STRATEGI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIJB, SUDAH TEPATKAH ? Saat ini tingkat mobilitas penduduk di Tanah Air sangatlah tinggi, sehingga sudah tidak dapat dielakkan lagi bahwa kebutuhan akan infrastruktur penunjang mobilitas tersebut sangat dibutuhkan. Infrastruktur penunjang mobilitas yang dimaksud selain jalan umum adalah seperti Jalan Tol, Bandara, Terminal, dan lain-lain. Infrastruktur seperti yang disebutkan diatas dapat disebut sebagai Toll pembiayaan. Dan pada dasarnya untuk pembangunan suatu infrastruktur yang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, dalam penyediaannya merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat. Namun karena keterbatasan APBN maupun APBD, maka diperlukan kerjasama dengan mitra swasta dalam hal investasi pendanaannya. Kerjasama antara Pemerintah dengan Mitra Swasta biasa dikenal dengan sistem KPS. Jadi alternatif sumber pembiayaannya yaitu melalui strategi pembiayaan non konvensional dalam bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) yang dilakukan berdasarkan kontrak kerja atau perjanjian kerjasama selama jangka waktu tertentu. Kerjasama antara Pemerintah dengan Swasta terdiri dari beberapa prinsip yaitu Prinsip Operation, Maintenance and Service Contract; Prinsip BOT; Prinsip Concesion; Prinsip Joint Venture dan Prinsip Community-Based Provision.
Pembangunan BIJB Kertajati merupakan salah satu proyek nasional yang sudah masuk dalam pelaksanaan program Master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Rencana awal, proyek pembangunan bandara dan “Aerocity” akan dibangun di atas lahan seluas lima ribu hektare, dengan rincian 3.200 hektare untuk “Aerocity” sementara 1.800 untuk bandara. Pembangunan BIJB dititikberatkan pada pembangunan dan tata ruang “Aerocity” yang diharapkan di sekeliling bandara akan ada kota yang mendukung semua sarana dan prasarananya.
Dalam pembangunan BIJB Kertajati ini selalu menuai kendala, seperti persoalan pembebasan lahan, pengukuran lahan dan soal pendanaan. September 2016 yang lalu dikabarkan bahwa pembiayaan pembangunan BIJB ini tidak lagi menggunakan APBN, Pemerintah Pusat dikabarkan urung untuk mengambil alih pembangunan ini. Padahal awalnya ada keinginan dari Pemerintah Pusat untuk mengambil alih pembangunan ini melalui APBN, namun ternyata kabar itu tidak ada kelanjutannya. Selain itu, melihat kondisi keuangan negara yang sedang kurang stabil, maka keputusannya kembali ke skenario landasan terlebar di dunia. Adapun, Kemenhub telah mengucurkan dana Rp 375 miliar untuk pembangunan sisi udara Kertajati pada kurun 2013-2015.
untuk penyertaan modal ke BUMD milik pemprov, termasuk di antaranya ke PT BIJB guna pelaksanaan pembangunan BIJB.
Kendala lain yang terjadi adalah penolakan pembebasan lahan oleh sebagian warga dengna alasan harga yang tidak sesuai. Dan beberapa akhir ini terjadi pula penolakan saat pengukuran lahan, khususnya di Desa Sukamulya. Sejauh ini sudah 318 titik lahan yang sudah dibebaskan.
Sistem pembiayaan pembangunan yang digunakan dalam Pembangunan BIJB ini sebenarnya sudah sangat benar, karena menggunakan sistem KPS dengan prinsip joint venture ini akan sangat membantu pemerintah dengan kondisi keuangan yang saat ini sedang tidak stabil. Namun sangat disayangkan bahwa pembangunan BIJB ini tidak melalui APBN. Padahal BIJB ini merupakan infrastruktur yang masuk ke dalam pelaksanaan program Master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sehingga seharusnya proyek ini diurus langsung oleh pemerintah pusat. Dengan tidak adanya asupan dana dari APBN, berarti seluruh pembiayaannya akan ditanggung oleh pemprov. Hal ini jelas akan mempengaruhi kekuatan fiskal pemprov dalam membiayai program-program dan kegiatan pembangunan lain dalam rangka pencapaian target-target yang sudah tertuang dalam dokumen perencanaan. Dan sebenarnya walaupun tidak dibiayai oleh pemerintah pusat secara langsung melalui APBN, bukan berarti proyek pembangunan ini tidak benar-benar dilepas tangankan oleh pemerintah pusat. Karena menurut saya, jika BUMN BPJS jadi berinvestasi untuk pembangunan ini maka secara tidak langsung berarti pembangunan ini mendapat biaya dari pemerintah pusat. Karena BUMN notabenenya mendapat kucuran dari APBN.