commit to user
i
SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLI(BUTILEN ITAKONAT)
DENGAN PENAMBAHAN DIVINIL BENZENA (DVB) SEBAGAI AGEN
PENYAMBUNG SILANG
Disusun Oleh:
NINIS MAKHNUNAH
M0308017
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapat gelar Sarjana Sains
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
iii
PERNYATAAN
SINTESIS DAN
KARAKTERISASI POLI(BUTILEN ITAKONAT) DENGAN PENAMBAHAN DIVINIL BENZENA (DVB) SEBAGAI AGEN PENYAMBUNG SILANG adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Januari 2013
commit to user
iv ABSTRAK
Ninis Makhnunah. 2013. SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLI(BUTILEN ITAKONAT) DENGAN PENAMBAHAN DIVINIL BENZENA (DVB) SEBAGAI AGEN PENYAMBUNG SILANG. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.
Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi poli(butilen itakonat) serta penambahan divinil benzena sebagai agen penyambung silang. Tujuan dari penelitian ini mengetahui waktu mulai terbentuknya poli(butilen itakonat) dan pengaruh penambahan divinil benzena terhadap stabilitas panas. Proses pembentukan poli(butilen itakonat) dilakukan pada suhu 170-180 0C dengan variasi waktu polimerisasi 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 dan 3 jam melalui polikondensasi menggunakan Titanium(IV) Butoksida sebagai katalis. Proses pembentukan poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB dilakukan pada suhu 100
0
C dengan variasi penambahan DVB 10; 15; 20 dan 25 % b/b, melalui reaksi adisi menggunakan benzoil peroksida sebagai inisiator radikal bebas. Poli(butilen itakonat) yang terbentuk kemudian dikarakterisasi FTIR, TG-DTA, bilangan asam, viskositas intrinsik. Poli(butilen itakonat) dengan DVB dikarakterisasi FTIR dan TG-DTA.
Spektra FTIR mengindikasikan terbentuknya poli(butilen itakonat), yang ditandai dengan munculnya serapan C=O ester pada daerah 1730 cm-1 yang mengalami pergeseran bilangan gelombang kearah kanan dan C-O pada daerah 1188 dan 1151 cm-1 yang mengalami pergeseran bilangan gelombang kearah kiri jika dibandingkan dengan asam itakonat. Analisa bilangan asam menunjukkan bahwa semakin lama waktu polimerisasinya maka bilangan asam semakin berkurang. Analisa viskositas intrinsik menunjukkan semakin lama waktu polimerisasinya maka viskositas intrinsik semakin tinggi. Variasi penambahan DVB berpengaruh terhadap stabilitas panas poli(butilen itakonat), hal ini terlihat pada waktu awal dan akhir degradasi serta T5 %, T10 % dan T50 % sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan poli(butilen itakonat).
commit to user
v
ABSTRACT
Ninis Makhnunah. 2013. SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF POLI(BUTYLENE ITACONIC) WITH THE ADDITION OF DIVINYL BENZENE (DVB) AS CROSSLINKING AGENTS. Thesis. Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences. Sebelas Maret University.
The research about synthesis and characterization of poly (butylene itaconic) with the addition of divinyl benzene as crosslinking agents has been done. The aim of this research was to determine time formation of poly (butylene itaconic) and effect of the addition of divinyl benzene to thermal stability. The poly (butylene itaconic) was synthezzed by polycondensation of itaconic acid and 1.4-butanediol with the present of titanium(IV)butoxide as catalyst. This synthesis was done using variation of 1, 1.5, 2, 2.5 and 3 hours at temperature about 170-180 0C. The poly (butylene itaconic) synthesis with DVB was done by of varying contents (10, 15, 20 and 25 % w/w) polyester though addition reaction with benzoyl peroxide as free radical inisiator. The poly (butylene itaconic) was characterized using FTIR, TG-DTA, acid number and intrinsic viscosity. The poly (butylene itaconic) with DVB was characterized using FTIR and TG-DTA.
FTIR spectra indicated the formation of poly (butylene itaconic) occured. Absorbtions of carbonyl groups of poly (butylene itaconic) were observed at 1730 cm-1, this absorbtions peak showed right shift and absorbtion peak at 1188 and 1151 cm-1 due to the stetching C=O of itaconic acid. Acid number showed that long time polymerization decrease acid number as well as intrinsic viscosity of the measurement. The variation of DVB contents increase thermal stability of poly (butylene itaconic) showed by degradation time and T5%/0C, T10%/0C, T50%/0C of
compared with poly (butylene itaconic).
commit to user
vi MOTO
telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan)
-8)
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Teriring ucapan syukur alhamdulillah, karya kecil ini aku persembahkan
untuk :
Allah Tuhanku Yang Maha Kasih yang telah memberiku kekuatan
dan nikma
Ibu dan bapak yang selalu sabar menanti keberhasilanku. . .
Kakak-Sahabat-sahabat terbaikku, atas segala tawa, tangis,
canda, bantuan, dukungan, nasihat, semangat dan
kebers
terima kasih atas
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun menyelesaikan karya ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya karya ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si, selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNS
2. Bapak Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi
3. Ibu Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si selaku Pembimbing
Akademik
4. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo,Ph.D selaku Penguji I yang
telah memberikan saran dan ketersediaannya untuk menjadi penguji 5. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si, Apt selaku Penguji II yang telah
memberikan saran dan ketersediaannya untuk menjadi penguji 6. Kedua orang tua dan keluarga atas doa dan dukungannya 7. Berbagai pihak yang tidak bisa disebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan bimbingan, kritik dan saran sebagai bahan pertimbangan untuk membuat karya yang lebih baik. Namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang telah ada.
Surakarta, Januari 2013
commit to user
x
7. Sambung silang(crosslinking) 15
8. Stabilitas panas . 16
1. Sintesis Poli(Butilen Itakonat) .. 22
2. Sintesis Poli(butilen itakonat) dengan Penambahan DVB ...
3. Penentuan B .
4. Penentuan V
5. Identifikasi poliester dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
6. Analisis termal menggunakan
Thermogravimetric-Differential Thermal Analysis BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Poli(Butilen Itakonat)
commit to user
xi c. Uji
TG-d. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 10 %...
e. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 15%... f. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB
20 %... g. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB 25 %...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A.
B.
45
47
48
49
50
53
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Formula Sintesis Poli( Butilen Itakonat) 23
Tabel 2. Sifat termal poli(butilen itakonat) ... 47
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Reaksi Polikondensasi 9
Gambar 2. Gambar 3.
Asam Itakonat ... 10
10 Gambar 4. Jalur pembentukan 1,4 Butanadiol Menggunakan Bakteri
E.Coli. 12
Gambar 5. Titanium(IV)Butoksida 13
Gambar 6. (a)Divinil benzena 14
Gambar 7. Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Dekomposisi Benzoil Peroksida
Reaksi sambung silang poli(butilen itakonat) 3 jam dengan .
Reaksi pembentukan poli(butilen itakonat)
Poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB (a) 10 %; (b) 15% ; (c) 20 % dan (d) 25 %...
15
19
28
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Bagan Alir Sintesis Poliester Asam Itakonat dengan 1,4-
Butanadiol ... 57
Lampiran 2. Bagan Alir Sintesis Poliester Asam Itakonat/1,4 Butanadiol
dengan Penambahan DVB 58
Lampiran 7.
Lampiran 8.
59
commit to user
commit to user
i BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri kimia sangat berkembang di Indonesia. Sebagian besar industri tersebut menghasilkan produk seperti plastik, cat, pelapis, bahan perekat, karet dan lain sebagainya (Sopyan, 2001). Kebanyakan produk tersebut dibentuk dari monomer yang berbasis minyak bumi dan bahan kimia hasil dekomposisi batu bara pada suhu tinggi atau yang sering disebut cracking (Ram, 1997). Polimer
sintetik yang memakai monomer berbasis minyak bumi dan batu bara produksinya semakin meningkat yang akan berpengaruh terhadap kelangkaan serta kerusakan
lingkungan. Industri kimia mencoba melakukan berbagai upaya untuk menggantikan monomer yang berbasis petroleum dengan yang alami (Muralidhararao et al., 2007). Monomer yang berbasis alam antara lain: asam
itakonat, asam suksinat, butanadiol, propanadiol, etilena glikol dan lain sebagainya (Chajecka, 2011; Ford, 1973) .
Asam itakonat merupakan salah satu senyawa yang menjanjikan dalam kelompok asam organik (Willke and Vorlop, 2001). Willke and Vorlop (2001) menyatakan bahwa asam itakonat (IA) merupakan suatu senyawa hidrofil yang berasal dari fermentasi karbohidrat oleh jamur. Jamur genus Aspergillus sering
digunakan untuk memproduksi asam organik seperti asam itakonat (Sudarkodi et al., 2012; Willke and Vorlop, 2001). Asam itakonat merupakan asam
dikarboksilat dari asam organik tak jenuh yang satu gugus karboksilnya terkonjugasi ke gugus metilen. IA digunakan di seluruh dunia dalam industri sintesis resin seperti poliester, plastik, pelapis, penyusun senyawa bioaktif dalam bidang pertanian, farmasi, obat-obatan dan produk industri lainnya (Sudarkodi et
al., 2012).
Salah satu produk yang saat ini banyak dikembangkan yaitu poliester. Poliester merupakan polimer sintetik yang dalam rantai utamanya terdapat gugus ester (-COOR) (Hasan, 2005). Terdapat banyak jenis poliester salah satunya yaitu poliester alifatik, yaitu poliester yang disintesis dari asam dikarboksilat alifatik
commit to user
2
atau turunannya dengan diol alifatik melalui reaksi polikondensasi (Elango, 2010). Poliester alifatik sulit dibentuk melalui polikondensasi langsung dan umumnya memerlukan waktu yang sangat lama. Suhu memegang peranan
penting dalam sintesis. Suhu tinggi (>220 oC) menyebabkan reaksi berlangsung lebih cepat yang membuat semua proses lebih pendek dengan berat molekul tinggi akan tetapi mudah terjadi degradasi dan stabilitas hidrolitiknya rendah (Mohammadnia et al., 2012; Chajecka, 2011). Sintesis poliester dilakukan pada suhu rendah 120-140 °C, akan menyebabkan reaksi sangat lambat sehingga perubahan jumlah asam akan diabaikan (Chajecka, 2011).
Poliester alifatik adalah salah satu poliester yang menarik karena sifatnya mudah diuraikan dan termoplastis. Poliester ini sangat sedikit yang mencapai nilai
komersial, keterbatasan utamanya adalah pada penyediaan monomer, sifat-sifat kimia dan fisika dari produk akhir (Mecham, 1997). Poliester ini dapat dikembangkan menjadi poliester termoset yang memiliki bentuk padat dan kuat
dengan kestabilan panas yang baik (Skrifvars, 2000). Poliester dapat membentuk jaringan 3 dimensi dengan penambahan agen penyambung silang seperti stirena, divinil benzena, vinil toluen, dikloro stirena, metil metakrilat, alil karbonat dan lain sebagainya (Park, 1967).
Proses sambung silang umumnya memerlukan suatu zat yang dapat menginisiasi terjadinya reaksi yang disebut inisiator. Bhattacharya et al. (2009)
membedakan inisiator berdasarkan sistem kerjanya dalam menginisiasi reaksi polimerisasi, yaitu bekerja secara redoks, bekerja dengan pembentukan radikal bebas dan bekerja secara enzimatis.
Monomer stirena sering digunakan untuk membentuk poliester menjadi material kaku melalui polimerisasi secara radikal bebas. Stirena memiliki satu
gugus vinil yang reaktif sehingga dapat disambung silangkan dengan gugus vinil dari poliester asam itakonat (Ford, 1973). Divinil benzena merupakan senyawa
commit to user
3
industri-industri, terutama industri penerbangan yang memakai bahan-bahan kinerja tinggi yang akan tahan terhadap suhu tinggi. Polimer yang mengandung senyawa siklik, putusnya satu ikatan dalam cincin tidak akan menghasilkan
penurunan berat molekul dan kemungkinan (peluang) putusnya dua ikatan dalam satu cincin adalah rendah. Polimer tangga atau semi tangga diharapkan memiliki stabilitas panas yang lebih tinggi daripada polimer rantai terbuka (Sopyan, 2001)
Dengan melihat latar belakang tersebut diatas, maka peneliti mencoba memberikan variasi waktu pada pembentukan poli(butilen itakonat) untuk mengetahui waktu mulai terbentuknya poli(butilen itakonat) dan variasi
penambahan DVB untuk mengetahui stabilitas panas.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Kesempurnaan pembentukan poliester ditunjukkan dengan hampir semua
molekul glikol dan diasam bereaksi satu dengan yang lainnya, dengan demikian tidak ada lagi molekul bebas (Chajecka, 2011). Perbandingan jumlah kuantitas dari diol dan diasam pada sintesis poliester mempengaruhi berat molekul pada produk akhir. Keseimbangan reaksi akan terjadi jika jumlah monomer satu dengan yang lainnya sesuai dengan stokiometri (Ford, 1973). Kepastian untuk estimasi pencapaian berat molekul yang tinggi pada sintesis poliester, yaitu ketika
perbandingan mol sama antara diol dan diasam. Keseimbangan reaksi tersebut akan menyebabkan reaksi sempurna dan berat molekul meningkat (Chajecka, 2011).
Sifat fisika dan kimia pada produk akhir poliester juga bergantung pada suhu pemanasan dan waktu polimerisasinya (Chajecka, 2011). Pembentukan poliester melalui reaksi polikondensasi memerlukan waktu yang sangat lama.
Suhu-commit to user
4
suhu sintesis poliester yang sering digunakan diantaranya 190-230, 150-220, 170-180, 170-180, 160, 150, 120-140 0C (Chajecka, 2011; Mohammadnia et al., 2012; Kim et al., 2001; Tang, 2006). Menurut uji coba yang telah dilakukan, waktu
polimerisasi yang melebihi 3 jam dan suhu yang melebihi 180 0C, menghasilkan produk akhir poliester yang tidak bisa dikeluarkan dari sistem destilasi yang dimungkinkan karena poliester sudah tersambung silang akibat efek panas. Sambung silang akibat efek panas menghasilkan produk yang padat namun memiliki kekuatan yang rendah.
Poliester alifatik memiliki berat molekul tinggi tetapi sifat fisik dan mekaniknya kurang baik dengan penambahan agen penyambung silang maka jaringan yang terbentuk menjadi lebih besar dan poliester menjadi lebih padat dan kuat (Ford, 1973). Agen penyambung silang yang digunakan dalam penelitian ini adalah divinil benzena (DVB). Gugus vinil dari DVB dapat disambungsilangkan
dengan poliester. DVB memiliki dua gugus vinil bersifat reaktif non polar serta
DVB diharapkan dapat menjadikan suatu poliester yang padat, kuat dan stabil panas. DVB sebagai agen penyambung silang jarang digunakan bersama dengan poliester alifatik. Agen penyambung silang membutuhkan inisiator untuk menginisiasi reaksi.
Benzoil peroksida(BPO) merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan pembentukan ikatan silang
berbagai material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Pembentukan radikal bebas tersebut dibantu oleh panas. Suhu dekomposisi BPO sangat bervariasi diantaranya 60, 70, 80, 85, 90 dan 100
0
C, hal itu tergantung pada pelarut dari BPO (Bundrup, 1999). Penambahan
sejumlah tertentu zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan bagi material polimer zat pembentuk radikal yang dapat digunakan sebagai pembentuk ikatan
adalah dari jenis peroksida (Billmeyer, 1962).
TG-commit to user
5
DTA. Produk poliester sintesis awal ditentukan pula bilangan asam dan viskositas intrinsiknya. Pada produk poliester sintesis awal merupakan produk yang belum terikat silang sehingga bilangan asam dapat ditentukan dengan metode titrimetri
sedangkan viskositas intrinsik dengan viskometer Ostwald, Ubbelohde, Cannon-Fenske dan ICI cone Plate (Chajecka, 2011).
2. Batasan Masalah
1. Perbandingan mol monomer asam itakonat dan 1,4 butanadiol yang digunakan
adalah 1:1.
2. Variasi waktu polimerisasi selama 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam dan 3 jam.
3. Suhu sintesis yang digunakan antara 170-180 oC.
4. Variasi penambahan DVB adalah 10, 15, 20 dan 25 % b/b produk akhir sintesis poli(butilen itakonat).
5. Pembuatan poliester ikat silang dengan alat refluks menggunakan DVB sebagai agen penyambung silang dan benzoil peroksida sebagai inisiator dengan suhu reaksi 100 0C selama 3 jam (Brandrup, 1999).
6. Penentuan bilangan asam pada hasil sintesis awal menggunakan metode titrimetri.
7. Penentuan viskositas intrinsik poliester menggunakan viskometer Ostwald
pada suhu kamar.
8. Karakterisasi dilakukan dengan perubahan gugus fungsi menggunakan spektrofotometer infra merah (FTIR).
9. Analisis termal menggunakan TG-DTA.
3. Rumusan Masalah
1. Apakah poli(butilen itakonat) bisa dibentuk melalui polikondensasi suhu sedang (170-180 oC) dengan waktu yang relatif singkat?
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini :
a. Sintesis poli(butilen itakonat) bisa dibentuk melalui polikondensasi suhu sedang (170-180 oC) dengan waktu yang relatif singkat.
b. Mengetahui pengaruh variasi penambahan DVB terhadap stabilitas panas poli(butilen itakonat).
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi untuk akademisi terutama dibidang polimer untuk
menjadikan suatu poliester yang memiliki sifat yang baik.
2. Membantu pemerintah untuk menggunakan monomer berbasis alam sebagai usaha mengurangi penggunaan monomer yang berbasis petrokimia dalam
commit to user
Poliester merupakan polimer sintetik yang dalam rantai utamanya terdapat gugus ester (-COOR) yang mudah terhidrolisis (Hasan, 2005). Poliester termasuk polimer sintetik yang lebih serbaguna karena mendapat aplikasi komersial yang
luas sebagai serat, plastik, dan bahan pelapis (Sopyan, 2001). Poliester dibentuk melalui reaksi polikondensasi dari diasam atau anhidrida dengan diol. Komponen
sebagian besar poliester asam dikarboksilat seperti: asam adipat, asam suksinat, asam itakonat, asam ftalat, anhidrida maleat dan lain sebagainya. Komponen yang mengandung gugus hidroksil kebanyakan etanol, propanol, butanol, pentanol,
heksanol, heptanadiol, heksanatriol, gliserol dan lain sebagainya (Chajecka, 2011).
Sintesis poliester melibatkan pemanasan asam hidroksikarboksilat atau campuran glikol dengan asam dikarboksilat, pada suhu kisaran 150-250 ºC di mana proses poliesterifikasi menghasilkan poliester dan air. Reaksi esterifikasi, sebagai langkah dasar poliesterifikasi yaitu proses keseimbangan yang tujuannya
meningkatkan berat molekul dari poliester. Hal ini tergantung pada efisiensi penghilangan air yang terus menerus dari sistem reaksi. Kesulitan dalam penghilangan air dari reaktor dapat dilakukan dengan penambahan sedikit pelarut organik seperti xilena atau toluena. Reaksi berlangsung pada suhu tidak relatif tinggi karena menghindari menguapnya reaktan dan kemungkinan terdapat beberapa jumlah massa yang hilang dari diol yang terbawa aliran gas dari reaktor.
Kekurangannya adalah waktu reaksi yang lebih lama dan masalah lingkungan oleh pelarut serta pengelolaannya. Selain itu juga reaksi bisa menggunakan sistem vakum pada tahap akhir (Skrifvars, 2000).
Proses di atas dapat meningkatkan konversi yang ditunjukkan hampir semua molekul glikol telah bereaksi antara yang satu dengan yang lainnya dengan
commit to user
8
demikian tidak ada lagi molekul bebas. Pada suhu sekitar 150 ºC reaksi utama yang harus dipertimbangkan adalah keseimbangan esterifikasi-hidrolisis.
(1)
nHO - R - OH + nHOOC - R' - COOH 2nH2O +...-( O - R - O - CO - R' - CO )- ...
Kelebihan baik glikol atau asam dikarboksilat memiliki pengaruh yang kuat pada berat molekul dari poliester. Kelebihan glikol biasanya digunakan untuk
mengatasi hilangnya glikol pada saat proses penyulingan dan hal itu menyebabkan terminasi hidroksil pada poliester. Konstanta kesetimbangan (K) ditentukan oleh
persamaan 2 di bawah ini, di mana n adalah rasio stoikiometrik.
(2)
Poliester biasanya diproduksi dalam proses batch berpengaduk. Bahan baku dipanaskan dalam suasana inert. Biasanya reaksi dilakukan pada suhu
150-220 ºC, Suhu memegang peran penting dalam sintesis, air didestilasi melalui kolom pada reaktor. Pada suhu tinggi reaksi terjadi lebih cepat yang membuat
semua proses lebih pendek dan memperoleh berat molekul tinggi. Poliester
alifatik sulit dibentuk melalui polikondensasi langsung karena terjadi degradasi pada suhu tinggi dengan stabilitas hidrolitiknya rendah (Mohammadnia et al.,
2012). Reaksi polikondensasi pada suhu rendah (120-140 °C), reaksi berlangsung sangat lambat sehingga perubahan jumlah asam diabaikan. Air hasil samping reaksi, awalnya disuling dengan sangat cepat akibatnya konsentrasi gugus asamnya turun karena tingkat polimerisasinya menurun. Penghilangan air dapat dipermudah dengan pengolahan kondisi vakum. Kehadiran gas inert, seperti nitrogen atau karbon dioksida, membantu menghilangkan air tapi juga mencegah
commit to user
Pemantauan rasio bahan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa produk akhir
akan mengandung gugus hidroksil yang tepat, dan bukan asam pada rantai akhir (Chajecka, 2011).
Polimerisasi kondensasi merupakan proses pembuatan polimer yang melibatkan pelepasan molekul kecil seperti air, HCl, dan metanol. Pembentukan polimer secara kondensasi dapat dilakukan pada monomer yang memiliki gugus hidroksil dan karboksilat. Pembentukan polimer dengan cara ini diawali dengan
saling bereaksinya monomer dengan monomer membentuk dimer dan air. Setelah itu, dimer yang terbentuk bereaksi dengan monomer membentuk trimer. Trimer yang telah terbentuk dapat bereaksi dengan dimer membentuk pentamer atau dapat pula bereaksi dengan monomer dan dimer. Reaksi ini terus berlangsung sampai terbentuk polimer. Reaksi polikondensasi bersifat dapat balik sehingga air yang dilepaskan harus dipindahkan untuk menghasilkan polimer yang memiliki
bobot molekul yang tinggi (Allcock and Lampe, 1981).
2. Asam Itakonat
Asam itakonat merupakan asam organik yang menjanjikan. Asam Ini berbentuk kristal putih dengan berat molekul 130,1 gram/mol, titik didih 268 oC, titik lebur 167-168 oC, densitas 1,63 g/L dan larut dalam air dengan kelarutan
commit to user
10
dikarboksilat tak jenuh yang salah satu gugus karboksilnya terkonjugasi pada gugus metilen ( Willke and Vorlop, 2001).
C
O
OH C
CH2
CH2 C O
OH
Gambar 2. Asam itakonat
Asam itakonat digunakan di seluruh dunia dalam industri sintesis resin
seperti poliester, plastik, pelapis, penyusun senyawa bioaktif dalam bidang pertanian, farmasi, obat-obatan, dan produk industri lainnya (Sudarkodi et al., 2012). Asam itakonat dapat dianggap sebagai asam -disubstitusi akrilik atau metakrilik dan merupakan isomer dengan asam sitrakonat dan mesakonat. Asam itakonat stabil pada kondisi asam, netral dan sedikit basa pada suhu sedang (Willke and Vorlop, 2001).
Gambar 3. Isomeri asam itakonat
commit to user
11
genus Aspergillus sering digunakan untuk memproduksi asam organik seperti asam itakonat (Sudarkodi et al., 2012; Willke and Vorlop, 2001). Asam itakonat merupakan asam dikarboksilat dari asam organik tak jenuh yang satu gugus
karboksilnya terkonjugasi ke gugus metilen (Willke and Vorlop, 2001).
Perkembangan Industri petrokimia, banyak proses sintesis bioteknologi dan kimia telah dikembangkan dengan tujuan untuk mengganti metode terbaru dari petrokimia dan mengembangkan sumber daya terbarukan. Asam itakonat adalah salah satu dari sejumlah bahan biomassa. Senyawa ini memiliki ikatan rangkap dua dan dua asam tak jenuh dalam struktur molekul. Monomer ini sangat
reaktif, dilihat dari struktur molekul reaksi fungsionalisasi meliputi oksidasi, reduksi, esterifikasi, hidrolisis dan teknologi kondensasi, yang berasal dari
berbagai macam kimia prekursor dengan aplikasi yang tinggi .
Polimerisasi metil, etil atau vinil ester dari asam itakonat digunakan sebagai plastik, perekat elastomer dan pelapisan (Willke and Vorlop, 2001).
Kopolimer dari asam itakonat menghasilkan produk seperti karet yang kekuatan dan fleksibilitasnya baik menyerupai resin serta pelapis anti air dengan isolasi listrik yang bagus.
3. 1,4 Butanadiol
Aplikasi utama untuk 1,4-butanadiol adalah produksi plastik, poliester
termoplastik, panas-lelehan perekat dan plasticizer. Polimerisasi metil monoester asam akrilik dari 1,4-butanadiol dapat dibuat untuk kopolimer dengan monomer lainnya. Komposisi dari akrilat ini menentukan seberapa hidrofilik kopolimer tersebut .
1,4-butanadiol tidak berwarna, hampir tidak berbau dan higroskopis.
Cairan ini membeku pada suhu di bawah 20 °C. Senyawa ini larut dalam air, alkohol, ester, keton, eter glikol dan glikol eter asetat tetapi bercampur dengan
commit to user
12
reaksi esterifikasi dengan asam dikarboksilat alifatik (misalnya, asam maleat, asam adipat, dan asam sebasat) atau dengan aromatik asam dikarboksilat (misalnya, tereftalat, asam isoftalat, 5-asam sulfoisoftalat, 2,6-naftalena asam
dikarboksilat, dan lain sebagainya). Dikarboksilat anhidrida dan klorida, ester alifatik, serta asam dikarboksilat sendiri digunakan untuk reaksi esterifikasi.
Akhir-akhir ini butanadiol telah diproduksi dari gula yang akan memberikan kontribusi pada produksi yang lebih berkelanjutan dan industri bahan kimia ramah lingkungan. Gambar di bawah ini merupakan jalur pembentukan 1,4 butanadiol menggunakan bakteri E. Coli (Burk, 2010).
Sucrose Glycolysis
Gambar 4. Jalur pembentukan 1,4 butanadiol menggunakan bakteri E.Coli
4. Titanium (IV) Butoksida
Reaksi poliesterifikasi langsung bisa dikatalisis sendiri oleh gugus karboksil dari reaktan asam. Pengurangan konsentrasi dari gugus karboksil akan
commit to user
13
mempertahankan laju reaksi. Katalis yang digunakan dalam sintesis ini yaitu titanium (IV) butoksida yang memiliki warna kuning terang, berbentuk cairan dengan titik didih 206 oC (Chajecka, 2011).
Gambar 5. Titanium (IV) butoksida
5. Divinil Benzena
Divinil benzena (DVB) adalah bahan kimia yang penting digunakan sebagai zat pengikat silang dalam polimer industri. Rumus molekul divinil benzena yaitu C10H10, mempunyai berat molekul 130,19 g/mol, titik didihnya 200 o
C, tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan eter, memiliki titik nyala 76
0
C.
Divinil benzena merupakan senyawa benzena yang mengikat dua gugus
vinil pada posisi meta atau para yang bersifat non polar. DVB mempunyai dua gugus fungsi vinil, sehingga bisa digunakan sebagai agen penyambung silang
(crosslinker) yang sangat reaktif pada kopolimerisasi gugus vinil. DVB dapat
membentuk ikatan primer dan sekunder pada gugus reaktifnya. Ikatan primer terbentuk pada gugus vinil dengan senyawa non polar lainnya sedangkan ikatan
dengan atom hidrogen bermuatan parsial positif (H ). Ikatan primer dan sekunder memperbesar jaringan polimer sehingga polimer lebih masif dan keras serta dapat
menurunkan indeks alir leleh dan konsekuensinya meningkatkan sifat mekanisnya (Okidimis, 2012)).
commit to user
14
bereaksi secara bersama-sama menghasilkan kopolimer stirena divinil benzena. Pada pabrik plastik, divinil benzena digunakan dalam industri plastik untuk mengikat silang dan memodifikasi material-material dan untuk membantu proses
kopolimerisasi. Senyawa ini juga dapat meningkatkan resistansi terhadap tekanan retak, bahan kimia, panas distorsi, kekerasan dan kekuatan (Aud, 2000)
(Okidimis, 2012)
Gambar 6. (a) Divinil benzena, (b) reaksi radikal pada DVB
6. Benzoil Peroksida
Kebanyakan inisiator yang digunakan secara luas adalah radikal bebas
yang dihasilkan dari peruraian peroksida. Peroksida organik seperti benzoil peroksida terurai secara homolitik menghasilkan radikal bebas benzoil. Kemudian radikal bebas benzoil diuraikan untuk membentuk karbon dioksida (CO2) dan
commit to user
15 C
O
O O C
O
2 O. C O
2 CO2 + 2.
benzoil peroksida radikal bebas benzoil
karbondioksida radikal bebas panas
Gambar 7. Dekomposisi benzoil peroksida
Radikal bebas fenil itu kemudian ditambahkan pada monomer vinil, untuk menghasilkan sebuah radikal bebas yang baru dapat merambat (propagasi) dengan
monomer-monomer vinil lainnya (Sopyan, 2001). Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari berbagai polimer dan material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Penambahan sejumlah tertentu zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan bagi bahan polimer, zat pembentuk radikal yang dapat digunakan sebagai
pembentuk ikatan adalah dari jenis peroksida (Billmeyer, 1962).
7. Sambung Silang (Crosslinking)
Reaksi sambung silang adalah suatu reaksi yang memicu pembentukan polimer tak larut dan terurai (infusible) dimana rantai dihubungkan bersama untuk membentuk suatu struktur jaringan tiga dimensi. Polimer yang melalui proses
ikat-silang banyak dijumpai pada industri cat, tinta print, adhesif, serta komponen elektronik. Sambung silang dapat dilakukan dengan penambahan zat
commit to user
16
bereaksi dengan gugus fungsi pada rantai polimer. Polimer sambung silang dapat disiapkan dengan polimerisasi dari monomer dengan rata-rata gugus fungsi lebih dari dua. Sambung silang dapat mempengaruhi sifat fisik dari polimer yang
disambung silangkan. Umumnya, sambung silang ini meningkatkan sifat fisik dari polimer tersebut, diantaranya ekspansi panas dan kapasitas panas menurun, suhu distrosi panas, kekuatan tarik, dan indeks bias meningkat. Suhu transisi gelas meningkat seiring dengan bertambahnya densitas ikat silang (Aud, 2000).
Poliester alifatik ini sangat sedikit yang mencapai nilai komersial, keterbatasan utamanya pada penyediaan monomer, sifat-sifat kimia dan fisika dari
produk akhir. Pembuatan poliester sambung silang diperlukan suatu senyawa inisiator yang akan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini akan
mengganggu senyawa lain untuk membentuk radikal pula. Jenis inisiator ini biasanya berasal dari senyawa azo dan peroksida. Senyawa inisiator yang sering digunakan adalah diasetil peroksida, dibutil peroksida, dan benzoil peroksida.
Penggunaan senyawa BPO dalam penelitian ini didasarkan atas sifat radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung dapat bereaksi dengan molekul-molekul monomer yang lebih reaktif sebelum mengeliminasi karbon dioksida sehingga dapat mengurangi pemborosan inisiator (Sopyan, 2001).
Tahapan dalam proses polimerisasi ini dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
17
fakta bahwa polimer-polimer aromatik tahan terhadap suhu tinggi. Akhir-akhir ini telah dikembangkan berbagai polimer yang memiliki unit-unit ulang aromatik. Sebagian besar didorong oleh motivasi akan perlunya industri-industri
penerbangan memakai bahan-bahan dengan kinerja tinggi yang akan tahan
tersebut dapat mempertahankan sifat-sifat yang bermanfaat pada suhu-suhu dekat suhu dekomposisi.
Stabilitas panas utamanya merupakan fungsi dari energi ikatan. Ketika suhu naik ke titik dimana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan. Polimer
yang bersangkutan akan terurai. Pada polimer unit ulang siklik putusnya satu ikatan dalam cincin tidak menghasilkan penurunan berat molekul dan
kemungkinan (peluang) putusnya dua ikatan dalam satu cincin adalah rendah. Dengan demikian polimer tangga atau semi tangga diharapkan memiliki stabilitas panas yang lebih tinggi daripada polimer dengan rantai terbuka (Sopyan, 2001).
Peningkatan jumlah stirena dalam kopolimer menyebabkan meningkatnya nilai T5%/0C, T10%/0C, dan T50%/0C. Ketika persentase stirena meningkat jumlah
rantai aromatik dan ikatan karbon-karbon pada homopolimer stirena juga meningkat karena jumlah dari ester pada jaringan polimer menurun. Ini memungkinkan stabilitas panas lebih tinggi. Polimer yang tersambung silang dan rigid seharusnya meningkatkan stabilitas panas (Worzakowska, 2012;
Worzakowska, 2009).
B. Kerangka Pemikiran
Poli(butilen itakonat) disintesis melalui reaksi polimerisasi kondensasi asam itakonat dengan 1,4 butanadiol dalam kondisi inert yaitu dengan dialiri gas
nitrogen. Nitrogen ini membantu menghilangkan air dan mencegah perubahan warna akibat adanya oksigen yang masuk ke sistem. Meningkatnya berat molekul
commit to user
18
memerlukan waktu yang sangat lama. Suhu pemanasan yang tinggi akan mempercepat pembentukan poliester dan penghilangan air tetapi akan mudah terjadi degradasi dan hidrolisis. Kesulitan untuk mensintesis poliester alifatik
dengan polikondensasi langsung karena terjadi degradasi pada suhu tinggi dan stabilitas hidrolitik yang rendah, sehingga jika poliester disintesis pada suhu sedang (170-180 0C) dengan waktu yang relatif singkat akan mengurangi terjadinya degradasi dan hidrolisis. Suhu sedang dapat menghindari menguapnya reaktan dan mengurangi kemungkinan adanya beberapa jumlah massa yang hilang khususnya diol yang terbawa aliran gas dari batch. Pada suhu sedang efisiensi
penghilangan air pada sistem juga tinggi.
Poliester sambung silang dipersiapkan melalui asam dikarboksilat tak
jenuh dengan diol yang jenuh (Gambar 1). Suhu pemanasan yang tinggi akan mempengaruhi polimerisasi pada asam itakonat. Asam itakonat memiliki ikatan rangkap dua C=CH2 yang tidak stabil pada suhu tinggi. Ikatan tersebut
dipertahankan karena akan digunakan untuk proses selanjutnya yaitu proses sambung silang dengan divinil benzena membentuk poliester yang padat dan stabil panas.
Proses sambung silang ini terjadi melalui reaksi radikal. Reaksi radikal memerlukan inisiator untuk menginisiasi reaksi. Inisiator yang dipakai dalam penelitian ini yaitu BPO (benzoil peroksida). Benzoil peroksida terurai secara
homolitik menghasilkan radikal bebas benzoil. Kemudian radikal bebas benzoil diuraikan untuk membentuk karbon dioksida (CO2) dan radikal bebas fenil seperti
ditunjukkan dalam mekanisme reaksi (Gambar 7). Sambung silang dari poliester terjadi melalui pembukaan ikatan rangkap dua (C=C) dari poli(butilen itakonat) dan DVB akibat inisiasi dari benzoil peroksida dan merambat (propagasi) mempengaruhi ikatan rangkap dua dan ikatan-ikatan reaktif lainnya (Gambar 8).
commit to user
19
Pada polimer unit ulang siklik putusnya satu ikatan dalam cincin tidak menghasilkan penurunan berat molekul dan kemungkinan (peluang) putusnya dua ikatan dalam satu cincin adalah rendah. Dengan demikian polimer tangga atau
commit to user
Gambar 8. Reaksi sambung silang poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB
commit to user
21
1. Poli(butilen itakonat) bisa dibentuk melalui reaksi polikondensasi suhu sedang (170-180 oC) dengan waktu yang relatif singkat karena degradasi polimer berkurang dan stabilitas hidrolitiknya rendah.
2. Variasi penambahan DVB pada poliester berpengaruh terhadap stabilitas panas dari poli(butilen itakonat). Semakin banyak DVB yang ditambahkan maka stabilitas panas dari poli(butilen itakonat) semakin tinggi.
commit to user
22
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang dilakukan di laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian meliputi sintesis poli(butilen itakonat) dan poli(butilen itakonat) dengan penambahan DVB sebagai agen penyambung silang. Parameter yang diteliti adalah karakteristik gugus fungsi sebelum dan sesudah penambahan DVB dengan FTIR, bilangan asam dengan metode titrimetri, viskositas intrinsik dengan viskometer Ostwald,
perubahan berat dan stabilitas panas menggunakan TG-DTA.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sub Laboratorium Kimia Universitas Sebelas Maret
Surakarta pada bulan Maret-November 2012, untuk uji TG-DTA dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Pencampuran Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
C. Alat dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan a. Satu set alat destilasi sederhana
b. Satu set alat refluks c. Alat - alat gelas (Pyrex) d. Neraca analitis (Sartorius)
e. Instrumen FT-IR (Fourier Tranform Infra Red)Shimadzu type FT-IR-820431
PC
f. Instrumen TG-DTA (Thermogravimetric-Differential Thermal Analysis)
Shimadzu type DTG 60H g. Stop watch
h. Hot Plate i. Magnetic stirer
commit to user
23 j. Viskometer Ostwald
k. Termometer
2. Bahan-bahan yang digunakan a. Asam itakonat p.a (Aldrich Chemical)
b. 1,4 Butanadiol p.a (E. Merck)
c. p- metoksi fenol p.a (E. Merck)
d. Titanium (IV) butoksida p.a (Aldrich) e. Toluena p.a (E. Merck)
f. Kloroform p.a (E. Merck)
g. Asam oksalat p.a (E. Merck)
h. Akuades
i. Indikator phenopthalein 1%
j. Kalium hidroksida p.a (E. Merck)
Sintesis poli(butilen itakonat) menggunakan bahan utama asam itakonat dan 1,4 butanadiol dengan perbandingan mol 1:1. Bahan tersebut di atas dimasukkan ke dalam labu alas bulat 250 ml yang dilengkapi dengan kondensor,
commit to user
24
pada suhu kamar sampai beratnya tetap dan dilakukan FTIR, TG-DTA, uji viskositas intrinsik dan titrasi penentuan bilangan asam.
Tabel 1. Formula Sintesis Poli( Butilen Itakonat)
keterangan Asam itakonat 1,4 butandiol metoksi
fenol
Ti(IV)
butoksida
mol 0,1 0,1
Massa (gr) 13,01 9,01 0,2201 0,24/ 2
Catatan : Ti (IV) butoksida 0,24 gr dalam 2 ml toluen
2. Sintesis Poli( Butilen Itakonat) dengan Penambahan DVB
Sintesis poli(butilen itakonat) dengan penambahan DVB merupakan proses lanjutan dari sintesis poli(butilen itakonat). Hasil dari sintesis asam
poli(butilen itakonat) selama 3 jam, diambil sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam labu refluks yang dilengkapi dengan kondensor, termometer dan gas nitrogen. Selanjutnya ditambahkan DVB dengan variasi 10, 15, 20 dan 25 (% massa) dari poli(butilen itakonat) kemudian ditambahkan benzoil peroksida sebanyak 1 % massa dari poli(butilen itakonat) yang dilarutkan dalam 1 ml aseton. Semua senyawa direfluks pada suhu 100 0C selama 3 jam dengan dialiri
gas nitrogen (Brandup, 1999).
3. Penentuan Bilangan Asam
Penentuan bilangan asam pada prinsipnya adalah titrasi sampel poliester menggunakan larutan KOH 0,1 N yang telah distandarisasi.
Untuk standarisasi KOH 0,1 N yang dilakukan adalah sebanyak 0,66 gr KOH(s) dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut etanol menggunakan labu ukur
100 ml. Ditempat yang berbeda sebanyak 0,159 gr asam oksalat diencerkan dan dilarutkan dengan pelarut akuades menggunakan labu ukur 25 ml. Dimasukkan 5
ml asam oksalat tersebut kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 2-3 tetes indikator PP 1%. Kemudian dititrasi dengan KOH yang telah dibuat diatas. Dicatat volume
commit to user
25
menjadi merah muda. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali kemudian dihitung nilai normalitas KOH yang sesungguhnya.
Poliester sebanyak 0,5 gr dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut
etanol/toluene (1:1) menggunakan labu ukur 25 ml. Dimasukkan 5 ml sampel tersebut kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 2-3 tetes indikator PP 1%. Kemudian sampel dititrasi dengan KOH 0,1 N dalam etanol yang telah distandarisasi menggunakan asam oksalat. Dicatat volume KOH yang dibutuhkan setelah terjadi perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Titrasi dilakukan sebanyak 5 kali sesuai pengenceran 25 ml diatas, kemudian dihitung
nilai bilangan asamnya.
3. Penentuan Viskositas Intrinsik
Sebanyak 0,4 gr sampel poliester diencerkan dan dilarutkan dengan pelarut kloroform menggunakan labu ukur 10 ml dan dihasilkan larutan dengan
konsentrasi 4 g/dL. Pengenceran ini menggunakan sistem bertingkat sehingga dari konsentrasi sebelumnya diambil 5 ml larutan dan dilarutkan dengan pelarut kloroform menggunakan labu ukur 10 ml dan begitu seterusnya sampai didapatkan larutan dengan konsentrasi masing-masing 4; 2; 1; 0,5; 0,25 g/dL. Dari masing-masing larutan tersebut dimasukkan 2 ml larutan ke dalam viskometer Ostwald dan diukur waktu alir larutan dari batas atas sampai batas bawah dari
viskometer tersebut. Untuk pelarutnya yaitu kloroform juga diukur waktu alirnya menggunakan viskometer Ostwald. Kemudian dihitung nilai viskositas intrinsik sampel pada pelarut kloroform.
4. Identifikasi poliester dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR) Sampel neat langsung dicampur dengan KBr, dibentuk pelet, sedangkan
commit to user
26
5. Analisis termal menggunakan Thermogravimetric-Differential Thermal Analysis
Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam pan aluminum kemudian
dianalisis dengan atmosfer N2 (gas nitrogen), heating rate 10 °C/menit dan gas
flow 50 mL/menit.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Karakterisasi gugus-gugus fungsi pada poli(butilen itakonat) dan poli(butilen itakonat) dengan penambahan DVB diketahui dengan FTIR.
2. Penentuan viskositas intrinsik dari poli(butilen itakonat) dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald. Data diperoleh dengan cara 0,4 gram masing-masing polimer di atas dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan kloroform hingga batas. Kemudian dibuat variasi konsentrasi
larutan polimer melalui pengenceran dengan kloroform: 4; 2; 1; 0,5; 0,25 g/dL. Setelah itu, dilakukan pengukuran waktu alir pelarut murni (kloroform) dan masing-masing larutan polimer dengan menggunakan Viskometer Ostwald sehingga diperoleh to, t1, t2, t3, t4, dan t5.
3. Penentuan bilangan asam dengan metode titrimetri. Data yang diperoleh yaitu volume KOH yang diperlukan untuk menitrasi larutan sampel sampai berubah
warna dari warna bening menjadi merah muda.
4. Analisis suhu dan berat dekomposisi dari poli(butilen itakonat) dan poli(butilen
itakonat) dengan penambahan DVB dilakukan dengan TG-DTA.
F. Teknik Analisis Data
1. Spektra FTIR
Spektra FTIR menunjukkan perubahan gugus fungsi asam itakonat dan 1,4- butanadiol terhadap spektra poliester yang terbentuk. Hilangnya gugus-gugus
commit to user
27 2. Viskositas Intrinsik
Penentuan viskositas intrinsik dari poli(butilen itakonat) dan poli(butilen itakonat) dengan penambahan DVB dengan metode viskometri. Peningkatan
waktu alir pada masing-masing polimer bisa menunjukkan semakin besarnya berat molekul dan struktur yang semakin rigid. Melalui perhitungan diperoleh
viskositas relati r sp sp /
i). Viskositas Intrinsik
diperoleh dari nilai intercept.
3. Bilangan Asam
Penentuan bilangan asam dilakukan menggunakan metode titrimetri. Data yang diperoleh yaitu volume KOH yang diperlukan untuk menitrasi larutan sampel
sampai berubah warna dari warna bening menjadi merah muda. Volume yang diperoleh tersebut selanjutnya dimasukkan ke rumus :
V AN =
Sehingga akan didapat nilai bilangan asam.
4. Data Analisis Termal
Data TG-DTA berupa kurva penurunan berat dan suhu dekomposisi dari masing-masing polimer dan sifat reaksi endotermis atau eksotermis. Lalu data tersebut dibandingkan dengan suhu dekomposisi dari variasi poli(butilen
commit to user
28 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis poli(butilen itakonat) dilakukan dengan pencampuran asam itakonat dan 1,4 butanadiol dengan variasi waktu polimerisasi ( 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam dan 3 jam) secara polikondensasi. Poliester yang dihasilkan merupakan poliester alifatik. Poliester alifatik tersebut selanjutnya digunakan sebagai standar dalam sintesis poli(butilen itakonat) dengan DVB. Sintesis poli(butilen itakonat)
dengan DVB dilakukan dengan pencampuran poliester alifatik dan DVB dengan variasi konsentrasi (10, 15, 20, 25 % b/b) secara reaktif. Poliester yang dihasilkan merupakan poliester sambung silang (crosslinking). Poliester alifatik dan sambung silang dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FTIR, stabilitas panas dengan TG- DTA, poliester alifatik yang dihasilkan terlebih dahulu ditentukan juga bilangan asam dengan metode titrimetri serta viskositas dengan viskometer
Ostwald.
A. Sintesis Poli (Butilen Itakonat)
Sintesis poli(butilen itakonat) dilakukan melalui polikondensasi suhu sedang (170-180 0C) pada atmosfer gas nitrogen. Suhu memegang peranan penting pada
pembentukan poliester. Pada suhu tinggi ( >220 0C) reaksi berjalan lebih cepat yang membuat semua proses lebih pendek dan menghasilkan berat molekul tinggi tetapi terdapat kelemahan, pada suhu ini terjadi degradasi dan stabilitas hidrolitiknya rendah. Pada suhu rendah (120-140 0C) reaksi berjalan sangat
lambat dan jumlah asam diabaikan karena tingkat polimerisasi menurun yang disebabkan konsentrasi gugus asam menurun (Chajecka, 2011).
Sintesis poliester ini dilakukan dengan berbagai variasi waktu polimerisasi, tujuannya untuk mengetahui pengaruh waktu polimerisasi terhadap pembentukan poliester. Waktu polimerisasi yang tepat selanjutnya digunakan sebagai standar untuk proses selanjutnya, yaitu sintesis poli(butilen itakonat) dengan DVB.
commit to user
29
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 9. Poli(butilen itakonat) (a) 1 jam; (b) 1,5 jam; (c) 2 jam; (d) 2,5 jam dan (e) 3 jam.
Gambar 9 menunjukkan poli(butilen itakonat) dengan berbagai variasi waktu polimerisasi. Poliester yang dihasilkan terjadi perubahan, terlihat dari
bentuk fisiknya yaitu dalam segi kekentalan polimer. Poli(butilen itakonat) 1 jam berbentuk seperti madu. Semakin lama waktu polimerisasinya, poli(butilen
itakonat) akan lebih berbentuk gel tetapi masih bisa mengalir jika digoyang-goyang. Reaksi pembentukan poliester ini melalui polikondensasi, yaitu reaksi yang melepaskan molekul kecil yaitu H2O. Semakin banyak H2O yang
dikeluarkan, maka produk akhir poliester yang dihasilkan akan lebih baik.
commit to user
commit to user
32
Perubahan bentuk fisik yang terjadi pada poliester di atas bisa disebabkan oleh inhibitor. Inhibitor adalah suatu senyawa yang ditambahkan ke reaksi. Inhibitor yang dipakai pada penelitian ini yaitu p-metoksi fenol yang berfungsi
mencegah gelasi pada saat reaksi. Inhibitor kemungkinan tidak berfungsi sempurna pada kondisi dan waktu tertentu sebelum reaksi pembentukan poliester selesai sehingga sedikit membentuk gel. Ikatan rangkap dua (C=C) pada poli(butilen itakonat) 3 jam, selanjutnya akan disambungsilangkan dengan DVB (divinil benzena).
Poli(butilen itakonat) yang terbentuk merupakan jenis poliester alifatik tidak
jenuh karena memiliki ikatan rangkap dua pada kerangka polimer. Poli(butilen itakonat) bersifat termoplastis yaitu jika dipanaskan akan mengalami perubahan
bentuk fisik. Poliester dan vinil ester diketahui memiliki ketahanan yang baik terhadap kimia terutama kebanyakan dari mereka lebih baik pada kondisi asam daripada kondisi basa kuat. Larutan basa dapat menyerang ikatan ester,
pembentukan kembali poliol dan garam dari asam karboksilat (Slama, 1996). Poliester ini untuk aplikasi komersial seperti pelapis, serat, plastik dan resin (perlu ditambahkan senyawa lain yang bisa memperbaiki sifat dari poliester ini) (Tsai, 2008).
B. Sintesis Poli( Butilen Itakonat) 3 jam dengan DVB
Sintesis poli(butilen itakonat) dengan DVB dilakukan pencampuran
poli(butilen itakonat) 3 jam dan DVB dengan variasi konsentrasi (10, 15, 20 dan 25 % massa) secara reaktif. Pembentukan poliester dengan DVB menggunakan metode ruah (bulk) tanpa menggunakan pelarut. Keuntungan dari metode ini yaitu lebih ramah lingkungan dan homogen sehingga didapatkan polimer dengan kemurnian tinggi.
Gambar 11 menunjukkan terjadinya perubahan bentuk fisik, semakin
commit to user
33
(benzoil peroksida). Penggunaan senyawa BPO dalam penelitian ini didasarkan atas sifat radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung dapat bereaksi dengan molekul-molekul monomer yang lebih reaktif sebelum mengeliminasi
karbon dioksida sehingga dapat mengurangi pemborosan inisiator (Sopyan, 2001). Benzoil peroksida terurai secara homolitik menghasilkan radikal bebas benzoil. Kemudian radikal bebas benzoil diuraikan untuk membentuk karbon dioksida (CO2) dan radikal bebas fenil seperti ditunjukkan dalam mekanisme reaksi
(Gambar 7) .
(a)
(b)
(c) (d)
Gambar 11. Poli(butilen itakonat) 3 jam dengan DVB (a) 10 %; (b) 15% ; (c) 20 % dan (d) 25 %
Radikal bebas fenil itu kemudian ditambahkan pada monomer vinil,
commit to user
34
peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari berbagai polimer dan material polimer. Sambung silang dapat dilakukan dengan penambahan zat
penyambung silang, suatu molekul yang memiliki dua atau lebih gugus reaktif yang dapat bereaksi dengan gugus fungsi pada rantai polimer.
Polimer sambung silang dapat dibentuk melalui polimerisasi dari monomer dengan rata-rata gugus fungsi lebih dari satu ataupun dari sebuah oligomer dan
polimer yang akan diperbaiki sifatnya. Sambung silang dapat mempengaruhi sifat fisik dari polimer yang disambungsilangkan. Umumnya, sambung silang meningkatkan sifat fisik dari polimer tersebut. Gambar 6 menunjukkan proses reaksi radikal pada DVB, reaksi radikal tersebut disebabkan oleh radikal bebas dari benzoil peroksida yang mengalami propagasi. Sambung silang dari poliester terjadi melalui pembukaan ikatan rangkap dua (C=C) dari poli(butilen itakonat)
dan DVB akibat inisiasi dari benzoil peroksida dan merambat (propagasi) mempengaruhi ikatan rangkap dan ikatan-ikatan reaktif lainnya (Gambar 8). Proses terminasi dari reaksi ini yaitu hanya didiamkan pada suhu ruang sampai menunjukkan berat produk akhir yang tetap. Inisiator pada reaksi ini diasumsikan habis bereaksi semua.
C. Karakterisasi Poli( Butilen Itakonat) dan Poli( Butilen Itakonat)
dengan DVB
1. Karakterisasi Menggunakan FTIR
Karakterisasi gugus fungsi dari poli(butilen itakonat) dan poli(butilen itakonat) dengan DVB dilakukan dengan uji FTIR. Uji FTIR dilakukan pada sampel poli(butilen itakonat); poli(butilen itakonat) dengan DVB; asam itakonat;
1,4 butanadiol dan DVB.
Spektra asam itakonat ditunjukkan oleh Gambar 15(a), di mana terdapat
gugus-gugus spesifik pada 3070 cm-1 (uluran O-H) yang mengarah pada gugus
COOH dengan serapan melebar diakibatkan ikatan hidrogen secara
commit to user
Gambar 15(b) menunjukkan spekra FTIR 1,4- butanadiol dimana terdapat serapan kuat yang melebar pada 3344 dan 3331 cm-1 (uluran O-H) ikatan hidrogen secara
intermolekuler, serapan tajam pada 2939 dan 2872 cm-1 (uluran C-H) yang mengarah (uluran -CH2), serapan medium pada 1444 dan 1435 cm-1 (CH2 tekuk)
dan serapan tajam pada 1053 cm-1 (uluran C-O) mengindikasikan alkohol primer. Gambar 15(c) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 1 jam dimana terdapat serapan medium dan melebar di sekitar 3449 dan 3433 cm-1
(uluran O-H). Ester tidak berikatan hidrogen satu sama lain tetapi bisa berikatan hidrogen dengan molekul air (Wiley, 2006), sehingga serapan di atas muncul bisa diasumsikan karena adanya ikatan hidrogen ester dengan air yang masih tersisa pada produk akhir. Serapan medium pada 2959 dan 2903 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym), serapan tajam pada
1730 cm-1 (uluran C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester.
Terbentuknya ester akan menggeser bilangan gelombang karbonil asam ke bilangan gelombang yang lebih besar dan sebaliknya terbentuknya ester akan memperkecil bilangan gelombang dari gugus (C-O) (Silverstein,1991). Serapan medium dan tajam pada 1637 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, serapan ini juga terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar. Serapan medium pada 1437 cm-1 (CH2 tekuk). Pada gugus (
commit to user
36
Pergeseran bilangan gelombang menunjukkan terjadi reaksi kimia antara kedua monomer dan membentuk poli(butilen itakonat).
Gambar 12. Spektra FTIR (a) asam itakonat (b) 1,4 butanadiol, poli(butilen itakonat) (c) 1 jam; (d) 1,5 jam; (e) 2 jam; (f) 2,5 jam dan (g) 3 jam Gambar 12(d) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 1,5 jam
dimana terdapat serapan medium dan melebar di sekitar 3437 cm-1 (uluran O-H), serapan medium pada 2959 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang
commit to user
37
C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester yang diperkuat dengan adanya serapan pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O), serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh dan serapan medium pada
1437 cm-1 (CH2 tekuk). Terjadi pergeseran bilangan gelombang( uluran C=O) ke
arah yang lebih kecil dimungkinkan karena adanya efek sterik gugus tak jenuh yang bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih besar. Serapan lemah pada 738 cm-1 (rocking -CH2-).
Gambar 12(e) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 2 jam dimana terdapat serapan medium tetapi melebar di sekitar 3530 dan 3454 cm-1
(uluran O-H) terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar tetapi intensitas dari gugus tersebut berkurang jika dibandingkan dengan
poli(butilen itakonat) 1 dan 1,5 jam hal itu menunjukkan berkurangnya ikatan hidrogen dengan air yang merupakan hasil samping dari reaksi. Serapan medium pada 2959 dan 2901 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah
(uluran CH2 sym dan asym) bilangan gelombang tidak mengalami pergeseran
tetapi intensitas dari gugus meningkat. Serapan tajam pada 1732 cm-1 ( uluran C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus ester yang diperkuat dengan adanya serapan medium pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O), serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, tidak terjadi pergeseran bilangan gelombang tetapi intensitas dari gugus meningkat dan
serapan medium pada 1465,1450 dan 1421 cm-1 (CH2 tekuk). Serapan lemah pada
741 cm-1 (rocking -CH2-) terlihat adanya peningkatan intensitas ketajaman jika
dibandingkan dengan poliester sebelumnya.
Gambar 12(f) menunjukkan spektra FT-IR poli(butilen itakonat) 2,5 jam dimana terdapat serapan lemah dan melebar pada daerah sekitar 3530, 3508 dan 3452 cm-1 (uluran O-H) terlihat adanya penurunan intensitas gugus dibandingkan
dengan poliester sebelumnya menunjukkan air semakin berkurang dalam produk. Serapan medium pada 2959 dan 2901 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym) bilangan gelombang tidak mengalami
commit to user
38
medium pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O), serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, tidak terjadi pergeseran bilangan gelombang tetapi intensitas dari gugus lebih meningkat dibandingkan
dengan poliester sebelumnya, serapan medium pada 1467,1450 dan 1421 cm-1 (CH2 tekuk) dan serapan lemah pada 741 cm-1 (rocking -CH2-).
Gambar 12(g) menunjukkan spektra FT-IR poli(butilen itakonat) 3 jam dimana terdapat serapan lemah dan melebar pada daerah sekitar 3539, 3522 dan 3458 cm-1. Serapan medium pada 2959, 2901 dan 2858 cm-1 (uluran C-H) dari senyawa alifatik yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym) bilangan gelombang
tidak mengalami pergeseran tetapi intensitas dari gugus meningkat. Serapan tajam pada 1728 dan 1717 cm-1 ( uluran C=O) yang menunjukkan terbentuknya gugus
ester, serapan medium pada 1639 cm-1 (uluran C=C) menunjukkan adanya gugus tidak jenuh, serapan medium pada 1467,1450 dan 1421 cm-1 (CH2 tekuk), serapan
medium pada 1188 dan 1151 cm-1 (uluran C-O) terlihat adanya peningkatan
intensitas ketajaman gugus dibandingkan dengan poliester sebelumnya dan serapan lemah pada 742 cm-1 (rocking -CH2-).
Gambar 13(a) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) 3 jam yang sudah dibahas sebelumnya. Gambar 13(b) menunjukkan spektra FTIR DVB dimana terdapat serapan tajam di sekitar 3087 cm-1 (C-H aromatik), serapan lemah dan tajam pada 3008 cm-1 (C-H vinil), serapan tajam pada 1627 cm-1 ( uluran
C=C), serapan tajam di sekitar 995-619 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatik dan serapan tajam pada 1597 cm-1 (C=C aromatik terkonjugasi). Gambar 13(c) menunjukkan spektra FTIR poli(butilen itakonat) dengan DVB 10% dimana terdapat serapan medium dan melebar pada 3445 cm-1 (Uluran O-H) terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih kecil jika dibandingkan dengan poli(butilen itakonat) 3 jam. Adapun serapan gugus OH pada kopolimer
dihasilkan oleh gugus OH pada ujung rantai, dimana pada setiap rantai kopolimer terdapat dua gugus OH (Hasan, 2005), serapan lemah pada 3109 cm-1 (C-H aromatik), serapan medium pada 2961 cm-1 (uluran C-H) yang mengarah (uluran CH2 sym dan asym) dari senyawa alifatik terjadi kenaikan bilangan
commit to user
39
pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar, serapan medium tetapi tajam pada 1637 cm-1 (C=C) terlihat mengalami penurunan intensitas ketajaman yang menunjukkan ikatan rangkap (C=C) berkurang karena telah bereaksi dengan
gugus vinil dari DVB, adanya serapan overlap gugus (C=C) pada poli(butilen itakonat) dengan gugus (C=C) pada DVB (Scott, 2002). Serapan lemah pada 1508 cm-1 ( C=C ulur pada rantai benzena), serapan medium pada 1186 dan 1153 cm-1 (uluran C-O) terlihat mengalami pergeseran bilangan gelombang dan serapan lemah pada 742 cm-1 (C-H aromatik bending) (Tawfik, 2002).
commit to user
40
Gambar 13(d), 13(e) dan 13(f) terdapat serapan medium dan melebar yang menunjukkan (uluran O-H) terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang dan penurunan intensitas, spektra terlihat semakin melebar yang menunjukkan
ikatan hidrogennya berkurang. Perubahan spektra diatas tidak terlihat jelas yang menunjukkan terjadinya proses blending secara fisika.
2. Viskositas Intrinsik
Viskositas intrinsik dari poli(butilen itakonat) dicari dengan cara
spesifik/[ poli(butilen itakonat)] sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x. Viskositas intrinsik paling bermanfaat dan mudah dipakai
karena bisa dihubungkan ke berat molekul. Viskositas intrinsik diperoleh dari nilai intercept yang ditunjukkan Gambar 14. Viskositas intrinsik poli(butilen itakonat) 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam dan 3 jam masing-masing sebesar 0,102
dL/g; 0,118 dL/g; 0,081 dL/g; 0,057 dL/g dan 0,147 dL/g. Gambar 14 menunjukkan bahwa semakin lama waktu polimerisasi maka semakin tinggi nilai viskositas intrinsik tetapi ada penyimpangan pada data 2 jam dan 2,5 jam yang mengalami penurunan. Penurunan viskositas intrinsik ini disebabkan salah satunya oleh faktor percabangan. Suatu polimer yang lebih bercabang, volume hidrodinamiknya akan menjadi lebih rendah dan tingkat pembelitannya lebih
rendah pada suatu berat molekul tertentu. Oleh karena itu, bisa dibuat observasi umum bahwa viskositas lebih tinggi pada polimer-polimer linier daripada
polimer-polimer bercabang pada suatu laju geser dan berat molekul tertentu. Faktor yang mempengarui aliran selain percabangan yaitu solvasi molekul-molekul polimer dan hadirnya rangkaian alternasi atau blok dalam rangka polimer (Sopyan, 2001). Proses pengadukan yang kurang sempurna selama polimerisasi
juga dapat mempengaruhi penurunan laju dan bobot molekul hal itu disebabkan adanya pengurangan mobilitas ujung-ujung rantai yang reaktif akibatnya
commit to user
41
Gambar 14. Grafik viskositas intrinsik poli(butilen itakonat)
3. Bilangan Asam
Bilangan asam merupakan sebuah ukuran jumlah asam yang ada pada polimer yang ditentukan melalui metode titrimetri yang dapat diketahui dari milligram KOH/NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 g sampel
menggunakan indikator fenoftalein (Mohammadnia, 2012). Bilangan asam adalah konsentrasi total kelompok karboksilat. Penurunan bilangan asam berhubungan
dengan hilangnya kelompok karboksilat dari sisa asam itakonat. Kemungkinan interaksi intramolekuler ketika monomer tergabung dalam pertumbuhan rantai polimer (Larez, 2002). Tujuan umum dari resin poliester tak jenuh adalah dikondensasi untuk mendapatkan bilangan asam sekitar 50 mg/ g resin ( Fink,
commit to user
42
Gambar 15. Grafik t sintesis vs Bilangan Asam
Gambar 15 menunjukkan bilangan asam yang semakin lama waktu
sintesisnya semakin terjadi penurunan. Hal ini menandakan bahwa semakin lama waktu sintesis reaksinya menjadi semakin sempurna. Bilangan asam berpengaruh terhadap produk akhir dari poliester, polimer yang mengandung bilangan asam tinggi akan berpengaruh terhadap sifat fisiknya yaitu akan menjadikan polimer tersebut rapuh. Pengukuran bilangan asam hanya dilakukan pada poliester awal yaitu poliester asam itakonat dengan 1,4 butanadiol. Hal ini disebabkan karena
penentuan bilangan asam menurut Marengo et al. (2004) sampel dilarutkan pada campuran n-butanol/toluen dengan perbandingan 1:1, tetapi dalam penelitian ini memakai etanol/toluen 1:1. Sampel poliester dengan DVB sudah tidak bisa larut pada pelarut tersebut yang disebabkan sudah terbentuk ikatan silang dengan DVB, sehingga tidak dilakukan uji penentuan bilangan asam.
4. Analisis Termal Menggunakan TG-DTA
Uji termal dengan menggunakan TG-DTA dilakukan pada sampel poli(butilen itakonat) 1 jam, 2 jam, 3 jam dan poli(butilen itakonat) dengan DVB
commit to user
43 a. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 1 jam
Berdasarkan termogram TG-DTA (Gambar 16), secara umum diperoleh 3
perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu antara 30-205 ºC (kurva miring I), suhu antara 205-420 ºC (kurva miring II) dan suhu antara 420-600 ºC (kurva miring III).
Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 3 % secara endotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi pelelehan. Pada kurva miring II menunjukkan gugus
ester dari poli(butilen itakonat) mengalami degradasi melalui dekomposisi rantai polimer secara endotermis. Pada tahap ini poliester mengalami transisi pelelehan.
Gambar 17. Menggambarkan terjadinya pemutusan rantai ester melalui transfer (+H) ke atom oksigen, yang merupakan hasil dari esterifikasi dengan 1,4 butanadiol dan menghasilkan asam karboksilat serta alkena (Brioude, 2007). Pada
kurva III menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 9 % melalui degradasi rantai secara menyeluruh .
commit to user
Gambar 17. Mekanisme dekomposisi poli(butilen itakonat)
b. Uji TG-DTA poli(butilen itakonat) 2 jam
Berdasarkan termogram TG-DTA (Gambar 18), secara umum diperoleh 3 perubahan kurva yang menunjukkan adanya perubahan massa dan panas reaksi, yaitu: suhu antara 30-197 ºC (kurva miring I), suhu antara 197-394 ºC (kurva
miring II) dan suhu antara 394-600 ºC (kurva miring III).
Kurva miring I menunjukkan terjadi penurunan berat sebesar 4 % secara endotermis. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika dan kimia berupa pelepasan H2O serta mengalami transisi pelelehan. Kurva miring II menunjukkan terjadi
degradasi rantai poli(butilen itakonat) melalui dekomposisi secara eksotermis.