• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi suatu perusahaan dapat diinterpretasikan. Rasio keuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi suatu perusahaan dapat diinterpretasikan. Rasio keuangan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teoritis

1.1 Pengertian Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat pada laporan keuangan sehingga kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan dapat diinterpretasikan. Rasio keuangan merupakan pedoman yang berfaedah dalam mengevaluasi posisi dan operasi keuangan perusahaan dan mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya atau perusahaaan-perusahaan lain.

Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui apakah telah terjadi penyimpangan dalam melaksanakan aktivitas operasional perusahaan. Rasio merupakan alat untuk meyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat mengindikasikan area yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Rasio keuangan menunjukkan hubungan sistematis dalam bentuk perbandingan antara perkiraan-perkiraan laporan keuangan. Agar hasil perhitungan rasio keuangan dapat diinterpretasikan, perkiraan-perkiraan yang dibandingkan harus mengarah pada hubungan ekonomis yang penting.

(2)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis. Hal-hal tersebut akan membantu analis dalam menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan sehingga dihasilkan kesimpulan yang lebih tepat. Syamsuddin (2000 : 40) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis.

− Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilaksanakan. Untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan sejumlah rasio haruslah dinilai secara bersama-sama. Kalau sekiranya hanya satu aspek saja yang ingin dinilai, maka satu atau dua rasio saja sudah cukup digunakan.

− Pembandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan yang sejenis dan pada saat yang sama. Tidaklah tepat kita membandingkan rasio finansial perusahaan A pada tahun 19X0 dengan rasio finansial perusahaan B pada tahun 19X1.

− Sebaiknya perhitungan rasio finansial didasarkan pada data laporan keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit masih diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat.

− Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama.

1.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan

Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowicz (2005 : 204)

Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek dari “kondisi keuangan” perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio rasio neraca (balance sheet ratio), karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba

(3)

rugi (income statement ratio) atau rasio laba rugi/neraca (income statement/balance sheet ratio).

Secara umum rasio-rasio keuangan dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis kelompok rasio keuangan antara lain:

1.2.1 Rasio Likuditas

Rasio likuiditas biasa digunakan dalam melakukan analisis kredit karena likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam menilai tingkat likuiditas perusahaan adalah kreditor-kreditor jangka pendek seperti pemasok dan bankir. Rasio likuiditas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 206) adalah “rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya”.

Untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya perusahaan memerlukan sejumlah kas yang cukup. Likuiditas (liquidity) merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk memenuhi kewajibannya. Likuiditas bergantung pada arus kas perusahaan dan komponen aktiva lancar dan kewajiban lancarnya. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkenaan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. Perusahaan harus mengubah aktiva lancar tertentu menjadi kas untuk membayar kewajiban lancarnya,

(4)

misalnya perusahaan perlu menagih piutang atau menjual persediaannya sehingga perusahaan memperoleh kas.

Rasio likuiditas dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Masing-masing rasio likuiditas mencerminkan perspektif yang berbeda dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas tersebut menurut Tampubolon (2005 : 36) “antara lain current ratio, quick ratio, absolute liquidity ratio”. Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 52-53) “rasio likuiditas meliputi rasio lancar, quick test ratio, net working capital, defensive interval ratio”.

Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 56 ) “acid test ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang likuiditas daripada rasio lancar”. Current ratio menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar suatu perusahaan. Meskipun quick test ratio atau acid test ratio memberikan gambaran yang lebih baik dalam mengukur tingkat likuiditas dibandingkan current ratio karena hanya terdiri dari kas, surat-surat berharga, dan piutang usaha, tetapi acid test ratio memiliki kelemahan dalam mengukur tingkat likuiditas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syamsuddin (2000: 46)

Acid test ratio ini akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya apabila inventory sulit untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya. Dengan perkataan lain, apabila inventory dapat dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya, maka penggunaan current ratio lebih disukai sebagai pengukuran

(5)

tingkat likuiditas perusahaan secara menyeluruh (overall liquidity of the firm).

Rasio lancar (current ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dari aktiva lancarnya. Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio lancar adalah kreditor jangka pendek seperti pemasok. Jumlah kas dan jumlah persediaan dan piutang yang akan dikonversi menjadi kas merupakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk membayar kewajiban kepada kreditor jangka pendek.

Rasio likuiditas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah rasio lancar (current ratio). Rumus untuk menghitung rasio lancar adalah :

Rasio lancar (current ratio) = 100% Lancar

Kewajiban Lancar Aktiva

x

Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Semakin besar aktiva lancar, maka semakin tinggi rasio lancarnya. Apabila dinyatakan bahwa rasio lancar suatu perusahaan adalah sebesar 2, artinya setiap satu rupiah kewajiban lancar akan dijamin oleh dua rupiah aktiva lancar.

Tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan perusahaan.

(6)

Untuk mengetahui apakah rasio lancar perusahaan baik, hasil perhitungan rasio lancar harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan industri sejenis. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis rasio lancar adalah praktik yang berlaku dalam industri, lamanya siklus operasi dalam perusahaan, dan bauran aktiva lancar perusahaan.

Rasio lancar yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancarnya juga tinggi. Dalam menganalisis rasio lancar perlu diperhatikan apakah yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi. Jika yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi adalah piutang atau persediaan, maka untuk memenuhi kewajiban lancarnya perusahaan harus terlebih dahulu melakukan penagihan atas piutang atau menjual persediaan agar diperoleh kas untuk membayar kewajiban lancar tersebut. Kreditor harus menanggung risiko bahwa kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar kewajiban lancarnya karena perusahaan tidak mampu menagih piutangnya atau tidak dapat menjual persediaannya.

Bagi kreditor jangka pendek semakin tinggi rasio lancar, maka semakin besar kemungkinan bahwa perusahaan mampu untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Bagi kreditor jangka panjang rasio lancar yang rendah dapat menyebabkan

(7)

perusahaan dipaksa pailit. Oleh karena perusahaan perlu menjaga tingkat likuiditas agar tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.

1.2.2 Rasio Leverage

Perusahaan memperoleh sumber pendanaan dari dua sumber yaitu kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage menunjukkan berapa besar perusahaan didanai oleh kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage (rasio utang) adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang. Rasio leverage disebut juga rasio solvabilitas.

Menurut Darsono dan Ashari rasio leverage atau rasio solvabilitas adalah “rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi".

Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio leverage perusahaan adalah kreditur dan pemegang saham. Semakin besar jumlah pendanaan yang berasal dari kreditor, semakin tinggi risiko perusahaan tidak dapat membayar seluruh kewajiban dan bunganya. Bagi pemegang saham, semakin tinggi rasio leverage, semakin rendah tingkat pengembalian yang akan diterima pemegang saham karena perusahaan harus melakukan pembayaran bunga sebelum laba dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.

(8)

Rasio leverage menurut Brigham dan Houston (2006 : 101) memiliki tiga implikasi penting sebagai berikut:

1.2.2.1 Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan,

1.2.2.2 Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi kreditor,

1.2.2.3 Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau “diungkit” (leveraged).

Menurut Tampubolon (2005 : 37) “pada dasarnya rasio leverage yang lazim digunakan adalah debt to net worth, coverage interest charges, total assets to net worth, fixed assets to net worth, current assets to net worth, inventory to net worth, receivable to net worth, liquid assets to net worth”. Ada dua rasio leverage menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 209) yaitu “rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity) dan rasio utang terhadap total aktiva (debt to total assets ratio)”.

Hasil perhitungan rasio leverage harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau rata-rata industri sejenis untuk mengetahui bagaimana perusahaan memanajemen pendanaannya. Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 54)

untuk menilai rasio ini faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas laba perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang stabil, peningkatan

(9)

dalam hutang lebih bisa ditoleransi daripada perusahaan yang memiliki catatan laba yang tidak stabil.

1.2.3 Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas sering juga disebut sebagai rasio efisiensi atau rasio pemanfaatan aktiva. Rasio aktivitas (activity ratio) adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan berbagai aktivanya. Rasio aktivitas dapat diklasifikasikan menjadi rasio perputaran kas (cash turnover), rasio perputaran piutang usaha (account receivable turnover), perputaran persediaan (inventory turnover), perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover), dan perputaran total aktiva (total assets turnover).

1.2.4 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas disebut juga rasio kinerja operasi. Rasio profitabilitas atau kinerja operasi digunakan untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi yang dilakukan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006 : 107) “rasio profitabilitas (profitability ratio) akan menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasi”.

Rasio profitabilitas (profitability ratio) menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222) adalah “rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi”. Dari rasio profitabilitas dapat

(10)

diketahui bagaimana tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari pihak luar.

Dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi, rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan menjadi margin laba kotor (gross profit margin), margin laba operasi (operating profit margin), margin laba sebelum pajak (pretax profit margin), margin laba bersih (net profit margin), return on assets atau return on investment, dan return on equity.

Rasio profitabilitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah return on assets (ROA) dan return on equity (ROE).

1.2.4.1 Return on Assets (ROA)

Return on assets menurut Syamsuddin (2000 : 63) merupakan “pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi

(11)

untuk menghasilkan keuntungan. Rumus untuk menghitung return on assets adalah ROA = 100% Aktiva Total Pajak Setelah Bersih Laba x

Rumus lain yang dapat digunakan untuk menghitung ROA adalah dengan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan persamaan Du Pont dapat dilihat lebih jelas bagaimana hubungan antara laba bersih dengan dengan total aktiva. Adapun persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston adalah

ROA = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva = Aktiva Total Penjualan Penjualan Bersih Laba x

Setiap perusahaan menginginkan tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingkat pengembalian yang rendah merupakan akibat dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang rendah ditambah dan biaya bunga yang tinggi yang dikarenakan oleh penggunaan utangnya yang di atas rata-rata di mana keduanya telah menyebabkan laba bersih relatif rendah.

Jika hasil perhitungan ROA suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen berarti setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar 15 rupiah. Untuk mengetahui apakah perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya,

(12)

maka hasil perhitungan ROA harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat pengembalian industri atau rata-rata suku bunga pinjaman saat itu. Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa ROA perusahaan tersebut lebih tinggi dari ROA rata-rata industri atau rata-rata suku bunga pinjaman berarti perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya.

1.2.4.2 Return on Equity (ROE)

Para pemegang saham melakukan investasi untuk mendapatkan pengembalian atas investasi mereka. Rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan perusahaan dalam memberikan pengembalian atas investasi para pemegang saham adalah return on equity (ROE). Return on equity menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku pemegang saham, dan sering kali digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan sebuah industri yang sama.

Rasio ini juga menunjukkan kesuksesan manajemen perusahaan dalam dalam mengelola investasi untuk memberikan pengembalian kepada pemegang saham. Semakin tinggi ROE berarti semakin baik posisi manajemen dihadapan para pemegang saham. Menurut Simamora baik ROE maupun ROA memiliki kelemahan yaitu “rasio ini tidak mempertimbangkan nilai kini

(13)

(current value) modal yang diinvestasikan karena laporan keuangan biasanya didasarkan pada biaya perolehan historis”. Rumus untuk menghitung return on equity (ROE) adalah

ROE = 100% Saham Pemegang Ekuitas Pajak Setelah Bersih Laba x

ROE juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan rumus persamaan Du Pont dapat dilihat hubungan yang lebih jelas mengapa perusahaan dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih rendah atau lebih tinggi kepada pemegang saham. Adapun rumus untuk menghitung ROE dengan persamaan Du Pont adalah

ROE = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva x Pengganda Ekuitas ROE = Biasa Saham Ekuitas Aktiva Total Aktiva Total Penjualan Penjualan Bersih Laba x x

Dari persamaan Du Pont terlihat jelas bagaimana hubungan antara margin laba, perputaran total aktiva, dan pengganda ekuitas dalam menentukan besarnya pengembalian atas investasi pemegang saham.

Jika hasil perhitungan ROE suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen berarti untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan akan memberikan pengembalian atas investasi tersebut sebesar 15 rupiah. Untuk mengetahui apakah perusahaan memberikan tingkat pengembalian yang tinggi, hasil

(14)

perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat suku bunga pinjaman saat itu. Bagi pemegang saham, untuk mengetahui apakah investasi mereka pada suatu perusahaan memuaskan, pemegang saham juga akan membandingkan rasio ini dengan investasi potensial lainnya yang tersedia bagi mereka.

1.3 Investment Opportunity Set (IOS)

Istilah Investment Opportunity Set (IOS) atau Set Kesempatan Investasi pertama kali diperkenalkan oleh Myers (1977, dalam Leman 2005) yang menguraikan perusahaan sebagai suatu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi investasi masa depan. Opsi investasi masa depan ini kemudian dikenal dengan istilah Investment Opportunity Set (IOS) atau Set Kesempatan Investasi. Investment Opportunity Set (IOS) sebagai opsi investasi masa depan yang tidak hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek perusahaan saja tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih tinggi dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan. IOS bersifat tidak dapat diobservasi, untuk itu perlu mengukurnya.

Beberapa proksi yang digunakan dalam menghitung Investment Opoortunity Set (IOS) : proksi berdasarkan harga, proksi berdasarkan investasi, dan proksi berdasarkan varian.

1.3.1 Proksi berdasarkan harga

Proksi berdasarkan harga ini percaya pada gagasan bahwa jika prospek yang tumbuh dan suatu bagian dinyatakan dalam harga

(15)

saham. Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya (assets in place).

1.3.2 Proksi berdasarkan investasi

Proksi berdasarkan investasi ini percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai IOS suatu perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan di masa berikutnya.

1.3.3 Proksi berdasarkan varian

Proksi berdasarkan varian ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva (Leman,2005). Berikut ini adalah beberapa proksi set kesempatan investasi.

Tabel 2.1

Proksi Kesempatan Investasi

No Set Kesempatan Investasi

Proksi Berdasarkan Harga 1 Market Value of Equity plus book of debt 2 Market to book value of assets

3 Market to book value of equity 4 Book to market value equity 5 Book to market value assets

(16)

6 Market value of the firm to book value of assets

7 Book value of propertyv, plant and equitment to firm value 8 Tobin's-q

9 Depreciation to firm value 10 Earning to price ratio

11 Gross proprty, plant and equitment to market value of the firm 12 Depreciation to total assets

Proksi Berdasarkan Investasi 1 R & D expense to firm value

2 R & D expense to firm assets 3 R & D expense to sales

4 Capital expenditure to market value of assets 5 Capital expenditure commited to total assets 6 Capital expenditure to book value of assets 7 Capital addition to assets book value 8 Capital addition to marketvalue of assets

Proksi Berdasarkan Varians 1 Varians of total return

2 Market value beta 3 Assets beta

4 Varians of assets- deflacted sales Ukuran Komposit

(17)

1 score factor

2 instrument variable

Sumber: Erlina (2008: 23)

Proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proksi berdasarkan harga yaitu rasio Market Value Equity to Book Value of Equity (MVEBVE). Rasio MVEBVE mengukur gabungan antara aliran kas yang berasal dari aset di tempat dengan kesempatan investasi di masa depan. Rasio MVEBVE juga digunakan sebagai proksi berbagai variabel seperti prestasi perusahaan.

1.4 Saham

1.4.1 Pengertian Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:6)

saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan hukum dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.

1.4.2 Jenis-jenis Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:7)

saham dapat dibagi menjadi dua jenis saham, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Saham biasa, merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior atau akhir terhadap pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (tidak memiliki hak-hak istimewa). Karakterisktik lain dari saham biasa adalah dividen dibayarkan selama perusahaan memperoleh laba. Setiap pemilik saham memiliki hak suara dalam rapat umum

(18)

pemegang saham (one share one vote). Pemegang saham biasa memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya dan memiliki hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain. Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi). Persamaan saham preferen dengan obligasi terletak pada 3 (tiga) hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividen tetap selama masa berlaku dari saham dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa.

Saham preferen lebih aman dibandingkan dengan saham biasa karena memiliki hak klaim terhadap kekayaan perusahaan dan pembagian dividen terlebih dahulu. Saham preferen sulit untuk diperjualbelikan seperti saham biasa, karena jumlahnya yang sedikit.

1.4.3 Keuntungan Pembelian Saham

Ekspektasi atau motivasi setiap investor adalah mendapatkan keuntungan dari transaksi investasi yang mereka lakukan. Bermain saham memiliki potensi keuntungan dalam dua hal yaitu pembagian dividen dan kenaikan harga saham (capital gain).

Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada semua pemegang saham. Biasanya dilakukan satu tahun sekali. Bentuk dari dividen itu sendiri, bisa berupa uang tunai ataupun bentuk penambahan saham. Sedangkan capital gain, didapat berdasarkan selisih harga jual saham dengan harga beli.

(19)

Dimana keuntungan didapat bila harga jual saham lebih tinggi dari harga beli saham.

1.4.4 Risiko Kepemilikan Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin, ada beberapa risiko yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya, yaitu tidak mendapat dividen dan mengalami capital loss.

Menurut Darmadji dan Fakhruddin, ada beberapa risiko yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya, yaitu tidak mendapat dividen dan mengalami capital loss.

1.4.4.1 Tidak Mendapat Dividen

Perusahaan akan membagikan dividen jika

operasinya menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membagikan dividen jika mengalami kerugian. Dengan demikian, potensi ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.

1.4.4.2 Capital Loss

Dalam aktivitas perdagangan saham, investor tidak selalu mendapatkan capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya investor harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang investor mengalami capital loss. Dalam jual beli saham, terkadang untuk menghindari potensi kerugian yang semakin besar

(20)

seiring terus menurunnya harga saham, maka seorang investor rela menjual sahamnya dengan harga rendah. Istilah ini dikenal dengan istilah penghentian kerugian (cut loss).

1.4.4.3 Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi,

Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek, jika sebuah perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di-delist. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibanding kreditor atau pemegang obligasi dalam pelunasan kewajiban perusahaan. Artinya, setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu akan dibagikan kepada para kreditor atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada para pemegang saham.

1.4.4.4 Saham di-delist dari bursa,

Risiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika saham perusahaan di-delist dari bursa umumnya adalah karena kinerja yang buruk misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami

(21)

kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa.

1.4.4.5 Saham dihentikan sementara (suspensi).

Di samping dua risiko di atas, risiko lain yang juga “mengganggu” para investor untuk melakukan aktivitasnya adalah jika suatu saham di-suspend atau dihentikan perdagangannya oleh otoritas Bursa Efek, yang menyebabkan investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi tersebut dicabut. Suspensi biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi perdagangan, dua sesi perdagangan, namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lain yang mengharuskan otoritas bursa menghentikan perdagangan saham tersebut untuk sementara sampai perusahaan yang bersangkutan memberikan informasi yang belum jelas tersebut sehingga tidak menjadi ajang spekulasi. Jika telah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka suspensi

(22)

atas saham tersebut dapat dicabut oleh bursa dan saham dapat diperdagangkan kembali seperti semula.

1.4.4.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham

Harga saham selalu mengalami perubahan setiap waktunya. Oleh karena itu, investor harus mampu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari internal maupun eksternal. Adapun faktor internalnya antara lain adalah laba perusahaan, pertumbuhan aktiva tahunan, likuiditas, nilai kekayaan total, dan penjualan. Sementara itu, faktor eksternalnya adalah kebijakan pemerintah dan dampaknya, pergerakan suku bunga, fluktuasi nilai tukar mata uang, rumor dan sentimen pasar, dan penggabungan usaha (Business Combination).

2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Susi dan Rudi Setiawan (2003) yang menganalisis pengaruh rasio profitabilitas terhadap harga saham industri barang konsumsi yang tergabung dalam Indeks lQ45 yang go publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Sasongko dan Wulandari (2003) menganalisis pengaruh EVA dan rasio-rasio profitabilitas dan investment opportunity set terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di

(23)

BEJ periode 2001 dan 2002, Halim (2007) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta pada periode 2004-2006 dan Dipo Satria Alam (2008) menganalisis Pengaruh Rasio Keuangan Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas, Profitabilitas, dan Pasar Terhadap Harga Saham Industri Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta. Tinjauan Penelitian Terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut

Tabel 2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelititan 1 Susi dan Rudi Setiawan (2003) Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham Industri Barang Konsumsi Yang Tergabung Dalam Indeks lQ45 Yang Go Publik di Bursa

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel independen adalah rasio profitabilitas yang terdiri atas return on asset (ROA), return on equity (ROE), net profit margin (NPM), dan earning return on asset (ROA), return on equity (ROE), net profit margin (NPM), dan earning per share (EPS) tidak berpengaruh secara

(24)

Efek Jakarta (BEJ)

per share (EPS) dan perubahan harga saham sebagai variable dependen signifikan terhadap perubahan harga saham 2 Sasongko dan Wulandari (2003) Pengaruh EVA dan rasio-rasio profitabilitas terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 2001 dan 2002 Variabel independen yang diteliti yaitu return on assets (ROA), earning per share (EPS), return on sales (ROS) dan basic earning power (BEP) dan harga saham sebagai variabel dependen

Hasil penelitian menunjukkan hanya EPS yang berpengaruh terhadap harga saham,

sedangkan ROA, ROS, dan BEP tidak berpengaruh terhadap harga saham. 3 Halim (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi Variabel independennya meliputi return on Hasil penelitian menunjukkan hanya ROE dan

(25)

harga saham dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta pada periode 2004-2006

equity, debt to equity ratio, earning per share, dan net profit margin dan harga saham sebagai variabel dependen. EPS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur. 4 Dipo Satria Alam (2008) Pengaruh Rasio Keuangan Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas, Profitabilitas, dan Pasar Terhadap Harga Saham Industri Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta Variabel independennya current ratio, total debt to total assets, total assets turnover, Inventory turnover, net profit margin, return on equity, price eaning ratio dan harga saham sebagai variabel dependen CR, DTA, TATO, ITO, NPM, ROE, PER, secara bersama-sama mempengaruhi harga saham.Rasio CR, NPM, dan ROE yang signifikan berpengaruh harga saham

(26)

3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah rasio keuangan yang terdiri dari Current Ratio (CR), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE) dan Investment opportunity set (IOS). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham. Semakin tinggi CR, maka perusahaan semakin likuid dan akan semakin mudah memperoleh pendanaan dari kreditor maupun investor untuk memperlancar kegiatan operasionalnya sehingga laba juga dapat meningkat dan secara tidak langsung akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut. Semakin tinggi ROA, semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan dari penggunaan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan dan akan berpengaruh terhadap perubahan laba dan harga saham. Semakin tinggi ROE, maka semakin banyak investor yang ingin menanamkan modalnya di perusahaan sehingga kegiatan operasional perusahaan semakin lancar dan secara tidak langsung dapat menaikkan harga sahamnya. Semakin tinggi kesempatan tumbuh perusahaan (IOS), maka akan berpengaruh terhadap kenaikan

(27)

harga saham, sehingga perusahaan yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang lebih tinggi.

Dengan demikian, secara simultan rasio keuangan berpengaruh terhadap perubahan harga saham dan secara parsial, current ratio (CR), Return On Assets (ROA), return on equity (ROE),dan Investment opportunity set (IOS) berpengaruh terhadap harga saham. Berdasasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Rasio Keuangan X1

Perubahan Harga Saham (Y)

Investment Opportunity Set (IOS)

(28)

4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, maka maka hipotesis dari penelitian ini adalah rasio keuangan dan Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh terhadap perubahan harga saham baik secara simultan maupun parsial pada industri konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Membeli saham efisien/ good adalah investasi menjanjikan untuk para investor karena saham yang efisien merupakan saham yang diperdagangkan harganya di bawah nilai wajar

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui jenis kesalahan apa saja yang dominan dilakukan oleh siswa-siswi kelas VIII B SMP Kanisius Pakem tahun ajaran 2011/2012 dalam

Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu sumber pendapatan daerah yang cukup potensial adalah retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, yang selama ini dipungut berdasarkan

Krismanto juga menjelaskan, Maranatha yang telah memiliki iklim kewirausahaan akan mendukung MBKM dengan Program Kewirausahaan Kampus Merdeka dengan tujuan memberikan bantuan

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak iterasi yang digunakan, maka penyelesaian hampiran dari persamaan (15) akan semakin mendekati penyelesaian eksaknya.. Untuk

dengan memberikan kepuasan yang lebih baik, sehingga minat siswa untuk. masuk ke SMK Insan Mandiri akan

Kesiapan Pemerintah Desa di Kabupaten Ogan Ilir dalam implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dilihat dari

Hasil dari penelitian adalah alat ukur yang memiliki kualitas yang baik sehingga dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang akurat tentang efikasi diri dalam