SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Disusun oleh : Thomas Mulyadi
06 2214 006
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Disusun oleh : Thomas Mulyadi
06 2214 006
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
Studi Kasus Pada Tamu Hotel Grand Quality Dan Hotel Sheraton Mustika di Yogyakarta
Oleh : Thomas Mulyadi NIM : 062214006
Telah Disetujui oleh :
Pembimbing I
(Drs. Alex Kahu Lantum, M.S.) Tanggal 22 Juni 2010
Pembimbing II
iii
LAYANAN JASA HOTEL BINTANG LIMA DI YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh Thomas Mulyadi NIM : 062214006
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 23 Agustus 2010
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Jabatan Nama Lengkap Tanda tangan
Ketua M.T Ernawati, S.E., M.A Sekretaris Drs. Th. Sutadi, M.B.A Anggota I Drs. Alex Kahu Lantum, M.S. Anggota II Lucia Kurniawati SPd., M.S.M Anggota III V. Mardi Widyadmono, S.E., M.B.A.
Yogyakarta, 31 Agustus 2010
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
kepandaian. Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah
kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang
pembohong.”
Kebaikan tidak ditentukan dari apa yang dapat kita berikan kepada orang lain tetapi juga dari bagaimana kita menerima
orang-orang lain
Amsal 20:3 berbunyi demikian : “ Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan
amarahnya meledak.”
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Jesus Christ Mama tercinta Papa tercinta Cece & keluarga Engku Nyoo & Family
v
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Agustus 2010 Penulis
vi
Studi Kasus Pada Tamu Hotel Grand Quality Dan Hotel Sheraton Mustika di Yogyakarta
Thomas Mulyadi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2010
Senior market merupakan salah satu pasar yang cukup menjanjikan bagi bisnis jasa, termasuk bagi bisnis jasa hotel di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengukur kepuasan tamu lanjut usia yang menginap di hotel bintang lima di Yogyakarta. Kepuasan diukur menggunakan metode derived satisfaction dengan cara membandingkan harapan dan persepsi senior market terhadap kualitas layanan. Kualitas layanan didasarkan pada lima variabel, yaitu keterandalan, kecepatanggapan, jaminan, empati, dan fasilitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapatgap antara harapan dan persepsi, dimana persepsi lebih besar daripada harapan, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden puas dengan layanan yang disediakan.
vii
Case Study on The Senior Market had stayed in Grand Quality Hotel and Sheraton Mustika Hotel in Yogyakarta
Thomas Mulyadi Faculty of Economics Sanata Dharma University
Yogyakarta 2010
Senior market is one of the most prospective segments to be targeted for hospitality industry, including hotel business in Indonesia. This research aims to examine senior guest satisfaction toward service quality of five star hotels in Yogyakarta. Employing derived satisfaction method, guest satisfaction was measured by comparing guests’ expectation with the perception. Five variables of service quality were used to measure the service provided, namely reliability, responsiveness, assurance, empathy and tangibles. The result shows that there was a gap between senior market’s expectation and perception, in which the perception was above the expectation. Thus, it can be concluded that respondents have satisfied with the quality of service delivered.
viii
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Thomas Mulyadi
Nomor Mahasiwa : 06 2214 006
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Analisis Kepuasan Senior Market Terhadap Kualitas Layanan Jasa Di Hotel Bintang lima Di Yogyakarta: Studi kasus Pada Tamu Hotel Grand Quality Dan Hotel Sheraton Mustika di Yogyakarta.Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 31 Agustus 2010
Yang menyatakan,
ix
Surga atas segala berkat, kasih serta anugrah-Nya yang senantiasa penulis rasakan dari awal sampai akhir penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kepuasan Senior Market Terhadap Kualitas Layanan Jasa Di Hotel Bintang Lima Di Yogyakarta”. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya motivasi, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak V. Mardi Widyadmono, S.E., M.B.A., selaku Ketua Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
x
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis selama proses perkuliahan.
6. Papa dan Mama di rumah terimakasih atas cinta kasih yang telah kalian ajarkan kepada aku hingga dapat aku terapkan saat ini.
7. Keluarga semua cece Vivi dan ko Eko semoga kita selalu rukun dan selalu ingat pesan ibu…
8. Keluarga Kutilang di Yogya terimakasih aku akan merindukan dukungan kalian lagi di Yogya.
9. Engku Nyoo dan Family yang telah mendukungku dalam segala hal termasuk materi yang telah banyak kalian berikan buat Thoma selama ini.
10. Teman-temanku Manajemen USD angkatan ‘2006….U’re the best.
11. Temen-temenku kost Yohanes, Noven, Babe, Bang Ronald, Memed, Sasa, Christian, Ryan, Moris….I Love u Guys…God Bless U all.
12. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, makasih buat dukungan, doa, dan kerjasamanya selama ini.
xi
Yogyakarta, 31 Agustus 2010 Penulis
xii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….… iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
ABSTRAK...vi
ABSTRACT………... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... x
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Rumusan Masalah ……….. 7
C. Batasan Masalah ……….. 8
D. Tujuan Penelitian ……….. 9
E. Manfaat Penelitian ……… 9
BAB II LANDASAN TEORI……….... 11
A. Hotel ………. 11
B. Produk Jasa dan Pemasarannya ……… 16
C. Perilaku Konsumen ……….. 23
D. Kepuasan Konsumen ……… 26
E. Kualitas Pelayanan ……… 32
F. Harapan Konsumen ……….. 36
xiii
C. Subjek dan Objek Penelitian ………. 41
D. Variabel Penelitian ……… 41
E. Jenis dan Sumber Data ……….. 42
F. Teknik Pengumpulan Data ……… 43
G. Definisi Operasional ………. 43
H. Teknik Pengukuran Variabel ……… 46
I. Populasi dan Sampel ………. 47
J. Sampling ………... 49
K. Teknik Pengujian Instrumen ………. 49
L. Teknik Pengujian Data ………. 52
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN………..……. 54
A. Grand Quality Hotel Yogyakarta ………54
B. Sheraton Mustika Hotel Yogyakarta ……….. 62
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………...…… 69
A. Deskripsi Data ……… 69
B. Metode Pengujian Instrumen ………. 72
xiv
C. Keterbatasan ……… 94 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi persaingan yang semakin tinggi antar perusahaan
menyebabkan setiap perusahaan saling berpacu untuk memperluas pasar.
Harapan dari adanya perluasan pasar secara langsung adalah
meningkatnya penjualan, sehingga perusahaan akan memiliki lebih banyak
konsumen. Namun ada beberapa hal yang harus dipahami oleh perusahaan
selaku produsen, bahwa semakin banyak konsumen maka perusahaan akan
semakin sulit mengenali konsumennya secara teliti. Terutama tentang suka
atau tidaknya konsumen terhadap barang atau jasa yang ditawarkan dan
alasan yang mendasarinya.
Perusahaan yang mampu bersaing dalam pasar adalah perusahaan yang
dapat menyediakan produk atau jasa berkualitas. Sehingga perusahaan
dituntut untuk terus melakukan perbaikan terutama pada kualitas
pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar seluruh barang atau jasa yang
ditawarkan akan mendapat tempat yang baik di mata masyarakat selaku
konsumen dan calon konsumen. Karena konsumen dalam memilih barang
dan jasa didasari motivasi yang nantinya mempengaruhi jenis, cita rasa
barang dan jasa yang dibelinya.
Dengan adanya kualitas pelayanan yang baik di dalam suatu
perusahaan, akan menciptakan kepuasan bagi para konsumennya. Setelah
konsumen merasa puas dengan produk atau jasa yang diterimanya,
konsumen akan membandingkan pelayanan yang diberikan. Apabila
konsumen merasa benar-benar puas, mereka akan membeli ulang serta
memberi rekomendasi kepada orang lain untuk membeli di tempat yang
sama.
Salah satu kelompok usia yang saat ini mulai banyak diperhatikan oleh
para produsen adalah kelompok usia lanjut atau yang seringkali disebut
senior market. Menurut Biro Pusat Statistik Indonesia (tahun 2000),senior
market adalah orang-orang yang berusia 60 tahun ke atas. Jumlah
kelompok ini di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat
signifikan di mana pada tahun 2000, jumlah penduduk usia 65 tahun ke
atas ini mencapai lebih dari 12 juta orang, dan bertambah dua kali lipat
lebih menjadi 27 juta orang hanya dalam waktu 5 tahun.
Jumlah penduduk usia lanjut diprediksikan akan terus bertambah
terlebih pada 15 sampai 20 tahun lagi, dimana hal ini secara langsung akan
memicu konsumsi produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan usia
mereka. Bahkan bagi senior market yang status sosial ekonominya
termasuk dalam golongan menengah ke atas, daya beli mereka akan tetap
relatif besar sehingga tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup meskipun
telah memasuki masa pensiun. Jenis pengeluaran yang dilakukan senior
market golongan ini tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari
mereka, melainkan mampu memenuhi kebutuhan sekunder seperti berlibur
dalam penelitian yang dilakukan Wonoseputro (dalam Koss, 1994:37)
terhadap senior market di Belanda, terungkap bahwa sebagian besar
kelompok lanjut usia di negara ini masih sehat secara fisik, memiliki
semangat hidup yang tinggi, tertarik pada produk dan jasa baru, serta yang
paling penting adalah kelompok ini memiliki pendapatan untuk membeli
produk dan jasa baru tersebut.
Di Indonesia, dapat dijumpai bahwa dalam lima tahun terakhir ini
sudah mulai banyak produsen consumer goods yang memperhatikan
kebutuhan dari senior market, contohnya adalah produsen produk susu
merek Anlene Gold, Calcimex, dan Entrasol Gold yang memang
dikhususkan menyasar segmen lanjut usia. Contoh yang lain adalah dalam
hal entertainment, salah satu stasiun televisi di Indonesia menyiarkan
acara Tembang Kenangan yang dikhususkan untuk usia dewasa
(middle-aged)dan usia lanjut.
Meskipun demikian, perkembangan produk bagi senior market di
Indonesia masih sebatas pada produk-produk yang non jasa dan belum
diimbangi dengan jasa (services). Penulis mengamati bahwa belum ada
hospitality business yang memfokuskan market-nya hanya untuk senior
market saja. Sebaliknya, sebagian besar bisnis jasa masih memberikan
perlakuan yang sama baik kepada orang-orang usia lanjut maupun kepada
konsumen lainnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Magazine of the American
lebih sering melakukan perjalanan dan menginap di hotel dalam jangka
waktu lebih lama dari pada orang yang berumur di bawah 50 tahun
(Miller, 1996:1-2).
Di luar negeri, bisnis hotel sudah lebih banyak yang menaruh perhatian
khusus terhadap kebutuhan dari senior market. Contohnya di Amerika,
Hotel Radisson memberikan paket-paket khusus untuk senior market
selama menginap di hotel. Kemudian Best Western International
menawarkan membership card untuk senior market (Koss, 1994:37).
Contoh lain adalah Econo Lodge dan Rodeway Hotel menawarkan kamar
yang didesain khusus untuk tamu usia lanjut antara lain pemasangan
lampu kamar yang lebih terang serta pesawat telepon dengan tombol tekan
yang lebih besar (Miller, 1996:1-2).
Bersamaan dengan adanya perubahan segmen yang terjadi dan adanya
perubahan perilaku manusia, maka semakin mendorong bertambahnya
permintaan akan kebutuhan pemakaian jasa hotel. Semakin bertambahnya
permintaan akan kebutuhan pemakaian jasa hotel dewasa ini mendorong
para pengusaha di bidang jasa hotel ikut bersaing untuk menawarkan
kelebihan-kelebihannya. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk
mempengaruhi konsumen berupa kualitas pelayanan hotel itu sendiri yang
dapat diberikan oleh perusahaan sehingga konsumen merasa terpuaskan.
Hotel merupakan salah satu alat pengusaha yang termasuk dalam usaha
sarana pariwisata yang menyediakan fasilitas dan pelayanan konsumen
tinggal untuk sementara waktu dan dikelola secara komersial. Pada garis
besarnya, perusahaan harus berusaha untuk mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan dan keinginan konsumen, termasuk memahami perilaku
konsumen dan hal-hal yang dapat memberi kepuasan kepada konsumen.
Menyadari hal tersebut di atas, tampak betapa pentingnya usaha
pemahaman akan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen
untuk mencapai keberhasilan pemasaran.
Pengukuran harapan dan persepsi dilakukan berdasar pada lima
dimensi kualitas layanan dari Parasuraman yaitu keterandalan (reliability)
meliputi kemampuan hotel untuk memberikan pelayanan-pelayanan yang
terbaik, kecepat-tanggapan (responsiveness) meliputi kesediaan karyawan
hotel untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat,
jaminan (assurance) meliputi sopan santun para karyawan dan
kemampuan mereka untuk membangkitkan rasa kepercayaan dan rasa
percaya konsumen , empati (empathy) yang meliputi rasa peduli dan
perhatian secara pribadi yang diberikan pada konsumen, dan bukti fisik
(tangible) meliputi penampilan gedung hotel, interior bangunan hotel dan
penampilan karyawan hotel. Lima dimensi di atas dikembangkan oleh
Pasuraman et. al. yang disebut SERVQUAL (service quality) yang
merupakan suatu alat ukur terhadap kualitas pelayanan (Tjiptono dan
Chandra, 2005:110).
Pada dasarnya kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk penilaian
dengan tingkat pelayanan yang diharapkan (expected services). Bagi
perusahaan kuncinya adalah menyesuaikan atau melebihi harapan mutu
jasa yang diinginkan konsumen.
Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa
dari si pemberi jasa kepada konsumen sesuai dengan apa yang
dipersepsikan konsumen. Berbagai faktor seperti : subjektivitas si pemberi
jasa, keadaan psikologis (konsumen maupun pemberi jasa), kondisi
lingkungan eksternal dan sebagainya tidak jarang turut mempengaruhi
sehingga jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan yang
dipersepsikan oleh konsumen.
Jumlah pelanggan sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan
hidup perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan jasa, karena bagi
perusahaan jasa, pelanggan merupakan sumber pemasukan. Semakin
banyak pelanggan perusahaan, maka semakin besar pemasukan yang dapat
diraih perusahaan, sebaliknya semakin sedikit pelanggan perusahaan,
maka semakin sedikit pula pemasukan yang dapat diraih perusahaan.
Hal yang diuraikan di atas berlaku juga bagi usaha hotel. Hotel
merupakan sebuah perusahaan jasa yang tidak hanya dikenal sebagai
tempat bermalam ketika jauh dari rumah, tetapi juga dikenal karena
pelayanan yang diberikan. Walaupun gedung hotel dan fasilitasnya sangat
menunjang akan tetapi jika tidak ditunjang dengan pelayanan yang
atas dapat dilihat betapa pentingnya arti layanan bagi sebuah perusahaan
jasa hotel.
Berdasarkan data yang penulis dapat dari Badan Pusat Statistik
Indonesia yang menyatakan bahwa tingkat hunian menurut klasifikasi
Bintang di 14 Provinsi di Indonesia pada bulan November-Desember 2009
dikatakan bahwa jumlah tamu asing dan domestik yang datang menginap
di hotel berbintang terbesar ada pada hotel bintang lima, yaitu pada bulan
November sebesar 55,12% dan pada bulan Desember sebesar 57,57%.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, penulis mencoba
untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan
konsumen pada hotel bintang lima di Yogyakarta dengan judul :“Analisis
KepuasanSenior MarketTerhadap Layanan Jasa Hotel Bintang Lima
Di Yogyakarta”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, ada 3 (tiga) masalah
yang dibahas dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana harapan senior market terhadap layanan jasa di hotel
bintang lima di Yogyakarta ?
2. Bagaimana persepsi senior market terhadap layanan jasa di hotel
bintang lima di Yogyakarta ?
3. Bagaimana kepuasan senior market terhadap kualitas layanan hotel
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Senior Market yang diteliti adalah mereka yang telah berusia 60 tahun
ke atas yang check out atau pulang setelah menginap di hotel bintang
lima di Yogyakarta.
2. Pengujian dalam penelitian ini hanya menggunakan 5 (lima) dimensi
kualitas layanan menurut Pasuraman (dikutip dalam Tjiptono dan
Chandra , 2005:110), yaitu :
a. Dimensitangibles, merupakan penampilan fisik fasilitas, peralatan,
personil dan material komunikasi.
b. Dimensi reliability, merupakan kemampuan untuk menampilkan
pelayanan yang dijanjikan dengan dapat diandalkan dan akurat.
c. Dimensi responsiveness, yang mengandung makna berupa
ketersediaan untuk membantu pelanggan dan menyediakan
pelayanan yang tepat.
d. Dimensi assurance, merupakan pengetahuan dan sopan santun
serta kemampuan karyawan untuk membangkitkan kepercayaan
dan kepercayaan diri.
e. Dimensi empathy, merupakan bentuk perhatian secara individual
D. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
mengenai kondisi pelayanan jasa hotel terhadap konsumen. Sedangkan
tujuan khusus dari diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui harapan senior market terhadap layanan jasa di
hotel bintang lima di Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui persepsi senior market terhadap layanan jasa di
hotel bintang lima di Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui kepuasan senior market setelah mereka menginap
dan menikmati produk dan layanan di hotel bintang lima di
Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi hotel bintang lima di Yogyakarta, hasil penelitian ini dapat
membantu memberikan masukan dan pertimbangan bagi peningkatan
kualitas pelayanan yang sesuai dengan keinginan konsumen. Manfaat
lainnya adalah dapat memberikan gambaran bagi perusahaan dalam
membuat rencana dan strategi yang baik dan terarah untuk mengelola
hotel dimasa yang akan datang secara efektif dan efisien.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam penulisan
karya ilmiah selanjutnya.
3. Bagi peneliti, untuk belajar menerapkan pengalaman teoritis yang
sudah didapat ketika mengikuti kuliah dengan keadaan yang
sebenarnya, sehinggga setiap mahasiswa atau penulis percaya bahwa
ilmu teoritis yang mereka kenal sangat berguna dalam penerapannya
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hotel
1. Pengertian Hotel
Menurut pengertian umum dalam surat keputusan Menteri
Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, NO. KM. 37/PW. 304/NPPT 86,
tentang pengaturan penggolongan hotel, hotel adalah suatu jenis
akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan
untuk menyediakan jasa pelayanan, penginapan, makan dan minum
serta jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.
Menurut Biro Pusat Statistik, hotel adalah suatu usaha yang
menggunakan bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan, di
mana setiap orang dapat makan, menginap, memperoleh pelayanan,
serta menggunakan fasilitas dengan pembayaran.
Menurut SK Menteri Perhubungan RI No. SK. 241/H/70 Tahun
1970 (Darmajati, 2003:25-26), hotel adalah perusahaan yang
menyediakan jasa dalam bentuk penginapan (akomodasi) , serta
menyajikan hidangan serta fasilitas lainnya dalam hotel untuk umum,
yang memenuhi persyaratan comfortdan bertujuan komersial. Bentuk,
susunan, tata ruang, dekorasi, peralatan, perlengkapan bangunan,
akomodasi, sanitasi, estetika, keamanan dan ketenangan, serta
ketentraman yang secara umum dapat memberikan sasaran nyaman
(comfort) dan khusus kamar-kamar tamu dapat menjamin adanya
ketenangan pribadi (privasi) untuk para tamu hotel.
Menurut penulis hotel adalah usaha yang menggunakan bangunan
atau sebagian bangunan yang disediakan, di mana setiap orang dapat
makan, menginap, memperoleh pelayanan, serta menggunakan fasilitas
dengan pembayaran.
2. Penggolongan Hotel
Yang dimaksud dengan klasifikasi atau penggolongan hotel adalah
sistem pengelompokan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau
tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu.
Hotel dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kriteria menurut
kebutuhannya, namun ada beberapa kriteria yang dianggap paling
lazim digunakan. Sistem klasifikasi atau penggolongan hotel di dunia
berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya.
Sebagai contoh, klasifikasi hotel di negara tertentu antara lain : ● Republik Rakyat Cina (RRC) mempergunakan klasifikasi : Tourist
Class, Standard dan Superclass Hotel
● Bulgaria, Columbia, Equador, Syria, Quwait, mempergunakan
klasifikasi : Hotel kelas 3, 2, 1 danDeluxe
● Yunani menggunakan klasifikasi : Hotel kelas A, B, C, D, E
Di Indonesia pada tahun 1970 oleh pemerintah menentukan
klasifikasi hotel berdasarkan penilaian-penilaian tertentu sebagi
● Luas Bangunan
● Bentuk Bangunan
● Fasilitas (Perlengkapan)
● Mutu Pelayanan
Namun pada tahun 1977 ternyata sistem klasifikasi yang telah
ditetapkan tersebut dianggap tidak sesuai lagi. Maka dengan Surat
Kementrian Perhubungan No. PM.10/PW. 301/Pdb – 77 tentang usaha
dan klasifikasi hotel, ditetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel
secara minimum didasarkan pada :
● Jumlah Kamar
● Fasilitas
● Peralatan yang tersedia
● Mutu Pelayanan
Berdasarkan pada penilaian tersebut, hotel-hotel di Indonesia
kemudian digolongkan ke dalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu :
a. Hotel Bintang 1 ( )
Klasifikasi dari hotel ini adalah :
→ Jumlah kamar standar, minimal 15 kamar
→ Kamar mandi di dalam
→Luas kamar standar, minimal 20 m2
b. Hotel Bintang 2 ( )
Klasifikasi dari hotel ini adalah :
→ Jumlah kamar suite, minimal 1 kamar
→ Kamar mandi di dalam
→ Luas kamar standar, minimal 22 m2
→Luas kamarsuite, minimal 44 m2
c. Hotel Bintang 3 ( )
Klasifikasi dari hotel ini adalah :
→ Jumlah kamar standar, minimal 50 kamar
→ Jumlah kamar suite, minimal 2 kamar
→ Kamar mandidi dalam
→ Luas kamar standar, minimal 24 m2
→Luas kamarsuite, minimal 48 m2
d. Hotel Bintang 4 ( )
Klasifikasi dari hotel ini adalah :
→ Jumlah kamar standar, minimal 50 kamar
→Jumlah kamarsuite, minimal 3 kamar
→ Kamar mandi didalam
→ Luas kamar standar, minimal 24 m2
→Luas kamarsuite, minimal 52 m2
e. Hotel Bintang 5 ( )
Klasifikasi dari hotel ini adalah :
→ Jumlah kamar standar, minimal 100 kamar
→ Jumlah kamar suite, minimal 4 kamar
→ Luas kamar standar, minimal 26 m2
→Luas kamarsuite, minimal 52 m2
Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas
tersebut, ataupun yang berada di bawah standar minimum yang
ditentukan oleh Menteri Perhubungan disebut Hotel Non Bintang.
Tujuan umum daripada penggolongan kelas hotel adalah :
● Untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanam
modal) di bidang usaha perhotelan.
● Agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan
yang akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan
kelasnya.
● Agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusahaan
hotel.
● Agar tercipta keseimbangan antara permintaan (demand) dan
penawaran(supply)dalam usaha akomodasi hotel.
Pada tahun 1970-an sampai dengan tahun 2001, penggolongan
kelas hotel bintang 1 sampai dengan bintang 5 lebih mengarah ke
aspek bangunannya seperti luas bangunan, jumlah kamar dan fasilitas
penunjang hotel dengan bobot penilaian yang tinggi. Tetapi sejak
tahun 2002 berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata No. KM 3/HK 001/MKP 02 tentang penggolongan kelas
hotel, bobot penilaian aspek mutu pelayanan lebih tinggi dibandingkan
3. Fungsi dan Peranan Hotel
a. Fungsi hotel adalah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
tamu atau sebagai tempat tinggal sementara. Selain itu, hotel juga
dapat berfungsi seabagi sarana untuk melangsungkan upacara,
konferensi, lokakarya, dan sebagainya. Oleh karena itu, penyediaan
fasilitas hotel disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan para
tamu.
b. Peranan hotel adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan industri rakyat
2) Menciptakan lapangan kerja
3) Membantu usaha pendidikan dan latihan
4) Meningkatkan pendapatan daerah atau Negara
5) Meningkatkan devisa Negara
6) Meningkatkan hubungan antar Negara
B. Produk Jasa dan Pemasarannya
1. Pengertian Jasa
Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak pula berakibat pemilikan sesuatu, produksinya dapat atau tidak
dapat dipertahankan dengan produk fisik (Kotler, 2000:382 )
Produk jasa tidak dapat dilihat oleh penggunanya, tetapi dapat
produk yang berbentuk barang. Hal ini dilakukan karena karakteristik
yang berbeda antara barang dan jasa.
2. Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa tersebut adalah (Kotler dan Susanto, 2001:605) :
a. Intangibility : Jasa adalah sesuatu yang tidak dapat disentuh dan
tidak dapat diraba atau sesuatu yang tidak dengan mudah
didefinisikan, diformulasikan atau dipahami secara rohaniah.
b. Inseparability : Umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada
waktu yang bersamaan. Jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru
kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara simultan.
c. Variability : Jasa bersifat sangat variabel, artinya banyak variasi
bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, dan dimana jasa
tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli dengan
variabilitas yang tinggi dan sering kali mereka meminta pendapat
orang lain sebelum memutuskan untuk membeli.
d. Perishability : Produk jasa tidak dapat disimpan atau dihukum,
karena setiap peristiwa biasanya terjadi sekali dalam jangka waktu
tertentu. Hal ini tidak menjadi masalah jika permintaannya tetap
karena mudah untuk menyiapkan pelayanan terhadap permintaan
3. Penggolongan Jasa
Produk jasa dapat digolongkan dalam 2 (dua) golongan besar
secara umum (Swastha dan Irawan, 2005:7) :
a. Jasa Industri (Industrial Service)
Jasa industri ini disediakan untuk organisasi dalam bentuk yang
luas, termasuk pengolahan, pertambangan, pertanian, organisasi
non laba dan pemerintah.
b. Jasa Konsumen (Consumer Service)
Jasa ini banyak dipergunakan secara luas dalam masyarakat. Jasa
konsumsi dapat dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
1) Jasa Konvinien
jasa konvinien adalah jasa konsumsi pembeliannya sering dan
masyarakat membelinya dengan usaha yang minimal. Lokasi
biasanya merupakan variabel pemasaran penting bagi jasa
konsumen. Dalam hal ini harga tidaklah merupakan faktor
penting dalam pembelian jasa konvinien.
2) JasaShopping
Jasa Shopping adalah jasa konsumsi yang dipilih atau dibeli
oleh masyarakat sesudah mengadakan perbandingan kualitas,
harga, dan reputasi. Konsumen membutuhkan informasi untuk
membandingkan jasa shopping sehingga komunikasi lebih
3) Jasa Spesial
Jasa spesial adalah jasa konsumsi dimana dalam pembeliannya,
pembeli harus melakukan usaha pembelian khusus dengan cara
tertentu atau dengan pembayaran yang lebih besar. Titik berat
usaha pemasaran ini harus diletakkan pada pengembangan
produk dan pemuasan konsumen. Pengembangan produk atas
jasa-jasa seperti ini dapat berarti memberikan waktu dan
perhatian kepada langganan yang memerlukannya. Yang
penting, jasa tersebut harus dilaksanakan lebih baik daripada
pesaing.
4. Pengertian Pemasaran
Beberapa ahli di bidang pemasaran memberikan pengertian dan
definisi mengenai pemasaran. Boyd (2000:4) mendefinisikan
pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan
kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan
pertukaran.
Pengertian di atas hampir sama dengan apa yang dikemukakan
Kotler (2006:13) bahwa pemasaran adalah proses sosial dan manajerial
dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melaui penciptaan dan pertukaran produk dan
Dari definisi pemasaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pemasaran ditujukan untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan dan
keinginan manusia melalui proses pertukaran.
5. Pengertian Konsep Pemasaran
Definisi konsep pemasaran menurut Swastha dan Irawan (2005:
10) adalah suatu falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan
kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi
kelangsungan hidup perusahaan.
Secara umum, konsep pemasaran dapat dikategorikan ke dalam
tiga unsur pokok konsep pemasaran (Swastha dan Irawan, 2005: 8-10)
yaitu:
a. Orientasi pada konsumen / pasar/ pembeli Perusahaan yang ingin
mempraktekkan orientasi ini harus:
1) Menentukan kebutuhan pokok dari pembeli yang akan dilayani
dan dipenuhi.
2) Memilih kelompok pembeli tertentu sebagai sasaran dalam
penjualannya.
3) Menentukan produk dan program pemasarannya.
4) Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur,
menilai, dan menafsirkan keinginan, sikap, serta tingkah laku
5) Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik,
apakah menitik-beratkan pada mutu yang tinggi, harga yang
murah atau model yang menarik
b. Volume penjualan yang menguntungkan
Ini merupakan tujuan dari konsep pemasaran, artinya laba itu
dapat diperoleh melalui pemuasan konsumen. Dengan laba,
perusahaan itu dapat tumbuh dan berkembang, dapat menggunakan
kemampuan yang lebih besar, dapat memberikan tingkat kepuasan
yang lebih besar pada konsumen, serta dapat memperkuat kondisi
perekonomian secara keseluruhan. Laba merupakan pencerminan
dari usaha-usaha perusahaan yang berhasil memberikan kepuasan
kepada konsumen. Untuk memberikan kepuasan tersebut,
perusahaan menyediakan / menjual barang dan jasa yang paling
baik dengan harga yang layak.
c. Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran
Setiap orang dan setiap bagian dalam perusahaan turut
berkecimpung dalam suatu usaha yang terkoordinasi untuk
memberikan kepuasan konsumen, sehingga tujuan perusahaan
dapat direalisir. Penyesuaian dan koordinasi antara produk, harga,
saluran distribusi, dan promosi dilakukan perusahaan untuk
6. Elemen Pemasaran Jasa
Dalam pemasaran jasa harus diperhatikan mengenai
elemen-eleman yang memiliki peranan penting dalam melakukan pemasaran
jasa, karena hal ini sangat penting untuk meningkatkan penggunaan
layanan jasa.
Beberapa elemen mengenai pemasaran dalam produk jasa meliputi:
a. Sikap dan keputusan konsumen yaitu kegunaan dan nilai barang
jasa yang tersedia sesuai dengan kemampuan mereka membayar.
Maksudnya yaitu kebanyakan para konsumen melihat suatu produk
jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan mereka dan
disesuaikan dengan harga yang ditawarkan, sehingga dalam
keputusan pemakaian produk jasa tersebut didasarkan pada dua hal
tersebut.
b. Sikap dan keputusan produsen yaitu produk jasa yang dijual atau
ditawarkan dalam situasi bisnis untuk jangka panjang. Maksudnya
adalah diharapkan produk jasa yang mereka tawarkan akan
digemari oleh para konsumen untuk waktu yang cukup lama, atau
bisa bahwa produk jasa yang mereka tawarkan menjadi trend atau
pelopor untuk bisnis usaha penjualan produk.
c. Cara produsen dalam mengkomunikasikan produknya dengan
konsumen (sebelum, selama, dan setelah penjualan). Maksudnya
adalah bagaimana dan cara apa yang dilakukan oleh produsen
jasa tersebut dikenalkan oleh produsen melalui iklan di media
televisi ataupun surat kabar, serta bagaimana produsen jasa tetap
menjaga hubungan dengan para konsumennya.
C. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan individu-individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan
barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan
pada persiapan dan penentuan kegiatan tersebut (Kotler dan Armstrong,
2001: 177).
Umar (2003:3) mendefinisikan perilaku konsumen adalah
kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk di dalamnya
proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menyusuli
penentuan kegiatan tersebut.
Mowen dan Minor (dalam Husein 2003 : 11) mengartikan perilaku
konsumen adalah suatu studi (buying unit) dan proses pertukaran yang
melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa,
pengalaman, serta ide-ide.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli menurut
Swastha D.H dan Irawan (2005 : 105-112) adalah berbeda-beda untuk
masing-masing pembeli, di samping produk yang dibeli dan saat
1. Kebudayaan
Kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang
diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai
penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang
ada. Kebiasaaan budaya secara terus-menerus akan diikuti sepanjang
mereka merasa puas. Budaya yang tidak memberikan manfaat
cenderung akan ditinggalkan dan mereka mencoba memformulasikan
kembali suatu bentuk budaya yang sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa
budaya bisa sangat stabil sepanjang waktu, namun budaya juga tidak
pernah statis.
2. Kelas Sosial
Faktor sosio-kebudayaan lain yang dapat mempengaruhi
pandangan dan tingkah-laku pembeli adalah kelas sosial. Kelas sosial
tersebut dalam masyarakat terbagi menjadi tiga yaitu golongan atas,
golongan menengah, dan golongan bawah.
3. Kelompok Referensi Kecil
Kelompok referensi kecil ini juga mempengaruhi perilaku
seseorang dalam pembeliannya, dan sering menjadi pedoman
seseorang dalam bertingkah-laku.
4. Keluarga
Selera mempunyai peranan penting dalam keinginan membeli
masing-masing anggota dapat berbuat hal yang berbeda untuk membeli
sesuatu.
5. Pengalaman
Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan seseorang dalam
bertingkah-laku. Pengalaman dapat diperoleh dari semua perbuatannya
dimasa lalu atau dapat dipelajari.
6. Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola sifat individu yang
dapat menentukan tanggapan untuk bertingkah-laku.
7. Sikap dan Kepercayaan
Sikap dan kepercayaan merupakan faktor yang ikut mempengaruhi
pandangan dan perilaku pembelian konsumen.
8. Konsep Diri
Konsep diri merupakan cara bagi seseorang untuk melihat dirinya
sendiri, dan pada saat yang sama ia mempunyai gambaran tentang diri
orang lain.
Jadi perilaku konsumen dapat disimpulkan sebagai tindakan atau
aktivitas individu dalam mendapatkan kemudian menggunakan barang dan
jasa. Tindakan yang dilakukan konsumen untuk mendapatkan serta
D. Kepuasan Konsumen
1. Konsep Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen adalah sentral dari konsep pemasaran.
Persaingan yang semakin ketat menyebabkan setiap perusahaan harus
menempatkan tujuan utamanya pada kepuasan konsumen. Kunci
utama untuk memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan
kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian produk dan jasa
berkualitas dengan harga bersaing.
Menurut Wilkie (Tjiptono, 2000:24)
Kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pada
evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk.
Menurut Engel, J.F. (Tjiptono, 2000:24)
Kepuasan pelanggan adalah evaluasi purna beli dimana alternatif
yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan
pelanggan.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara
harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
Menurut Kotler & Armstrong (2001:46), definisi mengenai
kepuasan konsumen dapat diartikan sebagai tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapannya.
Seorang konsumen dapat mengalami berbagai tingkat kepuasan.
merasa tidak puas. Sebaliknya, apabila kinerja produk melampaui
harapan, maka konsumen akan puas. Lebih lanjut, dalam memenuhi
kepuasan konsumen, Kotler & Armstrong (2001:47) berpendapat
bahwa perusahaan hendaknya lebih berusaha untuk meningkatkan
harapan konsumen dan diimbangi dengan yang dihasilkan. Perusahaan
juga harus dapat membuat konsumen merasa sangat puas, karena
konsumen yang hanya menyatakan cukup puas, masih mudah berganti
produk lain jika mendapat tawaran yang lebih baik.
Menurut Kotler seperti dikutip dalam Tjiptono (2001:35), beberapa
metode yang dapat digunakan untuk memantau dan mengukur tingkat
kepuasan konsumen adalah sebagai berikut :
a. Sistem keluhan dan saran (Complaint and Suggestion System)
Dengan metode ini, perusahaan memberikan kesempatan yang luas
kepada pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan.
Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kepuasan pelanggannya,
setiap perusahaan baik penyedia jasa maupun manufaktur dapat
memberikan kesempatan kepada pelanggannya untuk
menyampaikan keluhan dan saran kepada perusahaan. Dengan
demikian maka perusahaan dapat memperbaiki kekurangannya
atau mungkin lebih meningkatkan pelayanannya. Media yang biasa
digunakan adalah kotak-kotak saran yang diletakkan di
b. Ghost Shopping
Adalah metode dengan memperkerjakan beberapa orang untuk
bersikap sebagai pembeli potensial terhadap produk perusahaan
dan pesaing. Ghost Shopping merupakan salah satu cara untuk
menilai kepuasan pelanggan. Dalam hal ini perusahaan menyewa
orang untuk berpura-pura sebagai pembeli guna melaporkan
pengalaman konsumen ketika membeli produk perusahaan dan
produk pesaing. Dengan demikian akan dapat disajikan masalah
yang spesifik untuk menguji apakah karyawan perusahaan
menanganinya dengan baik atau tidak.
c. Lost Customer Analysis
Dengan metode ini, perusahaan menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah ke produk pesaing
untuk memahami mengapa hal ini terjadi. Apabila jumlah
pelanggan yang hilang semakin tinggi, maka hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya.
d. Survei Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction Survey)
Sistem keluhan dan saran tidak dapat dipandang bahwa telah dapat
menggambarkan secara lengkap kekecewaan pelanggan.
Perusahaan yang responsif perlu melakukan pengukuran langsung
atas kepuasan pelanggannya dengan melakukan survei secara
teratur dengan cara mengirimkan kuisioner atau menelepon
dalam mengkonsumsi atau menggunakan produk dan jasa
perusahaan. Survei kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, di antaranya :
1) Directly Reported Satisfaction
Pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan
seperti, “Ungkapkan seberapa puas saudara terhadap
pelayanan?”. Skala yang digunakan berupa : sangat tidak puas,
tidak puas, netral, puas, sangat puas.
2) Derived Satisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut 2 (dua) hal utama, yakni
besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan
besarnya kinerja yang dirasakan.
Setidaknya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut
dua hal utama, yaitu (1) tingkat harapan terhadap kinerja
produk atau perusahaan, dan (2) persepsi pelanggan kinerja
aktual produk atau perusahaan. Alternatif lain, tingkat
kepentingan masing-masing atribut dan atau tingkat kinerja.
Dengan demikian metode derived satisfaction dapat
dioperasionalkan sesuai dengan Indeks Kepuasan Pelanggan
di mana :
IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan
IM = Derajat Kepentingan (Important Degree)
PP = Kinerja (Perceived Performance)
EP = Harapan (Expectation)
Jika hasilnya adalah positif (+) maka senior market puas
dengan sub-sub variabel pelayanan hotel yang ada. Jika
hasilnya nol (0) maka senior market juga puas tetapi berada
pada limit bawah karena kinerja sama dengan harapan. Dan
jika hasilnya negatif (-) maka senior markettidak puas dengan
sub-sub variabel pelayanan hotel yang ada.
3) Problem Analysis
Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk
mengungkapkan 2 (dua) hal pokok. Yang pertama merupakan
masalah yang dihadapi berkaitan dengan penawaran. Kedua
saran-saran untuk melakukan perbaikan.
4) Importance-performance Analysis
Dalam tehnik ini, responden diminta untuk meranking berbagai
atribut dari penawaran berdasarkan derajat kepentingan setiap
atribut tersebut.
2. Teori dan Model Kepuasan Konsumen
Ada beberapa model kepuasan konsumen yang dikemukakan oleh
Pawitra (dalam Tjiptono, 2000:30), antara lain :
a. Teori Ekonomi Mikro
Dalam teori ekonomi dasar yang digunakan oleh seorang
konsumen dalam melakukan alokasi sumber daya yang langka
adalah kondisi dimana perbandingan antara kegunaan marginal
(marginal utility) dan harga masing-masing produk akan menjadi
sama.
b. Perspektif Psikologi dari Kepuasan Konsumen
Berdasarkan perspektif psikologi, terdapat 2 (dua) model kepuasan
pelanggan, yaitu model kognitif dan model afektif.
1) Model Kognitif
Pada model ini, penilaian konsumen didasarkan pada
perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang
dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang
kombinasi dari atribut yang sebenarnya.
2) Model Afektif
Model ini menyatakan bahwa penilaian konsumen individual
terhadap suatu produk atau jasa tidak semata-mata berdasarkan
perhitungan rasional, namun juga berdasarkan hubungan
subyektif, aspirasi, dan pengalaman. Fokus model afektif lebih
perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan, keengganan, dan
lain-lain), suasana hati, dan lain-lain. Maksud dari fokus ini adalah
agar dapat dijelaskan dan diukur tingkat kepuasan suatu kurun
waktu.
c. Konsep Kepuasan Konsumen dari Perspektif TQM (Total Quality
Management)
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan
dalam menjalankan bisnis yang mencoba untuk memaksimumkan
daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan
atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Sistem
manajemen TQM berdasarkan pada usaha menyangkut kualitas
sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi.
E. Kualitas Pelayanan
1. Konsep Kualitas Pelayanan
Penyajian layanan yang berkualitas dipertimbangkan sebagai suatu
strategi untuk sukses dan tetap hidup dalam lingkungan persaingan saat
ini. Layanan adalah suatu kegiatan yang memberikan manfaat atau
kepuasan yang ditawarkan untuk dijual ke konsumen. Kandampully
(2000:62) menyatakan bahwa kualitas layanan memiliki peran yang
sangat penting bagi kesuksesan bisnis jasa. Dalam bisnis jasa, interaksi
sebagian besar bisnis jasa, pelanggan dituntut keterlibatan dan
partisipasinya dalam proses produksi dan konsumsi. Dengan
demikian, pelanggan memiliki kesempatan untuk menilai secara kritis
kualitas jasa yang disediakan. Pelanggan akan menilai kualitas
pelayanan dengan membandingkan antara pelayanan yang diperoleh
dengan pelayanan yang diharapkan. Karena itu, kualitas jasa
memainkan peran penting dalam memberi nilai tambah terhadap
pengalaman jasa secara keseluruhan.
Menurut Lewis dan Booms dikutip dalam Tjiptono dan Chandra
(2005:42), kualitas jasa adalah ukuran untuk mengukur seberapa baik
pelayanan yang diberikan dibandingkan dengan harapan konsumen.
Memberikan kualitas pelayanan berarti menyesuaikan dengan harapan
konsumen pada dasar yang konsisten.
Senada dengan pernyataan Lewis dan Booms, Smith dan Houston
menegaskan bahwa kepuasan terhadap pelayanan berhubungan dengan
kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap harapan. Smith dan Houston
mendasarkan penelitiannya kepada paradigma ketidaksesuaian, yang
mengandung arti bahwa kepuasan itu berhubungan dengan ukuran dan
langsung terarah pada pengalaman ketidaksesuaian, di mana
ketidaksesuaian berhubungan dengan pengalaman pertama seseorang
dalam menggunakan sebuah produk atau jasa (dikutip dalamTjiptono
Pelayanan yang memuaskan akan memberikan gambaran yang baik
terhadap produsen. Sebaliknya jika pelayanan yang kita berikan sangat
mengecewakan, maka kesan yang tercipta akan buruk jadinya. Kualitas
pelayanan dapat memberikan suatu dorongan yang kuat pada
pelanggan untuk membentuk suatu hubungan yang baik dengan badan
usaha. Dalam jangka panjang, hubungan tersebut mengharuskan badan
usaha untuk lebih memahami secara lebih seksama harapan serta
kebutuhan pelanggan.
Menurut Zeithaml dan Bitner (2003:84) kualitas layanan lebih
menekankan pada persepsi dari konsumen terhadap keunggulan atau
kelebihan dari sebuah jasa/pelayanan. Karena kualitas pelayanan
merupakan persepsi konsumen, maka untuk mengevaluasi kualitas
layanan, salah satu kriteria yang diterapkan adalah apakah kualitas
layanan yang diberikan sudah sesuai dengan persepsi konsumen.
Apabila tidak sesuai dengan persepsi konsumen maka dapat dikatakan
bahwa suatu layanan tidak atau kurang berkualitas. Demikian pula
sebaliknya, apabila telah sesuai dengan persepsi konsumen maka
sebuah layanan dapat dikatakan berkualitas.
2. Dimensi Kualitas Layanan
Menurut Parasuraman (dikutip dalam Tjiptono & Chandra,
2005:110) kualitas layanan dapat dikategorikan menjadi 5 dimensi
a. Berwujud (tangibles), merupakan penampilan fisik fasilitas,
peralatan, personil dan material komunikasi.
b. Keterandalan (reliability), merupakan kemampuan untuk
menampilkan pelayanan yang dijanjikan dengan dapat diandalkan
dan akurat. Yang termasuk dimensireliablityadalah:
1) Menyediakan pelayanan yang telah dijanjikan
2) Penanganan pelanggan yang dapat diandalkan
3) Memberikan pelayanan yang benar pada waktu pertama kali
4) Memberikan pelayanan sesuai dengan waktu yang telah
dijanjikan
5) Memberikan informasi kepada tamu kapan pelayanan akan
diberikan
c. Kecepat-tanggapan (responsiveness), yang mengandung makna
berupa kesediaan untuk membantu pelanggan dan menyediakan
pelayanan yang tepat. Dimensi ini meliputi:
1) Menyediakan pelayanan yang tepat bagi pelanggan
2) Kesediaan untuk membantu pelanggan
3) Kesiapan untuk merespon permintaan tamu
d. Jaminan (assurance),merupakan pengetahuan dan sopan santun
serta kemampuan karyawan untuk membangkitkan kepercayaan
dan kepercayaan diri. Dimensi jaminan ini terdiri dari:
1) Karyawan yang menanamkan kepercayaan terhadap diri
2) Membuat pelanggan merasa nyaman dalam melakukan
transaksi
3) Karyawan yang sopan
4) Karyawan yang memiliki pengetahuan untuk menjawab
pertanyaan pelanggan
e. Empati(empathy),merupakan bentuk perhatian secara individual
yang disediakan perusahaan kepada tamu; yang meliputi:
1) Memberikan perhatian secara individu kepada tamu
2) Karyawan yang memperlakukan tamu dengan penuh perhatian
3) Karyawan yang mengerti kebutuhan tamu
F. Harapan Konsumen
Harapan konsumen diyakini mempunyai peranan yang besar dalam
menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan konsumen.
Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dengan
kepuasan konsumen. Dalam mengevaluasinya konsumen akan
menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian,
harapan konsumenlah yang melatar belakangi mengapa 2 (dua) organisasi
pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam
konteks kepuasan konsumen, umumnya harapan merupakan perkiraan atau
keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya (Zeithaml et al.,
Harapan-harapan konsumen ini dari waktu ke waktu terus berkembang,
seiring dengan semakin banyaknya informasi yang diterima konsumen
serta semakin bertambahnya pengalaman konsumen. Harapan konsumen
dibentuk berdasarkan beberapa faktor diantaranya pengalaman dimasa
lampau, opini teman, informasi, dan juga perusahaan. Apabila jasa
minimum yang dapat ditoleransi dan yang dapat diharapkan, lalu yang
terjadi sama dengan atau bahkan melampaui harapan tersebut, maka akan
timbul kepuasan. Sebaliknya jika yang diharapkan adalah jasa ideal, maka
Segmensenior marketmenginap di hotel bintang lima di Yogyakarta
Pengukuran kepuasan dengan metodederived satisfaction
Harapan Persepsi
Dimensi Kualitas Layanan : 1. Berwujud (Tangibles)
2. Keterandalan (Reliability)
3. Kecepat-tanggapan (Responsiveness) 4. Jaminan (Assurance)
5. Empati (Empathy)
GAP
IM(PP-EP) = negatif Tidak Puas
IM (PP-EP) = nol Puas
IM (PP-EP) = positif Puas
G. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan gambaran singkat mengenai penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti.
Dalam kerangkan pemikiran di atas dijelaskan bahwa penulis meneliti
mengenai kepuasan senior market yang sedang check out atau pulang
setelah menginap di hotel bintang lima di Yogyakarta, metode yang
Pelanggan yang mengukur dan membandingkan besarnya harapan dengan
persepsi yang dinilai melalui 5 (lima) dimensi kualitas menurut
Parasuraman. Jika hasilnya adalah positif (+) maka senior market puas
dengan sub-sub variabel pelayanan hotel yang ada. Jika hasilnya nol (0)
maka senior market juga puas tetapi berada pada limit bawah karena
kinerja sama dengan harapan. Dan jika hasilnya negatif (-) maka senior
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
hanya terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan
sebagaimana adanya sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta
(dalam Diah Utari, 2005:13), di mana penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan bagaimana tingkat kepuasan kelompok lanjut usia dengan
cara membandingkan antara harapan dan persepsi dari kelompok ini
terhadap layanan jasa yang disediakan oleh hotel bintang lima di
Yogyakarta.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di hotel bintang lima di Yogyakarta,
diantaranya :
a. Hotel Grand Quality Yogyakarta
Jl. Adisucipto No. 48 P.O Box 82, Yogyakarta 55281
b. Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta
Jl. Laksda Adisucipto KM 8,7 Yogyakarta 55282
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilangsungkan pada tanggal 30 Maret sampai dengan 24
April tahun 2010
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah senior market yangcheck out atau pulang
setelah menginap di Hotel Grand Quality dan Hotel Sheraton Mustika
di Yogyakarta
2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah variabel-variabel yang menjadi perhatian
pokok dalam penelitian. Objek pada penelitian ini adalah kepuasan
konsumen terhadap layanan jasa yang ditawarkan oleh Hotel Grand
Quality dan Hotel Sheraton Mustika di Yogyakarta
D. Variabel Penelitian
Adapun variabel-variabel yang diteliti meliputi :
1. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang tidak
bergantung pada variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah layanan jasa hotel bintang lima di Yogyakarta yang meliputi :
a) Berwujud(tangibles)
c) Kecepat-tanggapan(responsiveness)
d) Jaminan(assurance)
e) Empati(empathy)
2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang
tergantung pada variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kepuasan senior market terhadap layanan jasa hotel bintang
lima di Yogyakarta.
E. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Adalah data yang diperoleh secara langsung atas objek penelitian yang
berkaitan dengan penelitian dan merupakan data utama.
Dalam penelitian ini data primer adalah data yang diperoleh dari hasil
pengisisan kuisioner dan wawancara yang diperoleh atas objek
penelitian.
2. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atas objek
penelitian, sumber data ini digunakan sebagai pelengkap data primer.
Dalam penelitian ini data sekunder adalah data yang diperoleh dari
studi pustaka dan informasi-informasi lain yang berkaitan dengan
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Angket atau Kuisioner
Adalah metode pengumpulan data dengan cara membuat sejumlah
pertanyaan tertulis yang dibagikan kepada responden untuk
memperoleh sejumlah data tentang identitas dan penilaian responden
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam
menggunakan layanan jasa hotel bintang lima di Yogyakarta
2. Observasi
Adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
langsung terhadap objek yang diteliti, dalam penelitian ini ditujukan
pada konsumen yang menggunakan layanan jasa hotel bintang lima di
Yogyakarta
3. Wawancara
Metode pengumpulan data dengan melakukan dialog langsung dari
pengelola hotel untuk memperoleh informasi atau keterangan yang
dibutuhkan yang berkaitan dengan keadaan hotel bintang lima di
Yogyakarta
G. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu definisi yang dinyatakan dalam
kriteria atau operasi yang dapat diuji secara khusus. Dalam penelitian ini,
1. Harapan
Merupakan keinginan responden lanjut usia terhadap kualitas layanan
sebelum menginap di hotel, dimana harapan ini mencakup 5 (lima)
dimensi kualitas layanan, yaitu reliability, responsiveness, assurance,
empathy, tangible. Skala pengukuran harapan yang digunakan adalah
denganfive-point likert-scaledimana 1= sangat tidak penting, 2= tidak
penting, 3= netral, 4= penting, 5= sangat penting.
2. Persepsi
Merupakan penilaian responden lanjut usia terhadap kualitas layanan
setelah menginap di hotel, dimana persepsi ini juga mencakup 5
dimensi kualitas layanan, yaitu reliability, responsiveness, assurance,
empathy, tangible. Skala pengukuran harapan yang digunakan adalah
dengan five-point Likert-scale dimana 1= sangat tidak puas, 2= tidak
puas, 3= netral, 4= puas, 5= sangat puas.
3. Kualitas Layanan
Definisi kualitas layanan adalah ukuran untuk mengukur seberapa baik
pelayanan yang diberikan dibandingkan dengan harapan konsumen,
yang mengacu dari 5 (lima) dimensi menurut Parasuraman, yaitu :
a. Keterandalan(reliability)
Definisi operasional dari keterandalan adalah kemampuan hotel
untuk menampilkan pelayanan yang dapat diandalkan dan akurat
kepada konsumen. Indikator empirik:
2) Kemampuan menangani masalah dengan baik
3) Memberikan layanan yang benar sejak awal
b. Kecepat-tanggapan(responsiveness)
Definisi operasional dari kecepat-tanggapan adalah kesediaan atau
kesiapan karyawan dalam memberikan pelayanan yang cepat.
Indikator empirik:
1) Kesiapan merespon kebutuhan tamu
2) Kesediaan untuk membantu
c. Jaminan (assurance)
Definisi operasional dari jaminan adalah pengetahuan dan
kemampuan staf hotel untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa
percaya diri konsumen. Indikator empirik:
1) Kesopanan dan keramahan staf
2) Kemampuan untuk menjawab pertanyaan tamu
3) Peralatan dan lingkungan yang aman dan nyaman
d. Empati(empathy)
Definisi operasional dari empati adalah berupaya untuk memahami
kebutuhan tamu hotel secara individu. Indikator empirik:
1) Perhatian staf secara individu kepada tamu
2) Memahami kebutuhan khusus tamu
e. Fasilitas fisik(tangible)
Definisi operasional dari fasilitas fisik adalah merupakan tampilan
dari fasilitas fisik, peralatan dan seluruh staf hotel. Indikator
empirik:
1) Papan penunjuk arah mudah dilihat
2) Fasilitas ekstra memadai
3) Lampu di kamar cukup terang
4) Porsi makanan cukup
5) Jadwal, informasi, dan menu mudah untuk dibaca
6) Fasilitas pengobatan yang baik
7) Pintu yang lebar untuk tamu lanjut usia yang menggunakan
kursi roda
4. Derajat Kepentingan
Derajat kepentingan adalah seberapa penting masing-masing atribut
atau karakteristik yang digambarkan dalam setiap pernyataan bagi
kepuasansenior marketterhadap layanan hotel.
H. Teknik Pengukuran Variabel
Sebelum dianalisis data perlu diukur, untuk keperluan ini peneliti
menggunakan skala angka likert, skala ini memiliki alternatif jawaban
Alternatif jawaban Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Netral 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
KONSEP VARIABEL SKALA PENGUKURAN
Kepuasan Konsumen
1. Dimensi tangibles Skala interval dengan menggunakan skala likert 2. Dimensireliability Skala interval dengan
menggunakan skala likert 3. Dimensiresponsiveness Skala interval dengan
menggunakan skala likert 4. Dimensiassurance Skala interval dengan
menggunakan skala likert 5. Dimensiempathy Skala interval dengan
menggunakan skala likert
I. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah senior marketyang berusia 60 tahun ke atas yang
check out atau pulang setelah menginap di hotel bintang lima di
2. Sampel
Sampel adalah wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini
penulis mengambil 100 orang senior market yang pernah atau sedang
menginap di hotel bintang lima di Yogyakarta. Teknik pengambilan
sampel apabila populasinya tidak diketahui secara pasti, digunakan
rumus sebagai berikut (Umar, 2003:150) :
Rumus :
n=
Keterangan :
n =jumlah sampel
Z = batas luar daerah
NilaiZ adalah sebesar 1,96 angka ini didapat dari tabel tstudent
karena pada kondisi di mana nilai deviasi standar rata-rata tidak
diketahui. Maka tabel tidak berdistribusi normal langsung, sehingga
untuk jumlah populasi yang tak terbatas atau yang berjumlah besar
akan mengikuti nilai tabel Z.
E = kesalahan maksimum yang mungkin dialami.
Dengan taraf signifikansi (α) sebesar 5 % dan kesalahan
maksimum yang mungkin dialami (E) adalah sebesar 10%, sedangkan
deviasi standar rata-ratanya tidak diketahui, maka besarnya sampel
n=
n=
n= 96,04
Dengan demikian peneliti membulatkan menjadi 100 responden
untuk memudahkan penelitian.
J. Sampling
Penelitian ini menggunakan Non Random Sampling karena peneliti
menghadapi populasi yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak ada daftar
nama anggota populasi. Dengan menggunakan teknikpurposive sampling,
di mana memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Anggota sampel ditentukan berdasarkan pada ciri tertentu yang
dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan ciri populasi.
2. Peneliti dengan sengaja menentukan anggota sampelnya berdasarkan
pengetahuannya tentang keadaan populasi.
K. Teknik Pengujian Instrumen
Teknik pengujian instrumen dapat dilakukan dengan melakukan
pengujian Validitas dan Reliabilitas.
1. Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu
mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian yang dilakukan oleh
koefisien Korelasi Product Moment menurut Sutrisno (dalam Utari,
2005 : 29) :
di mana :
rxy = koefisien korelasi product moment
n = jumlah sampel
∑X = jumlah total skor item
∑Y = jumlah total dari nilai skor total
∑XY = jumlah hasil kali skor item dengan skor total
∑ = jumlah kuadrat skor item
∑ = jumlah kuadrat skor total
Untuk menentukan instrumen itu valid atau tidak maka
ketentuannya adalah sebagai berikut:
a. Jika r hitung ≥ r tabel dengan taraf keyakinan 95 %, maka
instrumen tersebut dikatakan valid.
b. Jika r hitung < r tabel dengan taraf keyakinan 95 %, maka
instrumen tersebut dikatakan tidak valid.
Tetapi untuk lebih memudahkan dalam pengujian ini saya
menggunakan program SPSS.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Kountour (2003:156) suatu instrumen penelitian disebut
penilaian atas apa yang diukur, jika hasil penilaian yang diberikan oleh
instrumen tersebut konsisten memberikan jaminan bahwa instrumen
tersebut dapat dipercaya.
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach’s
Alpha(α) yaitu teknik pengujian reliabilitas suatu test atau angket yang
jawabannya atau tanggapannya berupa pilihan. Pilihannya dapat terdiri
dari dua pilihan atau lebih (Kountour, 2003:158).
Cronbach’s Alpha dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut
(Kountour, 2003 : 158) :
keterangan :
: Reliabilitas instrumen
N : Banyaknya butir pertanyaan
: Jumlah varian butir
: Varian total
Untuk menentukan instrumen tersebut reliabel atau tidak maka
ketentuannya adalah sebagai berikut :
a. Jika r hitung ≥ r tabel dengan taraf keyakinan 95%, maka
instrumen tersebut dikatakan reliabel.
b. Jika r hitung < r tabel dengan taraf keyakinan 95%, maka
instrumen tersebut dikatakan tidak reliabel.
Tetapi untuk lebih memudahkan dalam pengujian ini peneliti
L. Teknik Pengujian Data
1. Untuk menjawab masalah pertama dan kedua menggunakan analisis
persentase yang digunakan untuk mengetahui harapan, persepsi dan
lain-lain. Analisis dilakukan berdasarkan hasil jawaban yang diperoleh
dari responden.
Rumus analisis persentase menurut Sugiyono (1993:63) :
di mana :
P = jumlah Persentase
= jumlah yang akan dianalisis
= jumlah Total
2. Untuk menjawab masalah ketiga menggunakan Analisis Kepuasan
Konsumen dalam hal ini senior market. Ada beberapa cara mengukur
kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2001:37-38)
Dalam analisis ini dipakai rumus dari Fandi Tjiptono, yaitu :
di mana :
IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan
IM = Derajat Kepentingan (Important Degree)
PP = Kinerja (Perceived Performance)
EP = Harapan (Expectation)
IKP = IM (PP-EP)
Langkah-langkah dalam menganalisis masalah ini adalah :
a. Membuat tabel di mana kolomnya terdiri atas :
- Kolom nomor kode
- Kolom kinerja (PP)
- Kolom harapan (EP)
- Kolom derajat kepentingan (IM)
- Kolom PP-EP
- Kolom IM (PP-EP)
b. Masukkan skor harapan, kinerja dan derajat kepentingan ke dalam
masing-masing kolom.
c. Menghitung dan mengisis kolom PP-EP
d. Menghitung dan mengisi kolom IM (PP-EP)
e. Jika hasil langkah 4 adalah positif (+) maka senior market puas
dengan sub-sub variabel pelayanan hotel yang ada. Jika hasilnya
nol (0) maka senior market juga puas tetapi berada pada limit
bawah karena kinerja sama dengan harapan. Dan jika hasilnya
negatif (-) maka senior markettidak puas dengan sub-sub variabel