• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asetaminofen (Parasetamol) - Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Hplc (High Performance Liquid Chromatography)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asetaminofen (Parasetamol) - Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Hplc (High Performance Liquid Chromatography)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Asetaminofen (Parasetamol)

Gambar 2.1. Rumus Bangun Parasetamol

Sifat-sifat fisika : kristal putih tidak berbau atau serbuk kristalin dengan

rasa pahit. Jarak lebur 169o sampai 172oC.

Kelarutan : 1 g dapat larut dalam kira-kira 70 ml air pada suhu 25oC,

1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol,

dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml

gliserin, dan dalam 9 ml propilen glikol. Tidak larut dalam

benzen dan eter, dan larut dalam larutan alkali hidroksida.

Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6 dimana pKa

adalah 9,51 (Connors dkk, 1986).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang

telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus

amino-benzen. Parasetamol di Indonesia dikenal sebagai antipiretik, dan tersedia sebagai

obat bebas. Efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada (Wilmana, 2007).

Analgetik non narkotik sering pula disebut analgetik-antipiretik atau Non

Steroidal Anti-Inflamantory Druds (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada

perifer dan sentral sistem syaraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk

mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu

(2)

pengobatan rematik. Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan

simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau

menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja

antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu

badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan

mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.

Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil (Siswandono dan Bambang,

2000).

Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara

meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan

kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan

demam. Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini

tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang ( Djamhuri, 1990).

2.1.1 Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai radang. Menurunkan suhu tubuh dengan

mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya

sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.

Parasetamol merupakan penghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Efek

iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga

gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana, 2007).

2.1.2 Farmakokinetik

Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

(3)

paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh.

Dalam plasma terikat 25% oleh protein plasma (Wilmana, 2007).

Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati,

80% parasetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan

asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi.

Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan

hemolisis ertrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai

parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Wilmana, 2007).

2.1.3 Penetapan Kadar Parasetamol

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama

dengan asetofenetidin yakni dengan titrimetri dengan metode diazotasi,

spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara spektrofotometri visibel) dan

dengan kromatografi (Sudjadi dan Abdul, 2008).

1. Metode titrimetri

a. Diazotasi

Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode ini mirip

dengan penetapan kadar asetofenetidin (fenasetin) yakni melibatkan

hidrolisis parasetamol untuk menghasilkan amin aromatis primer lalu

diikuti dengan titrasi menggunakan larutan baku natrium nitrit dalam

suasana asam (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Titrasi dengan N,N-dibromo dimetilhidantoin

Suatu metode titrimetri yang sederhana dan akurat telah

dikembangkan oleh Kumar dan Letha untuk analisis parasetamol baik

(4)

menggunakan titran dibromo dimetilhidantoin (DBH). Larutan

N,N-dibromo dimetilhidantoin (DBH) disiapkan dengan brominasi

dimetilhidantoin. Suatu larutan baku DBH dengan konsentrasi ± 0,01 M

disiapkan dalam air (Sudjadi dan Abdul, 2008).

Parasetamol murni disiapkan dalam larutam asam asetat 10 % dalam

air. Sebagai indikator digunakan larutan amaranth 0,2 % dalam etanol

lalu dititrasi dengan larutan baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai dengan

hilangnya warna pink (Sudjadi dan Abdul, 2008).

2. Spektrofotometri UV

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofometri UV

karena parasetamol mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar UV.

Parasetamol dalam etanol mempunyai panjang gelombang maksimal 249

nm dengan nilai ∑1 %1 cm sebesar 900. Cara penetapan parasetamol dengan

spektrofotometri UV adalah 100 mg parasetamol ditimbang dengan cara

seksama lalu dilarutkan dalam etanol. Larutan dimasukkan dalam labu takar

100 mL dan ditambah etanol sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 mL larutan

diatas diambil dan dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, dan ditambah

etanol sampai tanda batas. Larutan ini selanjutnya dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang 249 nm terhadap blanko yang berisi etanol

sehingga akan didapatkan absorbansi larutan blanko (Ab). Untuk sampel

dilakukan hal yang sama sehingga didapatkan absorbansi sampel (As)

(Sudjadi dan Abdul, 2008).

(5)

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofometri

visibel menggunakan metode Bratton-Marshall dan metode amonium

molibdat (Sudjadi dan Abdul, 2008).

a. Metode Bratton-Marshall

Metode Bratton-Marshall untuk parasetamol dilakukan dengan cara

menghidrolisis parasetamol dengan asam sehingga terbentuk amin

aromatis primer yang selanjutnya didiazotasi dengan asam nitrit (berasal

dari natrium nitrit dalam suasana asam) membentuk garam diazonium,

lalu direaksikan dengan naftil etilen diamin (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Metode Amonium molibdat

Metode spektrofotometri visible yang mendasarkan pada reaksi

antara parasetamol dengan amonium molibdat dengan medium asam kuat

menghasilkan molibdenum biru telah dikembangkan oleh Morelli.

Hukum Beer’s dipenuhi sampai pada konsentrasi parasetamol 6 µg/mL

dan nilai absorbtivitas molarnya pada panjang gelombang 670 nm

sebesar 2,6 x 104 L/mol (Sudjadi dan Abdul, 2008).

4. Metode spektrofluorometri

Metode spektrofluorometri dengan batas deteksi yang rendah telah

disusulkan untuk penetapan kadar parasetamol. Karena parasetamol bukan

suatu senyawa yang berfluoresensi maka parasetamol dapat ditetapkan

sacara tidak langsung dengan mereaksikannya menggunakan Ce (IV)

sebagai agen pengoksidasi dan mengukur intensitas fluoresensi relatif Ce

(6)

Penetapan kadar parasetamol dengan spektrofluometri secara

langsung sebelumnya membutuhkan tahap derivatisasi. Reagen-reagen

seperti fluoresamin dan dansil klorida telah diusulkan oleh Bosch dkk.

sebagai agen penderivat parasetamol (Sudjadi dan Abdul, 2008).

5. Metode Kromatografi

Dalam sediaan farmasi, parasetamol biasanya bercampur dengan

bahan obat lain sehingga membutuhkan teknik pemisahan, misal dengan

kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas

dan diikuti dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar

masing-masing bahan obat dalam sediaan farmasi (Sudjadi dan Abdul, 2008).

a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Metode KLT-Densitometri telah digunakan untuk analisis

parasetamol dan klorsoksazol secara simultan. Keuntungan

KLT-Densitometri dibandingkan dengan spektrofotometri adalah kemampuan

KLT untuk memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang

dianalisis sehingga meghilangkan adanya kemungkinan saling

mengganggu antar komponen (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Metode KCKT yang sederhana, cepat, dan sesuai telah

dikembangkan untuk penetapan kadar secara simultan parasetamol dan

senyawa-senyawa terkait (4-aminofenol dan 4-klorasetanilid) dalam

sediaan farmasi. Fase gerak yang digunakan adalah campuran

(7)

isokratik. Detektor yang digunakan adalah spektrofotometer UV pada

panjang gelombang 244 nm (Sudjadi dan Abdul, 2008).

2.2Bahan Baku Obat

Bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau campuran bahan yang akan

digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam

pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam arti lain, bahan (zat) aktif

adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek

langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, pengobatan atau pencegahan

penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Dirjen POM, 2006).

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi

farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri

farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai

dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten

dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati

(Siregar, 2010).

Setiap bahan obat memiliki ciri-ciri kimiawi dan fisika tersendiri yang

menjadikannya unik. Ciri-ciri ini digunakan dalam menyusun standar identifikasi

bahan dan untuk pengujian (Ansel, 2005).

2.3High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan

tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase

tetap (stationary) dan fase bergerak (mobile), dimana pemisahan-pemisahan

tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Pemisahan dengan kromatografi

(8)

fase-fase bergerak dan tetap perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu

senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).

Kemajuan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor

yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi

suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini

dikenal sebagai Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ditjen, 1995).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan

HPLC ( high perfomance liquid chromatography) dikembangkan pada akhir tahun

1960-an dan awal tahun 1970-an (Rohman, 2009).

Kegunaan umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah untuk

pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis;

analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa yang mudah menguap

(non-volatil), analisis senyawa yang tidak ionik maupun zwitter, isolasi dan

pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama,

pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam

jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2009).

Salah satu konsep penting KCKT ialah mengusahakan volum pelarut

antara penjerap dan detektor atau fraksinator sekecil mungkin untuk mencegah

pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisahkan (Gritter dkk, 1991).

Tiga bentuk kromatografi cair kinerja tinggi yang paling banyak

digunakan penukar ion, partisi dan adsorbsi (Ditjen, 1995).

(9)

Kromatografi penukar ion terutama digunakan untuk pemisahan

zat-zat larut dalam air yang ionik atau yang dapat terionisasi dengan bobot

molekul kurang dari 1500 (Ditjen, 1995).

Kromatografi pertukaran ion menggunakan fase diam yang dapat

menukar kation atau anion yang berada dalam fase gerak. Pertukaran

ionnya bolak-balik dan terjadi antara fase diam penukaran ion dengan fase

gerak cair. Pemisahan terjadi karena perbedaan kekuatan interaksi

elektrostatik dari zat terlarut dengan fase diam (Munson, 1991).

b. Kromatografi Partisi

Pada kromatografi partisi digunakan fase gerak dan fase dengan

polaritas yang berbeda. Jika fase gerak bersifat polar dan fase diam

non-polar, dikenal sebagai kromatografi fase balik, maka senyawa nonpolar

yang larut dalam hodrokarbon, dengan bobot molekul kurang dari 1000,

dapat dipisahkan berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam (Ditjen,

1995).

c. Kromatografi Adsorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase

normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun

demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase

diamnya (Rohman, 2009).

2.3.1 Alat Utama HPLC

Alat utama HPLC adalah tandon pelarut, pipa, pompa, suntikan, kolom,

detektor, penguat sinyal dan perekam.

(10)

Tandon pelarut atau fase gerak harus mempunyai beberapa ciri. Bahan

tandon harus tahan terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga

baja anti karat dan gelas menjadi bahan terpilih. Daya tampung tandon harus

lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk

kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit. Kecermatan harus

diperhatikan untuk menghindari pecahnya tandon gelas supaya tidak tumpah

(Munson, 1991).

b. Pipa

Sifat pipa penyambung seluruh bagian sistem harus diperhatikan. Garis

tengah dalam pipa sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, dapat tahan

tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai

(Munson, 1991).

c. Pompa

Berdasarkan dari cara kerjanya pompa untuk HPLC dapat digolongkan

dalam dua kelompok yaitu pompa kecepatan tetap dan pompa tekanan tetap.

Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan dan tidak satu pun

dapat dipakai secara menyeluruh (Munson, 1991).

d. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai

ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat

mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat

pengisian cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkaran cuplikan dan

(11)

diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom

(Munson, 1991).

e. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan

analisi bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat.

Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dianjurkan antara penyuntik

dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan.

Hal ini dapat memperpanjang umur kolom. (Munson, 1991).

Kolom kromatografi untuk pengaliran oleh gaya tarik bumi (Gravitasi)

atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi

kran jenis tertentupada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.

Salah satu konsep penting KCKT adalah mengusahakan volum pelarut

antara penjerap dan detektor atau farksinator sekecil mungkin untuk

mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisah. (Gritter,

1991).

f. Detektor

Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang

dapat diramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh

perubahan suhu atau komposisi fasgerak. Detektor yang dipakai pada

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) biasanya adalah UV 254 nm.

Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran

jalan pita yang memburuk pemisahan. Pemilihan detektor Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan

(12)

g. Penguat sinyal

Pada umunya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih

dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam potensiometrik. Dapat pula

sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur

luas puncak kromatogram secara otomatik (Munson, 1991).

h. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi

untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa

peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan

atau mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak

berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk

memperoleh secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai

Referensi

Dokumen terkait

 Menggambar silhoutte Ranting dan Kelompok Daun, Media Tinta, Ukuran A3, di studio, 50’  Evaluasi Gambar Ranting dan Daun, 50’..

Keterampilan membaca dapat dikelompokkan bersama dengan keterampilan mendengarkan, yakni keterampilan memahami pesan (receptive skill). Dalam mendengarkan, kegiatannya adalah

PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Belanja Modal. 1

2.2 Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli terhadap berbagai hasil budaya pada masa pra aksara, 2.3 Berlaku jujur dan bertanggung-jawab dalam mengerjakan tugas-tugas

Pasien BPJS yang mendapatkan kualitas pelayanan baik didasarkan adanya pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat diberikan perawat, sehingga mempercepat kesembuhan

Pola makan yang teratur merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pertumbuhan. kebutuhan gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral,

(2006) mengatakan bahwa memberikan kesempatan pemberdayaan struktural pekerjaan bagi para karyawan akan menimbulkan sikap positif yang mendorong mereka

Mayoritas maskapai penerbangan dan kru penerbangan membutuhkan untuk menemukan jalan untuk menegosiasikan kontrak dimana dapat dibawa untuk bekal berkompetisi dengan