• Tidak ada hasil yang ditemukan

VERSI SERIAL TV BBC TESIS Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Penerjemahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "VERSI SERIAL TV BBC TESIS Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Penerjemahan"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS TEKNIK, METODE, DAN IDEOLOGI PENERJEMAHAN DALAM SUBTITLE FILM JANE EYRE

VERSI SERIAL TV BBC

TESIS

Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik

Minat Utama Linguistik Penerjemahan

Oleh: Prima Purbasari

S130809011

Program Studi Linguistik Minat Utama Penerjemahan Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Prima Purbasari NIM : S130809011

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Analisis Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan dalam Subtitle Film Jane Eyre Versi Serial TV BBC” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya yang terdapat dalam tesis ini diberi tanda citasi dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari pernyataan saya tersebut terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang diperoleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 12 Desember 2011 Yang membuat pernyataan,

Prima Purbasari

(4)

PERSEMBAHAN

Mama dan Ayah, Adek-Adekku, Sahabat-Sahabat,

Terima kasih untuk doa, supports, dan bantuannya…

(5)

v MOTTO

Tak pernah terlambat untuk bermimpi

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil „alamin. Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas

petunjuk, bimbingan, serta pertolonganNYA sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.

Dengan tulus penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2. Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D, Ketua Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai pembimbing I yang telah menyediakan waktu, kemudahan, serta bimbingan dan saran dalam menyelesaikan tesis ini,

3. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed. Ph.D selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, kemudahan dan bimbingan serta sarannya selama proses penulisan tesis ini, 4. Semua dosen Program Pascasarjana UNS yang mengampu pada Program Linguistik

Minat Utama Penerjemahan,

5. Semua karyawan perpustakaan dan biro administrasi yang telah memberi bantuan demi kelancaran penulisan tesis ini,

6. Kedua orang tua (Drs. Dwi Priyo Basuki, M.Si dan Khuzaemah, S.Pd., M.M.) yang tak pernah letih dan lupa dalam memberikan doa, semangat, nasihat, dan dukungan;

(7)

vii

adik-adik (Priza dan Prizqi) yang juga ikut mendoakan dan menyemangati; serta segenap keluarga besar yang turut mendoakan.

7. Agustin Widiani dan Mas Bayu Budiharjo yang bersedia terlibat dan memberikan bantuan untuk penulisan tesis ini.

8. Rohmita Khoirun Nisaa‟ yang juga memberikan bantuan dan dukungan selama ini. 9. Sahabat-sahabat dan teman-teman LP 2009: Mita, Agustin, Mbak Ria, Mbak Beta, Bu

Titik, Bu Dewi, Reni, Mbak Fella, Mas Bayu, dan Mas Rahmat yang telah memberikan saran, semangat, inspirasi dan juga bantuan selama masa kuliah dan proses penulisan tesis, serta semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah dan selalu memberikan bantuan, inspirasi, semangat, dan doa kepada penulis.

Dalam kesempatan ini tidak ada yang bisa penulis sampaikan selain ucapan terima kasih yang tulus. Teriring doa semoga rahmat dan hidayah Allah SWT senantiasa tercurah kepada mereka atas kebaikan yang diberikan kepada penulis. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam studi penerjemahan.

Surakarta, Desember 2011

Prima Purbasari

(8)

ABSTRAK

Prima Purbasari. S130809011. 2011. Analisis Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan dalam Subtitle Film Jane Eyre Versi Serial TV BBC. Tesis. Pascasarjana Program Magister Linguistik, Minat Utama Penerjemahan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Pembimbing: (1) Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D. (2) Drs. Riyadi Santosa, M.Ed. Ph.D.

Film dapat menjadi daya tarik yang mendunia serta menjadi media edukasi bagi masyarakat di dunia, terutama bila dilengkapi dengan subtitle yang dapat menyalurkan pesan dari film tersebut. Namun, bahasa lisan perlu dibuat lebih ringkas ketika digunakan sebagai bahasa tertulis dalam subtitle sehingga timbul batasan-batasan tertentu yang dapat mempengaruhi keputusan penerjemah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan yang digunakan dalam subtitle film Jane Eyre versi serial televisi BBC, serta mendiskripsikan dampak penggunaannya terhadap kualitas subtitle dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability) serta keterbacaan (readability).

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, kualitatif terpancang untuk kasus tunggal. Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis sumber data. Sumber data pertama adalah dokumen yang berupa transkrip film Jane Eyre beserta teks terjemahannya (subtitle) dalam Bahasa Indonesia. Sumber data kedua berupa informasi yang didapat dari responden/rater. Pengumpulan data dilakukan melalui identifikasi teknik, metode, dan ideologi dengan pengkajian dokumen, penyebaran kuesioner dan wawancara mendalam. Pemilihan sampel data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Analisis dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Model analisis sesuai dengan model analisis etnografi yang diusulkan oleh Spradley.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 12 jenis teknik penerjemahan dari 685 teknik yang digunakan dalam menerjemahkan film Jane Eyre yang berupa teks audio dan visual. Berdasarkan frekuensi penggunaannya, secara berurutan teknik-teknik tersebut adalah: penerjemahan literal 156 (22, 77%), transposisi 137 (20%), kompresi linguistik 110 (16, 05%), padanan lazim 98 (14, 30%), amplifikasi linguistik 41 (5, 98%), amplifikasi 36 (5, 25%), reduksi 35 (5, 10%), modulasi 35 (5, 10%), partikularisasi 19 (2, 77%), peminjaman murni 9 (1, 31%), kalke 8 (1, 16%), dan generalisasi 1 (0, 14%). Berdasarkan teknik yang dominan muncul, penerjemah cenderung menggunakan metode penerjemahan komunikatif dengan ideologi domestikasi. Dampak dari penggunaan teknik, metode dan ideologi penerjemahan yang dipilih terhadap kualitas terjemahan ialah didapatkannya nilai overall quality 2, 82 dengan nilai rata-rata keakuratan terjemahan 2, 74, keberterimaan 2, 88 dan

(9)

ix

keterbacaan 2, 98. Hal ini mengindikasikan bahwa subtitle film ini memiliki kualitas keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang baik. Teknik yang paling banyak memberikan kontribusi positif terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik partikularisasi, peminjaman murni, kalke, dan generalisasi. Teknik penerjemahan yang paling banyak mengurangi tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik reduksi.

Sebagai salah satu jenis penerjemahan film yang berbeda dengan jenis penerjemahan lain karena adanya beberapa batasan tertentu, faktor-faktor legibility perlu diperhatikan dalam subtitling. Pilihan kata yang tepat serta bentuk yang sepadan dalam bahasa sasaran juga penting untuk diperhatikan karena makna dan kesan yang diterima pemirsa bisa berbeda dengan maksud penulis asli.

Kata Kunci: subtitle, subtitling, teknik penerjemahan, metode penerjemahan, ideologi penerjemahan, kualitas terjemahan, keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan.

(10)

ABSTRACT

Prima Purbasari. S130809011. 2011. Analisis Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan dalam Subtitle Film Jane Eyre Versi Serial TV BBC. Thesis. Postgraduate Program in Linguistic, Majoring in Translation Studies. Sebelas Maret University. Surakarta. Thesis Advisor: (1) Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D. (2) Drs. Riyadi Santosa, M.Ed. Ph.D.

Beside becoming a world-wide attraction, film can also be a means of education especially if subtitle is provided. However, spoken language is needed to be summarized when it is used as a written language in subtitling. Therefore, certain rules occur and it may affect the translator‟s decision. The aims of this research are to case. It involves two kinds of data sources. The first data source is the film transcript of Jane Eyre and its subtitle in Indonesian. The second data source is the information collected from respondents/rater. Techniques of collecting data are document analysis, questionnaire distribution, and in-depth interview. Purposive sampling is applied in this research. During the data collection process, the analysis is also conducted. The model of analysis is ethnographic analysis.

The research findings show that there are 12 kinds of translation techniques from 685 techniques applied in translating the audio and visual text of Jane Eyre. Based on the frequencies, the techniques are literal translation 156 (22, 77%), transposition 137 (20%), linguistic compression 110 (16, 05%), established equivalent 98 (14, 30%), linguistic amplification 41 (5, 98%), amplification 36 (5, 25%), reduction 35 (5, 10%), modulation 35 (5, 10%), particularization 19 (2, 77%), pure borrowing 9 (1, 31%), calque 8 (1, 16%), and generalization 1 (0, 14%). Based on the dominant techniques that occur, the translator tends to use communicative translation method and domestication as the ideology. Then, the impact of the application of those translation techniques, method, and ideology toward the translation quality is the overall quality score 2, 82 with the average score of accuracy 2, 74, acceptability 2, 88, and readability 2, 98. These indicate that the subtitle has a good quality. The translation techniques which give the most positive contribution for the translation quality are particularization, pure borrowing, calque, and generalization. The technique which gives the most negative contribution is reduction.

(11)

xi

In subtitling, legibility factors are important to be noticed and taken into consideration. The appropriate choice of words and equivalent forms in target language are also important to be concerned because the meaning and impression received by the audience may be different with the writer‟s intention.

Keywords: subtitle, subtitling, translation technique, translation method, translation ideology, translation quality, accuracy, acceptability and readabilit

(12)

DAFTAR ISI

(13)

xiii

1.6. Kualitas Terjemahan ... 23

2. Film... ... 26

3. Subtitling ... 27

3.1. Subtitling Sebagai Penerjemahan Audiovisual ... 27

3.2. Jenis-Jenis Subtitling ... 30

C. Teknik Pengumpulan Data ... 44

D. Teknik Cuplikan ... 48 1. Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan ... 55

(14)

11. Kalke ... 71

12. Generalisasi ... 72

1.2. Metode Penerjemahan ... 73

1.3. Ideologi Penerjemahan ... 76

2. Kualitas Subtitle Film Jane Eyre ... 76 1. Dampak Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan terhadap Kualitas Subtitle Film Jane Eyre ... 98

a. Dampak Teknik Penerjemahan terhadap Kualitas Terjemahan ... 100

1. Penerjemahan Literal ... 102

b. Dampak Metode Penerjemahan terhadap Kualitas Terjemahan ... 112

c. Dampak Ideologi Penerjemahan terhadap Kualitas Terjemahan ... 118

(15)

xv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 123 B. Saran ... 125 DAFTAR PUSTAKA ... 127

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram V Newmark ... 19

Gambar 2. Diagram Kerangka Pikir... 40

Gambar 3. Skema Trianggulasi Data ... 50

Gambar 4. Skema Trianggulasi Metode... 51

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skala Penilaian Keakuratan ... 46

Tabel 2. Skala Penilaian Keberterimaan ... 47

Tabel 3. Skala Penilaian Keterbacaan ... 47

Tabel 4. Contoh Identifikasi Teknik Penerjemahan ... 52

Tabel 5. Contoh Analisis Komponen ... 53

Tabel 6. Teknik-Teknik Penerjemahan dalam Subtitle film Jane Eyre ... 56

Tabel 7. Contoh Penggunaan Teknik Penerjemahan Literal ... 57

Tabel 8. Contoh Penggunaan Teknik Transposisi... 58

Tabel 9. Contoh Penggunaan Teknik Kompresi Linguistik ... 59

Tabel 10. Contoh Penggunaan Teknik Padanan Lazim ... 60

Tabel 11. Contoh Penggunaan Teknik Amplifikasi Linguistik ... 63

Tabel 12. Contoh Penggunaan Teknik Amplifikasi ... 64

Tabel 13. Contoh Penggunaan Teknik Reduksi ... 65

Tabel 14. Contoh Penggunaan Teknik Modulasi ... 67

Tabel 15. Contoh Penggunaan Teknik Partikularisasi ... 69

Tabel 16. Contoh Penggunaan Teknik Peminjaman Murni ... 70

Tabel 17. Contoh Penggunaan Teknik Kalke ... 71

Tabel 18. Contoh Penggunaan Teknik Generalisasi ... 72

Tabel 19. Contoh Terjemahan Akurat ... 77

Tabel 20. Contoh Terjemahan Kurang Akurat ... 79

Tabel 21. Contoh Terjemahan Tidak Akurat ... 84

Tabel 22. Contoh Terjemahan Berterima ... 87

Tabel 23. Contoh Terjemahan Kurang Berterima ... 89

Tabel 24. Contoh Terjemahan Tidak Berterima ... 91

Tabel 25. Contoh Terjemahan yang Mudah Dipahami ... 95

Tabel 26. Contoh Terjemahan yang Agak Sulit Dipahami ... 98

Tabel 27. Teknik Penerjemahan dan Dampaknya terhadap Kualitas Terjemahan Subtitle film Jane Eyre ... 99

Tabel 28. Komponensial Teknik, Metode, Ideologi, dan Kualitas Subtitle Film Jane Eyre ... 130

Tabel 29. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kualitas Terjemahan Subtitle Film Jane Eyre ... 159

(18)

.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Komponensial Teknik, Metode, Ideologi, dan Kualitas Subtitle Film Jane Eyre.. ... 130 Lampiran 2. Tabel Rekapitulasi Hasil Penilaian Kualitas Terjemahan Subtitle Film

Jane Eyre. . ... 159

(19)

Analisis Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan dalam Subtitle Film Jane Eyre Versi Serial TV BBC

Prima Purbasari1

Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Esd.,M.A.,Ph.D2 Drs. Riyadi

Santosa, M.WEsd.,Ph.D3

ABSTRACT

2011. Thesis. Postgraduate Program in Linguistic, Majoring in Translation Studies. Sebelas Maret University. Surakarta. Thesis Advisor: (1) Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D. (2) Drs. Riyadi Santosa, M.Ed. Ph.D.

Beside becoming a world-wide attraction, film can also be a means of education especially if subtitle is provided. However, spoken language is needed to be summarized when it is used as a written language in subtitling. Therefore, certain rules occur and it may

affect the translator’s decision. The aims of this research are to

identify and describe the translation techniques, method and

ideology used in the subtitle of the BBC television series, Jane

Eyre and also to describe the subtitle’s quality as the impact of

techniques, method and ideology applied, in terms of accuracy, acceptability, and readability.

This research is a descriptive, qualitative research, and focuses on a single case. It involves two kinds of data sources. The first data

source is the film transcript of Jane Eyre and its subtitle in

Indonesian. The second data source is the information collected from respondents/rater. Techniques of collecting data are document analysis, questionnaire distribution, and in-depth interview. Purposive sampling is applied in this research. During the data collection process, the analysis is also conducted. The model of analysis is ethnographic analysis.

1

Mahasiswa Jurusan Program Studi Linguistik dengan NIM S130809011

2

Dosen Pembimbing I

3

Dosen Pembimbing II

The research findings show that there are 12 kinds of translation techniques from 685 techniques applied in translating the audio

and visual text of Jane Eyre. Based on the frequencies, the

techniques are literal translation 156 (22, 77%), transposition 137 (20%), linguistic compression 110 (16, 05%), established equivalent 98 (14, 30%), linguistic amplification 41 (5, 98%), amplification 36 (5, 25%), reduction 35 (5, 10%), modulation 35 (5, 10%), particularization 19 (2, 77%), pure borrowing 9 (1, 31%), calque 8 (1, 16%), and generalization 1 (0, 14%). Based on the dominant techniques that occur, the translator tends to use communicative translation method and domestication as the ideology. Then, the impact of the application of those translation techniques, method, and ideology toward the translation quality is the overall quality score 2, 82 with the average score of accuracy 2, 74, acceptability 2, 88, and readability 2, 98. These indicate that the subtitle has a good quality. The translation techniques which give the most positive contribution for the translation quality are particularization, pure borrowing, calque, and generalization. The technique which gives the most negative contribution is reduction. In subtitling, legibility factors are important to be noticed and taken into consideration. The appropriate choice of words and equivalent forms in target language are also important to be concerned because the meaning and impression received by the audience may be different with the writer’s intention.

Keywords: subtitle, subtitling, translation technique, translation

(20)

ANALISIS TEKNIK, METODE, DAN IDEOLOGI PENERJEMAHAN DALAM SUBTITLE FILM JANE EYRE

VERSI SERIAL TV BBC

Prima Purbasari1

Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Esd.,M.A.,Ph.D2 Drs. Riyadi

Santosa, M.WEsd.,Ph.D3

ABSTRAK

2011. Tesis. Pascasarjana Program Magister Linguistik, Minat Utama Penerjemahan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Pembimbing: (1) Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D. (2) Drs. Riyadi Santosa, M.Ed. Ph.D.

Film dapat menjadi daya tarik yang mendunia serta menjadi media edukasi bagi masyarakat di dunia, terutama bila dilengkapi dengan

subtitle yang dapat menyalurkan pesan dari film tersebut. Namun,

bahasa lisan perlu dibuat lebih ringkas ketika digunakan sebagai

bahasa tertulis dalam subtitle sehingga timbul batasan-batasan

tertentu yang dapat mempengaruhi keputusan penerjemah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan yang

digunakan dalam subtitle film Jane Eyre versi serial televisi BBC,

serta mendiskripsikan dampak penggunaannya terhadap kualitas

subtitle dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan

(acceptability) serta keterbacaan (readability).

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, kualitatif terpancang untuk kasus tunggal. Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis sumber data. Sumber data pertama adalah dokumen yang berupa transkrip

film Jane Eyre beserta teks terjemahannya (subtitle) dalam Bahasa

Indonesia. Sumber data kedua berupa informasi yang didapat dari responden/rater. Pengumpulan data dilakukan melalui identifikasi teknik, metode, dan ideologi dengan pengkajian dokumen,

1

Mahasiswa Jurusan Program Studi Linguistik dengan NIM S130809011

2

Dosen Pembimbing I

3

Dosen Pembimbing II

penyebaran kuesioner dan wawancara mendalam. Pemilihan

sampel data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Analisis

dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Model analisis sesuai dengan model analisis etnografi yang diusulkan oleh Spradley.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 12 jenis teknik penerjemahan

dari 685 teknik yang digunakan dalam menerjemahkan film Jane

Eyre yang berupa teks audio dan visual. Berdasarkan frekuensi

penggunaannya, secara berurutan teknik-teknik tersebut adalah: penerjemahan literal 156 (22, 77%), transposisi 137 (20%), kompresi linguistik 110 (16, 05%), padanan lazim 98 (14, 30%), amplifikasi linguistik 41 (5, 98%), amplifikasi 36 (5, 25%), reduksi 35 (5, 10%), modulasi 35 (5, 10%), partikularisasi 19 (2, 77%), peminjaman murni 9 (1, 31%), kalke 8 (1, 16%), dan generalisasi 1 (0, 14%). Berdasarkan teknik yang dominan muncul, penerjemah cenderung menggunakan metode penerjemahan komunikatif dengan ideologi domestikasi. Dampak dari penggunaan teknik, metode dan ideologi penerjemahan yang dipilih terhadap kualitas

terjemahan ialah didapatkannya nilai overall quality 2, 82 dengan

nilai rata-rata keakuratan terjemahan 2, 74, keberterimaan 2, 88

dan keterbacaan 2, 98. Hal ini mengindikasikan bahwa subtitle film

ini memiliki kualitas keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang baik. Teknik yang paling banyak memberikan kontribusi

positif terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan

keterbacaan terjemahan adalah teknik partikularisasi, peminjaman murni, kalke, dan generalisasi. Teknik penerjemahan yang paling banyak mengurangi tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik reduksi.

Sebagai salah satu jenis penerjemahan film yang berbeda dengan jenis penerjemahan lain karena adanya beberapa batasan tertentu,

faktor-faktor legibility perlu diperhatikan dalam subtitling. Pilihan

kata yang tepat serta bentuk yang sepadan dalam bahasa sasaran juga penting untuk diperhatikan karena makna dan kesan yang diterima pemirsa bisa berbeda dengan maksud penulis asli.

Kata Kunci: subtitle, subtitling, teknik penerjemahan, metode

(21)
(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Film telah menjadi alternatif yang menarik bagi sebagian besar masyarakat baik sebagai sarana hiburan maupun edukasi. Istilah film berasal dari photographic film (juga disebut dengan filmstock) yang dahulu digunakan sebagai alat untuk merekam dan menampilkan gambar-gambar yang bergerak. Film banyak dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk seni yang penting karena selain menghibur dan mendidik, film juga dapat memberikan pencerahan serta inspirasi bagi para penontonnya. Film diciptakan oleh atau berdasarkan budaya tertentu sehingga apa yang dihasilkan pun merupakan refleksi dari budaya tersebut. Film apapun dapat menjadi daya tarik yang mendunia serta menjadi media edukasi bagi masyarakat di seluruh dunia, terutama bila dilengkapi dengan dubbing (sulih suara) atau subtitle yang dapat menyediakan terjemahan dialog dalam film serta mampu menyalurkan pesan dari film tersebut. Melalui film, masyarakat dapat mengetahui dan memahami budaya-budaya negara lain. Hingga saat ini, budaya tetap menjadi isu yang hangat untuk diperbincangkan. Dengan melihat budaya lain melalui film, masyarakat dapat memperkaya pengetahuan mereka akan budaya serta diharapkan mampu melihat perspektif lain dari hal yang sama, pun dengan pandangan yang berbeda dan hal ini dapat terwujud melalui bantuan dubbing atau subtitle, salah satu jenis penerjemahan.

(23)

Terdapat dua pendekatan dasar ketika melakukan transfer dialog lisan suatu program dari satu bahasa ke bahasa yang lain, baik hasil akhirnya berupa lisan seperti produksi aslinya ataupun ditransformasikan menjadi teks tulis. Jika pendekatan pertama yang dikehendaki, maka prosesnya disebut sebagai dubbing dan disebut dengan subtitling jika pilihan kedua yang digunakan (Cintas, 2009). Karena faktor ekonomis, memerlukan lebih sedikit biaya dibandingkan dubbing, subtitling menjadi pilihan yang bijak bagi pihak-pihak yang bekerja dalam bisnis film. Subtitling pun lebih sering digunakan daripada dubbing, namun hal ini bukan berarti bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam kegiatan subtitling lebih sedikit. Umumnya, sesuai pernyataan O’Connell (2007), orang dapat berbicara lebih cepat dibandingkan saat membaca, yang mengakibatkan perlunya bahasa lisan dibuat lebih ringkas ketika akan digunakan sebagai bahasa tertulis dalam subtitle. Hal ini menyebabkan timbulnya space dan time constraint atau batasan tempat dan waktu yang dapat mempengaruhi keputusan penerjemah. Batasan tempat timbul seiring terbatasnya jumlah tempat yang disediakan untuk subtitle. Faktor ini memiliki pengaruh terhadap pemilihan kata, lebih luas lagi; berpengaruh terhadap kualitas hasil terjemahan subtitle. Selain itu, sebagai suatu kesatuan, unsur-unsur lain yang terdapat dalam film semisal intonasi, gerak tubuh, maupun unsur non verbal lainnya harus tetap diperhatikan dan dijadikan pertimbangan untuk pengambilan keputusan ketika menerjemahkan. Faktor perbedaan budaya juga menjadi kendala tersendiri bagi seorang penerjemah film.

Adanya suatu anggapan bahwa negara yang kaya cenderung memakai dubbing dalam menerjemahkan film atau program televisi sedangkan

(24)

negara miskin lebih memilih untuk menggunakan subtitling tidaklah tepat untuk dikatakan saat ini karena terdapat beberapa faktor lain yang ikut mempengaruhi pilihan maupun tingkat intensitas penggunaan dubbing atau subtitling. Faktor-faktor yang juga merupakan tren baru tersebut adalah biaya dan waktu yang tersedia, jenis atau genre program, status bahasa sumber dan bahasa target (sebagai bahasa internasional, bahasa utama atau bahasa minoritas misalnya), serta hubungan yang ada di antara faktor-faktor tersebut (O’Connell, 2007). Di Indonesia, sebagai contoh, tingginya minat terhadap film-film berbahasa asing dapat dilihat dari ramainya pengunjung bioskop-bioskop yang seringkali menampilkan film-film berbahasa Inggris terbaru dan maraknya tempat persewaan film yang menyediakan berbagai film berbahasa asing lainnya baik dalam bentuk VCD ataupun DVD. Hal ini meningkatkan minat terhadap subtitling. Banyaknya film-film maupun program-program televisi (yang bahasa sumbernya mayoritas adalah Bahasa Inggris) yang didistribusikan ke Indonesia dalam selang waktu yang relatif cepat antara film yang satu dengan lainnya membuat subtitling menjadi pilihan yang tepat untuk penerjemahan film meskipun dubbing juga tetap digunakan untuk genre-genre acara televisi tertentu, serial televisi untuk anak-anak misalnya.

(25)

dijumpai di berbagai rental film. Serial ini dibuat berdasarkan sebuh novel karya Charlotte Bronte yang diterbitkan pada tahun 1847. Novel dengan judul yang sama ini telah diadaptasi ke dalam berbagai film bisu, film televisi, layar lebar, drama musikal, pertunjukan radio, dan berbagai karya literatur. Menurut Wikipedia; terdapat 7 film bisu antara tahun 1910-1926, 11 film layar lebar sekitar tahun 1934-2011, 9 pertunjukan musikal dari 1994 hingga 2009, sebuah pertunjukan radio pada tahun 1943, 9 serial atau film televisi di tahun 1952-2006, sebuah graphic novel di tahun 2003 berjudul Jane Eyre: The Graphic Novel, dan 20 karya literatur yang diterbitkan dari tahun 1938 sampai 2010. Di Indonesia sendiri, novel Jane Eyre dicetak kembali pada tahun 2011. Ini menunjukkan besarnya minat para penikmat novel maupun film karya Bronte sehingga mendorong para pembuat film, produser-produser maupun kelompok atau individu-individu lainnya untuk memproduksi berbagai bentuk hiburan yang terinspirasi oleh novel Jane Eyre ini. Dinilai sebagai sebuah bentuk adaptasi yang berhasil, miniseri berjudul sama yang ditayangkan BBC One di Inggris pada tahun 2006 yang menjadi obyek bahasan dalam penelitian ini telah meraih critical acclaim serta nominasi-nominasi bergengsi dari berbagai acara penghargaan. Penayangan serial televisi Jane Eyre produksi BBC di luar Inggris sendiri yaitu Amerika, Spanyol dan Portugal, menurut situs Wikipedia telah menarik minat banyak penonton. Di Spanyol contohnya, serial ini memiliki sekitar 17,7% pemirsa dari total pemirsa televisi Spanyol. Hal inilah yang juga menarik minat penulis untuk menjadikan salah satu film televisi hasil adaptasi novel Jane Eyre sebagai obyek penelitian.

(26)

Beberapa penelitian mengenai subtitle atau teks terjemahan film telah dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah penelitian dengan judul “Kajian

Terjemahan Tindak Ilokusi Ekspresif Dalam Teks Terjemahan Film American Beauty” oleh Adventina Putrianti pada tahun 2007. Penelitian terkait lainnya dilakukan oleh Asrofin Nur Kholilah dalam tesisnya yang berjudul “Analisis

(27)

penerapannya terhadap kualitas subtitle, merujuk pada penelitian kedua yang dilakukan oleh Kholifah (2010), penelitian ini dapat disebut berbeda karena mengkaji metode serta ideologi yang digunakan oleh penerjemah. Secara ringkas, gap yang ada antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. jenis-jenis teknik, metode, dan ideologi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam subtitle film.

2. dampak teknik, metode, dan ideologi penerjemahan tersebut terhadap kualitas subtitle yang dihasilkan.

B. Pembatasan Masalah

Dengan tujuan untuk membuat tesis ini lebih terarah dan fokus, perlu diketahui bahwa penulis hanya mengkaji subtitle yang terdapat dalam film Jane Eyre versi serial televisi yang diproduksi oleh stasiun televisi Inggris BBC One tahun 2006 versi VCD, bukan dalam bentuk film bioskop maupun DVD. Mini seri ini terdiri dari empat episode yang masing-masing episodenya memiliki durasi tayang rata-rata 50 menit. Dalam hal ini, hanya episode pertama yang dipilih sebagai data karena selain panjang durasi yang sama antar tiap episode, episode awal adalah episode penting yang memberikan gambaran mengenai latar belakang Jane Eyre, tokoh utama serial ini. Data yang dianalisis berupa dialog; satuan lingual yang terdiri atas kata, frasa, klausa, dan kalimat yang mengandung teknik penerjemahan, maupun unsur lain dalam bentuk tertulis yang merupakan bagian dari serial televisi tersebut. Karena penelitian ini berfokus pada subtitling atau

(28)

penerjemahan film dari Bahasa Inggris sebagai bahasa sumber ke dalam Bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran maka dialog dalam bahasa lain, dalam hal ini dialog dalam Bahasa Prancis, tidak diikutsertakan dalam proses analisis.

C. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam proposal tesis ini dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Teknik, metode, dan ideologi penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam subtitle film Jane Eyre versi serial televisi BBC?

2. Bagaimana dampak teknik, metode, dan ideologi penerjemahan tersebut terhadap kualitas hasil terjemahan atau subtitle film Jane Eyre versi serial televisi BBC?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan-rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan proposal tesis ini adalah:

1. Mendeskripsikan teknik-teknik, metode, dan ideologi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam membuat subtitle film Jane Eyre versi serial televisi BBC.

(29)

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, tesis ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan terperinci kepada pembaca mengenai penerjemahan film atau subtitling, terutama penerjemahan film yang didistribusikan dalam bentuk VCD. Diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai mengenai teknik-teknik yang biasa digunakan dalam penerjemahan film serta informasi mengenai jenis metode dan ideologi yang kemungkinan besar cenderung sering digunakan dalam penerjemahan film.

Secara praktis, tesis ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi atau bahan pertimbangan bagi penulis-penulis lain, terutama yang berkecimpung di bidang terjemahan yang berniat membuat karya tulis mengenai kualitas karya terjemahan film atau subtitle maupun jenis penerjemahan audiovisual lainnya.

(30)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Teori 1. Penerjemahan

1.1. Pengertian Penerjemahan

Pada dasarnya, semua definisi yang ada mengenai istilah penerjemahan mengarah pada hal yang sama, yaitu bahwa yang disebut dengan penerjemahan adalah suatu upaya untuk mengalihkan pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Catford (1974: 20) memberikan gagasan mengenai penerjemahan sebagai penggantian suatu teks tertulis dalam suatu bahasa (BSu) dengan teks dalam bahasa lain (BSa) yang sepadan. Definisi yang diberikan oleh Catford ini masih sederhana, belum mencakup makna, pesan, maupun bentuk di dalam penerjemahan. Namun, Nida dan Taber (1969:12) menyatakan bahwa penerjemahan adalah menciptakan kembali makna dalam bahasa sasaran padanan alami yang paling mendekati pesan dalam bahasa sumber, pertama dalam makna dan kedua dalam gaya. House (2001) mengemukakan bahwa makna yang terkandung dalam suatu bentuk yang diterjemahkan (suatu unit linguistik) harus diberikan secara sepadan/ekuivalen dalam setiap terjemahannya dalam bahasa apapun. Dalam hal ini, Larson (1984) menjelaskan bahwa menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain. „Bentuk‟ yang dimaksud disini adalah bahasa, baik verbal maupun non-verbal.

(31)

Terkait hal ini, Munday (2001: 1) memberikan pengertian tersendiri tentang penerjemahan, yakni:

an act of communication which attempts to relay, across cultural linguistic boundaries, another act of communication which may have been intended for different purposes and different readers.

Melalui definisi ini, Munday menggolongkan penerjemahan sebagai tindak komunikasi yang berupaya menyampaikan pesan yang melintasi batasan linguistik dan budaya. Lebih jauh, tujuan dari penerjemahan itu sendiri bisa berbeda-beda sebagaimana beragamnya pembaca. Terkait hal ini, bahasa merupakan unsur utama dalam bidang penerjemahan, dan karena bahasa adalah bagian dari kebudayaan maka penerjemahan tidak saja bisa dipahami sebagai pengalihan bentuk dan makna tetapi juga budaya (Hoed, 1992:80).

1.2. Proses Penerjemahan

Dalam melakukan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tentulah akan melalui sebuah proses. Begitupun dalam melakukan aktifitas penerjemahan akan terjadi proses penerjemahan. Proses penerjemahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah dalam memproses pengalihan informasi yang ada dalam bahasa sumber (BSu) kedalam bahasa sasaran (BSa).

Menurut Nida dan Taber (1969:33) penerjemahan merupakan proses yang kompleks karenanya penerjemahan berlangsung dalam tiga tahap yakni: A. Tahap analisis (analysis)

(32)

mengidentifikasi kata-kata sulit dan istilah teknis dari kalimat kompleks. Dalam tahap ini, penerjemah menganalisis teks BSu dalam hal hubungan gramatikal dan makna serta rangkaian kata-kata untuk memahami makna atau isi secara keseluruhan. Hal-hal yang dianalisis berupa aspek linguistik dan aspek ekstralinguistik. Unsur-unsur kebahasaan seperti unsur-unsur kata, struktur tata bahasa, dan konteks komunikasi termasuk dalam unsur linguistik. Unsur ekstralinguistik terkait dengan sosio budaya teks BSu yang merupakan bagian tak terpisahkan dari bahasa itu.

B. Pengalihan (transfer)

Setelah penerjemah benar-benar memahami makna yang terkandung dalam bahasa sumber dan juga struktur bahasa sumber, langkah berikutnya dalam proses penerjemahan adalah pengalihan makna. Pada tahapan ini penerjemah mulai menerjemahkan dalam pikiran dan dituliskan ke dalam BSa, mencari padanan kata yang tepat dari BSu ke dalam BSa. Pada tahap ini juga seorang penerjemah memutuskan ideologi mana yang akan digunakan (foreignization atau domestication), metode apa yang akan dipakai dan teknik apa yang akan diaplikasikan dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu keakuratan (accuracy), kewajaran (naturalness), dan keterbacaan (readability).

C. Penyelarasan (restructuring)

(33)

penerjemahan dengan kaidah dan pemikiran pembaca BSa dalam bentuk bahasa yang sewajar mungkin. Dalam tahapan ini seorang penerjemah membuat hasil terjemahannya yang luwes dan mudah dipahami agar pembaca tidak merasa seperti merasa membaca teks terjemahan. Beberapa penerjemah menyatakan bahwa tujuan dari restructuring adalah; mengecek penggunaan istilah-istilah teknis secara konsisten, meyakinkan struktur kalimat terjemahan dengan tata Bahasa Indonesia, dan mempertimbangkan apakah kalimat-kalimat kompleks seharusnya ditulis kembali menjadi kalimat yang lebih sederhana agar mudah dimengerti.

1.3. Teknik Penerjemahan

Ketika menerjemahkan, seorang penerjemah pasti mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah pada tataran unit bahasa yang kecil seperti kata, frasa atau kalimat. Istilah strategi penerjemahan sering digunakan, padahal strategi ini terwujud dalam teknik penerjemahan yang terlihat pada produk atau hasil terjemahan. Untuk lebih memahami kedua istilah tersebut, Molina dan Albir (2002:508) memberikan definisi sebagai berikut:

strategies open the way to finding a suitable solution for translation unit. The solution will be materialized by using a particular technique. Therefore, strategies and techniques occupy different places in problem solving: strategies are part of the process, techniques affect the result. Molina dan Albir (2002: 509) mendefinisikan teknik penerjemahan sebagai prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan

(34)

lingual. Di bawah ini dikemukakan teknik penerjemahan versi Molina dan Albir (2002: 509-511):

a. Transposisi (Transposition)

Merupakan teknik penggantian kategori tata bahasa (gramatikal) BSu kedalam BSa yang dianggap lebih sesuai.

BSu : how hungry you are BSa : kau lapar sekali.

b. Modulasi (Modulation)

Dengan teknik ini, penerjemah mengubah sudut pandang, fokus, atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu.

BSu : she does the laundry BSa : ia tukang cuci kami.

c. Adaptasi (Adaptation)

Penggunaan teknik ini bertujuan untuk mengubah unsur budaya pada BSu ke dalam budaya BSa.

BSu : how’s Jefry?

BSa : bagaimana kabar Jupri?

d. Amplifikasi (Amplification)

(35)

BSu : you must change

BSa : kau harus ganti pakaian.

e. Peminjaman (Borrowing)

Borrowing merupakan teknik penerjemahan yang memungkinkan penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari BSu, peminjamannya bisa berupa peminjaman murni (pure borrowing) maupun peminjaman yang telah dinaturalisasikan (naturalized borrowing) baik dalam bentuk morfologi ataupun pengucapan yang disesuaikan dalam BSa.

1) Pure Borrowing

BSu : hotel BSa : hotel

2) Naturalized Borrowing

BSu : calculator BSa : kalkulator.

f. Kalke (Calque)

Teknik ini merujuk pada penerjemahan secara literal, baik kata maupun frasa dari BSu ke dalam BSa yang dapat berwujud leksikal atau struktural.

BSu : a smile

BSa : sebuah senyuman.

g. Kompensasi (Compensation)

(36)

BSu : enter, stranger, but take heed of what awaits the sin of greed

BSa : masuklah, orang asing, tetapi berhati-hatilah

terhadap dosa yang harus ditanggung orang serakah.

h. Penerjemahan Literal (Literal Translation)

Penerjemahan kata atau ekspresi dari BSu ke BSa secara kata per kata tetapi strukturnya sudah mengikuti aturan BSa.

BSu : look at his wings BSa : lihat sayapnya.

i. Kreasi Diskursif (Discursive Creation)

Teknik ini digunakan untuk menentukan padanan sementara untuk istilah yang maknanya tidak terduga dan keluar konteks. Teknik ini biasanya diterapkam untuk menerjemahkan judul buku atau film.

Contoh:

BSu : Shopaholic and Sister

BSa : Si Gila Belanja Punya Kakak.

j. Padanan Lazim (Established Equivalent)

Teknik penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim digunakan atau diakui baik dalam kamus atau penggunaan bahasa sehari-hari dalam BSa. BSu : afternoon, miss

(37)

k. Generalisasi (Generalization)

Dalam teknik ini penerjemah mengubah istilah asing yang bersifat khusus menjadi lebih dikenal dan umum dalam BSa.

BSu : flat BSa : apartemen

l. Partikularisasi (Particularization)

Teknik ini merupakan kebalikan dari generalisasi. Penjelasan yang lebih konkrit dan jelas lebih diutamakan oleh penerjemah dalam BSa, sementara itu dalam BSu hanya diberikan istilah umum saja.

BSu : it is upholstered with velvets and furs

BSa : perabotannya berlapis beludru dan bulu binatang.

m. Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification)

Teknik penambahan elemen-elemen linguistik dalam teks BSa agar lebih sesuai dan mudah dimengerti. Teknik ini biasa digunakan dalam consecutive interpreting dan dubbing (sulih suara).

BSu : but never here

BSa : tapi tak pernah kulihat di sini.

n. Kompresi Linguistik (Linguistic Compression)

Penerapan teknik ini dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik dalam teks BSa. Teknik ini biasa digunakan dalam simultaneous interpreting dan subtitling.

(38)

BSu : there’s still plenty of rooms BSa : masih banyak tempat

o. Reduksi (Reduction)

Teknik ini menekankan pada pemadatan teks dari BSu ke dalam BSa, merupakan kebalikan dari amplifikasi.

BSu : keep fighting spirit! BSa : bersemangatlah!

p. Substitusi (Substitution)

Teknik ini umumnya digunakan dalam pengalihbahasaan dengan cara mengubah unsur-unsur linguistik ke dalam paralinguistik (berhubungan dengan intonasi dan gerakan tubuh) atau sebaliknya.

BSu : he shakes his head (paralinguistik) BSa : dia tidak setuju

q. Variasi (Variation)

Dengan teknik ini penerjemah mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik, perubahan tona, gaya bahasa, dialek sosial, dan juga dialek geografis. Teknik ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan naskah drama dan cerita anak-anak.

(39)

r. Deskripsi (Description)

Penggantian istilah atau ungkapan dalam BSu baik dengan deskripsi bentuk atau fungsinya maupun keduanya.

Bsu: Panettone (I)

BSa: The traditional Italian cake eaten on New Year’s eve (E)

1.4. Metode Penerjemahan

Metode penerjemahan merupakan cara sebuah proses penerjemahan dilakukan sesuai tujuan penerjemah, yaitu opsi global yang berdampak pada teks bahasa sasaran secara keseluruhan atau konteks makro yang memberi pengertian bahwa metode tersebut telah ditentukan atau direncanakan sebelumnya (Molina dan Albir, 2002). Sebelum melakukan kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah harus memperhatikan karakteristik pembaca targetnya dan untuk keperluan apa hasil terjemahannya nanti, sehingga penerjemah bisa memutuskan metode apa yang akan digunakan dalam menerjemahkan suatu teks. Venuti (1995:20-21) menyimpulkan bahwa dalam konteks makro ada dua kecenderungan yang muncul mengenai bagaimana bentuk dan cara penerjemahan yang diinginkan masyarakat. Namun, dua kecenderungan ini menunjukkan perbedaan yang kuat, satu sisi meyakini bahwa terjemahan yang baik adalah yang dekat dengan budaya dan bahasa sumber (foreignizing atau foreignisasi), sementara yang lain meyakini bahwa terjemahan yang baik harus dekat dengan budaya dan bahasa sasaran (domestication atau domestikasi).

(40)

Sehubungan dengan ini, Newmark (1988:45) membagi metode penerjemahan menjadi 8 berdasarkan tujuan dan pertimbangan „untuk siapa‟ penerjemahan dilakukan. Empat dari delapan metode berorientasi pada BSu, dan empat yang lainnya berorientasi pada BSa. Kedelapan metode itu digambarkan dalam diagram yang disebut diagram V. Berikut adalah diagram yang dimaksud:

SL emphasis TL emphasis

word-for-word translation adaptation literal translation free translation

faithful translation idiomatic translation

semantic translation communicative translation

Gambar 1: Diagram V

Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai metode-metode tersebut. Metode no 1 - 4 adalah metode yang berorientasi pada bahasa sumber, sedangkan metode no 5 - 8 merupakan metode-metode yang berorientasi pada bahasa sasaran.

1. Penerjemahan Kata demi Kata (Word for Word Translation)

(41)

2. Penerjemahan Harfiah (Literal Translation)

Metode ini dilakukan dengan melakukan perubahan struktur kalimat pada BSa. Pada awalnya penerjemah menerjemahkan teks dalam BSu secara kata demi kata kemudian disesuaikan dengan susunan kata dalam BSa namun kata-kata maupun gaya bahasa dalam BSu masih dipertahankan.

3. Penerjemahan Setia (Faithful Translation)

Penerjemahan ini dilakukan untuk memproduksi makna kontekstual teks asli namun tetap mempertahankan aspek bentuk atau struktur gramatikal BSu sehingga pembaca masih dapat melihat kesetiaan pada segi bentuknya. Karena berpegang teguh pada makna dan tujuan teks BSu, maka hasil terjemahannya seringkali terasa kaku. Hoed (2006: 57) mengungkapkan bahwa metode ini dipergunakan untuk memperkenalkan metafora asing, ungkapan, dan istilah baru untuk mengisi kekosongan ungkapan dan istilah dalam BSa.

4. Penerjemahan Semantik (Semantic Translation)

Dibandingkan dengan penerjemahan setia, penerjemahan ini lebih luwes dan memperhatikan kaidah-kaidah BSa. Berdasarkan pernyataan yang diberikan oleh Newmark (1988: 46), penerjemahan semantik dilakukan dengan tetap mempertimbangkan unsur estetika dalam BSu dengan tetap memperhatikan makna.

5. Adaptasi (Adaptation)

(42)

konteks sosial, nama tokoh, tema, dan alur dari sebuah karya sastra dapat diubah sesuai dengan budaya BSa.

6. Penerjemahan Bebas (Free Translation)

Metode ini mengutamakan kesepadanan pesan teks BSu dengan pesan teks BSa namun seringkali tidak mempertimbangkan bentuk teks. Terjemahan yang dihasilkan bisa lebih panjang atau lebih pendek dari teks BSu karena penerjemahan bebas biasanya dilakukan dengan cara parafrase.

7. Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation)

Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mereproduksi pesan dalam BSu namun nuansa maknanya cenderung sedikit menyimpang jika dibandingkan dengan teks asli. Biasanya hal ini dilakukan melalui penggunaan kolokasi dan ungkapan idiomatik yang tidak terdapat dalam BSu.

8. Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation)

Metode ini menekankan pada efek yang ditimbulkan kepada pembacanya dengan menitikberatkan pada reproduksi makna kontekstual sehingga aspek kebahasaan maupun isinya langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Newmark (1988: 47) mengatakan bahwa

communicative translation attempts to render the exact contextual meaning of the original in such a way that both content and language are readily acceptable and comprehensible to the readership.

(43)

1.5. Ideologi Penerjemahan

Ideologi penerjemahan mendasari seorang penerjemah dalam melakukan kegiatan penerjemahan, termasuk pengambilan keputusan untuk teknik dan metode penerjemahan yang akan digunakan. Ideologi penerjemahan merupakan suatu kecenderungan terhadap salah satu dari dua kutub yang berlawanan, yaitu foreignisasi atau ideologi yang berorientasi pada bahasa sumber dan domestikasi, ideologi yang berorientasi pada bahasa sasaran (Venuti dalam Hoed, 2006). Shuttleworth dan Cowie dalam Yang (2010) memberikan pengertian bahwa:

domestication designates the type of translation in which a transparent, fluent style is adopted to minimize the strangeness of the foreign text for target language readers, while foreignization means a target text is produced which deliberately breaks target conventions by retaining something of the foreignness of the original.

(44)

ideologi domestikasi atau foreignisasi sepenuhnya merupakan hak penerjemah. Seperti yang dikemukakan oleh Hoed (2004) bahwa ideologi penerjemahan adalah prinsip atau keyakinan tentang „benar atau salah‟ dalam penerjemahan. Hal ini tentu saja bersifat sangat relatif dan berkaitan dengan faktor-faktor di luar proses penerjemahan. Pembaca sasaran dan tujuan suatu penerjemahan itu dilakukan menentukan „benar atau salahnya‟ suatu terjemahan. Demikian, dapat dikatakan bahwa seorang penerjemah yang menganut ideologi domestikasi cenderung mengusahakan keberterimaan dalam budaya dan bahasa sasaran dan cenderung menggunakan metode yang berorientasi pada bahasa sasaran. Sedangkan penerjemah dengan ideologi foreignisasi cenderung mempertahankan gaya penulis asli, sehingga lebih cenderung menggunakan metode penerjemahan yang menekankan pada budaya dan bahasa sumber.

1.6. Kualitas Terjemahan

(45)

Berikutnya, Nababan (2004) mengusulkan kajian kualitas terjemahan ini dikaitkan dengan tiga aspek, yakni tingkat keakuratan, tingkat keberterimaan, dan tingkat keterbacaan.

a. Keakuratan atau ketepatan (accuracy)

Istilah keakuratan (accuracy) dalam evaluasi penerjemahan sering digunakan untuk menyatakan sejauh mana terjemahan sesuai dengan teks aslinya (Shuttleworth & Cowie, 1997:3). Keakuratan merupakan kesesuaian atau ketepatan pesan yang disampaikan antara BSu dan BSa. Akurasi berhubungan erat dengan padanan. Hal yang menjadi prioritas dalam penerjemahan bukan kesejajaran formal (formal correspondence) tapi kesepadanan pesan (equivalence) antara teks BSu dan BSa. Demikian, yang lebih dipentingkan adalah penyampaian pesan secara sepadan (Hoed, 2006). Machali (2000:110) menyatakan bahwa ketepatan ini dapat dilihat dari aspek linguistik (struktur gramatika), semantik, dan pragmatik. Keakuratan (accuracy) tidak hanya dilihat dari ketepatan pemilihan kata, tetapi juga ketepatan gramatikal, kesepadanan makna, dan pragmatik.

b. Keberterimaan (acceptability)

Keberterimaan mengarah pada kelaziman dan kealamiahan teks terjemahan dalam BSa sesuai dengan kaidah dan norma kebahasaan pembaca BSa. Teks tersebut harus dapat diterima dan dipahami maksudnya oleh pembaca sasaran. Pembaca akan memahami makna yang terkandung dalam kalimat-kalimat yang membentuk suatu teks terjemahan dan kemudian mengaitkannya dengan konteks situasi teks tersebut. Istilah keberterimaan (acceptability) ini digunakan untuk menyatakan ketaatan terjemahan pada aturan linguistik dan norma tekstual

(46)

bahasa sasaran (Toury dalam Shuttleworth & Cowie, 1997:2). Toury memberikan gagasan bahwa suatu terjemahan akan menjadi adequate jika norma yang diikuti berasal dari budaya dan bahasa sumber, sedangkan terjemahan tersebut disebut berterima (acceptable) jika norma yang diikuti berasal dari budaya dan bahasa sasaran (dalam Munday, 2001).

c. Keterbacaan (readibility)

Keterbacaan (readibility), merujuk pada Sakri dalam Nababan (2003:62), merupakan derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dibaca dan dipahami maksudnya. Suatu teks terjemahan dapat dinilai mempunyai tingkat keterbacaan yang tinggi jika teks tersebut mudah dibaca dan pembaca dapat menangkap pesan yang disampaikan, terlepas dari masalah kesesuaian pesan tersebut dengan pesan yang terdapat dalam teks BSu. Dengan kata lain, pembaca berperan sebagai subjek yang menentukan tingkat keterbacaan sebuah teks.

(47)

warna huruf, penggunaan tanda baca, typeface serta waktu kemunculan teks. Readibility terkait dengan penyederhanaan kosakata dan struktur kalimat, penggabungan dialog-dialog pendek dan penghilangan, serta kecenderungan untuk menetralkan dialog atau ujaran yang tidak baku menjadi lebih jelas dan sesuai standart. Secara ringkas, readability lebih mengacu pada perubahan-perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam pengalihan informasi pada bahasa sumber agar dapat dipahami oleh pemirsa, sedangkan legibility berhubungan dengan penampilan (appearance) teks pada layar.

2. Film

Film sama seperti bangunan, buku, dan simfoni; artefak yang dibuat oleh manusia untuk kepentingan-kepentingan manusia itu sendiri (human purposes). Melalui sebuah film, kita disuguhi gambar-gambar yang bergerak, rangkaian gambar yang ditampilkan dengan cepat dan berurutan. Ada berbagai jenis film yang dapat dijumpai, seperti; dokumenter, fiksi, live-action, atau animasi.

(48)

genre tidak selalu berada pada jenis-jenis film tertentu. Para ahli setuju bahwa tidak ada patokan yang pasti untuk menentukan genre dari sebuah film.

Lebih jauh, konten atau isi sebuah film tidaklah muncul begitu saja, namun ada sebagai hasil dari proses produksi film; audiensi tidak membuat pilihan terhadap film secara sembarangan, tapi dengan keinginan untuk dihibur atau untuk mendapat inspirasi atau pencerahan melalui cara-cara tertentu; produser tidak sembarangan membuat film tetapi berdasar pada masukan-masukan yang diberikan audiensi. Bisa dikatakan, terdapat hubungan yang kompleks dan tak pasti antara film-film di era tertentu dan “masyarakat” yang ada di tempat film-film tersebut dibuat dan dikonsumsi. Film memang document cultural, namun apa yang didokumentasikan adalah hubungan kompleks antara pembaca, teks fiksi, penulis, dan budaya (Allen dan Gomery, 1985: 166).

3. Subtitling

3.1. Subtitling Sebagai Penerjemahan Audiovisual

Terdapat dua pendekatan dasar ketika melakukan transfer dialog lisan suatu program dari satu bahasa ke bahasa yang lain, baik hasil akhirnya berupa lisan seperti produksi aslinya ataupun ditransformasikan menjadi teks tulis. Jika pilihan pertama yang dikehendaki, maka bahasa asli digantikan oleh bahasa lain, bahasa target. Proses ini umumnya dikenal sebagai „revoicing‟. Penggantian

(49)

bahwa kebiasaan, kecondongan budaya, serta pertimbangan finansial telah menjadikan dubbing, subtitling, dan voiceover sebagai tiga jenis penerjemahan (audiovisual translation modes) yang paling sering atau lazim digunakan, namun bukan berarti bahwa ketiga jenis penerjemahan audiovisual tersebut adalah satu-satunya pilihan dalam industri ini. Penulis-penulis seperti Luyken et al. (1991) dan Díaz Cintas (1999) memberikan 10 jenis multilingual transfer yang berbeda dalam bidang komunikasi audiovisual. Namun, dikarenakan ketiga jenis penerjemahan audiovisual yang telah disebut sebelumnya merupakan jenis penerjemahan yang paling umum, maka hanya tiga audiovisual translation modes ini yang akan diberikan definisinya.

Suatu penerjemahan audiovisual dapat disebut dengan dubbing atau sulih suara ketika original soundtrack yang terdiri atas dialog para aktor dan aktris suatu film atau tayangan televisi digantikan dengan rekaman suara bahasa sasaran yang me-reproduksi pesan aslinya. Tentu saja harus dipastikan bahwa suara bahasa sasaran sudah sinkron dengan gerakan bibir para aktor dan aktris yang terlihat di layar hingga bisa membuat para pemirsanya percaya bahwa pemain-pemain film tersebut memang berbicara bahasa mereka, bahasa sasaran. Yang disebut dengan subtitling adalah penyajian teks tertulis yang biasanya terletak di bagian bawah layar yang bertujuan untuk menyampaikan dialog yang terdengar dari suatu program televisi atau film kedalam bahasa sasaran. Bukan hanya ucapan-ucapan yang terdengar saja, namun elemen-elemen linguistik lainnya, yaitu gambar-gambar visual seperti; selipan-selipan, huruf, graffiti, spanduk atau sejenisnya; maupun soundtrack (lagu-lagu, voices off) juga turut diterjemahkan.

(50)

Sedangkan yang dimaksud dengan voiceover adalah pengurangan tingkat volume suara yang terdengar dalam bahasa asli/bahasa sumber seminimal mungkin. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa terjemahan dialog lisan, yang sengaja dibuat terdengar lebih dominan dari suara dialog asli, dapat terdengar dengan baik oleh penonton dalam bahasa sasaran. Umumnya penonton diberi kesempatan untuk mendengar dialog dalam bahasa sumber selama beberapa detik pertama sebelum volume suara dikurangi dan dialog terjemahan terdengar lebih dominan. Rekaman dialog terjemahan berakhir beberapa detik sebelum dialog asli selesai diucapkan sehingga memungkinkan penonton untuk mendengar suara asli para aktor atau aktris dalam volume normal sekali lagi (Cintas, 2009: 4).

(51)

penerjemahan literatur, menyamakannya dengan „penerjemahan film bioskop‟ dan

„penerjemahan film‟ meskipun rasanya kurang tepat untuk menyamakan

penerjemahan audiovisual dengan penerjemahan film karena film hanyalah bagian kecil dari berbagai jenis program-program audiovisual yang seringkali diterjemahkan: seperti dokumenter, serial televisi, reality show, atau video game.

Film atau sinema merupakan sebuah refleksi suatu realitas, kehidupan nyata, namun film juga bisa merubah realitas tersebut dengan membentuk gambaran-gambaran maupun hal-hal klise tertentu dan membentuk persepsi para pemirsanya tentang dunia. Dengan wewenang yang diberikan sebagai bentuk tekanan dari media, maka tidaklah berlebihan untuk menyatakan bahwa audiovisual translation ialah media yang tidak hanya menyaring informasi tapi juga asumsi-asumsi serta nilai-nilai masyarakat tertentu yang kemudian ditransfer ke dalam budaya-budaya lain. Film dan produksi-produksi audiovisual lainnya merupakan satu dari piranti-piranti pokok yang menyampaikan kejadian sehari-hari, stereotip, dan isu-isu tentang kategori-kategori sosial. Dubbing, voiceover serta subtitling memungkinkan pandangan-pandangan tersebut untuk dapat diakses oleh audiensi.

3.2. Jenis-Jenis Subtitling

(52)

adalah contoh intralingual subtitling. Selain dipergunakan untuk membantu orang-orang yang mempunyai kesulitan dalam mendengar, subtitling jenis ini dapat pula bermanfaat bagi kelompok masyarakat minoritas lainnya; seperti para imigran, pengungsi, atau siswa asing yang dapat memanfaatkan jenis subtitle ini untuk meningkatkan kemampuan berbahasa mereka karena selain audio, program televisi tertentu juga menampilkan teks tertulisnya (Vanderplank dalam O‟connell

dalam Kuhiwczak dan Littau, 2007).

Subtitling memungkinkan trek suara asli bahasa sumber tetap muncul sehingga Danan (dalam Vanderplank dalam Kuhiwczak dan Littau, 2007) menyatakan bahwa secara tak langsung, interlingual subtitling turut andil dalam menciptakan serta meningkatkan ketertarikan terhadap penggunaan bahasa asing dan sekaligus minat terhadap budayanya. Subtitling acapkali menjadi pilihan bagi pemirsa dengan tingkat pendidikan yang bagus, terlebih bila mereka memiliki cukup pengetahuan tentang budaya dan bahasa sumber.

Sehubungan dengan hal ini, Gottlieb (1998) memberikan definisi mengenai kedua jenis subtitling dari sudut pandang linguistik sebagai berikut: a. Intralinguistik

(53)

b. Interlinguistik

Subtitling ini melibatkan dua bahasa, bahasa asli yang dituangkan ke dalam teks bahasa sasaran. Subtitling ini bersifat diagonal sebab penerjemah harus mentransfer informasi lisan dalam bahasa sumber dan kemudian dialihkan ke dalam bahasa sasaran sekaligus dalam bentuk teks sehingga terjadi perubahan mode dan bahasa.

Sedangkan secara teknis, (O‟Connell 2007) mengajukan dua jenis

subtitling, yaitu:

a. Closed Subtitling

Jenis subtitling ini ditampilkan dalam bentuk teletext yang sifatnya optional, yang berarti bahwa teks bisa ditampilkan atau dihilangkan sesuai dengan keinginan penonton atau pemirsanya. Subtitling ini umumnya digunakan untuk memfasilitasi penyandang tunga rungu dalam mendapatkan informasi. Pembuatan subtitle jenis ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan khusus penyandang tuna rungu dan memasukkan beberapa informasi tambahan sehingga subtitle ini cenderung berupa ringkasan dengan beberapa penjelasan.

b. Open Subtitling

(54)

oleh karena itu subtitling ini identik dengan interlingual translation, melibatkan dua bahasa.

3.3. Standardisasi Subtitling

Subtitling maupun dubbing dapat dianggap sebagai jenis penerjemahan film yang kompleks. Menurut Caillé (dalam Zatlin, 2005: 128), dubbing menempatkan penegasan khusus pada fonetik sedangkan penekanan khusus pada segi semantik dapat ditemui dalam subtitling. Sejumlah konvensi telah tercipta untuk memudahkan pemirsa dalam membaca subtitle. Umumnya, ketika dialog antara dua pembicara ditampilkan pada layar, tiap tuturan tertulisnya dapat dikenali dari garis pemisah dan tiap barisnya tertulis secara justified, bukan centered. Bay (dalam Zatlin, 2005: 133), menemukan sebuah keuntungan dalam memakai huruf miring atau italic untuk tuturan dari pembicara kedua. Dengan begini, pemirsanya lebih aware atau lebih mudah mengenali pergantian suara dalam dialog. Contoh yang diberikan adalah sebagai berikut:

“ - Why are you crying? - Because I want to!

(55)

Untuk lebih jelasnya, Karamitroglou (1998) memaparkan aturan-aturan dalam standarisasi subtitling yang mengacu pada panduan subtitling untuk produksi program televisi di Eropa berikut ini:

1. Posisi pada layar: Teks ditempatkan pada bagian bawah layar sehingga tidak menutupi gambar. Baris terendah setidaknya seperdua belas dari total tinggi layar. Posisi teks berada di tengah bagian bawah.

2. Untuk segmentasi dan panjang baris: penempatan baris seharusnya proporsional antara baris atas dan bawah serta diusahakan agar memiliki panjang yang sama karena pemirsa terbiasa dengan teks berbentuk segi empat daripada berbentuk segitiga.

3. Jumlah baris: jumlah yang diperbolehkan maksimal dua baris teks per tayang dan menempati paling tidak dua per dua belas dari total tinggi layar. Jika hanya terdiri dari satu baris, hendaknya diletakkan di bagian bawah.

4. Jumlah karakter per baris: masing-masing baris berjumlah tak lebih dari 35 karakter huruf dan tanda baca untuk meminimalkan reduksi pesan. Baris yang sampai melebihi 40 karakter akan mempengaruhi legibility teks karena kemungkinan besar ukuran font harus diperkecil.

5. Durasi: penonton atau pemirsa berusia 14-65 dari kalangan sosial menengah dan berpendidikan baik memiliki kemampuan membaca dengan kecepatan rata-rata 150-180 kata per menit yang berarti sekitar dua atau tiga kata per detik. Dengan demikian, teks dua baris terdiri dari 14-16 kata yang membutuhkan waktu setidaknya 5, 5 detik. Sementara

(56)

teks satu baris rata-rata terdiri dari 7-8 kata dan membutuhkan sekitar 3,5 detik per tayang.

6. Tanda baca: tanda titik dipergunakan di setiap akhir ujaran karakter atau aktor yang berbicara. Tanda tanya (?) dan seru (!) digunakan untuk menunjukkan pertanyaan dan perintah, seruan yang dikatakan oleh aktor. Sementara garis pemisah (-) diletakkan sebelum ujaran masing-masing aktor. Penanda ini umumnya digunakan untuk teks yang berbentuk dialog dan melibatkan lebih dari satu karakter atau aktor. Tanda garis miring (/) pun dapat digunakan untuk tujuan yang sama.

7. Bahasa lisan: idealnya, bahasa lisan diterjemahkan dengan gaya bahasa yang sama untuk mendapatkan efek yang sama, namun penggabungan kalimat atau ujaran perlu dihindari karena dapat mengganggu penonton atau pemirsa selama image reading.

8. Kategori faktor-faktor linguistik yang bisa dihilangkan:

a. padding expression, yaitu ekspresi yang hampir tidak memiliki muatan semantik dan kemunculannya bersifat fungsional untuk mempertahankan alur ujaran yang wajar. Contoh ekspresi ini antara lain; well, you know, as I say, dan sebagainya.

(57)

c. responsive expression seperti yes, no, ok, please, thanks, thank you, atau sorry bisa dihilangkan dengan asumsi bahwa ungkapan-ungkapan tersebut telah dikenal luas oleh sebagian besar masyarakat dunia.

3.4. Kendala dan Keterbatasan Subtitling

Banyak terdapat batasan-batasan dalam subtitling yang berikut ini secara ringkas dapat terangkum ke dalam empat batasan-batasan utama yang menjadi sebab atas timbulnya kesulitan-kesulitan tertentu, dalam hal sinkronisasi, bagi penerjemah subtitle (Hatim dan Mason, 1997):

1. Pergeseran mode dari bentuk lisan ke dalam bentuk tulisan. Ini mengakibatkan ciri-ciri tutur tertentu; seperti dialek tidak baku, intonasi, alih kode, dan turn-taking; secara otomatis tidak dapat ditunjukkan dalam bentuk tertulis bahasa sasaran.

2. Terikat oleh beberapa faktor yang telah ditentukan terkait dengan media atau saluran tempat pengalihan pesan tersebut berlangsung. Faktor-faktor ini adalah batasan jumlah spasi (umumnya maksimal 33 atau 40 spasi per baris dalam kasus tertentu, tak lebih dari dua baris setiap muncul pada layar) dan judul ditampilkan selama minimal dua detik dan maksimal tujuh detik.

(58)

melebihi normal dapat memberikan kesempatan lebih banyak atau waktu yang lebih lama bagi lawan bicara untuk menangkap maksud pembicara yang sesungguhnya. Sedangkan dalam subtitling, jumlah tuturan yang berlebihan ini justru dikurangi sehingga kesempatan untuk dapat lebih mudah memahami makna suatu tuturan pun menjadi berkurang. Tidak seperti bentuk komunikasi tertulis lainnya, subtitling tidak memungkinkan pembacanya untuk menelesuri kembali atau membaca ulang teks dalam memahami makna.

4. Keharusan untuk menyesuaikan dengan gambar visual. Audio dan gambar visual merupakan dua elemen yang tak terpisahkan dalam film sehingga koherensi antara subtitle dengan gambar-gambar bergerak pun harus tetap ada. Penyesuaian subtitle dengan gambar yang terdapat di layar ini menjadi suatu batasan yang menimbulkan permasalahan lain lagi.

4. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian mengenai subtitle atau teks terjemahan film telah dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah penelitian dengan judul “Kajian

Gambar

Gambar 4. Skema Trianggulasi Metode....................................................................
Gambar 1: Diagram V
gambar yang ditampilkan dengan cepat dan berurutan. Ada berbagai jenis film
gambar visual merupakan dua elemen yang tak terpisahkan dalam film
+7

Referensi

Dokumen terkait

dalam pengelolaan sumber daya yang dilakukan United Tractors di. Samarinda -

Pemerintah, pemerintah daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah melakukan pengelolaan sumber daya bantuan bencana sebagaimana

Penelitian yoghurt umbi ganyong ini menggunakan susu skim sebagai sumber laktosa, yang mana susu skim yang akan digunakan dengan perbandingan konsentrasi yang

Namun untuk sementara mereka tidak dapat berbuat banyak menghadapi kekuatan Karangasem Bali yang berada di Lombok Setelah Mataram sah sebagai pemegang kekuasaan utama di

Pertemuan 3 : Peserta didik mampu membuat sebuah peta Indonesia dan menentukan jenis budaya Indonesia pada peta tersebut dengan baik dan benar secara

Pada tanggal yang sama Perusahaan telah menandatangani Perjanjian Hutang Piutang dengan BSU (Anak Perusahaan) atas pengalihan piutang dari AIL dengan nilai Rp 73.243.248.000,

Although the Hotelling's T2 control chart can accurately depict the out of control condition, it lacks the ability to detect which characteristic(s) is

Proceedings of the International Conference on 'Cities, People and Places'- October 31st – November 02nd, 2014, Colombo, Sri.. 161 According to both descriptions, many temple