1
MUSNAHNYA PENINGGALAN BERSEJARAH DI TANAH SENDIRI : KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN KULTURAL MASYARAKAT TROWULAN,
POTENSI ATAU MASALAH?
Dyah Retno Wijayanti | 25608008
Program Studi Rancang Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB Email : dywijayanti@yahoo.co.id
Abstrak
Dimensi sosial dan budaya turut memberi pengaruh dalam upaya pelestarian situs bersejarah. Situs Majapahit Trowulan merupakan contoh kasus bagaimana bentuk aktivitas masyarakat yang sebenarnya merupakan cerminan kepedulian maupun desakan kebutuhan hidup sehari-hari justru menjadi penyebab utama kerusakan situs tersebut. Kerusakan yang terjadi sangat besar dan memiliki pola -pola jika dihubungkan dengan jenis mata pencaharian dan aktifitas masyarakat. Kondisi sodsial dan ekonomi yang ada pada Trowulan menjadikan dilema bagi kegiatan pelestarian terlebih lagi akibatnya adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh masalah tersebut sangat besar dan telah terjadi bertahun-tahun. Penyelesaian masalah tersebut tentunya adalah strategi dalam bidang ekonomi, kultural, serta partisipasi antara dinas dan masyarakat dengan mewujudkan upaya pelestarian, perawatan, dan pemugaran berbasis lokal yang akan dibahas dalam tulisan berikut.
Kata kunci : Pola Kerusakan, karakter sosia l ekonomi dan budayal, aktifitas masyarakat, dan Trowulan
1. PENDAHULUAN
Banyaknya kerusakan pada badan situs yaitu hancur dan terdapat bagian-bagian yang hilang merupakan persoalan yang tidak ada habis-habisnya. Satu persoalan yang nyata adalah situs Majapahit yang ditemukan kini memiliki lokasi yang menyatu dengan permukiman penduduk Trowulan. Hal tersebut menjadikan lokasi situs adalah lokasi tempat kegiatan mata pencaharian masyarakat misalnya area sawah dan tempat industri batu bata dilakukan, sehingga banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas tersebut tanpa bisa dihindari lagi.
Masalah prosedur pelestarian oleh BP3, perilaku masyarakat, dan desakan kebutuhan hidup masyarakat menjadikan kerusakan situs tidak pernah terselesaikan dan semakin parah. Kerusakan yang diakibatkan pun bermacam-macam jenisnya dan telah terjadi selama puluhan tahun (Mundarjito, 2009).
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis akar masalah dari fenomena yang terjadi. Berdasarkan pengamatan dan penelusuran data oleh penulis, terdapat potensi-potensi yang dimiliki dari kondisi sosial dan kultural masyarakat. Tulisan ini juga bertujuan merumuskan upaya pelestarian berbasis partisipasi publik yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak kerusakan pada situs tersebut.
Pengumpulan data dilakukan dengan survai langsung pada lokasi situs di beberapa
tempat pada Kabupaten Mojokerto yaitu Trowulan, Gemekan dan Klintorejo. Selain itu penulis juga melakukan wawancara terhadap beberapa stakeholder seperti BP3 selaku badan yang berwenang mengenai masalah pelestarian, LSM Gotrah Wilwatikta selaku organisasi independen yang peduli terhadap budaya Majapahit, Perangkat desa Klintorejo dan masyarakat. Data juga diperoleh dari beberapa tokoh yang menjadi anggota tim evaluasi Trowulan, yakni Ir. Arya Arbieta dan Anam Anis, SH. Data sekunder didapat melalui sumber literatur dan media massa dijadikan sebagai dasar-dasar acuan dalam membentuk kerangka pemikiran.
Metode penelitian adalah empiris dengan klasifikasi jenis-jenis kerusakan situs dan penggolongan situs apa saja yang mengalami kerusakan tersebut. Selain itu penyajian data akan dilakukan secara eksplanatori dengan menjelaskan mengapa fenomena-fenomena tersebut terjadi.
2. KARAKTER SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TROWULAN
2
(27%), perdagangan, hotel dan restoran (19%). Kegiatan industri menjadi kegiatan ekonomi yang dominan disebabkan oleh adanya limpahan industri dari kabupaten Sidoarjo, Gresik, dan kota Surabaya. Sedangkan pertanian merupakan mata pencaharian asli sebagai daerah yang memiliki lahan agraris (Tim Litbang Kompas, 2008)
Kegiatan industri terdiri atas industri besar, menengah dan industri kecil. Industri kecil yang berbasis kerakyatan berkembang dan dipusatkan pada beberapa kecamatan. Industri sepatu berada di kecamatan Sooko dan Puri, sedangkan industri perak dan cor kuningan berada di kecamatan Trowulan. Dan potensi industri tersebut memiliki peluang untuk berkembang dengan tersedianya bahan baku industri dan tenaga kerja.
Selain itu terdapat pula yang disebut industri pariwisata, yakni industri pemahatan patung dan benda-benda kesenian lainnya. Hal ini memperkuat citra kabupaten Mojokerto yang memiliki banyak objek wisata sejarah dan purbakala. Keduanya berjalan seiring dengan rencana dikembangkannya sektor pariwisata sehingga dengan demikian diharapkan pariwisata tersebut dapat menggerakkan sektor ekonomi kerakyatan. Terdapat desa-desa wisata seperti desa Bejijong yang dekat dengan lokasi Candi Brahu, desa Temon dan Watesumpak yang menjadi tempat-tempat industri cor kuningan dan pemahat batu. Lokasi-lokasi tersebut sering dikunjungi wisatawan dan dikelola oleh
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Mojokerto. Namun hingga saat ini desa-desa wisata tersebut belum dikembangkan menjadi sentra perdagangan dan hanya sebagai tempat produksi saja (Arbieta, 2009).
Melalui pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi dominan pada kabupaten Mojokerto adalah pada sektor industri dan pertanian. Kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pembahasan makalah adalah sektor industri kecil dan pertanian, karena keduanya yang berkaitan dengan situs Trowulan.
2. KONDISI SOSIAL DAN
BUDAYA DESA-DESA KABUPATEN MOJOKERTO
Kegiatan ekonomi kota yang lebih dominan pada sektor industri dan pertanian membentuk karakteristik pada kabupaten Mojokerto yaitu masih kentalnya kehidupan rural di pedesaan. Masyarakat pedesaan tersebut memiliki karakteristik masyarakat paguyuban dengan ciri khas saling mengenal satu sama lain, adanya rasa persaudaraan yang tinggi diantara warga dan ikatan emosional yang erat. Hal ini disebabkan adanya fakta bahwa penduduk yang bermukim di desa tersebut umumnya bersaudara satu sama lain (Abieta, 2009)1.
Kegiatan gotong royong (kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh warga) masih sering dilakukan pada kegiatan-kegiatan pengajian, bersih desa dan tahlilan. Perayaan keagamaan juga dilakukan secara bersama oleh warga desa dengan tujuan mempererat tali silaturahmi. Upacara ritual dari kepercayaan lokal juga masih terpelihara dengan baik, seperti misalnya penghormatan leluhur yang telah meninggal (cok bakal), selametan ibu yang sedang hamil tujuh bulan (tingkep), upacara menjelang tanam padi dan setelah panen (tandur, klemahan dan wiwit) dan yang terakhir adalah ruwat desa. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal mistis juga masih kuat dengan adanya upaya pengeramatan situs Majapahit yang dianggap memiliki tingkat mistis tinggi.
1
Berdasarkan wawancara dengan Ir Arya Abieta pada tanggal 27 Maret 2009 bahwa kualitas kerajinan desa Trowulan merupakan yang terbaik baik hasil pahatan, cor kuningan, maupun kerajinan lainnya.
Pengangkutan
3
Norma-norma adat dan agama masih dipegang teguh oleh penduduk desa sebagai dasar dalam penentu keputusan. Hal ini merupakan pengaruh dari rendahnya dinamika dan interaksi dengan orang dari luar desa karena mata pencaharian yang lebih didominasi oleh pertanian dan industri kecil.
Tingkat Pendidikan
Tenaga Kerja
Laki-laki Perempuan Jumlah
SD 49 43 92
Melaui tabel tersebut daat diketahui bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat Mojokerto adalah rendah. Di desa Trowulan sendiri tingkat pendidikan SMU adalah tingkat pendidikan yang paling tinggi. Namun, tingkat pendidikan ini mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Perubahan tingkat pendidikan yang lebih baik menyebabkan masyarakat lebih dapat menerima arus modernisasi dari luar dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang ada.
Karakter sosial dan tingkat pendidikan juga turut memberi pengaruh pada tingkat apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya dan situs bersejarah Trowulan. Hal ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
3. AKTIVITAS DAN MATA
PENCAHARIAN MASYARAKAT
TROWULAN
3. 1. JENIS-JENIS DAN PERSEBARAN MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT
Dengan kegiatan ekonomi kabupaten
Mojokerto yang dominan pada
industri(30,8%) dan pertanian (26,8%)2 maka mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat adalah sebagai pengrajin, pekerja dan petani. Pengrajin yang dimaksud disini adalah perajin patung, terakota, cor kuningan dan pembuat bata.
Prosentase mata pencaharian pertanian dan perajin lebih banyak dibandingkan mata pencaharian lain. Hal ini merupakan faktor
2 Tim Litbang KOMPAS. Profil Daerah Kabupaten dan
Kota. 2008
keahlian yang dimiliki oleh masyarakat yang didapat melalui turun temurun (warisan) dan ketersediaan sumber daya yang ada merupakan sumber daya tanah. Dikarenakan karakter wilayah yang rural dan tingkat pendidikan yang rendah maka mata pencaharian tersebut selalu sama dan masyarakat tidak memiliki keahlian lainnya sehingga sulit mewujudkan mata pencaharian baru.
3.1.1. MATA PENCAHARIAN
PENDUDUK SEBAGAI PENGRAJIN BATA
Mata pencaharian perajin bata dilakukan sejak tahun 1960an hingga kini karena tanah di sana memang sangat bagus sebagai bahan baku pembuatan bata. Menurut kepala museum Trowulan bapak Ichwan pada masa sebelum tahun 1960an warga banyak yang bermata pencaharian sebagai pendulang emas namun lama kelamaan emas tersebut habis sehingga warga beralih menjadi pembuat bata. Pengerukan bata tersebut terjadi besar-besaran dari tahun 1960an hingga 1990an.3
Selain sebagai bahan pembuat bata dahulu tanah tersebut juga dibuat sebagai bahan baku semen merah. Kualitas yang baik tersebut memang berasal dari kandungan bata kuno yang terdapat pada tanah yang digali tersebut menjadikan semen dan bata Trowulan terkenal dengan mutunya yang kuat dan tahan lama.
Menurut warga, industri bata selain juga karena kondisi tanahnya yang bagus untuk bahan baku bata, juga dimaksudkan untuk menurunkan permukaan tanah. Tanah yang terdapat di area persawahan lebih tinggi dari pada permukaan sungai sehingga sulit dilakukan irigasi, maka tanah tersebut diturunkan terlebih dahulu dengan dikeruk dan dijadikan bahan batu bata. Ketika ketinggian tanah telah dirasa cukup berkurang barulah tanah tersebut dijadikan lahan pertanian. 4
Mata pencaharian industri bata dilakukan berpindah-pindah berdasarkan ketersediaan bahan bakunya. Jika suatu lahan telah habis tanahnya maka pelaku
3 Berdasarkan hasil wawancara Kepala Museum Trowulan ,
3 April 2009
4 Berdasarkan hasil wawancara dengan LSM Gotrah
Wilwatikta, 4 April 2009 Tabel 1
4
industri akan berpindah ke tempat lain yang masih ada tanah liatnya sebagai lahan baru, begitu seterusnya. Pada saat ini terdapat sekitar 3000 titik lokasi industri batu bata yang tersebar di kabupaten Mojokerto.
3.1.2 MATA PENCAHARIAN PETANI Mata pencaharian petani sudah sejak dulu ada sebagai daerah agraris. Desa-desa pertanian tersebar di pelosok kabupaten Mojokerto dengan pola yang sangat organik dan diikuti dengan pola permukiman yang mengelompok atau membentuk cluster. Mata pencaharian tersebut didapatkan secara turun temurun baik pemilik lahannya maupun buruh taninya. (Permatasari, 2008)
Jenis pertanian yang ada pada desa-desa di kabupaten Mojokerto adalah padi dan tebu serta jagung-jagungan. Sampai saat ini masyarakat masih banyak mengupayakan pembukaan lahan baru untuk pertanian, walaupun kegiatan ekonomi di Mojokerto sendiri hendak beralih pada sektor industri, baik industri besar, menengah maupun industri rumah. Namun rupanya desa-desa di kabupaten Mojokerto tersebut belum memiliki masalah kepadatan sehingga ekstensifikasi lahan pertanian masih dilakukan.
3.1.3. MATA PENCAHARIAN
PENGRAJIN INDUSTRI KECIL Desa wisata pada umumnya terletak di sepanjang jalan besar atau titik-titik yang dekat dengan akses publik dan lokasi wisata. Dalam hal ini misalnya Bejijong dan Gemekan. Mata pencaharian perajin batu dan cor kuningan juga merupakan mata pencaharian yang sudah diwariskan sejak dahulu. Sekelompok masyarakat yang memiliki keahlian membuka semacam
bengkel kerja dan memasarkannya keluar daerah. Menurut masyarakat, keahlian tersebut diajarkan sudah pada masa kolonial oleh orang Belanda sendiri. Masyarakat juga umumnya percaya bahwa keahlian yang mereka miliki juga berasal dari faktor keturunan Majapahit karena orang-orang umumnya bisa mengusai teknik pahat maupun cor kuningan dalam waktu singkat saja (Abieta, 2009)5.
Industri kecil ini berkembang pesat. Menurut data dari profil daerah pada tahun 2002 indsutri kecil terdiri atas 19.284 unit yang dipusatkan pada beberapa kecamatan yaitu kecamatan Sooko dan Puri sebagai sentra industri sepatu sedangkan kecamatan Trowulan menjadi sentra industri perak dan kuningan. Pemasukan dari tahun 2002 tersebut adalah Rp. 260 milliar.Angka yang dicapai pada tahun 2002 berada jauh di atas 10 tahun sebelumnya yakni 1992 dimana angka industri kecil sebesar 15.910 unit dengan pemasukan sebesar Rp. 123,9 milliar. Hal ini menunjukkan bahwa industri dengan basis ekonomi kerakyatan memiliki peluang yang besar untuk berkembang.
3.1.4. MATA PENCAHARIAN
PEDAGANG
Kegiatan ekonomi perdagangan dan jasa menempati urutan ketiga setelah pertanian dan industri yaitu 19,4%. Kegiatan perdagangan umumnya terjadi pada lokasi-lokasi yang dekat dengan pusat aktivitas misal yang dekat dengan jalan besar atau pusat pemerintahan. Kegiatan perdagangan juga umumnya berada pada lokasi-lokasi
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ir Arya Abieta tanggal 27 Maret 2009 dan LSM Gotrah Wilwatikta dan 4 April 2009
Gambar 4 Desa Wisata Cor kuningan di Bejijong Sumber : Dok. Pribadi tahun 2009
Gambar 2
Industri batu bata dekat dengan lahan pertanian Sumber : Dok. Pribadi tahun 2009
Gambar 5 Industri kerajinan patung di Gemekan Sumber : Dok. Pribadi tahun 2009
Gambar 3 Desa Persawahan di Klintorejo
5
pariwisata candi maupun museum karena banyaknya orang yang berkunjung kesana.
Dari berbagai jenis mata pencaharian di atas, yang berhubungan dengan kerusakan situs adalah mata pencaharian yang berhubungan dengan pekerjaan menggali dan mengolah tanah yaitu pertanian dan pengrajin bata. Dengan jenis mata pencaharian ini maka dapat dikatakan bahwa pada umumnya masyarakat desa di Kabupaten Mojokerto sangat tergantung dengan ketersediaan sumber daya alam dan ketersediaan lahan atau tanah. Terutama kegiatan pertanian tanah adalah lahan atau tempat berlangsungnya kegiatan menanam padi dan bagi industri bata, tanah bahan baku industri tersebut. Maka dalam rangka aktivitas mata pencaharaian tersebut kegiatan penggalian dan pembukaan lahan adalah kegiatan utama.
Warga pedesaan tersebut menyatakan bahwa mereka tidak memiliki keahlian lain selain yang dimiliki sekarang. Memang keadaan tanah yang terbatas membuat warga terkadang berganti-ganti jenis mata pencaharian dari petani, industri maupun pedagang. Namun tetap saja bidang keahlian mereka yang terbatas dan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak memiliki banyak pilihan dalam mata pencaharian dan sumber penghidupan. Sedangkan potensi kabupaten Mojokerto sebagai kabupaten pariwisata belum banyak dikembangkan sehingga belum mampu menjadi generator perekonomian masyarakat. Maka dalam hal ini melarang warga untuk
menggali tanah sama saja dengan memutuskan sumber nafkah mereka.
Itulah sebabnya penemuan situs dan artefak purbakala Majapahit banyak dilakukan oleh masyarakat petani maupun perajin industri bata. Ketika mereka melakukan pembukaan lahan atau pengerukan tanah, sampai sejauh kedalaman tertentu sering ditemukan artefak berupa tembikar, patung atau struktur bata kuna. Seringnya kejadian tersebut menyebabkan warga sudah terbiasa sekali dengan temuan-temuan bersejarah.6
3. 2. AKTIVITAS EKSKAVASI
DAN PEMUGARAN SECARA
SWADAYA OLEH MASYARAKAT Temuan yang sering terjadi adalah struktur bata kuno, patung dan tembikar. Selain itu terdapat pula umpak (pondasi) dan jobong (sumur) tua. Pada tahun 1960 hingga akhir 1970an pengerukan tanah merah besar-besaran terjadi untuk industri batu bata. Hal itu mengakibatkan banyak sekali temuan struktur bata kuna yang hancur di gerus alat-alat seperti cangkul dan linggis. Bata kuno walaupun kuat namun tidak tahan terhadap hantaman benda keras tersebut dan mudah tergerus oleh cuaca tidak seperti batu kali. Terlebih lagi kedalaman struktur bata tersebut hanya berkisar setengah hingga satu meter saja dari permukaan tanah karena memang umur situs tersebut tidak terlalu
6 Berdasarkan hasil wawancara dengan LSM Gotrah
Wilwatikta tanggal 4 April 2009 Gambar 6
Showroom dari grosir sepatu
Sumber : Dok. Pribadi tahun 2009
Gambar 7 Pedagang kecil di sekitar lokasi Candi Tikus
Sumber : Dok. Pribadi tahun 2009
Gambar 8 Pedagang kecil di sekitar lokasi Candi Tikus
Sumber : Dok. Pribadi tahun 2009
Gambar 9
6
tua, sehingga sedikit saja dilakukan penggalian kita akan langsung menemukan struktur atau benda artefak lainnya. Karena begitu terbiasanya masyarakat dengan temuan situs dan artefak bersejarah, orang biasanya mengenali pola-pola penguburan situs. Menurut warga setempat ada situs-situs tertentu yang sepertinya sengaja dikubur, karena merupakan situs yang bernilai sakral. Hal itu ditandai dengan pada kedalaman tertentu tanah bercampur dengan pecahan tembikar dan porselein, maka pasti ada sesuatu yang terkubur di bawah.
Warga yang menemukan situs atau artefak kuna biasanya memberi tahu pihak aparat desa, baik kepala desa ataupun cariknya (sekretaris desa). Kemudian selanjutnya warga akan melapor kepada BP3 yang terletak di jalan Trowulan. Menurut prosedur pihak BP3 akan mengamankan benda temuan dan mengganti dengan kompensasi yang layak bagi warga yang menemukan. Namun prosedur tersebut rupanya seringkali tidak sesuai dengan kenyataannnya. Warga seringkali tidak mendapatkan reaksi yang diharapkan yaitu kurang perhatiannya pihak BP3 selaku dinas terkait.
Reaksi yang lambat tersebut
mengakibatkan situs temuan menjadi tidak terlindungi. Dengan karakteristik bata kuno yang tidak tahan terhadap cuaca, dikhawatirkan struktur bata tersebut akan terus berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Berangkat dari kekhawatiran tersebut, maka warga melakukan upaya pengamanan sebisa yang mereka lakukan untuk melindungi situs dari kerusakan, dengan memindahkan struktur bata ke tempat yang aman atau menyimpan barang temuan di rumah masing-masing. Menurut sumber LSM Gotrah Wilwatikta, barang temuan berupa benda berharga lebih cepat berpindah tangan dan dijual ke pasar gelap. Barang berharga tersebut berupa perhiasan, tembikar utuh, patung dan peralatan perang. Sedangkan temuan berupa pecahan bata kuno dan tembikar umumnya di simpan oleh warga di rumah masing-masing.
4. PROSES DAN POLA KERUSAKAN
SITUS TROWULAN OLEH
MASYARAKAT
4. 1. PROSES DAN JENIS-JENIS
KERUSAKAN SITUS BERSEJARAH.
Situs bersejarah yang ditemukan oleh warga adalah yang berupa bangunan struktur bata kuna baik itu berupa yoni maupun bangunan rumah tinggal, kanal kuno, dan jobong tua. Sedangkan artefak yang sering ditemukan dan merupakan indikasi bahwa daerah tersebut merupakan pusat aktivitas adalah perhiasan, patung dan benda-benda gerabah. Pemindahan benda-benda temuan dari tempat yang seharusnya menyebabkan berubahnya struktur dan bentuk bata kuno yang berupa bangunan maupun jalan. Hingga seluruh elemen berubah akhirnya sudah tidak diketahui lagi bentuk aslinya. Bukan hanya bentuk asli situs yang berubah, namun proses pemindahan juga dapat mengakibatkan kerusakan badan situs karena untuk melakukan pemindahan tersebut warga melakukan ekskavasi dan tidak dalam koridor arkeologis yang benar, yaitu dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul dan linggis.
Penggalian atau ekskavasi juga sering dilakukan secara mandiri oleh warga. Kegiatan swadaya tersebut sesungguhnya merupakan bentuk kepedulian warga terhadap situs yang telah dianggap sebagai warisan leluhur. Warga Mojokerto pada umumnya memiliki kebanggan sebagai keturunan Majapahit. Hal ini seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai karakter sosial bahwa warga masih menjaga tradisi lokal melalui kegiatan ritual yang merupakan representasi penghormatan mereka terhadap budaya nenek moyang.
Penggalian dan pemugaran tersebut juga dilakukan secara gotong royong serta sukarela. Kesediaan warga untuk bekerja bersama ini merupakan kultur lokal masyarakat rural yang masih terjaga dengan baik. Beberapa contoh pemugaran yang dilakukan oleh warga adalah situs yoni. Sedangkan situs yang mengalami
penambahan-penambahan misalnya
petilasan Tribuanatunggal Dewi yang berada di desa Klintorejo. Pada situs tersebut
seseorang dengan dana swadaya
7
Akibat aktivitas dan mata pencaharian warga maka jenis-jenis kerusakan yang terjadi adalah :
1. Kerusakan sebagian badan-badan situs
Hal ini terjadi pada kanal-kanal kuno, yoni, jobong tua dan struktur lantai bata kuna.
Masyarakat petani yang melakukan pembukaan lahan pertanian menemukan kanal-kanal kuno ketika menggali tanah. Namun karena desakan kebutuhan mencari nafkah, kanal-kanal kuno tadi akhirnya digerus dan dihancurkan atau dipindahkan pada tempat yang lebih aman menurut warga. Hal yang serupa juga terjadi pada Yoni yang terdapat di Klintorejo, badan situs akhirnya hilang sebagian karena tergerus peralatan warga yang hendak menggali tanah liat di lokasi Yoni tersebut.
2. Kerusakan keseluruhan badan-badan situs hingga hilang sama sekali.
Situs yang tergerus dan akhirnya hilang sama sekali ini terjadi pada tempat-tempat industri bata yang lokasinya tersebar di penjuru desa-desa Kabupaten Mojokerto. Pengerukan besar-besaran yang terjadi dalam rangka pembuatan batu bata pada tahun 1960 an membuat badan-badan situs menjadi rusak sedikit demi sedikit hingga akhirnya habis sama sekali. Tidak diketahui jenis situs apakah yang dimaksud. BP3 tidak melakukan pencatatan rinci seberapa besar
3. Berpindahnya barang temuan-temuan dari tempat yang seharusnya, seperti misal umpak atau pondasi bangunan. Karena tidak tahu lagi harus dikemanakan dan diapakan maka warga umumnya menyimpan barang-barang temuan di rumah masing-masing atau dimanfaatkan daripada tidak digunakan. Pemanfaatan tersebut adalah pada hal-hal kecil misal bata kuno digunakan sebagai pagar rumah, perkerasan pekarangan atau pengisi pot tanaman.
Gambar 10
Kanal Kuna yang telah tergerus
Sumber : www.kompas.com
Gambar 11
Struktur bata kuna yang telah hancur sebagian Sumber : LSM Gotrah Wilwatikta
Gambar 10 Yoni Klintorejo yang sudah hampir habis sama sekali
Sumber : Dokumentasi Pribadi tahun 2009
Gambar 11 Yoni Klintorejo yang sudah hampir tidak terlihat lagi struktur aslinya
Sumber : LSM Gotrah Wilwatikta tahun 2006
Gambar 12
Jobong tua yang ada di tengah lahan kosong Sumber : LSM Gotrah Wilwatikta tahun 2007
Gambar 13
Pondasi umpak akhirnya diletakkan di pinggir lapangan oleh warga Sumber : Dok. Pribadi tahun 2009
Gambar 14
Bata kuna dipindahkan ke lokasi baru
Sumber : Dok Pribadi tahun 2009
Gambar 15
Warga Menumpuk bata kuna di pekarangan rumah masing-masing
8
4. Hilangnya struktur dan bentuk asli bangunan Majapahit, sehingga sulit jika hendak merekonstruksinya kembali. Struktur bata yang ditemukan sedikit demi sedikit tergali dan dipindahkan. Namun karena warga tidak memiliki pengetahuan arkeologis dan arsitektur yang baik maka mereka sulit mencari bentuk asli dari situs sehingga mereka hanya mereka-reka sendiri dalam melakukan pemugaran.
Kerusakan tersebut tidak dapat dikendalikan lagi selama dinas terkait tidak melakukan pengamanan dan pengamanan situs yang ditemukan oleh warga. Menurut warga jika terjadi temuan kini warga enggan untuk melapor, karena terkadang tindakan dinas justru membuat warga merasa terpenjara di rumahnya sendiri.
4. 2. PEMETAAN TEMUAN SITUS DENGAN LAHAN MASYARAKAT
Titik-titik temuan situs Majapahit jika dipetakan adalah sebagai berikut :
Pada hasil pemetaan tersebut kita dapat melihat bahwa temuan situs dan artefak bersejarah berada pada lokasi permukiman dan tempat mata pencaharian. Karena kedekatan tersebut, maka sering terjadi kontak dan singgungan antara aktivitas warga dengan situs yang tak terlindungi. Situs tersebut adalah situs yang baru saja ditemukan sehingga hanya diketahui jenisnya saja namun belum banyak diteliti kecuali dibuat peta rekonstruksinya.
Pemetaan tersebut dilakukan pada penemuan situs yang telah terdata yaitu pada ring inti kota Mahapahit. Sebenarnya masih terdapat banyak lagi temuan yang berada diluar ring tersebut, namun sulit untuk dilakukan pemetaan atas temuan dan pola kerusakannya. Hal ini disebabkan penemuan situs yang berada pada luar ring belum terdata dengan baik secara keseluruhan, baik dari jenis situsnya dan jumlahnya.
5. PARTISIPASI MASYARAKAT
LOKAL DALAM PRESERVASI SITUS BERSEJARAH
Gambar 17 Warga memindahkan bata-bata kuna ke tempat tinggal masing-masing Sumber : LSM Gotrah Wilwatikta tahun 2007 Gambar 16
Warga memanfaatkan pecahan tembikar untuk mengisi pot tanaman Sumber : LSM Gotrah Wilwatikta tahun 2007
Gambar 18 Membangun kembali struktur lantai bata namun sudah tidak sesuai lagi dengan yang asli Sumber : LSM Gotrah Wilwatikta tahun 2007
Gambar 19
Ekskavasi yang dilakukan warga pada struktur lantai bata
Sumber : LSM Gotrah Wilwatikta tahun 2007
Gambar 20
Peta penemuan situs Majapahit dengan persebaran mata pencaharian penduduk
9
Situs bersejarah Trowulan kini memiliki kondisi berbeda dengan masa dahulu. Lahan yang sebelumnya berdiri pusat kerajaan Majapahit kini adalah permukiman penduduk dan lahan mata pencaharian. Implikasi dari hal tersebut adalah penggalian situs tidak dapat dilakukan sepenuhnya demikian pula tindakan pengamanan.
Masalah pertanahan di Indonesia selalu menjadi hal yang pelik, hal ini dikarenakan sebagai negara agraris tanah selalu dikuasai individu bukan penguasa (Soetrisno;1995). Hal tersebut sudah menjadi karakteristik kepemilikan tanah sejak masa kerajaan, kolonial hingga sekarang. Status kepemilikan tanah tersebut menyebabkan pemerintah mesti melakukan pembebasan tanah jika hendak melakukan pengembangan atas suatu kawasan.
Tanah adalah kebutuhan utama yang krusial bagi masyarakat agraris, karena tanah adalah tempat untuk bermukim dan lahan untuk mata pencaharian (Soetrisno;1995). Mengingat nilai kedudukan tanah tersebut tentunya dapat diwajari apabila terdapat perilaku masyarakat yang melakukan vandalisme pada situs yang tertanam di lahan masing-masing. Masyarakat tidak punya pilihan lain atas mata pencaharian pertanian atau sebagai pembuat bata.
Namun mengacu pada pembahasan bab sebelumnya mengenai karakter sosial masyarakat Trowulan dan sekitarnya, bahwa mereka sesungguhnya masih memiliki kultur untuk bergotong royong, kepedulian terhadap sesama warga desa lain dan ikatan emosional yang erat satu sama lain. Hal ini tercermin dalam usaha-usaha yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat dalam melakukan preservasi secara mandiri terhadap situs Majapahit yang ditemukan di lokasi permukiman maupun lahan mata pencaharian. Salah kunci keberhasilan dalam pembangunan dan pengembangan suatu kota adalah melalui partisipasi publik yaitu melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan suatu wilayah. Dan hal ini berlaku juga terhadap upaya preservasi benda bersejarah. Namun partisipasi publik sendiri rupanya masih menjadi hal yang sulit dilakukan di Indonesia. Masalah-malasah sosial yang terjadi pada era kekuasaan Orde Baru banyak menyisakan trauma pada
masyarakat. Pada masa Orde Baru banyak pencapaian yang dilakukan oleh negara yang sedang berkembang ini antara lain pembangunan sektor ekonomi dan pemenuhan kebutuhan pangan oleh negeri sendiri. Namun hal tersebut tidak diimbangi oleh kehidupan politik yang sehat antara pemerintah dengan rakyat. Seringkali masyarakat tidak dilibatkan dalam pembangunan daerah dan tertutupnya kesempatan bagi masyarakat untuk menyalurkan pendapat atau aspirasi.
Partisipasi publik sesungguhnya merupakan menjadi hal yang menentukan keberhasilan masalah pelestarian di Trowulan. Hal terpenting disini adalah upaya pelestarian tersebut jangan sampai merebut hak masyarakat dalam mencari sumber penghidupan dan bermukim di tanah tempat tinggal milik mereka saat ini. Beberapa solusi yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut.
5.1.PEMBENAHAN ASPEK EKONOMI Jika tanah sebagai kebutuhan utama warga dalam berkehidupan dan bermata pencaharian maka yang perlu dilakukan adalah strategi yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi daerah. Berdasarkan profil daerah Kabupaten Mojokerto, Kabupaten tersebut memiliki dua orientasi utama dalam pengembangan daerah yaitu sebagai kabupaten pariwisata dan industri.
Sektor pariwisata yang hendak dikembangkan akan membutuhkan banyak tenaga kerja. Kebutuhan ini akan menjawab masalah mata pencaharian industri bata yang menjadi penyebab kerusakan situs dengan mengalihkan mata pencaharian masyarakat tersebut pada mata pencaharian baru tersebut. Sedangkan mata pencaharian pertanian masih tetap dapat dipertahankan karena bidang pertanian diperlukan untuk menjaga ekologi kawasan. Namun diperlukan adanya pengawasan dalam pembukaan lahan pertanian karena sering terjadi penemuan situs (misalnya badan kanal kuno) dalam proses tersebut.
5.2. PEMBENAHAN ASPEK
KULTURAL
10
menjadikan sumber daya masyarakat yang bisa diarahkan untuk mau bekerja sama demi mengembangkan daerahnya sendiri. Kehidupan seni dan budaya lokal perlu diangkat untuk memupuk motivasi dalam menjaga warisan budaya.
Dengan kondisi kultural masyarakat paguyuban tersebut justru lebih mudah bagi pemerintah untuk bekerjasama dengan masyarakat tersebut dengan memperbanyak program sosialisasi, kerjasama dan public hearing. Masyarakat dapat diberdayakan untuk melakukan penjagaan dan pemugaran situs secara swadaya dengan motivasi kultural yang dibangun dan dipertahankan.
5.3. PEMBENAHAN ASPEK
KEKUASAAN
Dalam kasus kepemilikan lahan tersebut dapat kita lihat bahwa pemerintah bukanlah satu-satunya stakeholder dalam hal ini. Masyarakat adalah stakeholder dominan dan juga berhak menentukan bagaimana pengembangan daerah tempat mereka bermukim. Maka pemerintah harus mau membagi kekuasaannya dengan mengundang tokoh masyarakat untuk berembug. Kekuasaan dan pengambilan keputusan secara sepihak lebih banyak menimbulkan kegagalan daripada jika pemerintah mau mengulurkan tangannya. Untuk melaksanakan hal ini diperlukan political will yang kuat dan implementasi dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut.
6. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil adalah : 1. Kecenderungan lokasi penemuan situs
adalah situs yang berada pada lokasi permukiman, lahan pertanian, dan industri bata. Hal ini disebabkan karena banyaknya aktivitas pada lokasi-lokasi tersebut yang terdiri dari kegiatan penggalian tanah.Maka dalam hal ini penemu situs kebanyakan adalah masyarakat itu sendiri. 2. Faktor kerusakan situs memang adalah
aktivitas warga. Hal ini disebabkan wargalah yang menjadi penemu situs atau artefak di lahan tempat tinggal atau mata pencaharian masing-masing. Terdapat sebab-sebab dibalik vandalisme tersebut yaitu desakan kebutuhan ekonomi, tingkat
pendidikan dan pengetahuan serta upaya pelestarian yang kurang partisipatif 3. Situs yang mengalami kerusakan oleh
aktivitas warga umumnya adalah situs yang belum diketahui nama dan fungsi karena belum ada upaya pengamanan situs itu hancur mendului tindakan pelestariannya. Dan berdasarkan peta situs yang mengalami kerusakan adalah jenis struktur bata, sumur, dan umpak yang merupakan bangunan-bangunan non sakral atau tidak memiliki fungsi penting. 4. Dalam upaya pelestarian tersebut variabel sosial ekonomi dan kultural sebetulnya bukan penghambat namun potensi yang bisa dikembangkan namun penyelesaiannya harus meliputi beberapa aspek (strategi ekonomi, kultural dan politik) dan pemerintah harus memiliki political will yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Mundarjito. (2009). Hasil Diskusi Kajian Integratif Perlindungan dan Pengembangan Situs Kerajaan Majapahit di Trowulan. Depok : Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya – Universitas Indonesia. Permatasari, Ike, dkk. (2008). Permukiman Perdesaan di Desa Trowulan Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Malang : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Rangkuti, Nurhadi. (2007). Trowulan Situs Majapahit di Jawa Timur. Presentasi Balai Arkeologi Yogyakarta.
Soetrisno, Loekman. (1995). Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Tim Litbang KOMPAS. (2008). Profil Daerah
Kabupaten dan Kota. Jakarta :Penerbit Buku Kompas.
______.(2004). Studi Pengembangan Kawasan Situs Trowulan. Yogjakarta : Universitas Gajah Mada Kerusakan Situs Trowulan Meluas.
http://www.kompas.com/read/xml/2009/03/08/014 41939/kerusakansitustrowulanmeluas. (2
Desember 2008)
Pencurian Benda-benda Cagar Budaya Masih terus Terjadi. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0504/07/ln/ (7 April 2005)
Sujarwanto, Bambang. Cegah Kerusakan Situs, Batasi Usaha Batu. http://www.surabayapost.co.id. (1 Februari 2009)
Sujarwanto, Bambang. Mencegah Kerusakan Situs Majapahit.http://www.surabayapost.co.id. (31 Januari 2009)