• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat Bahasa Metodologi penelitian merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Filsafat Bahasa Metodologi penelitian merupakan "

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Filsafat sebagai buah pemikiran manusia, yang pada hakekatnya adalah makhluk yang berpikir, terus berkembang secara perlahan tapi pasti, yaitu untuk menemukan suatu kebenaran yang hakiki.

Filsafat merupakan induk dari semua bidang ilmu khusus. Dan tentunya sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, filsafat sebagai buah pikiran itupun berkembang sesuai dengan fitrah manusia yang selalu berubah dan dinamis. Tentu saja diperlukan sarana yang menampung semua buah pemikiran tersebut agar dapat disosialisasikan atau sekedar diekspresikan. Sarana yang sangan fital ini adalah bahasa.

Di bumi ini semua manusia mempunyai bahasa. Pemilikan bahasa konseptual membedakan manusia dari makhluk lainnya di alam semesta ini. Dalam kehidupan manusia, fungsi bahasa yang paling dasar adalah menjelmakan pemikiran konseptual ke dalam dunia kehidupan.

Pada abad ke 20 perhatian terhadap persoalan-persoalan filsafat yang bertumpu pada bahasa semakin berkembang. Penyelidikan tentang arti, prinsip-prinsip serta aturan bahasa merupakan problem yang fundamental dalam filsafat. Karena dengan bahasa, para filsuf dapat mengungkapkan pemikiran filosofisnya.

(2)

suatu konteks yang berarti. Dengan kata lain, bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, ekspresi, serta perasaan manusia.

Dalam buku Filsafat Analitika Bahasa, Dr. Kaelan, MS., mengungkapkan bahwa mungkin saja diantara problema-problema besar yang dihadapi manusia sekarang ini berasal dari kekaburan yang terdapat dalam bentuk-bentuk dan pemakaian-pemakaian linguistik kita, dan bahwa penjelasan tentang bahasa akan memecahkan problema-problema tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah penulis sampaikan di atas, maka dalam makalah ini penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah hubungan filsafat dengan bahasa ?

2. Apakah yang dimaksud dengan Filsafat Analitika Bahasa ? 3. Apa saja aliran-aliran dalam filsafat analitik ?

4. Apakah pengaruh filsafat analitika bahasa terhadap ilmu pengetahuan ?

C. TUJUAN

Penulisan laporan buku ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan apa peran bahasa dalam perkembangan filsafat 2. Menjelaskan apa peran filsafat dalam bahasa

3. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan filsafat analitika bahasa 4. Memaparkan aliran-aliran filsafat analitik

5. Mengkaji pengaruh filsafat analitika bahasa terhadap ilmu pengetahuan

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini disusun dengan organisasi penulisan sebagai berikut : Bab I memuat latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan,

(3)

BAB II

PEMBAHASAN MASALAH A. HUBUNGAN FILSAFAT DAN BAHASA

Sebagaimana telah disampaikan pada bab I latar belakang penulisan, bahwa bahasa sangat berperan penting dalam menerjemahkan buah pemikiran manusia pada umumnya, dan para filsuf pada khususnya.

Alwasilah seperti yang dikemukakan oleh Sauri (2006 : 33) mengemukakan bahwa bahasa memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut :

a. Sistematik, yaitu bahasa mempunyai aturan atau pola antara lain sistem bunyi dan sistem makna

b. Arbitrer (manasuka), artinya bahasa itu dipilih secara acak tanpa alasan atau manasuka, tidak ada hubungan logis dengan kata-kata sebagai symbol

c. Ucapan / vokal, artinya bahasa itu ujaran, berarti media bahasa yang terpenting adalah dengan bunyi-bunyi

d. Simbol, bahwa bahasa itu simbol dari perasaan, keinginan, dan harapan

e. Bahasa itu mengacu kepada dirinya, artinya bahasa itu mampu digunakan untuk menganalisis bahasa itu sendiri

(4)

g. Komunikasi, artinya bahasa itu alat komunikasi dan interaksi antar manusia dan menjadi pelekat dalam menyatupadukan keluarga, masyarakat, dan berbagai kegiatan sosialisasi

Intinya adalah bahwa bahasa merupakan media wacana segala ilmu dan sekaligus metabudaya.

Selanjutnya Devitt (1987 : 124) menyebutkan adanya empat lingkaran makna dalam bahasa, yaitu :

1. Makna pembicara dijelaskan oleh isi muatan pikiran 2. Isi itu dijelaskan oleh makna kalimat pikiran

3. Makna itu dijelaskan oleh makna konvensional

4. Makna konvensional dijelaskan oleh makna pembicara

Untuk menemukan makna, filsafat memberikan analisis sehingga makna tersebut dapat diterima secara logis, objektif dan sistematis.

Sedangkan peran filsafat terhadap bahasa adalah bahwa analisis filsafat merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para filosof dan ahli filsafat dalam memecahkan problematika kebahasaan. Aliran-aliran dalam filsafat dapat mewarnai pandangan para ahli bahasa dalam mengembangkan teori-teorinya.

B. PERKEMBANGAN FILSAFAT ANALITIS

Filsafat setidaknya mengalami 4 (empat) fase perkembangan pemikiran filsafat, yaitu :

1. Kosmosentris, yaitu fase pemikiran filsafat yang meletakan alam sebagai objek pemikiran dan wacana filsafat, yang terjadi pada zaman kuno.

(5)

3. Antroposentris, yaitu fase pemikiran filsafat yang meletakan manusia sebagai objek wacana filsafat, hal ini terjadi dan berkembang pada zaman modern.

4. Logosentris, yaitu fase perkembangan pemikiran filsafat yang meletakan bahasa sebagai pusat perhatian pemikiran filsafat, yang berkembang setelah abad modern sampai sekarang.

Perhatian filsafat terhadap bahasa sebenarnya telah berlangsung sejak zaman pra Sokrates, yaitu ketika Herakleitos membahas tentang hakikat segala sesuatu termasuk alam semesta. Menurut Herakleitos, dalam dunia manusiasi ini kemampuan bicara menduduki tempat sentral. Dalam pengertian ini Herakleitos mengungkapkan bahwa “kata” (logos) bukan semata-mata gejala antropologi.

Pada zaman Sokrates, bahasa bahkan menjadi pusat perhatian filsafat ketika retorika menjadi medium utama dalam dialog filosofis.

Pada abad pertengahan kekhusukan manusia dalam mengagungkan sang Maha Kuasa pun diungkapkan melalui bahasa. Bahkan Thomas Aquinas telah mengangkat teologi ke tingkat ilmiah filosofis, sehingga mampu menjembatani antara realitas Tuhan yang bersifat adikodrati dengan realitas makhluk yang bersifat terbatas.

(6)

Secara terminologi istilah analitika bahasa baru dikenal dan popular pada abad XX, namun demikian pengertian filsafat analitik adalah pemecahan dan penjelasan problem-problem serta konsep-konsep filsafat melalui analisis bahasa, maka sebenarnya berdasarkan isi materi dan metodenya filsafat analitik bahasa itu telah berkembang sejak zaman Yunani. Secara diakronis, filsafat analitika bahasa pada abad XX ini tidak terbatas pada timbulnya aliran-aliran filsafat di Inggris saja, namun lebih luas antara lain di Jerman selain mempengaruhi tumbuh berkembangnya aliran positivism logis dan lingkungan Wina, juga terhadap filsuf-filsuf kontemporer yang menggunakan analisis bahasa melalui gejala-gejala untuk sampai pada suatu kebenaran yang hakiki.

C. FILSAFAT SEBAGAI ANALISIS BAHASA

Analitika bahasa adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan, menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis.

Aliran filsafat analitika bahasa memandang bahwa problema-problema filosofis akan dapat menjadi jelas apabila menggunakan analisis terminologi gramatika, bahkan kalangan filsuf analitika bahasa menyadari banyak ungkapan-ungkapan filsafat yang sama sekali tidak menjelaskan apa-apa. Berdasarkan hal tersebutlah banyak kalangan filsuf, terutama tokoh filsafat analitika bahasa menyatakan bahwa tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep.

(7)

Pada dasarnya perkembangan filsafat analitika bahasa itu meliputi tiga aliran yang pokok yaitu :

 Atomisme logis (logical atomism)

 Positivisme logis (logical positisme) atau biasa disebut empirisme logis (logical empirism)

 Filsafat bahasa biasa (ordinary language philosophy)

Atomisme logis (logical atomism)

Pusat dari gerakan pemikiran filsafat ini yaitu di Cambridge, Inggris. Perintisnya adalah G.E. Moore (1873-1958), dengan tokoh-tokoh utama yaitu Bertrand Russell (1872-1970) dan Ludwig Wittgestein (1889-1951).

Istilah atomisme logis sendiri dicetuskan oleh Bertrand Russel dalam salah satu artikelnya yang dimuat dalam “Contemporary British Philosophy’ yang terbit tahun 1924, ia mengatakan sebagai berikut :

“I hold that logic is what is fundamental in philosophy and that

schools should be characterized rather by their logic than by

their metaphysics. My own logic is atomic and it is this aspect

upon which I shoud mish to lay stress. Therefore I prefer to

describe my philosophy as logicat atomism rather than as

realism. Whether with or without some prefixed adjective”

(8)

logis daripada realisme, baik dengan atau tanpa awalan kata sifat.”

Ia menamakan pemikiran filsafatnya ‘atomisme logis’ karena atom-atom yang ingin dicapai Russell sebagai hasil analisis terakhir bukan merupakan suatu atom fisik, melainkan atom logis.

Misalnya dalam kalimat : 1. Lions are yellow 2. Lions are real

Kedua kalimat itu memiliki struktur gramatikal yang sama namun keduanya memiliki struktur logis yang berbeda.

‘Lions’ pada kalimat 1 dan 2 bersama-sama berfungsi sebagai subyek, adapun ‘yellow’ dan ‘real’ pada kedua kalimat tersebut sama-sama merupakan predikat, jadi secara gramatikal memiliki struktur yang sama, namun struktur logisnya tidak sama.

Menurut Russell bahwa dua pengertian memiliki suatu formulasi logis yang sama bilamana dua hal itu mengandung kesesuaian. Misalnya X dan Y memiliki formulasi logis yang sama jika unsur X mengandung kesesuaian dengan unsur Y, sehingga akibat atau lawan bagi Y dapat digantikan pada X. Misalnya Sokrates dan Aristoteles memiliki formulasi logis yang sama, karena keduanya adalah seorang filsuf.

(9)

Selain Russell, George Edward Moore, seorang filsuf kelahiran Upper Nortwood London, juga memiliki pengaruh yang besar terhadap aliran filsafat atomisme logis.

Russell dan Moore sama-sama berpendapat bahwa tugas filsafat adalah memberikan analisis konsep-konsep dan oleh karena konsep-konsep itu diungkapkan melalui bahasa, maka analisis bahasa memegang peranan penting.

Positivisme logis (logical positisme)

Aliran positivisme logis berkembang pada tahun 1922 di Wina oleh perintisnya yaitu Moritz Schlik (1882-1936). Pandangan ini menguraikan tentang pendirian filosofis kelompok lingkungan Winga yang sangat diwarnai oleh ilmu-ilmu pengetahuan positif. Anggota-anggola lingkungan Wina ini antara lain :

- Kurt Goedel, Hans Hahn, Karl Menger, ahli matematika - Philip Frank, ahli fisika

- Rudolf Carnap, ahli matematika dan fisika

- Beberapa mahasiswa antara lain : Frederich Wismann, Herbert Feigl

Aliran ini sangat dipengaruhi oleh tradisi empirisme yang melanjutkan garis tegas pada leluhurnya yaitu David Hume, John Stuart Mill dan Ernest Mach.

Positivisme logis menggunakan teknik analisis untuk dua macam tujuan :

1. Untuk menghilangkan metafisika.

Karena ungkapan-ungkapan metafisis pada hakikatnya tidak menyatakan apa-apa sehingga bersifat ‘nirarti’ atau tidak bermakna.

(10)

Sebab dengan analisis filsafat kita tak dapat menentukan apakah sesuatu itu nyata (real), tetapi hanya apa artinya apabila kita menyatakan bahwa sesuatu itu nyata.

Secara prinsip positivisme logis menerima konsep-konsep atomisme logis terutama dalam hal analisis logis melalui bahasa, walaupun menolak visi dasar metafisisnya.

Aliran ini terutama memperhatikan dua masalah, yaitu : 1. Analisis pengetahuan

2. Pendasaran matematika dan ilmu pengetahuan alam, demikian juga terhadap psikologi dan sosiologi

Menurut aliran ini filsafat tidak memiliki suatu wilayah ilmiah sendiri yang terletak di samping suatu wilayah lain yang menjadi objek ilmu pengetahuan. Tugas filsafat adalah analisis logis terhadap pengetahuan ilmiah.

Atas dasar pemikiran tersebut maka kaum positivisme logis menentukan sikap bahwa agar tidak terjadi kekacauan maka analisis terhadap bahasa yang digunakan dalam ilmu pengetahuan dalam filsafat adalah langkah yang paling tepat. Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan bahwa hakikat bahasa adalah menggambarkan realitas dunia.

Filsafat bahasa biasa (ordinary language philosophy)

Berkembangnya konsep pemikiran filsafat analitik sebagai reaksi ketidakpuasan dunia pemikiran filsafat pada saat itu yang didominasi oleh tradisi idealism terutama kalangan teolog, yang sangat mengagungkan pentingnya metafisika.

(11)

melalui analisis bahsa. Para tokoh ini memusatkan perhatian pada aspek semantic bahasa, sehingga melalui kategori-kategori logika mereka menentukan bahasa yang berkeyakinan kuta menyatakan bahwa berdasarkan logika bahasa ungkapan-ungkapan metafisika dari kalangan penganut idealism terutama bidang teologi, etika, aksiologi, estetika dan terutama ontology pada hakikatnya tidak bermakna.

Philosophical Investigations, yang merupakan konsep pemikiran filsafat Wittgenstein, adalah suatu bentuk filsafat biasa yang paling kuat. Esensi dari pandangannya adalah bahwa :

“makna sebuah kata itu adalah penggunaannya dalam

bahasa dan bahwa makna bahasa itu adalah

penggunaannya di dalam hidup”

Ada dua hal yang dikemukakan oleh Wittgenstein berkaitan dengan bahasa filsafat, yaitu :

1. Kekacauan bahasa filsafat timbul karena penggunaan istilah atau ungkapan dalam bahasa filsafat yang tidak sesuai dengan aturan permainan bahasa.

2. Adanya kecenderungan untuk mencari pengertian yang bersifat umum dengan merangkum pelbagai gejala yang diperkirakan mencerminkan sifat keumumannya. Kelemahan yang seperti ini menurut Wittgenstein disebut dengan istilah “Craving for Generality” yaitu suatu kecenderungan untuk mencari sesuatu yang umum pada semua satuan-satuan kongkrit (entities) yang diletakkan di bawah istilah yang bersifat umum.

(12)

melalui analisis bahasa. Mereka lazimnya mendasarkan bahwa bahasa biasa, yaitu bahasa sehari-hari pada hakikatnya telah cukup untuk melakukan analisis filsafat.

Namun menurut Ryle perlu dibedakan antara ‘penggunaan dari bahasa biasa’ (the use of ordinary language) dan ‘penggunaan bahasa yang biasa’ (the ordinary linguistic usage), dan antara ‘penggunaan yang biasa dari ungkapan’ (the ordinary use of the expression).

Bilamana kita membahas penggunaan bahasa biasa, maka perlu diperjelas pengertian ‘luar biasa’, ‘esoteris’, dan ‘teknis’, ‘puitis’, ‘notasional’ atau bahkan yang dimaksud dengan ‘bahasa kuno’.

Pengertian ‘biasa’ (ordinary) dapat berarti ‘umum’ (common) atau yang sedang berlangsung (current), bahasa pergaulan sehari-hari (colloquial), atau bahasa harian, bahasa yang sederhana (vernaculler), bahasa alamiah (natural language) dan hal inilah yang harus dijernihkan dalam penggunaan bahasa.

Filsafat bahasa biasa menurut Ryle pada hakikatnya memperhatikan penggunaan yang biasa dari bahasa, atau penggunaan bahasa yang baku, standar, dan bukannya penggunaan bahasa yang dipakai dalam komunikasi sehari-hari (colloquial language).

Oleh karena itu tugas filsafat adalah berkaitan dengan analisis penggunaan yang biasa dari ungkapan-ungkapan tertentu dan bukannya menganalisis bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

(13)

Lingkungan Wina berpendapat bahwa filsafat tidak dapat diharapkan untuk memecahkan masalah-masalah, melainkan hanya menganalisis masalah-masalah dan dengan itu menjelaskannya.

Schlick pernah mengatakan bahwa filsafat tidak mempunyai tugas lain, kecuali menjelaskan kata-kata serta ucapan-ucapan dan dengan demikian menyingkirkan ucapan-ucapan yang tidak bermakna. Ilmu pengetahuan memverifikasi ucapan-ucapan, sedangkan filsafat meneropong makna ucapan-ucapan.

Tentunya hal ini sekaligus mempertegas kenyataan bahwa filsafat analitika bahasa sangat diperlukan untuk memaparkan makna-makna ucapan yang ada sehingga tidak terjadi kekaburan dalam menerjemahkan teori-teori ilmu pengetahuan yang dicetuskan oleh para ilmuwan.

BAB III KESIMPULAN

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

(14)

 Bahasa merupakan media wacana segala ilmu dan sekaligus metabudaya.

 Dalam perkembangannya filsafat terbagi atas 4 (empat) fase, yaitu : 1. Kosmosentris, yaitu fase pemikiran filsafat yang meletakan alam

sebagai objek pemikiran dan wacana filsafat, yang terjadi pada zaman kuno.

2. Teosentris, yaitu fase pemikiran filsafat yang meletakan Tuhan sebagai pusat pembahasan filsafat, yang berkembang pada zaman abad pertengahan.

3. Antroposentris, yaitu fase pemikiran filsafat yang meletakan manusia sebagai objek wacana filsafat, hal ini terjadi dan berkembang pada zaman modern.

4. Logosentris, yaitu fase perkembangan pemikiran filsafat yang meletakan bahasa sebagai pusat perhatian pemikiran filsafat, yang berkembang setelah abad modern sampai sekarang.

 Analitika bahasa adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan, menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis.

 Aliran-aliran filsafat analitik terdiri atas 3 (tiga) aliran, yaitu : o Atomisme logis (logical atomism)

o Positivisme logis (logical positisme) atau biasa disebut empirisme logis (logical empirism)

o Filsafat bahasa biasa (ordinary language philosophy)

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. (2006). Filsafat Analitika Bahasa. Yogyakarta : Paradigma Sauri, S. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung :

PT Genesindo

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan mengunakan mesin Los Angeles. Alat-alat yang dipergunakan adalah:..

Produk akhir yang dihasilkan dalam pengembangan ini adalah Bahan Ajar Multimedia Interaktif (BAMI) yang dapat digunakan di sekolah dasar kelas V.. Produk akhir

Oleh karena itu, pada penelitian ini dirancang sebuah sistem pengenalan iris mata yang diekstraksi ciri menggunakan alihragam gelombang singkat Daubechies untuk

One of the most practical uses of point groups and group theory for the inorganic chemist is in predicting the number of infrared and Raman bands that may be expected from

dengan metode NWE dan LPE, smoothing spline dan B-splines menunjukkan model terbaik yang menggambarkan pola hubungan ROA dan suku bunga adalah model regresi B-splines dengan degree

4.5 Distribusi frekuensi item-item indikator kualitas produk di Toko Subur 62 4.6 Distribusi frekuensi item-item indikator kualitas produk di Indomaret Cabang Karang

Berdasarkan pada hasil identifikasi masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah self-awareness training efektif untuk meningkatkan

Teori yang baik harus memenuhi prinsip parsimony ( simpler is better ). Dengan kata lain, teori yang baik adalah teori yang diungkapkan secara sederhana, ringkas, tepat,