bawaan ... 21

E. Skema Kepercayaan Diri Remaja Tuna Daksa Bawaan... 26

BAB III. METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Subjek Penelitian... 27

C. Metode Pengumpulan Data ... 28

D. Prosedur Pemilihan Subjek ... 31

E. Batasan Penelitian ... 32

F. Proses Analisis Data ... 33

G. Keabsahan Data ... 35

(16)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37

A. Persiapan Penelitian ... 37

B. Pelaksanaan Penelitian ... 39

C. Analisis Data Hasil Penelitian... 44

1. Deskripsi Subjek T ... 45

2. Deskripsi Subjek S ... 55

3. Deskripsi Subjek P ... 65

D. Pembahasan ... 74

1. Gambaran Kepercayaan Diri Subjek ... 74

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Subjek ... 75

BAB V. PENUTUP... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA... 86

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Pelaksanaan Observasi ... 39 Tabel 4.2. Pelaksanaan Wawancara ... 41 Tabel 4.3. Latar Belakang Subjek ... 43

(18)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Guideline Wawancara ... 89

Lampiran 2. Hasil Wawancara 1 ... 96

Lampiran 3. Hasil Wawancara 2 ... 124

Lampiran 4. Hasil Wawancara 3 ... 152

Lampiran 5. Hasil Wawancara Pendamping ... 177

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Hakikatnya manusia selalu mengalami perkembangan dengan dukungan lingkungan sekitarnya dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan yang memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Akan tetapi banyak perbedaan yang terjadi ketika manusia dilahirkan, ada manusia yang terlahir normal (tidak mengalami kecacatan) namun ada pula yang tidak normal (cacat). Kondisi ini menyebabkan para penyandang cacat (difabel) terkadang mengalami hambatan dari lingkungan baik fisik maupun sosial. Menurut Sumarno dan Widjopranoto (2004), kecacatan dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu penyandang cacat fisik (physically disabled persons), penyandang cacat mental (mentally retarded persons), dan penyandang fisik dan mental. Faktor penyebab kecacatan adalah bawaan sejak lahir 65,62%, cacat yang disebabkan penyakit 21,88%, dan karena kecelakaan 12,50%.

Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat (dalam Sumarno dan Widjopranoto, 2004) derajad kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang. Salah satu karakteristik kondisi fisik penyandang cacat tubuh diukur dari kecacatan anggota gerak atas, bawah, dan tulang belakang dikaitkan dengan kemampuan

(20)

melakukan kegiatan sehari-hari. Derajad kecacatan yang disandang difabel

berpengaruh pada keberfungsian panca indra dan juga kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Penelitian ini subjeknya adalah remaja penyandang cacat fisik yang disebabkan karena faktor bawaan sejak lahir atau dikenal dengan istilah tuna daksa bawaan. Somantri (dalam Sujarwanto, 2005) mengemukakan, tuna daksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, atau sendi dalam fungsinya yang normal. Sebagai contoh kelumpuhan anggota gerak dan tulang, tidak lengkapnya anggota tubuh atas atau bawah sehingga menimbulkan gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara wajar. Berdasarkan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (dalam Sugiyatma dan Pranowo, 2004), kecacatan mengakibatkan kesukaran dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat baik dibidang sosial, ekonomi, maupun psikologis yang dialami oleh seseorang yang disebabkan ketidaknormalan psikis, fisiologis, maupun tubuh dan ketidakmampuan melaksanakan kegiatan hidup secara normal.

(21)

kegiatan sehari-hari. Contoh aktivitas yang dirasakan sulit untuk dilakukan penyandang tuna daksa dengan keterbatasan fungsi tangan dan kaki adalah mencuci pakaian atau alat makan, bepergian jauh, mandi, memakai pakaian, dan buang air besar.

Ditinjau dari aspek psikologis, remaja tuna daksa cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungannya. Penyandang cacat tubuh yang merasa minder, rendah diri akan sulit untuk bergaul di dalam masyarakat, karena individu yang bersangkutan cenderung untuk menutup diri dan tidak mempunyai keinginan untuk melakukan kegiatan bermasyarakat. Keterbatasan fisik terkadang dijadikan alasan untuk menghindari komunikasi dengan orang disekitarnya karena takut diejek atau disalahkan.

(22)

Menurut Lauster (dalam Apollo, 2008) kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia dimana kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki oleh seseorang bahwa ia mampu berperilaku sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan dalam mencapai tujuan, serta mampu mengatasi permasalahan yang ada dengan segala potensi yang dimilikinya.

Remaja pada umumnya memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih baik dibandingkan dengan remaja tuna daksa. Adanya kepercayaan diri yang tinggi membuat remaja dapat melakukan suatu hal yang diinginkan dan dapat dengan bebas mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan yang ada dalam dirinya. Hal ini akan terlihat berbeda bagi seorang remaja yang memiliki keterbatasan fisik seperti penyandang tuna daksa. Remaja penyandang tuna daksa cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah meskipun tidak semuanya mengalami hal tersebut. Sumarno dan Widjopranoto (2004) menyatakan, penyandang cacat fisik sebagian besar (87,50 %) menerima apa adanya atas kondisi kecacatan yang mereka alami, tetapi ada juga yang merasa rendah diri atau malu akan kecacatannya. Hal inilah yang membuat para penyandang cacat fisik merasa takut untuk berbuat sesuatu atau merasa tidak berguna dalam hidupnya jika mengalami kegagalan.

(23)

orang-orang disekelilingnya agar membuat dirinya lebih percaya diri dalam bersosialisasi dengan masyarakat meskipun mengalami keterbatasan fisik. Menurut Rahayu (dalam Ninawati dkk, 2005) keluarga yang memiliki anggota keluarga penyandang cacat fisik cenderung merasa malu dan menganggap hal tersebut sebagai beban keluarga. Banyak orang tua yang lebih memilih untuk menitipkan anak-anaknya daripada harus merawat sendiri dengan alasan supaya anak tersebut dapat menjadi mandiri. Remaja tuna daksa secara psikologis membutuhkan dorongan dan dukungan dari keluarga terutama orang tua untuk dapat melakukan penyesuaian diri mengatasi masalah yang dihadapi. Sikap penolakan yang dialami anak tersebut akan menimbulkan rasa rendah diri, kurang berharga, rasa diabaikan dan rasa disingkirkan. Hal tersebut akan mempengaruhi motivasi, kepercayaan diri dan sikap dalam menjalin hubungan dengan orang disekitarnya.

(24)

mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Salah satu lembaga sosial di Yogyakarta yang memberikan pelayanan sosial bagi penyandang tuna daksa adalah Pusat Rehabilitasi Yakkum. Menurut (www.rehabilitasi-yakkum.or.id, 2006) Pusat Rehabilitasi Yakkum adalah sebuah lembaga non pemerintah, organisasi sosial Kristen yang merupakan bagian dari YAKKUM (Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum). Pusat Rehabilitasi ini memberikan pelayanan kepada anak-anak penyandang cacat dan didirikan pada November 1982 terletak di jalan Kaliurang, KM 13,5, Yogyakarta. Yakkum juga menyediakan pelayanan rehabilitasi untuk anak-anak dan remaja penyandang cacat, terutama bagi mereka yang secara ekonomi tidak mampu, yatim-piatu, dan mengalami ketidakberuntungan secara sosial. Pusat Rehabilitasi ini mencoba untuk memberdayakan para penyandang cacat untuk menjadi percaya diri di dalam semua aspek kehidupan keseharian mereka serta mampu mendapatkan penghasilan melalui ketrampilan-ketrampilan yang mereka miliki yang didapat selama berada di pusat rehabilitasi.

(25)

diri atau rendah diri dan menghindari pergaulan. Temuan saat observasi awal sekitar pertengahan September 2011 terhadap siswa di Yakkum menunjukkan mayoritas remaja cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah namun ada beberapa remaja yang memiliki kepercayaan diri yang relatif tinggi. Rendahnya kepercayaan diri remaja penyandang tuna daksa dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal (kondisi psikologis) maupun eksternal (keluarga dan lingkungan). Kondisi inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti gambaran kepercayaan diri dan faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri remaja. Dengan adanya kepercayaan diri diharapkan para remaja tuna daksa dapat memiliki semangat untuk mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri sama halnya dengan remaja pada umumnya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kepercayaan diri dan peran faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri remaja tuna daksa bawaan yang berada di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana pemahaman teoritis dalam bidang perkembangan khususnya individu berkebutuhan khusus.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi remaja tuna daksa, para guru atau pendamping, keluarga serta masyarakat dapat semakin terbuka pola pemikirannya, bahwa keterbatasan fisik bukan menjadi hambatan untuk berani mengungkapkan jati dirinya, tetapi tetap bisa membangun kepercayaan diri.

(27)

BAB II

DASAR TEOR

I

A. Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Menurut Lauster (dikutip dalam Apollo, 2008) kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dimana kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki oleh seseorang bahwa ia mampu berperilaku sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan dalam mencapai tujuan, serta mampu mengatasi permasalahan yang ada dengan segala potensi yang dimilikinya.

American Psychological Association (Vandenbos, 2006, 828) mendefinisikan percaya diri sebagai “self assurance or trust in one’s own abilities, capacities, and judgment. Because it is most typically viewed as a positive personality trait, the encouragement or bolstering of self confidence is often a mediate or end goal in psychotherapeutic treatment.”

Lumpkin (2005) menyatakan kepercayaan diri merupakan suatu konsep yang menarik. Seseorang bisa merasa percaya diri tetapi sekaligus rendah diri. Rasa percaya diri berarti memiliki beberapa hal yang meliputi integritas diri, wawasan pengetahuan, keberanian, sudut pandang yang luas, dan harga diri yang positif.

Wurf (dalam Apollo, 2008) mengungkapkan kepercayaan diri dapat terbentuk dari proses belajar dan komparasi sosial. Melalui proses interaksi secara langsung dengan orang-orang disekitarnya individu

(28)

memperoleh informasi mengenai dirinya. Selain itu, melalui komparasi sosial individu dapat mengevaluasi dirinya dengan bercermin membandingkan dirinya dengan orang lain.

Menurut Guilford (dalam Apollo, 2008) individu yang mempunyai kepercayaan diri tinggi memiliki ciri-ciri merasa adekuat, merasa dapat diterima oleh kelompoknya, percaya pada dirinya sendiri, serta memiliki ketenangan sikap, tidak takut atau cemas mengatakan sesuatu kepada orang lain. Selain itu, menurut Lauster (2002) dalam hubungannya dengan orang lain rasa rendah diri terlihat sebagai rasa malu, kebingungan, rendah hati yang berlebihan, kemasyhuran yang besar, kebutuhan yang berlebihan untuk pamer, dan keinginan yang berlebih-lebihan untuk dipuji.

Berdasarkan definisi-definisi kepercayaan diri di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai tujuan. Kepercayaan diri terbentuk melalui proses belajar dan interaksi sosial.

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Menurut Frenson (dalam Susanti, 2008) aspek-aspek kepercayaan diri adalah:

a. Menerima dan menghargai dirinya sendiri maupun orang lain.

(29)

c. Tidak takut dan berani mencoba melakukan hal-hal dalam situasi apapun.

d. Sportif, dimana berani bertanggung jawab dan menerima kekurangan dan kegagalan yang dimilikinya dengan dirinya, dengan lingkungannya.

e. Mandiri, tidak selalu bergantung pada orang lain dan tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain.

3. Faktor–faktor yang dapat Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Menurut Mangunharjana (dalam Apollo, 2008) faktor–faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri adalah:

a. Faktor fisik, seseorang yang memiliki tubuh yang sempurna akan lebih percaya diri dibandingkan dengan yang tidak memiliki kesempurnaan tubuh/ cacat.

b. Faktor mental, seseorang akan percaya diri karena mempunyai kemampuan yang cenderung tinggi, bakat atau keahlian khusus.

c. Faktor sosial, seseorang akan percaya diri apabila dapat berinteraksi dan dapat diterima secara positif oleh orang lain (anggota keluarga, teman sebaya dan masyarakat sekitar).

Frenson (dalam Susanti, 2008) mengungkapkan beberapa hal yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri:

(30)

b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada di luar individu. Sebagai contoh pola asuh, sikap orang lain, dan lingkungan disekitar individu.

Sedangkan menurut Middlenbrook (dalam Rahayu dan Khusnia, 2010), beberapa hal yang mempengaruhi rasa percaya diri, adalah:

a. Keluarga. Individu pertama kali belajar bersosialisasi dari lingkungan keluarganya. Sehingga dalam hal ini keluarga memegang peran yang sangat penting bagi individu.

b. Pola Asuh. Faktor pola asuh juga merupakan hal yang sangat penting terutama bagi perkembangan individu. Jika pola asuh orang tua baik maka individu tersebut juga memiliki sikap dan perilaku yang baik begitu juga sebaliknya.

c. Figur otoritas. Keberadaan panutan atau figur otoritas memegang peranan yang penting untuk membentuk perilaku individu.

d. Hereditas. Rasa percaya diri akan muncul apabila individu lahir dari keluarga yang sehat fisik dan mental.

(31)

f. Pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan cukup besar terhadap keberhasilan seseorang. Semakin tinggi kemampuan, pandangan, dan pengalaman yang dimiliki dapat mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.

g. Peranan fisik. Penampilan merupakan hal yang penting bagi seseorang. Penampilan fisik yang menarik seringkali lebih disukai atau dicari dibandingkan dengan seseorang yang memiliki penampilan fisik yang kurang menarik. Sehingga kepercayaan diri juga terbentuk apabila seseorang tersebut memiliki penampilan fisik yang menarik.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti membatasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri meliputi faktor :

a. Kondisi mental/ psikologis : Konsep diri

(32)

Santrock (2002) menyatakan konsep diri mengacu pada evaluasi bidang spesifik dari diri sendiri. Terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri positif. Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya bisa bersifat psikologis, sosial, dan fisik (Rakhmat, 2008).

b. Kondisi fisik

Perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan fisik itu (Sarwono, 2005). Penampilan fisik merupakan gambaran tubuh dan membawa pengaruh bagi kepercayaan diri seseorang. Orang yang puas dengan keadaan fisiknya pada umumnya memiliki kepercayaan diri yang tinggi daripada tidak. (Centi, 1993)

c. Sosial

(33)

masyarakat. Tingkat kepercayaan diri seseorang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa kehidupan atau pengalaman hidup, yang dapat mempengaruhi perkembangan individu. Pengalaman hidup yang mengecewakan akan berpengaruh pada timbulnya rasa rendah diri atau kurang percaya diri. Lebih-lebih jika seorang individu memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian (Santrock, 2002). Pengalaman hidup tersebut dapat diperoleh dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan pendidikan di sekolah.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah suatu masa dimana banyak diwarnai dengan perubahan baik perubahan psikologis maupun fisiologis. Masa remaja menurut Santrock (2002) merupakan periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa yaitu merentang dari usia 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (dalam Sarwono, 2005) menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda. Batasan remaja di Indonesia yang mendekati PBB tentang pemuda yaitu usia 14-24 tahun.

(34)

pola perilaku anak. Terdapat beberapa perubahan yang sama yang bersifat universal:

1. Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

2. Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru.

3. Perubahan minat dan pola perilaku, maka nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting pada masa kanak-kanak pada masa dewasa menjadi tidak penting.

4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan dimana mereka menginginkan kebebasan tetapi juga tidak dapat bertanggung jawab.

2. Aspek-aspek Remaja

a. Aspek Fisik

(35)

sedangkan pada laki-laki ialah pertambahan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan. Dalam California Longitudinal Study anak laki-laki yang lebih cepat matang (early maturing) memahami diri mereka lebih positif dan lebih berhasil menjalin relasi dengan teman-teman sebaya daripada yang terlambat matang (late maturing).

b. Aspek Kognitif

Dalam perkembangan kognitif, pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealistis dimana lebih menguji pemikiran sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002) remaja memiliki pemikiran operasional formal yang berlangsung antara usia 11 hingga 15 tahun dimana pemikiran ini lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Para remaja juga mempunyai pemikiran yang idealistis dimana mereka mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri. Remaja juga mengembangkan suatu tipe egosentrisme khusus yang meliputi penonton khayalan dan dongeng pribadi tentang makhluk yang unik. Sedangkan di dalam pengambilan keputusan masa remaja ialah masa semakin meningkatnya pengambilan keputusan.

c. Aspek Sosio–Emosi

(36)

emosinya yang meledak-ledak dan sulit untuk dikendalikan. Meningginya emosi remaja ini, dikarenakan adanya perubahan fisiologis. Akan tetapi, emosi yang menggebu ini bermanfaat untuk remaja mencari identitas dirinya. Remaja ingin bebas tetapi masih bergantung dengan orang tua, ingin dianggap dewasa tetapi masih diperlakukan seperti anak kecil ( Sarwono, 2005)

C. Tuna Daksa (Cacat Fisik) 1. Pengertian Tuna Daksa

Menurut Assjari, 1995 (dalam Sujarwanto, 2005) istilah tuna daksa berasal dari kata tuna yang berarti rugi, kurang, dan daksa berarti tubuh. Cacat fisik atau tuna daksa adalah penderita kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti tangan, kaki, atau bentuk tubuh dimana penyimpangan perkembangan terjadi pada ukuran, bentuk tubuh, atau kondisi lainnya.

(37)

2. Penyebab Terjadinya Cacat Tubuh

Kecacatan tubuh seseorang dapat disebabkan oleh beberapa hal yang secara garis besar menurut Menteri Sosial RI (dalam Sugiyatma dan Sudjadi, 2007) adalah sebagi berikut pembawaan sejak lahir, luka, dan penyakit. Menurut Herman Sukarman (dalam Sugiyatma dan Sudjadi, 2007) menyatakan timbulnya kecacatan berasal dari penyakit misalnya polio, rematik, catitis lepra dan lain-lain, kecelakaan misalnya kecelakaan lalu lintas, jatuh dari pohon dan lain sebagainya, kecelakaan dalam pekerjaan, atau perusahaan, peperangan, cacat sejak lahir. Penyebab cacat tubuh dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Karena penyakit, antara lain : Penyakit Polio, TBC tulang, TBC sendi dan sebagainya.

b. Karena kecelakaan, antara lain : Kecelakaan yang dapat menyebabkan orang menjadi cacat antara lain kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari pohon.

c. Karena kecelakaan pekerjaan, seperti : kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin dapat berupa anggota tubuhnya tergilas mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus, yang mengakibatkan cacat seumur hidup.

(38)

benda, nyawa dari para pejuangnya yang masih hidup namun mengalami kecelakaan akibat terkena senjata perang.

e. Karena cacat sejak lahir/ gangguan fisik karena bawaan.

Cacat bawaan artinya begitu lahir sudah nampak cacat. Contohnya: anak lahir sebagian anggota badannya tidak lengkap, lahir dalam kondisi normal atau sempurna akan tetapi dalam pertumbuhannya makin lama tampak adanya kelainan. Kelainan gangguan motorik bawaan ini terjadi karena faktor dari dalam yaitu berupa heriditer dari ayah, ibu atau dari keduanya, sehingga anak mengalami cacat.

3. Derajat Kecacatan dan Jenis Gangguan Fisik Tuna Daksa Bawaan

Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat (dalam Sumarno dan Widjopranoto, 2004) derajad kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang. Salah satu karakteristik kondisi fisik penyandang cacat tubuh diukur dari kecacatan anggota gerak atas, bawah, dan tulang belakang dikaitkan dengan kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari. Derajad kecacatan yang disandang tuna daksa memiliki pengaruh pada fungsi panca indra dan juga kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan pendapat Somantri (dalam Sujarwanto, 2005) jenis gangguan fisik atau tuna daksa yang dibawa sejak lahir meliputi :

a. Club foot(kaki seperti tongkat)

(39)

c. Poydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki)

d. Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya)

e. Torticollis(gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka)

f. Cretinism(kerdil)

g. Mycrocephalus(kepala yang kecil tidak normal)

h. Hydrocephalus(kepala yang besar karena berisi cairan)

i. Clefpalats(langit-langit mulut berlubang)

j. Herelip(gangguan pada bibir dan mulut)

k. Congenital hip dislocation(kelumpuhan pada bagian paha)

l. Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu)

m. Fredresich ataxia(kerusakan pada sumsum tulang belakang)

n. Coxa valga(gangguan pada sendi paha, terlalu besar)

o. Syphilis(kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cacat fisik adalah suatu kelainan pada fisik yang mengganggu saraf-saraf motoriknya sehingga tidak dapat berfungsi secara normal.

D. Dinamika Kepercayaan Diri Remaja Tuna Daksa Bawaan

(40)

Berbeda dengan remaja normal, remaja penyandang tuna daksa kurang dapat melakukan suatu kegiatan seperti remaja pada umumnya, contohnya mencuci pakaian, mandi, atau bepergian jauh dan aktivitas-aktivitas lainnya yang mengharuskan menggunakan anggota tubuh. Ditinjau dari faktor psikologis, remaja tuna daksa cenderung memiliki rendah diri atau memiliki konsep diri yang rendah, sensitif dan kadang-kadang muncul sikap egois terhadap lingkungannya. Keterbatasan fisik terkadang dijadikan alasan untuk menghindari komunikasi dengan orang disekitarnya karena takut diejek atau disalahkan.

(41)

remaja yang bersangkutan merasa ada kekurangan dalam penampilan fisiknya seringkali membuatnya menutup diri dan memiliki perasaan rendah diri. Demikian pula yang terjadi pada remaja penyandang tuna daksa bawaan. Remaja tuna daksa bawaan akan memiliki perasaan rendah diri karena kekurangan fisiknya yang bersifat menetap.

Kekurangan dalam penampilan fisik menyulitkan remaja tuna daksa bawaan untuk berinteraksi mengembangkan hubungan sosialnya dengan lingkungan. Keluarga yang memiliki anggota penyandang tuna daksa cenderung merasa malu dan menganggap kondisi tersebut sebagai beban keluarga. Bahkan, masyarakat sepertinya tidak peduli dan cenderung diskriminatif karena menganggap remaja tuna daksa sebagai individu yang lemah, merepotkan dan patut dikasihani.

(42)

Kepercayaan diri remaja tuna daksa bawaan dapat ditumbuhkan melalui berbagai upaya. Salah satunya melalui upaya ikut serta dalam pelayanan sosial penyandang tuna daksa. Pelayanan khusus ini diberikan guna mengembangkan kepribadian penyandang tuna daksa sehingga remaja yang bersangkutan dapat mengenal dan memahami kemampuan dirinya serta mengerti kelebihan dan potensinya. Artinya remaja tuna daksa bawaan tersebut dapat mengembangkan kelebihan-kelebihannya dan mampu bersikap realistis, menerima kelemahan-kelamahan yang ada dalam dirinya.

(43)

Apabila ditinjau dari karakteristik mental psikologis dan sosialnya, remaja tuna daksa bawaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan remaja normal pada umumnya. Remaja tuna daksa bawaan cenderung memiliki konsep diri negatif, yakni menilai diri sendiri dengan sangat kritis, cenderung mengalami emosi yang labil, mudah tersinggung, mudah putus asa, egois, menarik diri atau mengisolasi diri yang kemudian mengarah pada perasaan takut terlantar, kehilangan rasa kemandirian, dan memiliki kesulitan mengembangkan hubungan sosial dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.

(44)

E. Skema Kepercayaan Diri Remaja Tuna Daksa Bawaan

┼┼

Gambaran fisik remaja tuna daksa bawaan:

▸Mengalami gangguan fisik akibat adanya kelainan pada tulang atau sendi anggota gerak dan tubuh, kelumpuhan anggota gerak dan tulang, dan tidak lengkapnya anggota atas atau bawah

Gambaran kepercayaan diri dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri pada remaja tuna daksa bawaan

Gambaran konsep diri remaja tuna daksa bawaan:

▸ Penglihatan remaja atas diri sendiri (self-image), Perasaan remaja atas diri sendiri (self-evaluation) dan harapan remaja atas dirinya sendiri (self-ideal).

▸Memiliki konsep diri negatif/rendah diri (inferiority complex), pemalu

▸Mengalami emosi yang labil, mudah tersinggung, mudah putus asa, egois

Gambaran sosial remaja tuna daksa bawaan:

▸Kehilangan rasa kemandirian (tergantung pada orang lain)

▸Ada yang menarik diri dan ada yang aktif dalam berinteraksi dengan teman sebaya atau lingkungan masyarakat.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Moleong (2004) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Tujuan dalam penelitian ini adalah menjelaskan atau menggambarkan suatu masalah yang terjadi dewasa ini. Penelitian ini akan mengungkap masalah tentang gambaran kepercayaan diri dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri remaja tuna daksa bawaan di lembaga sosial Yakkum Yogyakarta.

B. Subjek Penelitian

Subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah tiga orang berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Subjek yang ikut berpartisipasi merupakan remaja yang mengalami cacat fisik atau tuna daksa bawaan dan saat ini sedang menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi

(46)

Yakkum Yogyakarta. Jenis gangguan fisik yang dialami oleh subjek pertama (T) yaitu club foot (kaki seperti tongkat) dan syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya), subjek kedua (S) gangguan fisiknya berupaosteoporosis dini, dan subjek ketiga (P) congenital amputation(bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu).

Remaja tuna daksa ini berusia 17-21 tahun, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Penelitian ini juga melibatkan seorang pendamping remaja tuna daksa di lembaga sosial tersebut. Wawancara ini dilakukan agar peneliti memperoleh data tambahan tentang remaja tuna daksa bawaan di lembaga tersebut.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(47)

2. Tujuan dilakukan observasi ini adalah :

a. Untuk memperoleh data-data (fakta dan informasi) mengenai gambaran awal tentang subjek dan lingkungannya.

b. Untuk menemukan hal-hal yang tidak terungkap dari subjek dalam wawancara karena bersifat sensitif.

c. Untuk membuat peneliti lebih mengerti secara langsung tentang kehidupan penyandang tuna daksa atau masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Wawancara semiterstruktur yaitu wawancara yang menggunakan panduan dimana dalam pelaksanaanya tidak terikat atau lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur (Sugiyono, 2008). Dalam wawancara ini, peneliti menggunakan peralatan pendukung, antara lain:

a. Alat perekam untuk merekam proses wawancara

b. Ballpoint dan kertas untuk mencatat informasi yang dianggap penting.

4. Prosedur pengambilan data yang dilakukan sebagai berikut ;

a. Peneliti mencari subjek penelitian di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta.

b. Setelah menemukan subjek penelitian, peneliti meminta izin kepada lembaga yang berwenang untuk mengambil data dan menyampaikan maksud serta tujuan.

(48)

d. Setelah melakukan rapport, peneliti membuat jadwal yang telah diputuskan bersama untuk pengambilan data.

5. Peneliti melakukan wawancara kepada subjek dan kepada pendamping selama berada di Pusat Rehabilitasi Yakkum.

6. Selama wawancara berlangsung peneliti juga mencatat bahasa non verbal yang dilakukan oleh subjek.

7. Observasi juga dilakukan oleh peneliti untuk mendukung hasil yang telah diperoleh selama wawancara berlangsung.

8. Pengambilan data yang ketiga adalah dokumentasi, dimana peneliti memperoleh data sekunder tentang autobiografi subjek. Selain itu, data sekunder diambil dariaccount facebookmasing-masing subjek.

9. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik/ metode pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Triangulasi yang dimaksud yaitu menggabungkan atau membandingkan data hasil observasi partisipan, wawancara mendalam, dan data dokumentasi. Menurut Sugiyono terdapat tiga triangulasi :

▸ Triangulasi sumber: Untuk menguji kredibilitas data dilakukan

(49)

▸ Triangulasi teknik: Untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data. Misalnya dengan cara wawancara, observasi, dokumentasi, dan kuesioner.

▸ Triangulasi waktu: Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas

data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

D. Prosedur Pemilihan Subjek

Peneliti mencari subjek penelitian di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Setelah menemukan subjek penelitian, peneliti meminta izin kepada lembaga yang berwenang untuk mengambil data dan menyampaikan maksud serta tujuan. Peneliti melakukan rapport kepada subjek, setelah melakukan rapport, peneliti membuat jadwal yang telah diputuskan bersama untuk pengambilan data. Langkah selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada subjek dan pendamping.

(50)

prasyarat untuk memenuhi tugas akhir. Akan tetapi, peneliti tidak secara spesifik memberitahukan subjek tentang tema yang ingin diteliti agar tidak terjadinyafaking.

E. Batasan Penelitian

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri yaitu faktor fisik; seseorang akan percaya diri karena bentuk fisik yang sempurna, faktor mental; seseorang akan percaya diri karena mempunyai kemampuan yang cenderung tinggi, bakat atau keahlian khusus, dan faktor sosial; seseorang akan percaya diri karena dapat berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga, penerimaan teman sebaya, lingkungan atau masyarakat.

1. Kondisi mental/ psikologis Konsep diri

(51)

2. Kondisi fisik

Penampilan fisik merupakan gambaran tubuh dan membawa pengaruh bagi kepercayaan diri seseorang. Orang yang puas dengan keadaan fisiknya pada umumnya memiliki kepercayaan diri yang tinggi daripada tidak.

3. Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia, hubungan antar kelompok serta hubungan antara manusia dengan kelompok di dalam proses kehidupan bermasyarakat. Seseorang akan percaya diri karena dapat berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga, penerimaan teman sebaya, lingkungan atau masyarakat.

F. Proses Analisis Data

(52)

Tahap-tahap dalam proses analisis data (Sugiyono, 2008) : 1. Reduksi data

Data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi diolah melalui proses reduksi data dengan cara merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, kemudian dicari tema dan polanya. Hasil ketiga sumber data tersebut dikelompokkan dan diberi kode berdasarkan subjek yang diteliti sehingga memudahkan peneliti untuk dapat melihat catatan-catatan yang penting di dalam hasil tersebut.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk tabel, uraian singkat, dan hubungan antar kategori. Tahapan ini dilakukan untuk melihat dan memberikan tanda sehingga apa yang dituliskan dapat sesuai dengan kebutuhan yang ingin diteliti. Selain itu, peneliti juga memberikan kode sehingga dapat mempermudah dalam mengelompokkan data-data yang sesuai.

3. Verifikasi

(53)

G. Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2008) penelitian kualitatif adalah suatu realitas itu bersifat majemuk atau ganda, dinamis atau selalu berubah sehingga tidak ada yang konsisten dan berulang seperti semula. Selain itu, cara melaporkannya pun bersifat ideosyneratic dan individualistik, selalu berbeda dari orang perorang. Tiap peneliti memberi laporan menurut bahasa dan jalan pikiran sendiri.

Menurut Akbar dan Usman (2001) terdapat empat kriteria yang digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

1. Kepercayaan (credibility)

Kredibilitas ialah kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep subjek. Pengujian kredilitas dilakukan dengan cara:

a. Waktu pengamatan yang digunakan dalam penelitian harus cukup lama dan dilakukan secara terus menerus.

b. Mengadakan triangulasi untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan sewaktu mengumpulkan data dan mengulang temuannya dengan membandingkan berbagai sumber, metode, atau teori.

c. Bertanya atau mendiskusikan dengan teman lainnya atau orang-orang yang berkompeten agar sesuai.

(54)

f. Menggunakan member check, yaitu memeriksa kembali informasi dengan pertanyaan ulang.

2. Keteralihan (transferabilitas)

Transferabilitas dalam hal ini ialah apabila hasil penlitian tersebut dapat digunakan pada tempat lain. Untuk memperoleh transferabilitas

yang dapat dipercaya peneliti juga perlu mempelajari kelompok lain sampai terdapat kesamaan mengenai suatu gejala.

3. Ketergantungan (dependability)

Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti mulai menentukan masalah/ fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus dapat ditunjukkan oleh peneliti.

4. Konformitas (confirmability)

Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Persiapan Observasi

Observasi terhadap ketiga subjek dan lingkungannya dilakukan beberapa kali sebelum wawancara dimulai. Observasi ini dilakukan di dalam kelas ketika subjek beraktivitas, ketika subjek melakukan kegiatan sehari-hari dan bagaimana subjek melakukan interaksi dengan teman sebaya, pendamping, maupun dengan orang lain yang baru pertama kali dikenal.

2. Persiapan Wawancara

Subjek yang diwawancarai berjumlah tiga remaja tuna daksa bawaan yang berada di salah satu lembaga sosial Yogyakarta. Langkah pertama dalam persiapan sebelum wawancara yaitu peneliti terlebih dahulu melakukan observasi di salah satu lembaga sosial atau panti rehabilitasi khusus bagi orang-orang dengan keterbatasan fisik. Ketika berada di yayasan tersebut peneliti bertemu dengan salah satu pembimbing yang sudah dikenal dan meminta izin untuk masuk serta mengobservasi di dalam kelas sehingga menemukan permasalahan yang akan dijadikan sebuah penelitian. Setelah peneliti melakukan observasi, peneliti juga menanyakan akar permasalahan yang ada kepada pendamping di yayasan

(56)

tersebut untuk mengecek kembali apakah benar permasalahan yang ada salah satunya seperti yang ditemukan oleh peneliti ketika observasi. Kemudian peneliti memasukkan proposal dan izin prosedur pada lembaga tersebut dan menentukan jadwal untuk mewawancarai subjek.

Langkah kedua, setelah peneliti menentukan jadwal, peneliti ikut berpartisipasi di dalam kegiatan para remaja tuna daksa tersebut dan langsung mengobservasi subjek tanpa diketahui olehnya. Setelah beberapa kali mengikuti proses kegiatan di lembaga tersebut peneliti sedikit demi sedikit mulai mendekati ketiga subjek dan tetap mengikuti proses kegiatan sehingga pemberian rapport dapat berhasil. Setelah selesai, pendamping memperkenalkan subjek kepada peneliti dan peneliti kemudian menjelaskan kepada subjek mengenai maksud peneliti melakukan wawancara. Kemudian peneliti dan subjek menentukan jadwal bersama untuk mulai melakukan wawancara. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara kepada salah satu pendamping penyandang cacat fisik sehingga peneliti juga mendapatkan informasi tambahan mengenai subjek dan mendapatkan latar belakang subjek untuk menyamakan hasil wawancara dengan latar belakang terkait dengan tema yang akan diteliti.

(57)

secara terbuka. Dalam pelaksanaan wawancara, peneliti mengggunakan beberapa alat untuk proses pengambilan data :

a. Alat perekam untuk merekam proses wawancara.

b. Ballpoint dan kertas untuk mencatat informasi yang dianggap penting. B. Pelaksanaan Penelitian

1. Pelaksanaan Observasi

Observasi dilakukan pertama kali pada hari Rabu, 6 Oktober 2011 di dalam kelas. Selain itu, observasi terhadap ketiga subjek tidak hanya di kelas tetapi juga dalam berbagai kegiatan subjek setiap hari contoh, ketika pendamping memberikan tugas kepada subjek untuk pergi dan melakukan aktivitas mereka di tempat umum seperti mall. Alasan peneliti melakukan observasi di luar kelas supaya peneliti memperoleh data yang mendukung tentang kepercayaan diri subjek di tempat umum dan tidak hanya di lingkungan aman subjek saja.

Tabel 4.1.

Pelaksanaan Observasi

No. Inisial Responden Waktu Observasi Waktu Tempat Observasi

1. T Rabu, 6 Oktober 2011

Kamis, 7 Oktober 2011

Senin, 10 Oktober 2011

Rabu, 12 Oktober 2011

10.00-11.00

10.00-12.00

10.00-12.00

10.00-12.00

Yayasan Yakkum

Yayasan Yakkum

Yayasan Yakkum

(58)

Selasa, 25 Oktober 2011

Rabu, 26 Oktober 2011

09.00-10.30

10.00-11.00

Yayasan Yakkum

Yayasan Yakkum

2. S Rabu, 6 Oktober 2011

Kamis, 7 Oktober 2011

Senin, 10 Oktober 2011

Rabu, 12 Oktober 2011

Selasa, 25 Oktober 2011

Rabu, 26 Oktober 2011

10.00-11.00

3. P Rabu, 6 Oktober 2011

Kamis, 7 Oktober 2011

Senin, 10 Oktober 2011

Rabu, 12 Oktober 2011

Selasa, 25 Oktober 2011

Rabu, 26 Oktober 2011

Senin, 31 Oktober 2011

10.00-11.00

(59)

2. Pelaksanaan Wawancara

Wawancara dengan subjek T, S, dan P serta pendamping dilakukan di yayasan sosial sesuai dengan kesepakatan masing-masing. Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu meminta tolong kepada subjek untuk membantu peneliti dalam tugas yang dilakukan. Setelah terjadi kesepakatan, peneliti dan subjek menentukan hari dan jam untuk melakukan wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti meminta pendamping untuk memberitahukan atau mengingatkan kembali satu hari sebelum wawancara berlangsung kepada subjek bahwa wawancara akan dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan bersama. Saat pelaksanaan, pendamping hanya menemani peneliti untuk langsung meminta izin terlebih dahulu kepada ibu asrama bahwa peneliti akan mewawancarai subjek. Setelah meminta izin, peneliti mewawancarai subjek di ruang tamu yang terbuka dengan alasan tempat tersebut lebih sepi dan enak untuk wawancara. Berikut ini tabel data pelaksanaan wawancara.

Tabel 4.2.

Pelaksanaan Wawancara

No. Inisial Responden Waktu Wawancara Waktu Tempat Wawancara

1. T Selasa, 11 Oktober 2011

Senin, 17 Oktober 2011

16.00 - 16.30

10.15 - 10.20

(60)

2. S Rabu, 26 Oktober 2011 16.30 - 17.07 Yayasan Yakkum

3. P Senin, 31 Oktober 2011 18.00 - 18.33 Yayasan Yakkum

4. Pendamping Senin, 31 Oktober 2011 11.00 –11. 32 Yayasan Yakkum

Sumber : catatan lapangan saat wawancara dan observasi Oktober-November 2011

Wawancara pertama kali dilakukan di Yayasan Yakkum pada tanggal 11 Oktober 20011. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara tambahan pada tanggal 17 Oktober 2011 dengan alasan melengkapi data yang masih kurang. Setelah itu pada wawancara kedua peneliti melakukan wawancara di sore hari dengan kesepakatan dari subjek. Wawancara ketiga, subjek yang meminta peneliti untuk datang setelah makan malam.

Selain dengan ketiga subjek diatas, peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu pendamping. Dalam hal ini, pendamping juga memberikan konsultasi atau pendampingan individu terhadap semua subjek. Pendamping juga memberikan motivasi di dalam kelas maupun mengajarkan ekspresi.

3. Pengumpulan Data Berdasarkan Dokumentasi

(61)

Tabel 4.3.

Latar Belakang Subjek

No. T S P

1. Usia 18 tahun 20 tahun 17 tahun

2. Anak 2 dari 4 bersaudara 2 dari 2 bersaudara 3 dari 3 bersaudara

3. Asal Cilacap Purbalingga Gunung Kidul

4. Pendidikan

Terakhir

SMP SD SMP

5. Pekerjaan Orang Tua

Pencari batu bangunan

Petani dan pembuat gula Jawa

Petani

6. Inisiatif masuk Yakkum

Disuruh oleh orang tua

Diri sendiri Petugas Lapangan

7. Kemandirian sebelum masuk Yakkum

Mandi, memakai baju, makan, setrika

baju, dan mencuci baju

Belum ada Mandi, pakaian, makan, setrika, cuci

baju.

(62)

.C. Analisis Data Hasil Penelitian

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2004) didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Penelitian ini berhasil mengumpulkan data tiga orang subjek remaja penyandang tuna daksa bawaan yang sedang mengikuti program rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Bagi difabel atau penyandang tuna daksa, adanya keterbatasan fisik seringkali dijadikan sebagai hambatan dalam menjalani kehidupan. Remaja tuna daksa cenderung mempunyai pandangan atau persepsi yang buruk mengenai diri sendiri, rendah diri, malu pada diri sendiri yang menyebabkan kurangnya kepercayaan diri.

(63)

1. Deskripsi Subjek T

Gambaran Kepercayaan Diri

Subjek T berjenis kelamin laki-laki dengan ciri fisik berkulit sawo matang, rambut lurus, bertubuh agak gemuk, serta memiliki kecacatan pada bagian kedua kaki (tanpa jari-jari) dan salah satu tangan kirinya. Subjek yang lahir di Cilacap pada tahun 1993 merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara dan mempunyai dua adik kembar. Terlahir dengan kondisi cacat fisik membuat subjek cenderung kurang percaya diri. Rendahnya kepercayaan diri subjek salah satunya dipengaruhi oleh konsep diri subjek yang cenderung negatif. Uraian berikut merupakan gambaran konsep diri dari subjek T:

a. Konsep Diri

Hasil temuan terhadap subjek T menunjukkan bahwa sebelum menjalani program rehabilitasi, T secara psikologis mempunyai konsep diri yang cenderung negatif karena T pribadi yang menutup diri, tidak mau berkomunikasi verbal secara langsung dengan orang lain, pemalu dan pemalas.

Berikut pernyataan T kepada peneliti :

Waktu sebelum kesini aku orangnya pemalu, malas juga mau ngapa-ngapain malas, dibilang pemalu juga nomor satu tuh aku pemalu, tapi setelah aku nyampek disini mungkin aku kalau dibilang pede yah pede mending, dibilang gak malu ya gitu gak malu(W. T. 33)

Kecenderungan T yang menutup diri dikuatkan oleh pendapat pendamping:

(64)

berkomunikasi dengan yang lain bahkan bisa dibilang kunci dia untuk berkomunikasi adalah menggunakan handphonenya meskipun disitu banyak temannya yang ada, teman merasa bahwa teman-teman merasa dicuekin sama dia, nah ketika permasalahan itu terjadi kemudian yang dilakukan adalah bagaimana kami untuk bisa bertindak untuk mengambil handphonenya, dengan harapan agar dia bisa bersosialisasi dengan nyata, mau mendekatkan diri dengan teman-teman lain,mau ngobrol seperti itu, dan mau bersikap lebih terbuka.

( W. Pn. 1 )

Sejak mengikuti program rehabilitasi selama 6 bulan, dalam diri T ada perubahan. Subjek T mulai berani keluar dari “zona aman” dengan mulai membuka diri berani tampil di depan umum, aktif, menunjukkan bakat dan kemampuannya. Saat observasi tanggal 12 Oktober 2011, peneliti menjumpai T bersosialisasi aktif dengan mengajar kesenian kepada anak TK di sebuah mall dan subjek berani mengunjungi beberapa counter. Setelah mengikuti program pengembangan kepribadian, T merasa ada perubahan ke arah yang positif dari dirinya. Subjek sudah mau berkenalan dengan orang lain walaupun masih ada rasa canggung atau takut penolakan. Berikut pernyataan T :

….kalau dulukan kalau ada orang banyak malu….kalau sekarang mendingan, sekarang kalau mau kenalan mau nyapa itu aku masih agak-agak takut, takut orangnya gak mau orangnya maaf-maaf biasakan ada orang seperti itu, aku takutnya cuma itu doang.

( W. T. 15 )

Pernyataan dari T tersebut, dikuatkan oleh pendapat pendamping :

(65)

Konsep diri subjek T yang mengalami perkembangan ke arah positif menurut pendamping masih harus terus dikembangkan karena hingga saat ini (31 Oktober 2011), menurut pendamping perubahan ini baru T lakukan di panti belum teruji di lingkungan yang lebih luas. Pendapat pendamping ini dikuatkan oleh temuan peneliti saat membaca status facebook subjek (www.facebook.com). Tulisan subjek di status facebook (28 Desember 2011), menunjukkan adanya rasa syukur atau penerimaan diri subjek terhadap kondisinya secara apa adanya. Lain halnya dengan tulisan status

facebook subjek (2 Januari 2012). Tulisan subjek tersebut cenderung menunjukkan konsep diri yang negatif dimana subjek dalam statusnya mempertanyakan bagaimana pandangan orang lain tentang dirinya (apa yang anda rasakan bila Anda seperti ini) .

“Aku hrz menzukuri dg hdupq zkrng ni dg kondzi ca2t mkn tuhan d mkzud knpa aku d kzh zprti ni. Tpi q zlalu enjoy dg hdpq zkrng ni. Tuhan maha adil dan maha sempurna dg zgalanya. Mkzh tuhan. Q tdk zdh ko dg kondziku zkrng mlh aku zenang love you tuhan”(Aku harus mensyukuri dengan hidupku sekarang ini dengan kondisi cacat makin Tuhan ada maksud kenapa aku di kasih seperti ini. Tapi aku selalu enjoy dengan hidupku sekarang ini. Tuhan maha adil dan maha sempurna dengan segalanya. Makasih Tuhan. Aku tidak sedih kok dengan kondisiku sekarang malah aku senang Love you Tuhan,terjemahan peneliti)

(66)

b. Kondisi Fisik

1) Gambaran Kondisi Fisik

Menurut hasil observasi jenis gangguan fisik yang disandang T adalah tuna daksa yang dibawa sejak lahir pada kaki (seperti tongkat/club foot) dan tangan kiri dengan jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya (syndactylism). Subjek T memiliki proporsi tubuh yang tidak seimbang dimana subjek bertubuh pendek dan berbadan besar. Kondisi fisik ini menghambat ruang gerak subjek dalam melakukan aktivitas sehari-hari, untuk mengatasi keterbatasan fisiknya subjek menggunakan alat bantu kaki palsu dan kursi roda apabila subjek tidak menggunakan kaki palsu.

Adanya gangguan fisik tersebut tidak membatasi ruang gerak T untuk mandiri melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, minum, menyapu, memasak, dan mengepel. Jadi sebelum menjalani rehabilitasi di Yakkum, di rumah T sudah terbiasa mengerjakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan menurut penuturannya aktivitas tersebut tidak ada yang mengajari. Berikut penuturan T kepada peneliti :

kalau dirumah sih kalau dibilang mandiri yah setengah-setengah sih emang sih kalau di rumah aku nyuci baju satu keluarga yang nyuci satu keluarga itu aku, masak kan orang tuanya gak dirumah jadi masak sendiri kadang yang masak aku sama adik, aku sama adik nyapu ngepel yah….yang membersihkan rumah aku, adik, dan kakak kan gada yang perempuan cowok semua 4 kan cowok semua adikku kembar

(67)

2) Penerimaan Diri

Berkenaan dengan penerimaan diri, subjek T merasa malu untuk tampil di muka umum dikarenakan kondisi fisiknya yang cacat. Berikut ungkapan T kepada peneliti :

Yah…malu sih kan aku pendek kan kelihatan kalau orang pendek, kakinya kecil, badannya besar, mungkin yang bilang itu orang cacat gitu, apalagikan kalau turun kan jalannya udah keliatan orang cacat kakinya bunyi gitu sih…malu kalau masalah itu(W. T. 23)

Sesudah mengikuti program pengembangan di Yakkum, T mengalami perubahan, rasa malunya sedikit demi sedikit bisa diminimalisir. Subjek sudah mulai berani menampilkan diri di tempat umum seperti saat merayakan lebaran di rumahnya dan pergi ke pasar saat menjalani rehabilitasi di Yakkum. Berikut penuturan subjek kepada peneliti :

tapi sih kalau sekarang yah..udah bisa.. Waktu kemarin lebaran dirumah kan pergi aku sekarang kalau udah turun dari motor malunya udah mending, mungkin kalau besok kalau udah pengembangan disini nyampek rumah udah gak malu (sambil tertawa sedikit)(W. T. 23) Aku udah 3 kali ke pasar dan sendirian, tapi aku merasa pede aja, orang ngliatin gak masalah gak malu, yah….ada sedikit tapikan udah mendingan(W. T. 34 )

c. Sosial

1) Lingkungan Keluarga

(68)

masing-masing mereka hanya sekedar bertegur sapa dan jarang bertukar pikiran. Berikut penuturan T kepada peneliti :

Keluargaku sih ya aku sama keluarganya baik, yah emang sih bapak dan ibuku jarang dirumah, bapak dan ibuku kan jualan gitu lo di pencaharian batu-batu yang besar, pulangnya 2 minggu sekali ya satu minggu sekali. Aku dirumah cuma adik dan kakak ya…tiap hari cuma adik dan kakak. ( W. T. 10 )

Meskipun jarang bertemu, baik orang tua maupun saudara-saudaranya tetap memberikan dukungan yang positif pada subjek untuk mandiri secara ekonomi di masa yang akan datang.

Kalau orang yang kebanyakan mendukung aku, aku sukanya kepada orang tua, emang orang tuaku sangat mendukung apalagi ibu saya, ibu aku itu mendukung aku sangat mendukung, apa yang ku lakuin pasti ibu aku mendukung….( W. T. 39)

….kakak saya pingin aku bisa mandiri dan bisa bekerja, kan takutnya kakak aku bilang seperti itu, aku gak bisa kerja dan gak bisa ngapa-ngapain mungkin dirumah terus repotin orang tua, mungkin gara-gara itu juga makanya kakak aku bilang seperti itu. (W. T. 41)

2) Lingkungan Teman Sebaya

Subjek menjalani pendidikan dasar 9 tahun (SD-SMP) di sekolah umum. Semasa di SD subjek merasa tidak minder ataupun malu karena keterbatasan fisiknya. Namun, setelah duduk di bangku SMP subjek merasa malu berada di lingkungan teman-temannya yang secara fisik normal.

(69)

yah gak, kan ngejek-ngejeknya mungkin kalau udah akrab sama teman.

(W. T. 47 + 48 )

Subjek merasa nyaman ketika berada di lingkungan yang senasib dengan dirinya (penyandang tuna daksa) namun ketika berada di lingkungan yang baru subjek terkadang masih kurang percaya diri dalam mengambil inisiatif untuk berkenalan.

waktu percaya diri mungkin waktu punya sesama teman sama seperti ini (sambil memegang kaki) sama cacat juga, jadikan cacatnya gak cuma aku doang jadi lebih pede, kalau aku sekarang pedenya kalau disini mungkin kalau ada teman-teman sesama cacat mungkin pede, kalau sendirian ya…pede tapi gak pede banged mungkin yamg diliat cuma aku doang mungkin sih(W. T. 20 )

Seperti remaja pada umunya T juga mengalami fase ketertarikan dengan lawan jenis. Saat observasi 7 Oktober 2011, peneliti menemukan T seolah-olah sedang menelepon teman dekatnya (peneliti tidak yakin T benar-benar melakukan hal tersebut karena peneliti menemukan subjek tidak memiliki jeda dalam berbicara sehingga terkesan monolog). Peneliti juga mendengar bahwa subjek mengatakan “kissnya mana?” dan beberapa kali menyebut kata sayang atau cinta kepada teman dekatnya tersebut. Sebagai penggunahandphone T juga memiliki account facebook. Hampir seluruh status facebooknya bertemakan cinta dan wanita. Status facebook

subjek tanggal 26 Desember 2011 mengatakan :

(70)

sempurna+ganteng dan kaya.kalau aku kan cacat+jelek dan pendek mana ada cewek yang mau sama aku. Aku cuma bisa pasrah dan tunggu keajaiban yang datang,terjemahan peneliti)

“Cinta sejati datanglah kesini, Q butuh kamu, Q lagi menunggumu

disini“ (3 Januari 2012).

Ketertarikan T terhadap lawan jenis juga dinyatakan oleh pendamping. Menurut pendamping cara pendekatan T terhadap wanita kurang tepat.

….dia mendekati seorang wanita, ….bahwa apakah sikapmu ketika kamu mendekati dengan wanita itu dapat membuatmu nyaman ataukah tidak,…. tapi yang kemudian saya tekankan ke dia adalah caranya, bahwa juga dia harus tahu kenapa kok dia melakukan seperti itu, bukan kejadian yang sebelumnya, dimana dia ternyata pernah memiliki seorang pacar dan akhirnya mengakhiri hubungan itu tanpa alasan yang jelas, yah…mungkin alasannya mereka sama-sama difabel dan ada pihak yang tidak setuju kemudian ditinggalkan begitu saja, nah..menurut saya itu itu komunikasi yang tidak baik juga seperti itu.

(W. Pn. 2)

Selama berada di Yakkum subjek diajarkan untuk bersosialisasi dengan orang lain baik teman-teman yang ada di panti maupun dengan yang di luar panti. Sosialisasi di luar panti dilakukan di pusat perbelanjaan dan di panti jompo. Selama berada di panti, subjek berusaha untuk mengikuti aturan yang berlaku di panti dengan mengikuti piket pagi sehabis mandi. Keikutsertaan subjek hanya sebatas menjalankan kewajiban tanpa didasari rasa kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama penghuni asrama (masih cenderung egois). Hal ini tercermin dari pernyataan subjek :

(71)

3) Lingkungan Masyarakat Umum

Ketika berada di tempat umum, subjek masih memiliki perasaan malu, takut diremehkan, dan ditolak oleh orang lain karena kondisi fisiknya. Sifat ini membuat subjek kurang memiliki inisiatif untuk menjalin komunikasi terlebih dahulu. Apabila subjek menjalin komunikasi dengan orang lain dan mendapat penolakan, subjek akan langsung patah semangat dan malas untuk memulainya kembali. Berikut pernyataan subjek :

…. waktu kemarin di Amplas kan aku bertemu dengan orang terus kenalan orangnya gak mau, aku langsung malas mau ngapain-ngapain malas, mau kenalan sama orang malas, Ya…takutnya mungkin besok kalau kenalan sama orang itu lagi seperti itu jadi sudah malas pasti seperti ini lagi langsung gak mau( W. T. 17 )

Selain di pusat perbelanjaan, subjek juga belajar bersosialisasi dari kegiatanlive indi panti jompo. Melalui kegiatan live in, subjek juga dapat mengambil hikmahnya. Berikut pernyataan subjek kepada peneliti :

….cuma itu doang seh dampingin simbah-simbah, jadi kita bisa menghargai orang yang udah tua seperti itu, dan mudah-mudahan besok kalau kita udah orang tua kita udah tua seperti itu, kita bisa mengurus jangan dititipin di panti asuhan seperti itu.( W. T. 2 – 3 )

d. Ringkasan Hasil Penelitian Subjek T

Hasil penelitian kepercayaan diri pada subjek T dapat dipaparkan sebagai berikut :

Gambar

Tabel 4.3. Latar Belakang Subjek .................................................................
Tabel 4.1.Pelaksanaan Observasi
Tabel 4.2.Pelaksanaan Wawancara
Tabel 4.3.Latar Belakang Subjek

Referensi

Dokumen terkait

Para peneliti dalam bidang pendidikan matematika pada umumnya adalah dosen, guru, mahasiswa serta beberapa lembaga ataupun perseorangan yang peduli terhadap

Software System for Educational Institute (ETAP) dinyatakan GAGAL ITEM karena tidak ada peserta yang memasukkan penawaran pada ITEM tersebut. Demikian pengumuman ini dibuat

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah persistensi laba, struktur modal, ukuran perusahaan dan alokasi pajak antar periode pada perusahaan manufaktur yang

Nilai PEFR abnormal terbanyak terdapat pada kelompok responden yang dengan keluhan respirasi batuk dan nyeri dada (100%), batuk, berdahak dan sesak napas (100%), batuk, sesak

Penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta yang ditimbulkan apabila seseorang melakukan pelanggaran pembuatan e-book yaitu dalam Pasal 113 ayat (3)

Menurut Simadibrata (2010), mekanisme kerja probiotik adalah memperbaiki dan melindungi kondisi inangnya (hewan dan manusia) antara lain dengan menghambat

Pada era sekarang teknologi dan dunia pendidikan dalam hal ini universitas yang semakin maju, kita banyak menemukan sumber daya yang digunakan oleh universitas dalam

Pertama-tama dibuat satuan isi cerita yang akan menjadi dasar analisis penyajian alur serta tokoh dan penokohan dalam novel Saraswati karya Kanti W.. Urutan satuan