METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011. Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, kalkulator dan kusioner. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengrajin dan masyarakat petani rotan.
Prosedur Penelitian 1. Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini mencakup: a. Survei Lapangan
Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan melalui wawancara dengan pengrajin rotan, pengumpul dan masyarakat sehingga diperoleh gambaran keadaan lapangan dan kegiatan masyarakat di tempat pelaksanaan kegiatan.
b. Penentuan Lokasi
Sebelum menentukan lokasi penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei lokasi dan selanjutnya dipilih lokasi penelitian. Dasar pemilihan Kecamatan yang dijadikan sampel adalah daerah petani rotan dan daerah asal bahan baku rotan.
▸ Baca selengkapnya: dibawah ini tahapan kerja komputer adalah...
(2)Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat petani, pengumpul di daerah asal bahan baku rotan. Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
1). Apabila jumlah penduduk ≤ 100 kepala keluarga, maka di ambil seluruh responden.
2). Apabila jumlah responden > 100 kepala keluarga, maka diambil 10%-15% dari jumlah kepala keluarga (Arikunto, 2002).
2. Pengompulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan survei dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui cara pemanfaatan rotan oleh masyarakat. Data yang dikumpulkan adalah produksi rotan per tahunnya, jenis-jenis rotan, pengolahan, pemanfaatan rotan serta pendapatan dari rotan.
a. Penghitungan Produksi Rotan
Produksi rotan pertahunnya dihitung dengan cara menjumlahkan rata-rata produksi rotan perbulannya.
b. Identifikasi Jenis-jenis Rotan
Identifikasi jenis rotan dilakukan dengan mengambil gambar rotan, mencatat ciri-ciri penampakan rotan dan selanjutnya menyesuaikan dengan buku identifikasi jenis rotan.
Pengelolaan dan pemanfaatan rotan diketahui dari hasil pertanyaan langsung dengan kuisioner, mengambil gambar pengolahan dan pemanfaatan rotan.
d. Pendapatan dari rotan (dengan dijual langsung atau setelah dilakukan pengolahan)
Pendapatan dari rotan (dengan dijual langsung atau setelah dilakukan pengolahan) diketahui dari menanyakan kepada masyarakat harga jual barang yang telah dilakukan pengolahan dan berapa banyak bahan rotan yang digunakan untuk membuat olahan tersebut. Setelah itu dibandingkan antara rotan yang dijual langsung dengan diolah terlebih dahulu.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan kusioner dengan responden ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai teknologi dan pemanfaatan rotan di lokasi tempat dilaksanakan penelitian.
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan melalui model regresi linier dengan tingkat signifikansi 5%. Seluruh pengolahan data dilakukan dengan komputer dan paket program SPSS 17.0 for windows.
a. Kabupaten Langkat
Secara geogarafis Kabupaten Langkat terletak antara 3 o 14’ LU-4 o 13’ LU dan 97 o 52’ BT-98 o 45’ BT. Luas areal Kabupaten ini lebih kurang 6.263,29 km 2 atau 626.329 ha dan letaknya dari atas permukaan laut antara 4-105 mdpl (BPS Kab. Langkat, 2006).
Batas-batasbwilayah kabupaten ini menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat (2006) adalah:
- Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat Sumatra - Sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang
- Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara/ Tanah Alas.
Iklim di Kabupaten Langkat menurut klasifikasi schmidt dan Ferguson
termasuk tipe A dengan curah hujan lebih dari 3000 mm per tahun. Hal ini di dukung oleh data dari 14 (empat belas) stasiun pengamatan cuaca di Kabupaten Langkat. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 176 hari per bulan setiap tahunnya, dengan hari hujan terbesar terjadi pada bulan September dan Oktober (BMG Reg. I Klimatologi Sampali Medan, 2006).
Menurut BPS Kabupaten Langkat (2006), Kabupaten Langkat terdiri dari 20 kecamatan. Masing-masing kecamat dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan
dan Jenis Kelamin
Bohorok 19.971 19.855 39.826 Serapit 8.033 7.885 15.918 Salapian 13.043 12.934 25.977 Kutambaru 6.784 6.565 13.349 Sei Bingai 24.007 24.156 48.163 Kuala 19.479 19.541 39.020 Selesai 34.788 34.296 69.084 Binjai 21.493 20.777 42.270 Stabat 40.386 41.233 81.619 Wampu 20.604 19.977 40.581 Batang Serangan 18.069 17.296 35.365 Sawit Seberang 12.622 12.575 25.197 Padang Tualang 23.269 23.521 46.790 Hinai 24.086 23.770 47.856 Secanggang 32.718 32.508 65.226 Tanjung Pura 32.507 31.835 64.342 Gebang 21.417 20.995 42.412 Babalan 28.687 27.692 56.379 Sei Lepan 23.758 22.947 46.705 Brandan Barat 11.313 10.684 21.997 Besitang 22.139 21.676 43.815 Pangkalan Susu 20.746 20.500 41.246 Pematang Jaya 6.648 6.348 12.996 Jumlah 486.567 479.566 966.133 b. Kecamatan Bahorok
Kecamatan Bahorok merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat yang menjadi lokasi diadakannya penelitiannya ini.
Kecamatan Bahorok ini secara geografis terletak pada posisi koordinat 03 o LU-11 o
LU dan 59 o BT-78 o BT dan berada pada ketinggian 105 mdpl. Jarak kecamatan ini dengan ibukota Kabupaten Langkat (Stabat) adalah 75 km. Suhu minimal dan maksimal di daerah ini adalah 24 oC-34 oC, dengan suhu rata-rata harian 27 oC (BPS Kec. Bahorok, 2007).
Menurut BPS Kecamatan Bahorok (2007), luas wilayah kecamatan ini adalah 955,10 km 2. Adapun batas-batas wilayah kecamatan ini:
- Sebelah Utara dengan Kecamatan Batang Serangan - Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara - Sebelah Timur dengan Kecamatan Salapian.
Kecamatan Bahorok ini terdiri dari 22 desa menurut BPS Kecamatan Bahorok (2007).
Jenis penggunaan tanah di Kecamatan Bahorok dikelompokkan menjadi penggunaan untuk tanah sawah, tanah kering, perkebunan besar/rakyat, bangunan/pekarangan, dan lainnya. Alokasi penggunaan tanah secara berurutan dari yang terbesar adalah untuk tanah kering (63.842 Ha), perkebunan besar/rakyat (26.601 Ha), penggunaan lainnya (2.350 Ha), bangunan/pekarangan dan tanah sawah (855 Ha) (BPS Kec. Bahorok, 2007).
c. Kecamatan Sei Lepan
Kecamatan Sei Lepan merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat yang menjadi lokasi diadakannya penelitiannya ini.
Kecamatan Sei Lepan ini secara geografis terletak pada posisi koordinat 03 o LU-11 o LU dan 59 o BT-78 o BT dan berada pada ketinggian 5 mdpl. Jarak kecamatan ini dengan ibukota Kabupaten Langkat (Stabat) adalah 43 km. Suhu minimal dan maksimal di daerah ini adalah 24 oC-34 oC, dengan suhu rata-rata harian 27 oC (BPS Kec. Bahorok, 2007).
Menurut BPS Kecamatan Bahorok (2007), luas wilayah kecamatan ini adalah 654,86 km 2. Adapun batas-batas wilayah kecamatan ini:
- Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka - Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah Alas - Sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang.
Kecamatan Sei Lepan ini terdiri dari 14 desa menurut BPS Kecamatan Sei Lepan (2007).
d. Kecamatan Kutambaru
Kecamatan Kutambaru merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat yang menjadi lokasi diadakannya penelitiannya ini. Kecamatan Kutambaru ini secara geografis terletak pada posisi koordinat 03 o LU-11 o LU dan 59 o BT-78 o BT dan berada pada ketinggian 105 mdpl. Jarak kecamatan ini dengan ibukota Kabupaten Langkat (Stabat) adalah 90 km. Suhu minimal dan maksimal di daerah ini adalah 24 oC-34 oC, dengan suhu rata-rata harian 27 oC (BPS Kec. Kutambaru, 2007).
Adapun batas-batas wilayah kecamatan ini:
- Sebelah Utara dengan Kecamatan Salapian - Sebelah Selatan dengan Kecamatan Karo
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara - Sebelah Timur dengan Kecamatan Sei Bingai.
Kecamatan Bahorok ini terdiri dari 22 desa menurut BPS Kecamatan Kutambaru (2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Rotan
Hasil wawancara dan kuisioner yang telah dilakukan menunjukkan bahwa semua masyarakat yang mengambil rotan pulang pada hari itu juga dikarenakan
lokasi pemukiman masyarakat berada persis di pinggiran tempat mengambil rotan. Jarak pengambilan rotan tidak terlalu jauh ke dalam hutan, tidak lebih dari lima kilo meter. Ini disebabkan ketersediaan rotan di hutan tersebut masih banyak dan tidak diperbolehkannya mengambil rotan secara besar-besaran. Masyarakat hanya dapat mengambil untuk dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar tanpa memperjual belikan secara banyak keluar dari sekitar lokasi Taman Nasional Gunung Leuser. Rotan hanya boleh diperjual belikan sesama masyarakat sekitar hutan saja untuk meningkatkan ekonomi keluarga.
Pekerjaan mengambil dan pengrajin rotan dilakukan masyarakat hanya sekedar kerja sampingan. Sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan utama berkebun karet. Ini berpengaruh terhadap volume pengambilan rotan dari kawasan TNGL yang sedikit. Karena pengambil atau pengrajin rotan hanya mengambil rotan dari hutan jika memiliki waktu kosong atau pesanan dari masyarakat sekitar, maka dengan demikian vegetasi rotan tidak di ambil melebihi dari 25% sesuai dengan peraturan pemerintah. Masyarakat juga tidak melaksanakan pembudidayaan terhadap rotan dikarenakan pekerjaan mengrajin rotan hanya sekedar sampingan dan rotan masih banyak tersedia di kawasan TNGL.
Hasil survey dan pengamatan serta wawancara yang telah dilakukan menunjukkan bahwa di Desa Bukit Lawang hannya terdapat 9 kepala keluarga yang mengambil dan pengrajin rotan. Dari semua pengambil dan pengrajin rotan dapat menghasilkan Rotan cacing 60 M, Rotan manau 70 M, Rotan sega 105 M dalam setiap bulannya. Produksi rotan di desa Bukit Lawang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
No Nama Responden Jenis Rotan Nama Produksi Cacing (M) Manau (M) Sega (M)
1 Iwan 10 25 Keranjang pikul sepeda motor kecil
Pemukul tilam
2 Syafril 5 10 Keranjang gendong
3 Kancil 5 10 Keranjang Gendong
4 Joni Pinem 30 10 Keranjang Pikul sepeda motor Besar
5 Ipul 10 20 Keranjang Gendong
6 Johan 10 20 Keranjang Pikul sepeda motor kecil
7 Jupri
Sembiring
5 10 Keranjang Gendong
8 Ridho 30 10 Keranjang Pukul Sepeda Motor Besar
9 Ibnu 5 10 Keranjang gendong
Jumlah 60 70 105
Desa Mekar Makmur memiliki 8 kepala keluarga yang mengambil dan pengrajin rotan dari hutan. Mereka menghasilkan Rotan cacing 195 M, Rotan manau 40 M, Rotan sega 35 M. Produksi rotan di desa Mekar Makmur secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi Rotan di Desa Mekar Makmur
No
Nama Responden
Jenis Rotan
Hasil Produksi / Bulan Cacing (M) Manau (M) Sega (M)
1 Bakri 10 20 Keranjang pikul sepeda motor
kecil
2 Baharuddin 30 10 Keranjang pikul sepeda motor
besar
3 Jaulani 20 4 Alat pengangkut pasir atau
batu dari sungai
4 Wahyudi 20 Keranjang pengutip berondolan
sawit 5 Jumadil Sitepu 25 15 Pemukul tilam Bola takraw 6 Sahlan Sembiring
30 10 Keranjang Pikul sepeda motor
besar
7 Sutresno 30 6 Alat pengangkut pasir atau
batu dari sungai
8 Tengku
Bachri
40 Keranjang pengutip berondolan
sawit
Desa yang memiliki kepala keluarga pengambil dan pengrajin rotan adalah desa Sei Rampah. Dimana di desa ini terdapat 14 kepala keluarga yang mengambil dan pengrajin rotan. Produksi rotan yang dihasilkan adalah Rotan cacing 145 M, Rotan manau 75 M, Rotan sega 215 M. Produksi rotan di desa Sei Rampah secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi Rotan di Sei Rampah
No
Nama Responden
Jenis Rotan
Hasil Produksi / Bulan Cacing (M) Manau (M) Sega (M)
1 Mahmud 20 20 Pemukul tilam
Bola takraw
2 Basri
Singarimbun
35 Pemukul tilam
3 Ibrahim 10 20 Keranjang Pukul Sepeda Motor
Kecil
4 Ardi 30 10 Keranjang Pukul Sepeda Motor
Besar
5 Burhanudin 10 20 Keranjang Pukul Sepeda Motor
Kecil
7 Bachtiar 5 10 Keranjang Gendong
8 Amirudin 40 Keranjang Pengumpul Berondolan
Sawit
9 Sahlan
Sembiring
5 10 Keranjang Gendong
10 Parmin 25 15 Pemukul Tilam
Bola Takrau
11 Tengku Arifin 10 20 Keranjang Pukul Sepeda Motor
Kecil
12 Anuan Sitepu 10 20 Keranjang Pukul Sepeda Motor
Kecil
13 Yamin 30 10 Keranjang Pukul Sepeda Motor
Besar
14 Syamsudin 35 Pemukul Tilam
Pola Pengambilan Rotan
Jenis roran yang di ambil masyarakat adalah rotan cacing (Calamus
melanoloma Mart), rotan sega (Calamus caesius BL), rotan manau (Calamus
manan Miq) (Gambar 2). Masyarakat mengambil rotan dari Taman Nasional
Gunung Leuser yang berada di dekat pemukiman mereka. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa rotan bisa di manfaatkan pada kawasan yang sudah ditetapkan sebagai zona pemanfaatan dengan ketentuan masyarakat mengambil dengan cara tradisional dengan ketentuan tidak melebihi 25% dari jumlah vegetasinya. Pernyataan inilah yang membuat masyarakat memanfaatkan rotan dari kawasan tersebut, yang dapat meningkatkan ekonomi keluarga.
(a) Rotan cacing (b) Rotan sega (c) Rotan manau Gambar 2. Tumbuhan rotan yang diambil masyarakat
Ciri-ciri rotan yang diambil masyarakat adalah rotan berwarna kuning dan hijau tua, dengan panjang minimal tiga meter. Rotan yang berkualitas baik adalah rotan berwarna hijau tua sedangkan rotan berwarna kuning adalah rotan yang masih muda atau tidak memanjat. Menurut Junuminro (2000), tanda-tanda rotan sudah siap panen adalah daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman serta sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau. Masyarakat mengetahui bahwa rotan yang baik dipanen adalah rotan berwarna hijau. Akan tetapi rotan yang berukuran 3 meter atau berwarna kuning sudah di ambil masyarakat.
Semua masyarakat yang mengambil rotan pulang pada hari itu juga dikarenakan lokasi pemukiman masyarakat berada persis di pinggiran tempat mengambil rotan. Jarak pengambilan rotan tidak terlalu jauh kedalam hutan, tidak lebih dari lima kilo meter. Ini disebabkan ketersediaan rotan di hutan tersebut masih banyak, dikarenakan tidak diperbolehkannya mengambil rotan secara besar-besaran. Masyarakat hanya dapat mengambil untuk dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar tanpa memperjual belikan secara banyak keluar dari sekitar lokasi Taman Nasional Gunung Leuser. Rotan hanya boleh diperjual belikan sesama masyarakat sekitar hutan saja untuk meningkatkan ekonomi keluarga.
Pengambilan rotan pun dilakukan masyarakat secara sederhana atau tradisional. Rotan yang diambil dari kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) pun tidak melebihi 25% dari vegetasinya. Hal di atas dilakukan pengawasan oleh pihak TNGL dengan melakukan pemantauan langsung ke kawasan hutan. Masyarakat pun sudah sadar bahwa pernyataan di atas tidak boleh
dilanggar dikarenakan merupakan ketentuan dari pemerintah. Para pengambil dan pengrajin rotan pun semua mengetahui status hutan tempat mereka mengambil rotan.
Pemanfaatan Rotan
Seluruh responden pengambil dan pengrajin rotan melakukan pemanenan tidak lebih dari lima kilo meter ke dalam hutan. Ini disebabkan banyaknya ketersediaan rotan di sekitar hutan. Rotan yang di ambil tersebut dilakukan perlakuan seperti, penjemuran, perendaman, pengasapan. Hal ini dilakukan karena masyarakat tahu tentang guna dilakukannya pengawetan, yaitu untuk memperpanjang masa pakai rotan.
Pemanfaatan rotan di Desa Bukit Lawang, Desa Mekar Makmur dan Desa Sei Rampah sangat terbatas. Berdasarkan pengamatan di lapangan terhadap masyarakat di desa tersebut terlihat bahwa keseluruhan masyarakat mengolah rotan secara tradisional. Penggunaannya mulai dari keranjang pikul, peralatan rumah tangga, alat bermain anak seperti bola takraw dan ada juga sebagian masyarakat menggunakan duri untuk bubu atau alat penangkap ikan.
Adapun keranjang pikul yang bahan bakunya terbuat dari rotan terdiri dari dua bagian yaitu keranjang pikul sepeda motor besar dan keranjang pikul sepeda motor kecil. selain itu masi ada pula yang dimanfaatkan untuk peralatan rumah tangga antara lain: pemukul tilam, keranjang gendong. selain itu masih ada juga yang dimanfaatkan masyarakat seperti bola takraw yang semuanya terbuat dari
rotan. Pada Tabel 5 ditunjukkan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk.
Table 5. Jumlah Bahan Baku Yang Dibutuhkan Untuk Membuat Suatu Produk
No Jenis Produk Jumlah Bahan Baku Yang Di
Butuhkan
1 Keranjang pikul sepeda motor besar
10 M rotan manau
30 M rotan cacing
2 Keranjang pikul sepeda motor kecil
10 M rotan manau
20 M rotan sega
3 Pengangkat batu dari sungai 10 M rotan cacing
2 M rotan manau
4 Keranjang pengutip berondolan sawit
20 M rotan cacing
5 Pemukul tilam 5 M rotan sega
6 Bola takraw 5 M rotan cacing
7 Keranjang gendong 10 M rotan sega
5 M rotan manau
Volume rata-rata bahan baku rotan yang digunakan per bulan dan volume rata-rata produksi per bulancmasyarakat di Desa Bukit Lawang, Desa Mekar Makmur dan Desa Sei Rampah berdasarkan jenis produk yang dihasilkan dapat
Tabel 6. Volume Rata-Rata Bahan Baku dan Volume Rata-Rata Produksi
No Desa Jenis Produk Volume Rata-Rata
Bahan Baku / Bulan
Volume Rata-Rata Produksi /
Bulan 1 Bukit Lawang Keranjang pikul
sepeda motor besar 20 M rotan manau 60 M rotan cacing 2 unit Keranjang pikul sepeda motor kecil
20 M rotan manau 40 M rotan sega 2 unit Keranjang gendong 60 M rotan sega 30 M rotan manau 6 unit
Pemukul tilam 5 M rotan sega 1 unit
2 Mekar Makmur Keranjang Pikul sepeda motor besar 20 M rotan manau 60 M rotan cacing 2 unit Keranjang pikul sepeda motor kecil
10 M rotan manau 20 M rotan sega 1 unit Keranjang pengutip berondolan sawit
Pemukul tilam 15 M rotan sega 3 unit Bola takraw 25 M rotan cacing 5 unit Pengangkat batu
dari sungai
50 M rotan cacing 10 M rotan manau
5 unit
3 Sei Rampah Keranjang pikul sepeda motor besar 20 M rotan manau 60 M rotan cacing 2 unit Keranjang pikul sepeda motor kecil
40 M rotan manau 80 M rotan sega 4 uni Keranjang gendong 30 M rotan sega 15 M rotan manau 3 unit Keranjang pengutip berondolan sawit
40 M rotan cacing 2 unit
Pemukul tilam 105 M rotan sega 21 unit Bola takraw 45 M rotan cacing 9 unit Jumlah 6 Jenis produk Rotan cacing : 400 m
Rotan sega : 355 m Rotan manau : 185
m
69 unit
Pada Tabel 6 terlihat bahwa tanaman rotan yang paling banyak di ambil masyarakat dari hutan adalah rotan cacing yaitu 400 m dalam setiap bulannya. Dan 355 m Rotan Sega yang menempati posisi yang kedua setelah rotan cacing. Serta rotan manau sebanyak 185 m setiap bulannya di ambil masyarakat dari hutan. Inilah produksi rotan di Kabupaten Langkat dalam setiap bulannya.
Teknologi Pengolahan Rotan
Pengetahuan masyarakat di Desa Bukit Lawang, Desa Mekar Makmur dan Sei Rampah tentang teknologi pengolahan rotan, baik perlakuan sebelum pengerjaan maupun proses pengerjaannya masih sederhana. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, bahwa masyarakat masih mengolah rotan dengan cara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang sederhana karena hanya merupakan usaha rumahan yang tergolong kecil. Tabel persentase masyarakat yang melakukan pengawetan terhadap rotan.
Tabel 7. Jumlah Masyarakat Yang Melakukan Pengawetan Terhadap Rotan.
No Teknologi Pengolahan Desa
Bukit Lawang Mekar Makmur Sei Rampah
1 Pengasapa 5 4 6
2 Perendaman 2 2 3
3 Penjemuran 2 2 5
Jumlah 9 8 14
Hasil pertanyaan langsung kepada masyarakat melalui kuisioner salah satu factor yang mempengaruhi masa pakai produk rotan adalah cuaca yang menyebabkan kerusakan dan menurunkan masa pakai produk rotan tersebut. Sinar matahari dan air berupa air hujan yang merupakan hal yang paling banyak menurut masyarakat dalam mempengaruhi keawetan dan masa pakai rotan. Adapun metode yang dilakukan masyarakat untuk meningkatkan masa pakai produk rotan antara lain: pengasapan, perendaman, penjemuran.
Metode Pengasapan
Pengasapan dilakukan agar warna rotan menjadi kuning merata dan mengkilap. Pengasapan dilakukan pada rotan kering yang masih berkulit (alami) Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi rotan agar warna kulit rotan menjadi lebih mengkilap. Pengasapan dilakukan dalam rumah disamping tungku masak atau diatas tungku masak. Di dalam pengasapan rotan hanya bias menampung sedikit sekitar 20 meter, dikarenakan tidak adanya tempat kusus. Setiap lapisan diberi bantalan kayu agar asap bergerak bebas di antara lapisan rotan. Waktu pengasapan sekitar 2-3 hari.
Metode Perendaman
Sebelum masyarakat membuat produk, umumnya rotan diberi perlakuan seperti perendaman. Dalam proses perendaman ini terjadi permentasi zat pati yang terdapat dalam rotan secara berantai oleh mikroba-mikroba yang didominasi oleh bakteri. Perendaman juga bertujuan untuk rotan lebih halus dan rata hanya dikikis dengan pisau biasa.
Gambar 3. Perendaman Rotan
Setelah rotan dicuci lalu dikeringkan dengan cara dijemur pada panas matahari sampai kering dengan kadar air berkisar 15% - 19%. Hasil penelitian Basri dan Karnasudirja (1987) pada rotan manau (Calamus manan Miq.) dan rotan semambu (Calamus scipionum Burr.), menunjukkan bahwa lama pengeringan secara alami dari kedua jenis rotan tersebut berkisar 22 hari sampai 65,3 hari. Dengan menggunakan alat dehumidifier (cara masinal) diperoleh lama pengeringan dari kedua jenis rotan tersebut berkisar antara 5 sampai 8,5 hari. Lebih jauh, kadar air yang diperoleh dengan menggunakan alat tersebut lebih rendah dibandingkan dengan cara alam. Kadar air yang dicapai berkisar antara 10,54% - 11,78% dengan alat dehumidifier dan antara 18,35 % sampai 19,19 % dengan cara alam. Warna rotan yang dihasilkan dengan cara alam lebih baik (lebih mengkilap) dibandingkan dengan alat dehumidifier.
Gambar 4. Penjemuran Rotan
Pendapatan yang dimaksud adalah jumlah keseluruhan pendapatan dari pemanfaatan rotan setelah dikurang biaya produksi. Dari hasil tabulasi data, pendapatan rata-rata masyarakat dari pemanfaatan rotan adalah Rp. 124.193 setiap bulan. Pendapatan terkecil masyarakat setiap bulannya dari rotan adalah Rp. 70.000 per bulannya dan pendapatan terbesar adalah Rp. 190.000 per bulan. Pendapatan rata-rata masyarakat yang mengambil dan mengelola rotan tergolong sangat rendah. Pendapatan yang rendah dari pemanfaatan rotan dikarenakan mengambil dan mengrajin rotan hanya pekerjaan sampingan. Dari hasil wawancara kepada seluruh responden, pendapatan dari mengambil dan mengolah rotan menjadi suatu produk rotan sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Oleh karena itu untuk menambah pendapatan masyarakat harus mencari sumber pendapatan yang lain seperti berkebun karet, bertani, berjualan dan buruh harian.
Tidak bisanya melakukan penjualan keluar dari kawasan tempat dilakukannya pengambilan dan pengolahan rotan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan dari rotan. Masyarakat merasa kesulitan untuk memperluas wilayah penjualan dikarenakan hal tersebut merupakan illegal. Namun kebutuhan hidup membuat masyarakat terus bekerja mengambil rotan.
Model Penduga Pendapatan
Hubungan antara pendapatan rumah tangga sesudah mengambil dan mengrajin rotan (Y) terhadap kerja bangunan (X1), buruh harian (X2), berkebun (X3), berdagang (X4), bertani (X5).
Y = 229610,351 + 0,842X1 + 0,945X2 + 0,791X3 + 0,888X4 + 0,893X5
Untuk mengetahui apakah suatu persamaan regresi yang dihasilkan baik untuk mengestimasi nilai variable dependen maka dilakukan uji koefisien regresi (uji parsial), pengukuran persentase pengaruh semua variable independen secara simultan terhadap nilai variable dependen, dan pengujian pengaruh semua variable independen di dalam model terhadap nilai variable dependen (uji simultan).
Uji t menguji variable bebas (X) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variable terikat (Y) yaitu X1 nilai t hitung (5,019) > t tabel (1,96) dari nilai signifikan 0,000 < 0,05 dan nilai X2 nilai t hitung (5,170) > t tabel (1,96) dengan nilai signifikan 0,000 < 0,05, X3 nilai t hitung (5,398) > t tabel (1,96) dengan nilai signifikan 0,000 < 0,05, X4 nilai t hitung (6,095) > t tabel (1,96) dan X5 nilai t hitung (4,445) > t tabel (1,96) maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (Lampiran 3).
Model regresi tersebut sudah benar atau tidak dapat diketahui dengan melakukan pengujian hubungan linearitas antara variable bebas dan variable tak bebas. Pengujian hubungan linearitas dilihat dari angka signifikansi Anova (Lampiran 3C). Pengujian dilakukan dengan menggunakan angka signifikan atau Sig dengan ketentuan jika angka signifikan penelitian < 0,05; H0 ditolak H1 diterima dan jika angka signifikan penelitian > 0,05; H0 diterima dan H1 ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka signifikan sebesar 0.000 dimana angka lebih kecil dari 0,05 sehingga model regresi ini benar. Artinya, terdapat hubungan linier antara frekuensi pengambilan dengan pendapatan maka variable
frekuensi pengambilan mempengaruhi pendapatan. Frekuensi pengambilan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan ditunjukkan oleh tingkat signifikansi sebesar 0,000 dan nilai ini dibawah 0,05. Hasil uji ANOVA dapat diketahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan penentuan validitas model secara bersama-sama dilakukan dengan uji-F (dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel). Variabel Y diperoleh F hitung sebesar 8,726 dengan tingkat signifikan 0,000, maka diperoleh F-hitung (8,726) > F tabel (2,37) atau sig F < 5% (0,000 <0,05) (Lampiran 6)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Produksi rotan di desa Bukit Lawang, Mekar Makmur, Sei Rampah adalah Rotan cacing 400 meter, Rotan Sega 355 meter, Rotan manau 185 meter dalam setiap bulannya.
2. Pengambilan rotan dilakukan secara individu dengan lama pengambilan satu hari. Rotan digunakan sebagai bahan baku keranjang pikul sepeda motor besar, keranjang pikul sepeda motor kecil, keranjang gendong, alat pengambil batu atau pasir dari sungai, pemukul tilam, bola takraw yang dijual kepada masyarakat sekitar. Teknologi pengolahan menggunakan metode tradisional yaitu pengasapan, perendaman dan penjemuran.
3. Pendapatan rata-rata masyarakat yang bersumber dari pemanfaatan rotan adalah sebesar Rp. 124.193 setiap bulannya.
Saran
1. Perlu dilakukan penyuluhan dan program budidaya rotan di Kabupaten Langkat agar potensi rotan sebagai penambah pendapatan keluarga dan masyarakat dapat menanam rotan di areal kebun masing-masing.
2. Hendaknya masyarakat membuat produk rotan yang beragam dan bernilai seni sehingga nilai jual produk meningkat.
3. Perlu peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai teknik pemungutan rotan yang benar oleh dinas terkait.