• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu“ , dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1. Tahu ( know )

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu“ ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Dalam tingkatan tahu contoh : ibu mampu mendefinisikan arti dari latihan buang air besar dan buang air kecil.

(2)

2. Memahami ( comprehension )

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Dalam tingkat komprehension, misalnya ibu dapat menjelaskan tanda-tanda kesiapan latihan buang air besar dan buang air kecil.

3. Aplikasi ( Application )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis ( Analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis ( Syntesis )

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi ( Evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

(3)

kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya : ibu menganggap jika anak belum bisa melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil sebaiknya ibu tidak memarahi maupun menghukum anak, tapi jika anak berhasil melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil berikan pujian kepada anak.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

B. Sikap

Azwar (2005), menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tertentu. Jadi sikap sebagai respon evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif .

Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdiposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan merupakan kesiapan untuk berreaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

(4)

Menurut Azwar (2005), ada 6 karakteristik (dimensi) sikap yaitu : 1. Sikap memiliki arah

Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu obyek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaliknya orang yang tidak setuju atau mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.

2. Sikap memiliki intensitas

Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak suka terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang arahnya negatif tapi belum tentu mereka memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya.

3. Sikap memiliki keluasan

Kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu obyek sikap mengenai aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali apsek yang ada pada obyek sikap.

4. Sikap memiliki kontensitas

Kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan respon terhadap obyek sikap yang dimaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu dalam waktu yang relatif panjang.

(5)

5. Sikap spontanitas

Menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengungkapkannya.

Menurut Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh ( total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan : 1. Menerima ( receiving )

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) misalnya sikap ibu terhadap latihan buang air besar dan buang air kecil dapat dilihat dari perhatian ibu terhadap kesiapan anak.

2. Merespon ( responding )

Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

(6)

3. Menghargai ( valuating )

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu mengajak ibu lain untuk mendiskusikan tentang latihan buang air besar dan buang air kecil, adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap kesiapan latihan buang air besar dan buang air kecil pada anak.

4. Bertanggung jawab ( responsible )

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesa, kemudian ditanyakan pendapat responden.

C. Praktek

Praktek menurut Bart Smet (1994) dipengaruhi oleh kehendak sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

(7)

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping fasilitas juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2003).

Tingkatan praktek menurut Notoatmodjo, (2003) ada 4 yaitu : 1. Persepsi ( persception )

Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon ( guided respons )

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Misal ibu dapat mencontohkan cara buang air besar dan buang air kecil dengan benar pada anak mulai dari melepaskan celana sampai memakainya kembali.

3. Mekanisme ( mechanism )

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. Misalnya jika anak biasa buang air kecil setelah bangun tidur pada pukul 7 pagi maka ibu langsung mengajak anak untuk buang air kecil ke WC.

4. Adaptasi ( adaptation )

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut.

Pengukuran praktek dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa

(8)

jam, hari atau bulan yang lalu ( recall ). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

D. Latihan buang air besar dan buang air kecil

1. Pengertian latihan buang air besar dan buang air kecil

Latihan buang air besar dan buang air kecil pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Latihan buang air besar dan buang air kecil ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 1,5 – 2 tahun (Hidayat, 2005).

Latihan buang air besar dan buang air kecil merupakan salah satu tugas terbesar anak usia 1,5-2 tahun yaitu latihan menjadi bersih, kontrol volunter dari sphincter ani dan uretra dicapai pada waktu anak dapat berjalan biasanya saat usia antara 1,5-2 tahun (Wong, 2001).

Latihan buang air besar dan buang air kecil adalah latihan / tahapan perkembangan anak untuk bisa mengontrol buang air kecil dan buang air besar pada tempat dan waktu yang sesuai (Nestle, 2004).

2. Tahapan latihan buang air besar dan buang air kecil

Menurut Pambudi (2006) praktek latihan buang air besar dan buang air kecil memerlukan beberapa tahapan diantaranya :

a. Untuk buang air besar dan buang air kecil biasakan menggunakan WC / kakus yaitu mulai dengan membiasakan anak masuk ke WC / kakus

(9)

Latih anak jongkok di WC dengan pakaian lengkap, saat anak sedang membiasakan diri ke WC ibu dapat menjelaskan kegunaan WC.

b. Secara rutin lakukan pada anak ketika terlihat ingin buang air besar atau buang air kecil. Ajak anak jongkok di WC pada waktu-waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan setelah makan.

c. Puji bila anak berhasil, meskipun kemajuannya tidak secepat yang diinginkan. Bila anak mengalami kecelakaan segera bersihkan dan jangan menyalahkan, jadi contoh yang baik agar anak mudah mengerti. 3. Faktor – faktor yang berpengaruh pada praktek latihan buang air besar dan

buang air kecil : a. Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang latihan buang air besar dan buang air kecil yaitu tahu cara mengajarkan latihan buang air besar dan buang air kecil dimulai tahu dari kesiapan anak yang terdiri dari kesiapan fisik, kesiapan mental, kesiapan psikologi dan juga kesiapan orang tua sendiri. Selain itu, ibu tahu cara mengajarkan latihan buang air besar dan buang air kecil dari tahap awal sampai tahap akhir.

b. Sikap

Selain faktor pengetahuan, sikap juga diperlukan dalam latihan buang air besar dan buang air kecil anak, sikap dibagi menjadi 2 antara lain :

(10)

1) Sikap tegas

Orang tua (ibu) harus bersikap tegas saat mengajarkan latihan buang air besar dan buang air kecil. Tidak sedikit dari orang tua yang kebingungan, merasa sudah berupaya dengan berbagai cara, tapi tetap tidak ada perubahan yang berarti. Padahal, penyebab ketidak berhasilan dalam latihan buang air besar dan buang air kecil biasanya tak lain karena bersikap inkonsisten orang tua sendiri.

2) Sikap kompromi

Selain tegas, orang tua (ibu) dituntut untuk bersikap kompromi. Jadi, bukan pada semua aktivitas orang tua (ibu) bersikap ketat. Artinya, orang tua (ibu) perlu memilih-milih, yang perlu pengawasan ketat dan yang tidak. Selain itu wajib menumbuhkan dalam diri anak tentang pemahaman atau pengetahuan yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil.

c. Kesiapan anak dan kesiapan orang tua

Selain kesiapan anak sendiri yaitu kesiapan fisik, mental dan psikologi faktor kesiapan orang tua juga memegang peranan penting untuk melatih buang air besar dan buang air kecil anak. Dimulai dari melatih anak untuk tidak mengompol disiang hari, tidak buang air besar dicelana sampai tidak ngompol dimalam hari. Hal ini tentu saja membutuhkan kesabaran orang tua dalam melatih buang air besar dan

(11)

buang air kecil anak (Wulandari,2001)

4. Tanda kesiapan latihan buang air besar dan buang air kecil a. Kesiapan fisik

Usia mencapai 1,5-2 tahun, dapat duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam, ada gerakan usus yang reguler, kemampuan motorik kasar (seperti duduk, berjalan), kemampuan motorik halus (membuka baju).

b. Kesiapan mental

Mengenal rasa yang datang tiba-tiba untuk buang air kecil dan buang air besar, komunikasi secara verbal dan non verbal jika merasa ingin buang air besar dan buang air kecil, ketrampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain.

c. Kesiapan psikologi

Dapat jongkok di WC/kakus selama 5 – 10 menit tanpa berdiri dulu, mempunyai rasa penasaran atau rasa ingin tahu terhadap kebiasaan orang dewasa dalam buang air, merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana, dan ingin diganti segera.

d. Kesiapan orang tua

Mengenal tingkat kesiapan anak untuk buang air besar dan buang air kecil, ada keinginan untuk meluangkan waktu yang diperlukan untuk latihan buang air besar dan buang air kecil pada anaknya, tidak mengalami konflik atau stres keluarga yang berarti (misalnya perceraian) (Wong, 2001).

(12)

5. Faktor-faktor yang mendukung praktek latihan buang air besar dan buang air kecil.

a. Kesediaan sarana 1) WC atau kakus

WC atau kakus sebaiknya yang aman dan nyaman serta lantai tidak licin agar anak tidak terjatuh / kecelakaan dalam melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil.

b. Komunikasi

Sampaikan pada anak bahwa saat ini anak sudah siap untuk mulai belajar latihan buang air besar dan buang air kecil. Komunikasikan semua proses latihan buang air besar dan buang air kecil agar anak paham seperti, sebelum buang air kecil atau buang air besar buka celana, jongkok, lalu bersihkan kelamin agar kelamin tetap bersih. Sampaikan pada anak bila sudah bisa melakukan dengan baik dan beri pujian tapi, jika belum bisa jangan mengejek anak (Pambudi, 2006). 6. Cara latihan buang air besar dan buang air kecil pada anak

Latihan buang air kecil atau buang air besar pada anak atau dikenal dengan latihan buang air besar dan buang air kecil merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh orang tua dan anak, dengan latihan diharapkan anak akan mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar tanpa merasa ketakutan atau cemas sehingga anak akan mengalami pertumbuhan sesuai usia tumbuh kembang anak (Hidayat, 2005).

(13)

Latihan buang air besar dan buang air kecil perlu suatu proses yang bertahap, dimulai ketika anak cukup matang secara fisik dan, mempunyai keinginan untuk belajar. Untuk mengembangkan hubungan saling percaya antara anak dan orang tua dengan begitu akan mempermudah memotivasi untuk berhasil. Saudara kandung yang lebih tua (kakak) dapat dijadikan sebagai contoh (Kozier, 2001).

Menurut Hidayat (2005) cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air kecil dan buang air besar, diantaranya: a. Teknik lisan

Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan pengarahan pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal yang biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila diperhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang air besar, dengan teknik lisan ini persiapan psikologi anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air besar dan buang air kecil.

b. Teknik memberi contoh

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air kecil dan buang air besar atau memberikan contoh. Cara ini dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil atau buang air

(14)

besar atau membiasakan buang air kecil atau buang air besar secara benar. Dampak pada cara ini apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah.

Selain cara diatas metode latihan buang air besar dan buang air kecil yang paling banyak digunakan adalah metode pengaturan jadwal. Anak yang tampaknya sudah siap diperkenalkan WC dan secara bertahap diminta untuk jongkok diatasnya sebentar dalam keadaan pakaian lengkap, kemudian anak diminta untuk melepaskan pakaian dalamnya sendiri lalu jongkok diatas WC selama tidak lebih dari 5-10 menit. Dalam hal ini sambil ibu memberikan penjelasan bahwa sekarang sudah saatnya untuk melakukan buang air besar atau buang air kecil di WC. Jika anak sudah bisa melakukan beri pujian, tetapi bila anak belum bisa melakukan sebaiknya tidak memarahi maupun menghukum anak metode pengaturan jadwal efektif untuk anak yang memiliki jadwal buang air besar atau buang air kecil yang teratur (Apotik Online, 2006).

7. Faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam praktek latihan buang air besar dan buang air kecil

a. Ayah atau kakak laki-laki

Ayah atau kakak laki-laki memberi contoh cara buang air besar atau buang air kecil pada anak atau adik laki-laki.

(15)

b. Ibu atau kakak perempuan

Ibu atau kakak perempuan memberi contoh pada anak atau adik perempuan (Saeful, 2007).

8. Hal penting yang perlu dilakukan dalam latihan buang air besar dan buang air kecil

a. Praktek buang air kecil yang benar

Latihan yang terus menerus, misalnya membiasakan anak buang air kecil 2 jam sekali di WC, mengajarkan anak membuka pakaian dalam, jongkok di WC dan sampaikan pada anak untuk mulai buang air kecil. b. Perhatikan siklus buang air kecil.

Latih secara bertahap misalnya mulai dengan tiap 2 jam jongkokan anak diatas WC, kemudian 2,5 jam sekali, 3 jam sekali sampai terbentuk pola kebiasaan yang menetap dan anak mulai mengenali keinginannya untuk buang air kecil.

c. Beri anak dukungan dan kasih sayang.

Jika anak berhasil, berikan anak reward atau penghargaan seperti pujian, tepukan tangan, acungan jempol atau toss. Dengan begitu anak merasa dihargai, puas dan bangga dengan keberhasilannya. Ini akan menjadi pemicu baginya untuk lebih baik lagi.

d. Jangan marahi, meledek dan mencela anak apabila anak gagal.

Yakinkan anak bahwa disesi berikutnya anak akan mampu mengontrol buang air kecilnya dan akan kembali mendapatkan rewardnya (Post Banjarmasin, 2003 ).

(16)

9. Dampak latihan buang air besar dan buang air kecil

Dampak yang umum dalam kegagalan latihan buang air besar dan buang air kecil seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air kecil dan buang air besar. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam latihan buang air besar dan buang air kecil maka anak akan lebih cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2005).

(17)

E. Kerangka Teori

Faktor predisposisi - Pengetahuan - Sikap

- Kesiapan anak dan orang tua

Faktor pendukung

- Kesediaan sarana Praktek latihan buang air - Komunikasi besar dan buang air kecil

Faktor pendorong - Ayah dan ibu - Kakak laki-laki dan perempuan

Modifikasi : Notoatmodjo, 2003; Wulandari, 2001; Pambudi, 2006; Saeful, 2007 Gambar 2.1 Kerangka Teori

(18)

F. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan ibu Praktek latihan buang air Sikap ibu besar dan buang air kecil

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Dalam penelitian ini variabel independen adalah tingkat pengetahuan dan sikap ibu.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah praktek latihan buang air besar dan buang air kecil pada anak usia 1,5-2 tahun.

H. Hipotesis

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan praktek latihan buang air besar dan buang air kecil pada anak usia 1,5-2 tahun.

2. Ada hubungan antara sikap dengan praktek latihan buang air besar dan buang air kecil pada anak usia 1,5-2 tahun.

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena yang terjadi dalam prosedur pengeluaran kas yang ada di Badan Keuangan Deaerah Kabupaten Bandung adalah adanya masalah saat akan dibuatkanya SP2D

Maka dari itu, serangga juga disebut dengan istilah Hexapoda, yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti “berkaki enam” disebut dengan istilah Hexapoda, yang diambil dari

Pelet dimasukan ke dalam silinder yang dipanaskan, dan lelehan plastik dipaksa memasuki cetakan baik dengan tekanan hidrolik atau dengan sistem screw yang berputar.. 2

SPA Unit Serapung memiliki nilai konservasi tinggi yang termasuk di dalam nilai konservasi tinggi 1 – 4, namun untuk nilai konservasi tinggi point kedua, yaitu

Program Lingkungan Sehat Perumahan Kegiatan : Sosialisasi peraturan perundang- undangan Bidang Kawasan Permukiman Jumlah peserta sosialisasi yang dilaksanakan Kegiatan

Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yang tidak lain adalah karakter yang dimiliki pesantren ( islamic boarding school ), terdiri dari

Untuk menghasilkan sebuah gasing daripada kayu pokok jambu, apakah teknik arca yang sesuai digunakan.. Mengapakah seni reka bentuk industri adalah suatu bidang yang penting pada

Dengan dibuatnya laporan biaya kualitas secara khusus dan berkala diharapkan pihak manajemen perusahaan dapat melakukan pengendalian atas kualitas produk serta