• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU IBU TENTANG PENCEGAHAN KEJANG DEMAM PADA BALITA DI POSYANDU GONDANGSARI JUWIRING KLATEN ARTIKEL PUBLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU IBU TENTANG PENCEGAHAN KEJANG DEMAM PADA BALITA DI POSYANDU GONDANGSARI JUWIRING KLATEN ARTIKEL PUBLIKASI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU IBU TENTANG PENCEGAHAN KEJANG DEMAM PADA BALITA

DI POSYANDU GONDANGSARI JUWIRING KLATEN

ARTIKEL PUBLIKASI

Oleh :

WINDA ADE KUSUMA S12050

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

(2)

Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Ibu tentang Pencegahan Kejang Demam pada Balita

Di Posyandu Gondangsari Juwiring Klaten

Winda Ade Kusuma1), S. Dwi Sulisetyawati2), Galih Setia Adi3)

1)Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2,3)

Dosen Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Anak yang mengalami kejang demam harus segera dilakukan perawatan, agar tidak terjadi kejadian kejang demam yang berulang. Dibutuhkan pengetahuan yang baik bagi seorang ibu untuk mencegah kejang demam secara tepat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu tentang pencegahan kejang demam pada anak balita di Posyandu Gondangsari, Juwiring, Klaten.

Metode penelitian menggunakan descriptif corelational dengan pendekatan cross

sectional. Populasi penelitian adalah semua ibu yang mempunyai balita dengan riwayat

demam tinggi maupun kejang demam, dengan teknik sampel menggunakan total

sampling, maka sampel berjumlah 33 orang ibu. Data dikumpulkan dengan kuesioner.

Analisis data menggunakan uji Mann Whitney. Hasil penelitian diketahui 8 responden (24,2%) mempunyai pengetahuan yang baik, 16 responden (48,5%) dengan pengetahuan cukup, dan 9 responden (27,3%) dengan pengetahuan yang kurang. Terdapat 18 responden (54,5%) dengan perilaku positif, dan 15 responden (45,5%) perilaku kategori negatif dalam tindakan pencegahan kejang demam.

Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai p = 0,005. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu tentang pencegahan kejang demam pada anak balita di Posyandu Gondangsari, Juwiring Klaten.

Kata kunci : pengetahuan, perilaku, pencegahan kejang demam, ibu, balita Daftar Pustaka : 67 (2005-2015)

(3)

BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Winda Ade Kusuma

The Relationship between Moms’ Knowledge and Attitude Related to Prevention of Febrile Convulsions in Toddlers in Gondangsari Integrated Health Post of Juwiring,

Klaten Abstract

Toddlers experiencing febrile convulsions should receive treatment so that the recurrent convulsions do not occur. Moms’ good knowledge, therefore, is required to appropriately avoid the febrile convulsions. The present study seeks to find out the relationship between moms’ knowledge and attitude related to prevention of febrile convulsions in toddlers in Gondangsari Integrated Health Post of Juwiring, Klaten.

The study applied descriptive correlational method with cross-sectional approach. Its population includes all moms having toddlers with a history of either high fever or febrile convulsions. Samples of 33 moms were taken using total sampling technique. Data obtained were gathered through questionnaires and later analyzed using Mann-Whitney test. The study reveals that 8 respondents (24.2%) possess good knowledge, 16 respondents (48.5%) possess fair knowledge, and 9 respondents (27.3%) possess poor knowledge. In addition, 18 respondents (54.5%) are found to have positive attitude, while 15 respondents (45.5%) have negative attitude related to the prevention of febrile convulsions.

The Mann-Whitney test results in p value of 0.005. In conclusion, there is a relationship between moms’ knowledge and attitude related to prevention of febrile convulsions in toddlers in Gondangsari Integrated Health Post of Juwiring, Klaten. Keywords : knowledge, attitude, prevention of febrile convulsions, moms, toddlers References : 67 (2005-2015)

(4)

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Di Amerika, kejadian kejang demam terjadi tiap tahun, hampir sebanyak 1,5 juta dan sebagian besar lebih sering terjadi pada anak berusia 6 hingga 36 bulan (3 tahun), terutama pada usia 18 bulan. Insidensi kejadian kejang demam berbeda di berbagai negara. Angka kejadian kejang demam per tahun mencatat 2-4% di daerah Eropa Barat dan Amerika, sebesar 5-10% di India dan 8,8% di Jepang. Di Indonesia selama satu tahun terakhir dilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun. Di provinsi Jawa Tengah dilaporkan sebanyak 2-3% dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun mengalami kejang demam (Depkes Jateng, 2013).

Dampak dari kejang demam bisa berupa kejang demam berulang. Adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, suhu tubuh kurang dari 40° C saat kejang pertama, kejang kurang dari 1 jam setelah onset demam dapat meningkatkan risiko kejang demam berulang (Seinfeld & Pellock, 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dari Posyandu Gondangsari tercatat bahwa ada 5 balita mengalami kejang demam dalam 2 bulan terakhir yaitu bulan Mei dan Juni 2016. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara melalui kader posyandu di Gondangsari, dalam waktu 2 bulan terakhir terdapat 47 anak yang mengalami demam tinggi. Wawancara dilakukan ke 11 ibu, dari 5 ibu tidak ada yang mengetahui bahwa demam bisa menjadi penyebab kejang. Dan 6 ibu lainnya tidak mengetahui cara pencegahan kejang demam. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil yang disampaikan oleh ibu tentang pengetahuan mereka, apa itu pengertian kejang demam, klasifikasi kejang demam, penyebab kejang demam, tanda dan gejala kejang demam, komplikasi kejang demam, faktor risiko kejang demam, pencegahan kejang demam dan penanganan kejang demam.

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu tentang pencegahan kejang demam pada balita di Posyandu desa Gondangsari, Juwiring, Klaten.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif, Jenis penelitian ini bersifat descriptif corelational dengan pendekatan cross sectional. Sampel

(5)

dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dengan riwayat demam tinggi maupun riwayat kejang demam di Posyandu Gondangsari yaitu sebanyak 33 ibu. Teknik sampling pada penelitian ini adalah total sampling. Penelitian dilakukan di Posyandu Gondangsari, Juwiring, Klaten pada tanggal 30 Juli 2016 sampai dengan tanggal 5 Agustus 2016. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan terdiri dari 22 pertanyaan. Analisa bivariat dengan uji

Mann Whitney dengan signifikansi 0,05.

HASIL PENELITIAN Karakteristik responden

Tabel 1 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan umur ibu dan anak

Variabel Min Maks Mean SD

Umur ibu 21 36 28.33 4.39

Umur anak 2 5 3.21 0.99

Tabel 2. Distribusi Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dan pekerjaan

Variabel f % Pendidikan SD 4 12.1 SMP 15 45.5 SMA 13 39.4 PT 1 3.0 Pekerjaan IRT 19 57.6 Pedagang 1 3.0 PNS 1 3.0 Swasta 12 36.4

Tabel 1 menunjukan umur responden yang termuda adalah 21 tahun dan umur tertua 36 tahun. Rata-rata umur

responden adalah 28.33 tahun. Hasil penelitian yang berbeda dilakukan oleh Hartanti (2015) yang menunjukkan umur ibu pada rentang antara 36-45 tahun (dewasa akhir) dalam penelitian pencegahan penyakit pneumonia di ruang rawat inap anak RSUD Dr. Moewardi. Hurlock dalam Marini (2012) usia ibu berada dalam rentang 20-35 tahun yang termasuk dalam rentang usia dewasa dini dimana pada masa ini merupakan masa penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru, harapan-harapan sosial baru dan cara hidup baru, termasuk bagaimana ibu berusaha memperoleh pengetahuan yang baik tentang pencegahan kejang demam pada anak balita dan berusaha melakukan tindakan pencegahaan agar putra atau putrinya pada saat sakit tidak mengalami kejang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan pengetahuan ibu tentang kejang demam dengan kejadian kejang demam yang dilakukan oleh Nisa (2012) bahwa sebagian besar usia ibu yang memiliki anak balita adalah berumur 20-30 tahun.

Menurut peneliti responden dengan umur 30 tahun kaitannya dengan topik penelitian adalah tidak menutup kemungkinan responden bisa lebih matang dalam berpikir untuk tindakan yang dilakukan. Responden bisa menerima informasi dengan baik untuk

(6)

menambah ilmu pengetahuan, dan masih mempunyai motivasi yang besar untuk menambah informasi untuk menjaga anaknya dalam pencegahan kejang demam. Informasi melalui siaran televisi, membaca majalah kesehatan ataupun dapat mengakses internet lewat handphone memungkinkan responden mempunyai pengetahuan yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan teori menurut Wawan & Dewi (2011) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Bertambahnya usia seseorang akan mempengaruhi perilaku dalam melakukan tindakan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar anak responden berumur 3 tahun yang masuk dalam usia batita (toddler). Penelitian menunjukkan rata-rata balita responden adalah 18,93 sampai 22,4 bulan untuk melihat manifestasi klinis kejang demam pada anak anemia dengan anak tanpa anemia. Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun) (Helmi, 2014).

Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan, oleh karena itu peran orang tua sangat penting dan dibutuhkan pengetahuan dan perilaku

tindakan dalam menjaga dan merawat anak pada saat anak mengalami sakit demam untuk mencegah terjadinya kejang. Keseimbangan suhu tubuh kita diatur oleh organ yang terletak di otak disebut hypothalamus. Pada anak usia toddler, fungsi hypothalamus masih belum sempurna sehingga belum mampu menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan cermat. Kenaikan suhu tubuh yang tinggi akan memicu pelepasan muatan listrik sehingga terjadi kejang.

Menurut peneliti pada usia toddler anak masih tergantung penuh kepada orang tua, oleh karena itu peran orang tua sangat penting dan dibutuhkan pengetahuan dan perilaku tindakan dalam menjaga dan merawat anak pada saat anak mengalami sakit demam untuk mencegah terjadinya kejang. Hasil penelitian diketahui sebagian besar anak responden berumur 3 tahun yang masuk dalam usia batita (toddler). Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian (Amalia et al, 2013) bahwa faktor risiko kejang demam pada anak berusia ≤ 24 bulan mempunyai risiko kejadian kejang demam sebesar 4,32 kali. Oleh karena itu anak dengan usia toddler lebih rentan mengalami kejadian kejang demam.

Tabel 2 diketahui Pendidikan responden diketahui sebagian besar adalah SMP sebesar 45.5%. hasil yang sama ditunjukkan dalam penelitian Nisa

(7)

(2012) bahwa sebagian besar pendidikan ibu masih setingkat SMP dalam penelitian mengenai pengetahuan ibu dengan kejadian kejang demam pada balita di rsud Kabupaten Bekasi. Penelitan Yusuf (2014) menyebutkan dari 30 responden penelitian 50% ibu berpendidikan SMA dalam penelitian mengenai pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penanganan Kejang Demam di Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen.

Hasil dari penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa dan peraba), Notoatmodjo (2007). Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Pendidikan sendiri menentukan seseorang dalam menyerap dan memahami berbagai informasi yang diterima dari luar. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula pengetahuannya. Hal ini apabila dikaitkan dengan kejang demam, maka semakin tinggi tingkat pendidikan responden akan semakin baik pula pengetahuannya tentang kejang demam. Namun, karena mayoritas berpendidikan SMP sehingga pengetahuan tentang kejang demam termasuk kategori cukup.

Berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan responden terendah

adalah SD yaitu sebanyak 4 responden (12.1%), tingkat pendidikan tertinggi adalah Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 1 responden (3.0%), mayoritas responden berpendidikan SMP yaitu sebanyak 15 responden (45.5%). Astria et al. (2009), menyatakan bahwa responden yang berpendidikan dasar (SD dan SMP) cenderung lebih banyak mempunyai perilaku yang kurang dari pada ibu yang berpendidikan menengah dan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2005).

Menurut peneliti bahwa responden dengan tingkat pendidikan SMP tidak semua mempunyai pengetahuan dengan perilaku pencegahan kejang demam kurang, dalam penelitian ini hasilnya tidak sesuai dengan sumber diatas karena pengetahuan dengan perilaku pencegahan kejang demam dalam kategori cukup. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Astria et al. (2009), menyatakan bahwa responden yang berpendidikan dasar (SD dan SMP) cenderung lebih banyak mempunyai perilaku yang kurang dari pada ibu yang berpendidikan menengah dan tinggi

(8)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian responden adalah rumah tangga sebesar 57.6%. Hasil penelitian Wahyuti (2013) menyebutkan dari 71 responden 53,5% dengan status sebagai ibu rumah tangga dalam penelitian tentang hubungan pengetahuan orang tua tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo. Penelitian lain yang dilakukan Setyani (2012) menyebutkan dari 52 responden, 84,6% adalah ibu yang bekerja di sektor swasta dalam penelitian perilaku ibu dalam penanganan demam pada anak di Desa Seren Gebang Purworejo.

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang, Simamora (2006). Dengan demikian respoden sebagai ibu rumah tangga dikategorikan ibu yang tidak bekerja.

Menurut peneliti bahwa responden sebagai ibu rumah tangga tidak tertutup kemungkinan untuk tetap dapat menambah ilmu pengetahuan termasuk tentang pencegahan kejang demam pada balita. Informasi yang mudah diperoleh melalui siaran televisi, membaca majalah kesehatan ataupun dapat mengakses internet lewat handphone memungkinkan

reponden mempunyai pengetahuan yang cukup baik. Menurut Notoatmodjo bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah faktor lingkungan. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

Pengetahuan responden tentang pencegahan kejang demam pada anak usia balita

Tabel 3. Pengetahuan responden tentang pencegahan kejang demam pada anak usia balita Pengetahuan Jumlah (%) Baik 8 24.2 Cukup 16 48.5 Kurang 9 27.3 Total 33 100.0

Berdasarkan hasil penelitian diketahui pengetahuan responden diketahui 48.5% dalam kategori cukup. Hasil penelitian Untari (2013) 65,8% pengetahuan ibu dalam ketegori cukup dalam penelitian di rawat inap Puskesmas Gatak Sukoharjo. Penelitian Setiaji (2012) menjelaskan 23 dari 52 responden mempunyai pengetahuan yang kurang (44,2%) dalam penelitian pengetahuan dan sikap orang tua tentang gizi dalam meningkatkan status gizi anak usia pra sekolah di wilayah Kerja Puskesmas Sonorejo Sukoharjo.

(9)

Menurut Notoatmodjo (2012) faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah faktor informasi. Informasi yang kurang diperoleh dapat mengakibatkan perbedaan pengetahuan responden satu dengan responden lainnya. Menurut peneliti kategori cukup dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden sebagian sudah benar dalam menjawab pertanyaan tentang pencegahan kejang demam, namun secara keseluruhan dari 33 responden hanya 24.2% responden dengan pengetahuan baik. Artinya lebih dari 75% yang mempunyai pengetahuan yang belum baik tentang pencegahan kejang demam pada balita.

Menurut peneliti pengetahuan responden tentang pencegahan kejang demam dalam kategori cukup sesuai dengan teori Notoatmodjo (2012) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah faktor informasi. Informasi yang kurang diperoleh dapat mengakibatkan perbedaan pengetahuan responden satu dengan responden lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil nyata dari penelitian bahwa pengetahuan responden dalam kategori cukup karena kurangnya informasi yang didapat oleh responden baik dari posyandu, dari petugas kesehatan, media cetak ataupun media elektronik kurang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Yusuf (2014) bahwa pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah dalam kategori cukup, dan setelah diberikan pendidikan kesehatan pengetahuan dalam kategori baik.

Perilaku responden tentang pencegahan kejang demam pada anak usia balita

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan perilaku pencegahan kejang demam pada anak usia balita

Perilaku Jumlah (%)

Positif 18 54.5

Negatif 15 45.5

Total 33 100.0

Berdasarkan hasil penelitian diketahui perilaku responden diketahui 54.5% dalam kategori positif. Notoatmodjo (2007) perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi. Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu penyakit. Perilaku sakit merupakan Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya pengobatannya.

Berdasarkan hasil penelitian pada jawaban kuesioner perilaku, seperti pada tindakan ibu akan membawa anak ke rumah sakit ketika anak mengalami demam diketahui bahwa rata-rata ibu

(10)

tidak dilakukan membawa anak ke rumah sakit. Hal ini dapat diartikan bahwa ibu akan berupaya mengobati balitanya yang mengalami demam. Potter dan Perry (2005) menjelaskan demam merupakan kenaikan suhu tubuh di atas normal. Demam merupakan dari respon pertahanan tubuh terhadap organisme multiseluler (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang dianggap patogenik atau dianggap asing oleh host. Temperatur suhu antara 38˚C-39˚C merupakan suhu tubuh dikatakan demam.

Pengobatan sendiri dilakukan oleh responden kepada balita dengan memberikan obat yang telah tersedia di rumah, sehingga dengan pengobatan sendiri diharapkan anak menjadi lebih turun demamnya dan ibu tidak membawa balita ke rumah sakit. Menurut Hartanto (2007) yang menekankan bahwa obat anti piretik hanya diberikan untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan riwayat kejang demam sebelumnya, atau ditujukan untuk mencegah terjadinya kejang demam yang sering dialami balita umur 6 bulan sampai 6 tahun.

Menurut peneliti perilaku responden tentang pencegahan kejang demam dalam kategori positif dipengaruhi oleh pengetahuan yang cukup. Hal ini sesuai dengan teori

Notoatmodjo (2010) ada faktor predisposisi yang melatar belakangi perubahan perilaku yang menyediakan pemikiran rasional atau motivasi terhadap suatu perilaku. Faktor ini meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai, dan sebagainya. Adapun faktor pendukung yang mempengaruhi perilaku yaitu meliputi ketersediaan, keterjangkauan sumber daya pelayanan kesehatan, prioritas dan komitmen masyarakat dan pemerintah dan tindakan yang berkaitan dengan kesehatan. Menurut Arora (2011) fakta menyebutkan bahwa kurangnya pengetahuan membuat seseorang tidak peduli lingkungan sekitar untuk melakukan tindakan.

Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku responden tentang pencegahan kejang demam pada balita

Tabel 5 Hubungan antara Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Tentang Pencegahan Kejang Demam Pada Anak Balita

Perilaku N Mean Rank Z p Penge- tahuan Positif 18 21,28 -2,803 0,005 Negatif 15 11,87

Berdasarkan hasil uji Mann Whitney diketahui nilai p= 0,005 (p<0,05) dan disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku responden tentang pencegahan kejang demam pada balita. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Riandita (2012) yang

(11)

menyebutkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan pengelolaan demam pada anak di bangsal infeksi RSUP Dr.Kariadi Semarang. Hasil yang berbeda dalam penelitian Musthofa (2013) yang menyimpulkan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku penderita hipertensi dalam pencegahan stroke di Puskesmas Ponorogo Utara.

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku. Dengan pengetahuan yang cukup pada responden, maka responden akan dapat menganalis suatu masalah kesehatan pada balitanya termasuk pada saat balita mengalami demam. Analisis yang diperoleh kemudian oleh respoden dilakukan suatu tindakan atau aplikasi berdasarkan tingkat pengetahuannya. Aplikasi kesehatan tersebut dapat berupa upaya pengobatan kepada balita agar tidak sampai mengalami kejang. Menurut Potter dan Perry (2006) Penanganan terhadap demam bertujuan untuk menurunkan produksi panas, meningkatkan pengeluaran panas dan mencegah komplikasi dari peningkatan suhu tubuh. Pengobatan secara fisik dengan menggunakan metode yang meningkatkan pengeluaran panas melalui mekanisme evaporasi, konduksi, konveksi atau radiasi.

Berdasarkan hasil penelitian pada tindakan ibu seperti seperti melakukan kompres air hangat adalah contoh tindakan yang tepat agar balita tidak mengalami kejang. Abdoerahman (2009) pemberian kompres yang dianjurkan adalah dengan kompres hangat, apabila anak menggigil suhu air harus dinaikan,pada saat air menguap akan terjadi penurunan suhu melalui mekanisme penguapan. Kompres dianjurkan pada kasus demam sangat tinggi atau apabila demam tidak respon terhadap obat anti piretik. Apabila menggunakan kompres, berikan setelah pemberian anti piretik untuk memastikan penurunan suhu oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus.

Pada tindakan ibu dengan memberikan selimut diketahui responden banyak yang menjawab tidak dilakukan memberikan selimut pada balita saat mengalami demam. Guyton (2007) memberi aliran udara yang baik, memaksa tubuh berkeringat, dan mengeluarkan hawa panas ke tempat lain juga akan membantu menurunkan suhu tubuh. Membuka pakaian atau selimut yang tebal juga akan bermanfaat karena akan mendukung terjadinya radiasi dan evaporasi.

Dalam penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tentang pencegahan kejang

(12)

demam. Dilihat dari nilai koefisien korelasi adalah positif mempunyai makna semakin baik pengetahuan, semakin baik perilaku ibu dalam pencegahan kejang demam pada anak balita. Hal ini bisa dilihat dari hasil kuesioner bahwa responden menjawab pertanyaan dengan hasil nilai kategori cukup, maka hasil kuesioner perilakunya dalam kategori positif.

Simpulan

1. Sebagian besar umur responden adalah 30 tahun sebanyak 5 responden (15.2%), berpendidikan SMP sebanyak 15 responden (45.5%), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 19 responden (57.6%), median umur anak adalah 3 tahun.

2. Sebagian besar pengetahuan responden masuk kategori cukup sebanyak 16 responden (48.5%). 3. Sebagian besar perilaku responden

masuk kategori positif sebanyak 19 responden (54.4%).

4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu tentang pencegahan kejang demam pada anak balita di Posyandu Gondangsari Juwiring Klaten dengan p = 0,005.

Saran

1. Bagi Kader posyandu

Kader posyandu diharapkan dapat terus memberikan penyuluhan dan informasi lebih lanjut terhadap masyarakat terutama ibu-ibu tentang tindakan pencegahan kejang demam pada anak dengan baik dan benar. 2. Bagi Masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian di atas, sebaiknya masyarakat khususnya ibu-ibu lebih aktif dalam mengikuti penyuluhan kesehatan, mau membaca dari berbagai sumber informasi kesehatan berkaitan dengan pencegahan kejang demam pada anak seperti koran, majalah kesehatan, serta mengikuti informasi kesehatan dari televisi, dan radio.

3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan lebih lanjut pada penelitian sejenis, seperti memberikan pendidikan kesehatan, dengan rancangan penelitian yang berbeda dan sampel yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerahman M.H, (2007). Demam

Patogenesis dan Pengobatan.

Poerwo Soedarmo SS,Garna H, Hadinegoro SRS, Editor. Infeksi dan

(13)

Penyakit Tropis. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Departemen Kesehatan RI. (2012). Stimulasi tumbuh kembang balita dan anak pra sekolah: Pedoman penatalaksanaan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan

dasar. Jakarta: Depkes RI

Guyton & Hall, (2007). Textbook of

Medical Physiology, Eleventh

Edition.

Hartanti, M. (2015). Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Pneumonia di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Program Studi S-1 Keperawatan. Stikes Kusuma Husada Surakarta. Hartanto, H,. (2007). Kamus Ringkas

Kedokteran Stedman untuk Profesi

Kesehatan Edisi 4. Jakarta : EGC.

Helmi, M. (2014). Perbedaan Manifestasi Klinis Kejang Demam pada Anak Anemia dengan Anak Tanpa anemia. Program pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2009).

Buku Ajar Neonatologi. Edisi

Pertama. Jakarta : IDAI

Marini, (2012). Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Perawatan Pneumonia Ringan pada Balita di Rumah Di Desa Sayang Kecamatan Jatinangor. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.

Musthofa, K. (2013) Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku penderita Hipertensi Dalam Pencegahan Stroke di Puskesmas

Ponorogo Utara Kabupaten Ponorogo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Nisa. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Kejang Demam Pada Balita di

RSUD Kabupaten Bekasi

Tahun 2012. Program Studi DIII Kebidanan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia Bekasi.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi

Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta : Rineka cipta.

Potter P.A & Perry A.G. (2005). Buku

Ajar Fundamental Keperawatan :

Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi

4.Volume 1. Jakarta : EGC.

Potter P.A & Perry A.G, (2006). Buku

Ajar Fundamental Keperawatan :

Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata

Komalasari, dkk. Jakarta : EGC.

Riandita. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Demam Dengan Pengelolaan Demam pada Anak. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

.

Seinfeld & Pellock, J.M., (2013). Recent Research on Febrile Seizures: A

Review. Journal Neurol

Neurophysical 4 (4): 1-6

Setyani, (2012). Gambaran Perilaku Ibu dalam Penanganan Demam Pada Anak di Desa Seren Kecamatan Gebang Purworejo. STIkes Aisyah Gombong.

(14)

Simamora, H, (2006). Manajemen

Sumber Daya Manusia, Edisi 2,

Yogyakarta : STIE YKPN.

Sutomo, B & Anggraini, D.W. (2010). Menu sehat alami untuk batita dan

balita. Jakarta : PT. Agro Media

Pustaka.

Untari, E, T. (2013) Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Kejang Demam dengan Frekuensi Kejang Anak Toddler Di Rawat Inap Puskesmas Gatak Sukoharjo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap

dan Perilaku Manusia. Yogyakarta :

Nuha Medika.

Yusuf, M. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Penanganan Kejang Demam Menggunakan Audio Visual Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu dengan Anak Riwayat Kejang Demam. Program Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

total calories lower than the standard established for the program, and the supplements provided in over 62 percent of sample schools on average contained less than the standard of

Maka dari itu, dirancang suatu peralatan instrumentasi berupa purwarupa alat yang bisa membaca kadar gas amonia pada kandang ayam broiler dengan sensor serta

Berdasarkan hasil penelitian sistem pengambilan keputusan penentuan lokasi objek wisata Kabupaten Aceh Tengah, ma ka beberapa kesimpulan yang dapat dia mbil dari

Bila melihat gambar 5 dan 6 terlihat hasil ekstraksi atribut amplitudo rms dan spectral decomposition yang di overlay dengan kontur struktur waktu Dari gambar

Deskripsi Pengujia n Penguji an Output yang diharapk an Output yang dihasilk an Kesimpul an Berhasil melakuka n entry data dosen setelah menerima SK dari kopertis/di

(1) Seksi data dan statistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d angka 2 mempunyai tugas menyelenggarakan dan pelaksanaan kebijakan teknis

Musik program biola memiliki lebih dari 50 peserta didik yang dibagi. setiap kelas 8 siswa dan satu pengajar biola yaitu pemula

protein complex mol- ecule made from amino acids; used in cells for structure, signaling, and controlling reactions.. Lille, demonstrating to both groups the connection