• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun antara PT. Hutama Karya (Persero) dengan PT. Bersaudara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 K/PDT.SUS/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun antara PT. Hutama Karya (Persero) dengan PT. Bersaudara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 K/PDT.SUS/2012)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

pemborongan dan bangunan umurnya setua peradaban manusia.

Jika bangunan tersebut dibangun oleh orang lain maka prinsip-prinsip dasar hukum,

pemborongan dan bangunan sudah mulai diterapkan walaupun masih dalam bentuk yang sangat

sederhana.

Perkembangan kontrak tentang pemborongan bangunan sangat pesat dan kompleks,

sehingga hukum tentang pemborongan berkembang terus sepanjang zaman sampai dengan saat

ini. Khusus di Indonesia peraturan yang masih berlaku sampai sekarang adalah dalam KUH.

Perdata dan peraturan standard AV 1941.

Dalam Buku III KUH. Perdata diatur bermacam-macam perjanjian yang pada umumnya

merupakan perjanjian konsensuil yaitu perjanjian yang lahir dari kontrak atau persetujuan.

Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, ada perundingan atau penawaran sebagai

tindakan mendahului tercapainya persetujuan yang tetap, tawaran pihak yang satu diterima oleh

pihak lainnya, tercapainya kata sepakat tentang pokok perjanjian. Suatu perjanjian mempunyai

kekuatan hukum, artinya mengikat para pihak yang membuatnya apabila perjanjian itu dibuat

secara sah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.

KUH. Perdata tidak banyak mengatur tentang kontrak pemborongan pekerjaan, yaitu

hanya terdapat dalam 14 pasal saja, yaitu mulai dari Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1617.

(2)

apakah besifat memaksa atau hanya hukum mengatur, tetapi kebanyakan ketentuan tentang

hukum pemborongan tersebut bersifat hukum mengatur, jadi umumnya dapat dikesampingkan

para pihak”.1

Pengaturan yang dianut Buku III KUH. Perdata adalah sistem terbuka, artinya bahwa orang/para pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja baik isi, tujuan dan bentuknya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan yang baik. Bahkan orang boleh mengesampingkan peraturan-peraturan dari hukum perjanjian yang dimuat dalam Buku III KUH. Perdata, karena Buku III KUH. Perdata ini hanya berfungsi sebagai pelengkap saja, hanya melengkapi perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang telah ada.

2

M. Yahya Harahap menyatakan bahwa “perjanjian merupakan suatu hubungan hukum

kekayaan atau harta benda antar dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu

pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan

prestasi”.

Dalam Pasal 1313 KUH. Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih. Perumusan tersebut hanya cocok untuk perjanjian sepihak.

3

Untuk proyek pemerintah peerjanjian pemborongan dibuat secara tertulis dengan

perjanjian baku. Arti perjanjian baku adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan peraturan

standard. Adapun standard untuk perjanjian pemborongan adalah AV 1941 (Algemene

Dari rumusan perjanjian tersebut di atas, maka pengertiannya menjadi luas, tidak hanya

mengenai perjanjian sepihak saja tetapi juga meliputi perjanjian timbal balik dimana dalam

hubungan tersebut ada hak dan kewajiban pada masing-masing pihak seperti misalnya perjanjian

pekerjaan pemborongan.

1

Munir Fuady., Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998, hal.26 2

J. Satrio., Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1992, hal.128 3

(3)

Voorwarden Voor de uitvoering bij aaneming van openbare werken in Indonesia), yaitu

syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.

Peraturan standard dalam perjanjian selain menyangkut persyaratan teknisnya juga mengatur persyaratan administratifnya, yaitu ketentuan yuridisnya. Peraturan standard tersebut selain berlaku bagi perjanjian pemborongan bangunan mengenai pekerjaan umum yang diborongkan oleh pemerintah, juga dinyatakan berlaku untuk pemborongan bangunan oleh pihak swasta.4

Mengenai bentuk perjanjian pemborongan bangunan pada asasnya adalah dibuat secara

tertulis, karena selain berguna bagi kepentingan pembuktian juga dengan pengertian bahwa

perjanjian pemborongan bangunan tergolong perjanjian yang mengandung resiko bahaya yang

menyangkut keselamatan umum dan tertib bangunan. “Perjanjian tersebut juga didasarkan pada

peraturan standard yang menyangkut segi yuridis dan segi teknisnya yang ditunjuk dalam

rumusan kontrak”.5

Dalam praktek lazim ditempuh jalan bahwa sebelum kontraknya jadi, maka demi

pelaksanaan pekerjaan yang cepat sesuai dengan jangka waktu yang diberikan didahului dengan

membuat surat penunjukkan/surat perintah kerja. “Surat penunjukan sebagai dasar kesepakatan

untuk dapat dimulainya penggarapan suatu pekerjaan. Surat penunjukan hanya sebagai

penunjukan untuk pelaksanaan dari suatu pekerjaan atau merupakan surat pernyataan dari suatu

perusahaan untuk menyatakan pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan”.6

Menurut ketentuan Kepres No. 16 Tahun 1994 Pasal 21 ayat 7 huruf c dan d

menyebutkan bahwa, pekerjaan pemborongan yang nilainya di atas Rp.15.000.000,- (lima belas

juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) berdasarkan pemilihan

langsung dengan kontrak atau cukup dengan surat perintah kerja atau surat penunjukan, yang

4

Sri Soedewi Maschjun Sofwan., Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan. Liberty, Yogyakarta, 1982, hal.5

5

Ibid., hal.55. 6

(4)

dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga penawar yang tercatat dalam Daftar

Rekanan Mampu (DRM) dan melakukan negoisasi, baik teknis maupun harga, sehingga dapat

diperoleh harga yang wajar dan yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan

untuk pekerjaan pemborongan yang nilainya lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

harus dilaksanakan atas surat perjanjian/surat kontrak berdasarkan pelelangan umum atau

pelelangan terbatas.

Dalam kasus perjanjian pemborongan kerja antara PT. Hutama Karya (Persero) sebagai

pemberi proyek dan PT. Bersaudara Simalungun Energi sebagai kontraktor, dimana dalam

perjanjian kerja tersebut ditentukan dalam peraturan perundang-undangan bahwa perjanjian

tersebut ada dan mengikat para pihak apabila dituangkan dalam suatu kontrak, surat kontrak

merupakan syarat untuk adanya suatu perjanjian pemborongan, tetapi dalam kasus tersebut

kontrak kerja tidak ditandatangani oleh si pemberi proyek seperti apa yang telah dijanjikannya,

karena sebelum kontrak kerja atas proyek tersebut ditandatangani, terlebih dahulu ditandatangani

surat penunjukan sebagai dasar dilaksanakannya pekerjaan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam

penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan

2. Bagaimana akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam perjanjian

pemborongan.

3. Bagaimana penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan PLTM Silau 2

(5)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan wanprestasi dalam

penandatanganan surat kontrak pemborongan pekerjaan.

b. Untuk mengetahui akibat hukumnya jika salah satu pihak wanprestasi dalam

perjanjian pemborongan.

c. Untuk mengetahui penyelesaian hukum dalam sengketa perjanjian pembangunan

PLTM Silau 2 Simalungun.

2. Manfaat Penulisan

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis

maupun secara praktis.

a. Secara teoretis penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan untuk pengembangan

wawasan dan kajian lebih lanjut bagi teoretis yang ingin mengetahui dan

memperdalam tentang masalah perjanjian pemborongan.

b. Secara Praktis :

1) Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat khususnya

memberikan informasi ilmiah mengenai perjanjian pemborongan.

2) Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam

(6)

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2

Simalungun Antara PT. Hutama Karya (Persero) Dengan PT. Bersaudara Simalungun Energi

(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 K/PDT.SUS/2012)”.

Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang

berkaitan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan, baik melalui literatur yang diperoleh dari

perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan

penelitian. Dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada

perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul

skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain

dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya

sendiri.

E. Tinjauan Kepustakaan

Menurut pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjian itu

adalah "suatu perbuatan hukum seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain

atau lebih".7

Menurut R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan sebagai berikut “suatu perjanjian

diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak,

dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk

tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.8

7

Sri Soedewi Maschoen Sofwan., Op.Cit, hal.7. 8

(7)

Selanjutnya menurut pendapat R. Subekti bahwa perjanjian adalah "suatu peristiwa

di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal".9

Perjanjian dan persetujuan adalah berbeda. Persetujuan adalah suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak, sedangkan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan R. Subekti dan R.

Tjitrosudibio tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah perikatan.

Jadi kedua istilah tersebut adalah sama artinya, tetapi menurut pendapat R. Wirjono

Prodjodikoro bahwa :

10

Dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian

itu dapat menimbulkan perikatan dikalangan para pihak yang mengadakan perjanjian itu atau

diantara para pihak yang bersepakat di dalam perjanjian itu. Jadi perjanjian adalah merupakan Dari kedua definisi yang dikemukakan oleh R. Subekti dan R. Wirjono

Prodjodikoro di atas pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil. Adanya perbedaan

tersebut hanya terletak pada redaksi kalimat yang dipilih untuk mengutarakan maksud dan

pengertiannya saja. Yang pasti dari peristiwa perjanjian itu kemudian akan menimbulkan suatu

hubungan antara kedua orang atau kedua pihak tersebut.

Jadi perjanjian dapat menerbitkan perikatan diantara kedua orang atau kedua pihak yang

membuatnya itu. Menampakkan atau mewujudkan bentuknya, perjanjian dapat berupa suatu

rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau

dituliskan.

9

R. Subekti., Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, h.1.

10

(8)

salah satu sumber perikatan di samping sumber-sumber perikatan lainnya. Perjanjian disebut

sebagai persepakatan atau persetujuan, sebab para pihak yang membuatnya tentu menyetujui

atau menyepakati isi dari perjanjian yang dibuat untuk melaksanakan sesuatu prestasi tertentu.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perikatan adalah suatu pengertian yang

abstrak, sedangkan perjanjian adalah merupakan hal yang nyata atau suatu peristiwa kongkrit.

Sebab perikatan tidak dapat terlihat secara nyata melainkan hanya dapat dibayangkan, sedangkan

perjanjian pada umumnya terlihat jika itu dalam bentuk tertulis dan jika hanya lisan saja,

maka perjanjian dapat didengar isinya atau perkataan-perkataan yang mengandung janji

tersebut.

Pemborongan pekerjaan adalah merupakan bagian tersendiri dalam KUH. Perdata yaitu

yang diatur dalam pasal-pasal 1601 b dan Pasal 1604 s/d 1616 tentang persetujuan tertentu pada

Buku III, bab 7 A bagian ke – 6.

Pengertian perjanjian pemborongan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu

yaitu si pemborong mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak

yang lain yaitu pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Demikian bunyi Pasal 1901 b KUH. Perdata. Maksud perjanjian pemborongan tersebut di atas

dimana pihak yang satu dalam hal ini si pemborong berjanji kepada pihak yang memborongkan

akan meyelenggarakan pekerjaan tertentu dan dengan mendapat upah tertentu.

Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan itu selain untuk membangun juga dikenal

perjanjian pemborongan pekerjaan untuk menyediakan barang-barang. Dalam pembahasan ini

hanya akan membicarakan sekitar tentang masalah persetujuan pemborongan bangunan.

Pasal 1338 ayat (2) KUH.Perdata mengatakan, bahwa persetujuan-persetujuan harus

dilaksanakan dengan itikat baik. Namun dalam prakteknya para pihak sering tidak konsekuen

(9)

diselesaikan di Pengadilan yang banyak memakan biaya dan waktu. Dalam hal ini perjanjian

dibuat secara lisan akan mengalami kesulitan pembuktian di Pengadilan.

Perjanjian pemborongan yang dibuat para pihak akan memuat panjang lebar tentang

luasnya pekerjaan, urutan tentang pekerjaan dan syarat yang disertai dengan bestek, persyaratan

bahan material, tentang harga tertentu, jangka waktu penyelesaian, resiko dan lain-lain yang

tersebut di atas dirumuskan secara terperinci.

Di dalam suatu perjanjian pemborongan bangunan terdapat para pihak yang saling

mengikatkan diri untuk melaksanakan perjanjian yang mereka buat tersebut. Adapun pihak

tersebut adalah pihak yang memborongkan yang memberi pekerjaan dan pihak yang memborong

(yang mengerjakan) biasa disebut pihak kontraktor. Namun hal itu tidaklah sesederhana hal

tersebut mungkin lebih dari dua pihak.

Pihak-pihak yang menjadi peserta dalam perjanjian bangunan adalah :

a. Pemberi Pekerjaan

Pemberi pekerjaan dalam hal ini adalah pemerintah yang memprakarsai dan

merencanakan pembangunan sesuai dengan bangunan Daftar Isian Proyek (DIP) dari

masing-masing departemen. Dalam melakukan pembangunan fisik sangat erat hubungannya dengan

Departemen Pekerjaan Umum sebagai pemberi pekerjaan, karena untuk proyek-proyek yang

menyangkut kepentingan (kesejahteraan umum), misalnya jalan raya, jembatan dan lain-lain,

tidak bisa terlepas dari tugas Departemen PU yang mengurus kepentingan umum.

Setiap pembangunan yang menyangkut kepentingan umum maka yang bertindak

sebagai pemberi pekerjaan (mewakili pemerintah) adalah Departemen PU. Hubungan antara

pemerintah sebagai pemberi pekerjaan dengan pemborong dari pihak swasta dituangkan

dalam surat perjanjian pemborongan atau Surat Perintah Kerja (SPK).

(10)

Perencana adalah pihak yang menyusun rencana bangunan memuat arsitek sesuai

dengan kehendak pemberi pekerjaan. Tugas perencanaan dalam pemborongan dilakukan oleh

orang-orang dan ahli, yaitu arsitek atau insinyur.

c. Pemborong .

Pemborong adalah pihak yang bertindak sebagai pelaksana pembangunan sesuai

dengan isi perjanjian. Pemborong ini bisa perseorangan, badan hukum swasta maupun

pemerintah.

Dalam melaksanakan pekerjaan, pemborong yang memenangkan lelang (tender)

sering bekerjasama dengan pemborong yang lain yang biasa disebut sub kontraktor.

Pekerjaan tidak boleh diserahkan kepada sub kontraktor secara keseluruhan, hanya boleh

untuk sebahagian pekerjaan yang biasanya tidak menjadi keahlian pemborong setelah

sebelumnya sub kontraktor ini diusulkan oleh pemborong dan dapat izin secara tertulis dari

pemberi tugas.

Dalam suatu perjanjian apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka

dikatakan wanprestasi. Dengan terjadinya wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat

meminta atau menuntut ganti rugi dan juga dapat membatalkan perjanjian yang telah dibuat. Hal

ini ditentukan dalam Pasal 1266 KUH. Perdata ayat (1) yang menyebutkan bahwa syarat batal

dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala

salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Sedangkan ayat (2) menyebutkan “dalam hal

yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus dimintakan pada

hakim”.

(11)

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah normatif yaitu berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan empiris yaitu dengan mengemukakan kasus yang

berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini..

3. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai

dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan analisis

kasus berdasarkan relevansinya dengan permasalahan yang diteliti untuk kemudian

dikaji sebagai suatui kesatuan yang utuh.

5. Analisis Data.

Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data

secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat tanpa menggunakan rumus-rumus

statistik sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai perjanjian pemborongan

pekerjaan.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tersebut secara keseluruhan dapat diuraikan, yaitu :

BAB I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang,

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan,

(12)

BAB II : Perjanjian Pada Umumnya meliputi : Pengertian Perjanjian, Unsur-Unsur

Perjanjian, Syarat-Syarat Perjanjian, Asas-Asas Dalam Perjanjian, Wanprestasi dan Akibat

Hukumnya.

BAB III Tinjauan Tentang Perjanjian Pemborongan Bangunan meliputi : Pengertian dan

Pengaturan Perjanjian Pemborongan, Jenis Perjanjian Pemborongan, Isi Perjanjian

Pemborongan, Pengumuman dan Penjelasan Pelelangan, Prakualifikasi, Kualifikasi dan

Klasifikasi Pemborong..

BAB IV Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun

Antara PT. Hutama Karya (Persero) Dengan PT. Bersaudara Simalungun Energi meliputi : Kasus

Putusan Mahkamah Agung RI No.146 K/PDT.SUS/2012, Analisis Kasus, Pertimbangan Hukum

Hakim Terhadap Gugatan Wanprestasi Dalam Penandatanganan Surat Kontrak Pemborongan

Pekerjaan, Akibat Hukumnya Jika Salah Satu Pihak Wanprestasi Dalam Perjanjian

Pemborongan

BAB V Kesimpulan dan Saran, sebagai layaknya dalam penulisan skripsi, maka dalam

penulisan ini penulis membuat suatu kesimpulan dan juga saran-saran yang menjadi bahan

masukan untuk penelitian mengenai masalah ini dan dalam skripsi ini akan turut pula

Referensi

Dokumen terkait

beberapa impak telah berjaya diperoleh iaitu penurunan imej sinar-x anggota kaki daripada 40.18% kepada 7.95%, penjimatan kos pembelian alat cegah gerak kaki sebanyak RM23,316.00,

diakses pada : 5 Juli 2010. 127 Abdul Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih ibadah Terj. Menurut penilaian Syekh Nashiruddin al - Alba>niy hadis

Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan sasaran upaya kesehatan yang ditetapkan ( Health Service Targets Method ). Dalam cara ini dimulai.. dengan menetapkan berbagai

Tujuan pada penelitian ini adalah menganalisis uji desktiptif aktiva tidak berwujud berupa modal intelektual dan goodwill perusahaan yang mengumumkan dividen sejumlah

Secara mandiri, perlakuan 5 g/polybag MVA dan perlakuan 20 cc/L pupuk pelengkap cair, memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman, indeks luas daun, jumlah

A: Untuk harapan pemerintahan yang baru pasti kita punya harapan yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, atau paling tidak tetap bisa mempertahankan perekonomian di

SENARAI TUGAS PENOLONG KANAN HEMc Pembangunan Diri Pelajar... Program

Bila sesuai alat/pelayanan dinas yang sedang bekerja ditemui di lapangan dan hal tersebut tidak dijumpai pada gambar, atau dengan cara lain yang dapat diketahui oleh Pemborong