• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi adalah penyakit yang sering terjadi dan sering didefinisikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi adalah penyakit yang sering terjadi dan sering didefinisikan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah penyakit yang sering terjadi dan sering didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri persisten. Pada awal tahun 1900-an peningkatan tekanan darah dianggap sebagai sesuatu yang diperlukan untuk adekuatnya perfusi organ esensial, namun sekarang diidentifikasikan sebagai salah satu faktor yang signifikan untuk penyakit kardiovaskular di Amerika Serikat. Meningkatkan kesadaran terhadap kontrol tekanan darah dengan pengobatan yang tepat dianggap sebagai inisiatif kesehatan masyarakat yang

penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit cardiovascular

(Dipiro et al., 2005).

Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil riset kesehatan dasar yang menunjukkan hipertensi berada pada peringkat ketiga penyebab kematian di Indonesia, yaitu sebanyak 6,8% (Depkes, 2006). Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya di rumah sakit Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, di mana D.I Yogyakarta menempatkan pada urutan

(2)

kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau riwayat

minum obat (Kemenkes RI, 2013b).

Hampir 95% dari pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah, penyebabnya tidak diketahui secara pasti, keadaan ini disebut dengan hipertensi primer atau esensial (EH). Peningkatan tekanan darah yang dikaitkan dengan penyebab yang mendahuluinya disebut dengan hipertensi sekunder. Walaupun lebih jarang ditemukan dari hipertensi esensial, kondisi yang menyebabkan hipertensi sekunder sangat penting karena penderitanya sering menerima

pengobatan yang permanen (Maholtra et al., 2003).

Penatalaksanaan hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup dan interfensi farmakologi yaitu menggunakan obat-obat antihipertensi. Pemilihan antihipertensi ditentukan oleh keadaan klinis pasien, derajat hipertensi dan sifat obat antihipertensi tersebut (Depkes, 2006). Suatu penelitian kesalahan pengobatan di

bagian Acute Cardiac Care menunjukkan bahwa obat-obatan yang sering terlibat

dalam kesalahan pengobatan meliputi diuretik, nitrat, ACE inhibitor, dan Calsium

Chanel Blocker (Freedman et al., 2002). Dalam populasi umum, pengobatan farmakologis harus dimulai ketika tekanan darah 150/90 mmHg atau lebih tinggi pada orang dewasa 60 tahun dan lebih tua, atau 140/90 mmHg atau lebih tinggi

pada orang dewasa yang lebih muda dari 60 tahun (James et al., 2014) dan target

hipertensi tercapai bila tekanan darah mencapai ‹120/80 mmHg (Chobanian, et

al., 2003).

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi capaian tekanan darah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan He et al pada tahun 2002 terdapat

(3)

hubungan antara etnis terhadap kontrol tekanan darah, yaitu proporsi pasien tekanan darah terkontrol pada ras kulit putih lebih banyak secara signifikan dari pada ras kulit hitam. Selain itu persentase pasien yang hipertensinya terkontrol secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang telah menikah, rutin melakukan

kontrol tekanan darah, dan memodifikasi gaya hidup (He et al., 2002). Dengan

banyaknya faktor-faktor tersebut sampai saat ini masih banyak terdapat pasien hipertensi yang sulit mencapai target tekanan darah (Depkes, 2006). Berdasarkan hasil survei national centre for health statistics di Amerika Serikat tahun 2000 secara keseluruhan hanya 31% individu dari seluruh pasien hipertensi yang sedang menjalani terapi farmakologi yang tekanan darahnya terkendali yaitu dibawah ≤ 140mmHg/90mmHg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 40 juta orang dewasa di Amerika Serikat mengalami hipertensi yang tidak terkendali (Wang dan Vasan, 2005).

Pasien dikatakan mengalami hipertensi resisten apabila gagal mencapai tujuan tekanan darah setelah minum obat kira-kira 3 regimen obat. Apabila penyebab hipertensi tidak ditemukan harus dicari dengan seksama alasan-alasan mengapa tekanan darah yang diinginkan belum tercapai (Depkes, 2006). Oleh kerena itu dalam menentukan terapi pengobatan yang tepat pada pasien hipertensi maka diperlukan data mengenai pola penggunaan antihipertensi dan faktor -faktor yang mempengaruhi capaian target tekanan darah pada pasien hipertensi.Hal ini

sangat membantu dalam upaya pemilihan obat dan pemberian treatment yang

(4)

B. Rumusan Masalah

1. Seperti apa pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi

rawat jalan di Rumah Sakit UGM Yogyakarta?

2. Berapakah pasien yang mencapai target tekanan darah pada pasien

hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit UGM Yogyakarta menurut JNC VIII?

3. Faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap capaian tekanan darah

pada pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit UGM Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola penggunaan obat antihipertensipada pasien hipetensi

rawat jalan di Rumah Sakit UGM Yogyakarta.

2. Mengetahui jumlah pasien yang mencapai target tekanan darahpada pasien

hipetensi rawat jalan di Rumah Sakit UGM Yogyakarta menurut JNC VIII.

3. Mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi capaian tekanan darah pada

pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit UGM Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan penggunaan obat antihipertensi secara baik dan benar.

(5)

2. Bagi farmasi klinis diharapkan dapat meningkatkan peran aktifnya di rumah sakit khususnya dalam pemantauan penggunaan obat-obat

3. Dapat memberi masukan bagi perkembangan ilmu farmasi yang

berorientasi pada pelayanan yang terpusat kepada pasien terutama dalam pengobatan Hipertensi

E. Tinjauan Pustaka 1. Definisi

Hipertensi adalah suatu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah seseorang. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada dua atau lebih pengukuran pada posisi duduk. Seseorang dikatakan terkena hipertensi jika rata-rata pada pengukuran dua kali atau lebih tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali atau lebih kunjungan pada waktu yang berbeda (Susalit, 2001).

2. Etiologi

Hipertensi dapat dibedakan menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder berdasarkan penyebabnya. Hipertensi primer merupakan hipertensi idiopatik, artinya tidak diketahui secara jelas penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder biasanya disebabkan oleh adanya penyakit atau patofisiologis lain.

Kebanyakan hipertensi, mencapai 95% tidak diketahui penyebab spesifiknya. Hipertensi primer walaupun tidak diketahui penyebab spesifiknya tetapi terdapat beberapa abnormalitas yang berpotensi berkontribusi terhadap

(6)

hipertensi tersebut (Chobanian et al., 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi

hipertensi primer (Chobanian et al., 2004) adalah:

a. Pembuluh darah. Terdapat abnormalitas secara fungsional dan struktural. Abnormalitas secara fungsional antara lain sekresi nitrit oksida yang rendah, produksi endotelin yang tinggi, kerusakan kanal Ca2+ atau Na2+/K+ dan hiperresponsibilitas terhadap ketokolamin. Nitrit oksda merupakan vasodilator endogen. Endotelin merupakan

vasokonstriktor kuat yang diproduksi oleh sel endothelium. Kanal Ca2+

atau Na2+/K+ berperan didalam kontraksi sel otot. Sedangkan abnormalitas secara struktural yaitu hipertrofi medial yang berlebihan. b. Adrenal. Berupa malregulasi atau lemahnya ketokolamin.

c. Ginjal. Berupa disfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan kerusakan kanal ion.

d. Reseptor. Tekanan/volume, berupa desensitisasi.

e. Sistem syaraf pusat. Berupa sinyal basal simpatik tinggi, abnormalitas respon terhadap stress, abnormalitas sinyal dari baroreseptor dan reseptor volume. Pada kasus hipertensi sekunder, terdapat beberapa kondisi yang telah diidentifikasi menyebabkan hipertensi. Kondisi- kondisi penyebab tersebut adalah penyakit ginjal kronik, koartikal

aorta, Cushing’s syndrome dan glucocorticoid excess states lainnya

termasuk terapi steroid kronik, obstruksi uropati, pheochromocytoma,

(7)

hipertensi renovaskular, sleep apnea, penyakit tirod dan paratiroid dan

penggunaan obat (Chobanian et al., 2004).

3. Patofisiologi

Sistem kardivaskular terdapat beberapa organ yang berpengaruh terhadap homeostatis tekanan darah yaitu jantung, pembuluh darah, dan ginjal (Stringer,

2001). Tekanan darah (Blood Pressure/ BP) paling utama dipengaruhi oleh

cardiac output (CO) dan tahanan vaskular perifer (Peripheral Vascular Resistance/ PVR).

BP = CO x PVR

Sedangkan CO dipengaruhi oleh stroke volume (SV) dan heart rate (HR).

SV merupakan jumlah darah yang dipompakan setiap kali darah dipompakan oleh jantung. Sedangkan HR merupakan jumlah pemompaan oleh jantung setiap menit.

CO = SV x HR

a. Jantung. Cardiac output atau curah jantung merupakan penentu utama

untuk tekanan darah sistolik. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya CO adalah peningkatan HR, peningkatan SV, peningkatan kontraktilitas, dan peningkatan retensi natrium dan air (Saseen dan Maclaughlin, 2008). Semakin besar volume darah yang harus dipompakan, maka semakin tinggi TD yang dihasilkan.

b. Pembuluh darah. Tekanan vaskular perifer merupakan penentu utama untuk tekanan darah diastolik. Peningkatan tahanan vaskular perifer

(8)

dipengaruhi oleh adanya vasokontriksi (Sassen dan Maclaughlin, 2008).

c. Ginjal. Sistem renin-angiotensin-aldosteron memegang peranan peting dalam homeostatis tekanan darah tersebut.

Berbagai faktor neural dan humeral diketahui mempengaruhi tekanan darah. Faktor-faktor ini meliputi sistem dalam adrenergik (mengontrol reseptor α dan β), sistem renin-angiotensin-aldosteron (mengatur aliran darah sistemik dan ginjal, fungsi ginjal, dan aliran darah ginjal) mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, beberapa faktor hormonal (hormon kortiko adrenal, vasopresin, hormon thyroid, insulin), endotel vaskuler (mengatur pelepasan nitrit oksida, bradikinin, prostasiklin, endothelin). Mekanisme ini penting diketahui untuk

memahami terapi dengan obat anti hipertensi (Dipiro et al., 2005).

4. Faktor Risiko Capaian Tekanan Darah

Faktor risiko capaian tekanan darah menurut Depkes RI (2006) dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Risiko tidak dapat diubah pada penyakit hipertensi antara lain umur, jenis kelamin dan genetik.

1) Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjujt cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di

(9)

atas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.

2) Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana wanita setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.

3) Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.

(10)

b. Faktor risiko yang dapat diubah 1) Kegemukan (obesitas)

Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20 -33% memiliki berat badan lebih (overweight).

2) Psikososial dan Stress

Stress atau ketegangan dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Peningkatan darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi.

3) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan

(11)

darah tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-ototj antung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pernbuluh darah arteri.

4) Olah Raga

Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun.

5) Konsumsi Alkohol Berlebih

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah.

6) Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.

7) Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia

Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan

(12)

dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL (High Density Lypoprotein) dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.

5. Klasifikasi Hipertensi

JNC VII mengklasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (usia ≥ 18 tahun) yang meliputi tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi tingkat 1, dan hipertensi tingkat 2 (Tabel 1).

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah diastolik

sistolik (mmHg) (mmHg)

Normal ‹120 Dan ‹80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-90

Hipertensi tingkat 1 140-159

Atau >100

6. Tata Laksana Terapi Antihipertensi

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non farmakologi dan dan farmakologi. Terapi non farmakologi harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-

faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya (Chobanian et al., 2003).

a. Terapi Non Farmakologi

Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terbukti menurunkan tekanan darah dapat dilihat pada tabel II, sesuai dengan rekomendasi JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien hipertensi, modifikasi gaya hidup

Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (Chobanian et al., 2003)

Atau 90-99

(13)

juga dapat mengurangi berlanjutnya kondisi pada pasien-pasien dengan prehipertensi ke hipertensi derajat 1 atau 2 (Chobanian et al., 2003; Sudoyo et al., 2006).

Tabel II. Perubahan gaya hidup penanganan hipertensi (Chobanian et al.,2003) Perubahan gaya Rekomendasi

sistolik (mmHg) Penurunan berat badan Perencanaan pola makan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) Pembatasan natrium

Mempertahankan berat badan normal Body Mass Index

(BMI 18,45-24,9 kg/m2)

Konsumsi diet kaya buah- buahan sayuran, produk

rendah lemak dengan

mengurangi kandungan lemak saturasi dan lemak total

Mengurangi intake

natriumsampai tidak lebih dari 100 mmol tiap hari (2-4 g natrium atau 6 g NaCl)setara 1 sendok teh

5-20 mmHg/tiap penurunan berat badan sebanyak 10 kg

8-14 mmHg

2-8 mmHg

Aktivitas fisik Aktivitas aerobik secara teratur seperti jalan cepat (paling tidak 30 menit setiap hari)

4-9 mmHg

Pembatasan konsumsi alkohol

Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas tiap hari pada laki-laki dan tidak lebih dari 1 gelas pada wanita dan orang yang kurus

2-4 mmHg

b. Terapi farmakologi

Farmakologi hipertensi melibatkan penggunaan agen anti hipertensi dari

beberapa kelas farmakologi yang berbeda : diuretik, penghambat beta (beta

blocker/BB), penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor/ACEI),

penghambat reseptor angiotensin II (Angiotensin II Reseptor Blocker/ARB), dan

Penurunan tekanan darah

(14)

penghambat kanal Ca (Ca Chanel Blocker/CCB) sebagaimana tertera pada JNC

VII (gambar 1) (Chobanian et al., 2003;Sudoyo et al.,2006)

Modifikasi Gaya Hidup

Tidak mencapai tujuan Tekanan Darah (<140/90 mmHg) atau (<130/80 mmHg) untuk Diabetes dan

Gagal Ginjal Kronik

Pemilihan Obat

Hipertensi Tahap 1 ((TDS 140-159 mmHg atau TDD 90-99 mmHg).Diuretik jenis tiazid untuk semua pasien. Dapat dipertimbangkan ACEI, βB,CCB, atau kombinasi Hipertensi tahap 2 (TDS ≥160 mmHg atau TDD ≥100 mmHg). Dua obat kombinasi untuk semua pasien (biasanya diuretik jenis tiazid dan ACEI

atau ARB atau βB,atau

CCB. Obat-obat untuk pasien dengan faktor risiko Antihipertensi lin (diuretik, ACEI, ARB, βB,CCB) sesuai kebutuhan

Tidak mencapai target tekanan darah

Mengoptimalkan dosis atau menambah obat sampai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan dokter spesialis.

Gambar I. Algoritma Pengobatan Hipertensi Menurut JNC VII (Chobanian et al., 2003) Tanpa Faktor Risiko Dengan Faktor Risiko

(15)

Obat antihipertensi masing-masing mempunyai farmakologi sebagai berikut (Nugroho, 2011).

1. ACEI. Angiotensin-Converting Enzym (ACE) merupakan enzim penting dalam sistemrenin angiotensin. Enzim tersebut disebut juga dengan peptidil dipedtida hidrolase atau peptidil dipeptidase. Enzim ini mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II pada permukaan sel endotelium. Angiotensin II adalah suatu vasokonstriktor poten dan pemacu sekresi aldosteron. Aldosteron sendiri menyebabkan peningkatan volume darah sehingga meeningkatkan resistensi vaskuler. Penghambatan pada enzim ini menghasilkan efek: 1) Vasodilatasi lalu menurunkan resistensi vaskuler sehingga menurunkan tekanan darah, 2) menurunkan sekrsi aldosteron, lalu menurunkan volume darah sehingga menurunkn beban akhir jantung (afterload).

2. ARB. Obat ini beraksi menghambat reseptor angiotensin II. Khususnya AT-I. Aksinya sebenarnya mirip dengan ACEI, bedanya obat ini menghambat aktivitas angiotensin II terhadap reseptornya, sedangkan ACEI menghambat produksi angiotensin II. Secara teori, obat in lebih menguntungkan dibandingkan ACEI karena tidak menghasilaan efek samping batuk kering. Disamping itu, pembentukan angiotensin II sebenarnya tidak hanya tergantung oleh ACE, namun bisa juga oleh kimase, yang tidak dihambat oleh ACE.

(16)

3. β Blockers. Obat ini bekerja menghambat persyarafan simpatetik menuju organ jantung. Obat ini juga digunakan dalam terapi hipertensi karena menurunkan frekuensi denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan enzim renin dari ginjal. Semua melibatakan penghambatan pada reseptor β1 adrenergik.

4. CCB. Obat ini juga dengan Calsium Channel Blocker. Istilah terakhir ini lebih tepat karena aksi obat ini menghambat influks ion kalsium pada

kanal ion kalsium (Voltage-gated calcium channels) di pembuluh darah

dan otot jantung. Penurunan ion kalsium intraseluler menyebabkan penurunan kontraksi otot. Pembuluh darah, penurunan ion kalsium intraseluler menurunkan kontraksi otot polos pembuluh darah, lalu meningkatkan diameter pembuluh darah darah arteri namun tidak pada vena, sehingga menimbulkan vasodilatasi. Vasodilatasi mengakibatkan penurunan resistensi perifer. Penurunan ion kalsium intraseluler di jantung menyebabkan penurunkan kontraksi sel otot jantung, sehingga menurunkan curah jantung. Penurunan baik curah jantung maupun resistensi perifer menyebabkan penurunan tekanan darah. Secara klinik, obat ini digunakan dalam terapi hipertensi dan angina pektoris (menurunkan beban akhir jantung sehingga menurunkan kebutuhan oksigen).

5. Diuretik. Obat diuretik dibagi menjadi 2 yaitu: 1) beraksi langsung pada sel nefron; dan 2) tidak beraksi seara langsung pada sel nefron, obat golongan pertama dibagi menjadi tiga yaitu: a) Loop diuretik. Obat ini

(17)

beraksi menghambat co-transpoter Na+/K+/2Cl- pada ascending limb lengkung henle sehingga menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl-.

Peningkatan Na+ dalam filtrat nefron ketika berada bagian tubulus

kolektivus akan mengakibatkan sekresi Na+H+ sehingga menyebabkan

hipokalemia. Obat ini termasuk diuresis paling poten. Contoh obat

furosemid, bumetanid, piretanid, torasemid, dan asam etakrinat. b) Distal

tubule diuretic. Obat ini beraksi menghambat co-transpoter Na+/Cl- pada

tubulus distal sehingga menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl-. Obat ini juga

menyebabkan hipokalemia. Obat ini termasuk obat lini pertama untuk penanganan hipertensi. Contoh obat klorotiazid, hidroklorthiazid,

klorthalidon dan metozalon. c) Diuretik hemat kalium (potassium-sparing

diuretics). Obat ini beraksi pada duktus kolektivivus, dan efek diuresisnya sangat lemah sehingga tidak digunakan dalam bentuk tunggal. Diuresis ini

sering dikombinasikan dengan diuresis lainnya untuk menjaga

keseimbangan ion kalium. Spironolakton merupakan antagonis aldosteron, suatu hormon yang menyebabkan retensi air dan ion natrium. Aksi spironolakton lainnya adalah menurunkan sekresi ion kalium.

Obat antihipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat atau mekanisme kerjanya (Tabel III). Rasionalisasi pemberian diperlukan untuk efek potensial saling melengkapi dengan terapi secara bersamaan dari kelas terapi yang berbeda adalah strategi yang efektif untuk meningkatkan kontrol tekanan darah dengan dosis minimum yang berarti efek samping yang minimum pula (Laurence et al., 2007)

(18)

Obat antihipertensi dapat menurunkan curah jantung dengan cara menghambat daya kontraktilitas miokarial atau menurunkan tekanan pengisian ventrikel. Penurunan tekanan pengisian ventrikel dapat dicapai melalui kerja terhadap tonus vena atau volume darah yang melalui kerjanya pada otot polos untuk merelaksasi pembuluh resisten atau dengan mengganggu aktivitas system yang menyebabkan kontraksi pembuluh resisten (Hardman dan Limbird, 2008).

Tabel III. Klasifikasi obat antihipertensi berdasarkan kerja utama atau mekanisme aksinya (Laurence et al., 2008)

Mekanisme Kerja 1.Tiazid (Hidrokortiazid,klortiazid,dll)

2.Diuretik loop (furosemid, bumetanid,torsemid, asam

Diuretik etalsirat)

3. Diuretik hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)

Obat Simpatolitik 1.Antagonis adrenergic β (metoprolol, atenolol, dll)

2.Antagonis adrenergic α (prasozin, terazosin, doxazosin ACE-inhibitor Kaptopril,enalapril,lisinopril,quinapril, ramipril,benazepril,fosinopril Antagonis reseptor angitensin II Losartan,candesartan,irbesartan,valsartan,telmisartan,epros artan Vasodilator 1.Arteri(Hidralazin,monoksidil,diazoxide,fenoldopam)

2.Arteri dan Vena (nitroprussid)

Diretik (terutama tipe tiazid), ACE-inhibitor, ARB atau CCB adalah obat antihipertensi utama yang digunakan sebagai pilihan lini pertama. Kelas obat antihipertensi lainnya yang menjadi pertimbangan alternatif kelas obat yang mungkin menjadi pilihan untuk digunakan pada pasien setelah obat lini pertama yaitu penghambat α1 (α1-blocker), penghambat renin secara langsung, agonist α2

sentral, antagonis adrenik peripheral dan vasodilator arteri langsung (Dipiro et al.,

2005)

Obat

(19)

Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang seharusnya. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis adekuat gagal mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10 mmHg diatas tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua kelas obat, keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telah disatukan

(Chobanian et al.,2003).

Indikasi khusus sebagai komorbid memerlukan penanganan antihipertensi khusus berdasarkan iuran positif pada uji klinik. Daftar indikasi khusus memerlukan penggunaan obat anti hipertensi lain sebagai terapi awal(Tabel 4). Obat jika tidak dapat ditoleransi atau merupakan kontraindikasi, satu obat dari kelas lain yang terbukti dapat menurunkan kejadian kardiovaskular sebaiknya digunakan sebagai terapi pengganti saja.

Tabel IV. Indikasi khusus dan obat antihipertensi yang direkomendasikan (Chobanian dkk., 2003; Dipiro et al.,2005)

Obat Indikasi Khusus

Diuretik BB ACEI ARB CCB A

A Gagal Jantung * * * * * Infark postmiokard * * * Risiko jantung tinggi penyakit koroner * * * * Diabetes

Gagal ginjal kronik

* * * * * * * Keterangan : BB = Beta Blocker

ACEI= Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ARB = Angiotensi Receptor Blocker

CCB = Calsium Chanel Blocker

ntagonis ldosteron

*

(20)

F. Landasan Teori

Hipertensi merupakan masalah utama kesehatan publik diseluruh dunia dan merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler terbanyak, serta belum terkontrol optimal di seluruh dunia. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah sistolik, dan atau tekanan darah diastolik akan meningkatkan kejadian kardiovaskuler. Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko terjadinya penyakit jantung coroner (PJK), gagal jantung, stroke, atau gagal ginjal. Oleh karena itu hipertensi harus diobati dengan tepat dan selalu dikontrol tekanan darahnya agar selalu memiliki tekanan darah yang normal (Kabo, 2010).

Berdasarkan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kontrol tekanan darah yang buruk di Primary Care Italia adanya penyakit

penyerta seperti dibetes melitus, pertambahan umur, dan adanya konsumsi obat lain oleh pasien berhubungan signifikan terhadap peningkatan risiko tekanan darah tidak terkontrol (Esposti et al., 2004).

Coupling indication pada pasien hipertensi berpengaruh terhadap pemilihan obat antihipertensi yang akan digunakan oleh pasien. Penyakit penyerta pada pasien hipertensi meliputi gagal jantung, pasca infark miokard, risiko

penyakit koroner tinggi, diabetes, penyakit ginjal kronis, dan stroke (Chobanian et

al., 2004). Penelitian lain yang mendukung adanya hubungan antara umur dan

penyakit penyerta dengan capaian target tekanan darah yaitu penelitian yang dilakukan Camano (2013) yang menyatakan bahwa ada hunungan antara umur, penyakit penyerta, dan adanya diabetes melitus dengan tidak tercapainya target

(21)

tekanan darah. Rata-rata umur pasien hipertensi adalah 56,7 tahun dan 82,9% pasien hipertensi mempunyai satu atau lebih penyakit penyerta.

Monitoring interaksi obat perlu dilakukan jika terdapat penyakit-penyakit penyerta karena dapat berpengaruh pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat-obat yang dikonsumsi pasien sehingga berpengaruh terhadap capaian tekanan darahnya. Misalnya apabila pasien mendapat diuretik tiazid tetapi juga mendapat NSAID harus diperhatikan karena efek antihipertensi tiazid dapat diturunkan

akibat penggunaan NSAID (Depkes, 2006). Penelitian oleh Conlin et al. tahun

2000 menyatakan bahwa interaksi obat NSAID dengan antihipertensi secara signifikan dapat meningkatkan tekanan darah pasien hipertensi.

G. Kerangka Konsep

obat antihipertensi

Faktor-faktor yang diteliti:

- Umur

- Penyakit Penyerta

- Interaksi obat

Capaian tekanan darah Faktor-faktor lain : -Merokok

-Kepatuhan Pengobatan -Aktivitas Fisik

Gambar 2. Diagram Kerangka Konsep Penelitian

Pola penggunaan Terapi dengan antihipertensi

(22)

H. Hipotesis

Ada hubungan antara faktor risiko yang meliputi umur, penyakit penyerta, dan interaksi obat terhadap capaian tekanan darahpada pasien hipetensi rawat jalan di RS Akademik UGM Yogyakarta.

Gambar

Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (Chobanian et al., 2003)
Tabel II. Perubahan gaya hidup penanganan hipertensi (Chobanian et al.,2003)
Gambar I. Algoritma Pengobatan Hipertensi Menurut JNC VII  (Chobanian et al., 2003)Tanpa Faktor Risiko                                Dengan Faktor Risiko
Tabel  IV. Indikasi khusus dan obat antihipertensi yang direkomendasikan (Chobanian  dkk., 2003; Dipiro et al.,2005)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, motivasi timbul karena adanya suatu desakan, misalnya kurangnya kebutuhan hidup maka timbul suatu motivasi untuk

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan subyek penelitian siswa kelas IV B MIN Tempel Sleman Yogyakarta semester II tahun ajaran 2011/2012 yang

There are two research questions in this research, first is how does turn-taking system betwen jon Stewart and David Axelrod in conversation, second is how does

Rapat divisi Ruang rapat privat Indoor Makan-minum Kantin publik indoor Buang air lavatori servis Indoor istirahat Sitting group publik indoor. Cleaning

- Timbang teliti 10 gram contoh (atau sejumLah 30 mg sampai dengan 125 mg biuret) dan pindahkan ke dalam gelas piala 400 mL. Tambahkan, sambil diaduk 20 mL larutan kalium natrium

Penelitian ini menggunakan campuran perbandingan 1:2:3 terhadap berat beton dan hasil menunjukan bahwa terak sebagai pengganti agregat kasar terhadap kuat tarik dan berat

Dari gambar 4.1 Grafik hubungan kekuatan bending terhadap variasi ketebalan inti dengan tebal kulit 7 mm pada komposit sandwich dengan fraksi

Untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan variasi terhadap rasio asam penitrasi (asam sulfat dan asam nitrat) yang digunakan sesuai dengan diagram terner nitrasi