BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia memiliki keragaman suku dan budaya.Letak geografis
Indonesia yang berbentuk kepulauan menyebabkan perbedaan kebudayaan yang
mempengaruhi pola hidup dan tingkah laku masyarakat.Setiap masyarakat di
dunia ini pasti memiliki kebudayaan yang berbeda dari masyarakat
lainnya.Menurut Maryaeni (2005:1), kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Hal ini dapat dilihat pada suku-suku yang terdapat di Indonesia.salah satu
contohnya adalah suku Batak. Suku Batak terdiri atas lima (5) sub suku yaitu,
Batak Toba, Batak Angkola Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pakpak, dan
Batak Karo. Kelima sub suku ini tentunya memiliki kebudayaan yang berbeda,
baik itu tata adat perkawinan, pemakaman, dan juga dalam pembagian warisan.
Dalam hal ini penulis mengambil pembahasan tentang teanteanan atau harta
warisan dalam masyarakat Batak Toba.Pembagian teanteanan dalam masyarakat
Batak Toba disepakati menjadi suatu tradisi maupun adat istiadat yang merupakan
aktivitas sosial budaya.
Berbicara tentang pembagian teanteanan atau harta warisan berarti
membutuhkan pemikiran, dan perhatian orang kearah suatu kejadian penting
dalam suatu keluarga, yaitu kepala keluarga atau seorang bapak meninggal dunia.
segala macam harta benda, misalnya: tanah (sawah, ladang dan kebun), rumah,
ternak, kain, emas, pakaian, dan lain sebagainya yang ditinggalkan oleh seorang
bapak pada waktu meninggal. Jenis teanteanan dalam budaya Batak Toba bukan
hanya benda yang berwujud saja, melainkan juga kedudukan/jabatan pewaris
merupakan bagian dari harta warisan.
Tentunya dalam pelaksanaan pembagian teanteanan juga tidak lepas dari
norma adat Batak Toba. Menurut Haar (1976:17),aturan dalam warisan adalah
aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan
dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. Menurut Vergouwen (1986:361), warisan dalam
masyarakat Batak Toba berarti “mengenai harta peninggalan orang mati”.
Akibat banyaknya suku, agama, kepercayaan, serta kekerabatan yang
berbeda-beda, maka diduga cara pembagian teanteanan atau harta warisan pun
berbeda. Tetapi ini semua adalah pengaruh dari sistem kekeluargaan yang dianut
oleh masyarakat adat atau dengan kata lain dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan
suatu masyarakat. Menurut Prodjodikoro (1976:24), di Indonesia di kenal tiga
sistem kekeluargaan yaitu:
1) Sistem kebapakan atau patrilineal,
2) Sistem keibuan atau matrilineal, dan
3) Sistem kebapak-ibuan atau parental.
Dalammasyarakat Batak Toba dikenal sebagai masyarakat yang menganut
sistem kekeluargaan patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah.Hal ini
terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga
atau laki-laki dalam masyarakat adat Batak Toba dapat dikatakan lebih tinggi dari
kaum wanita.Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah.Apalagi
pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria
terutama dalam hal pendidikan.
Pembagian teanteanan atau harta warisan dalam masyarakat Batak Toba
pada umumnya yang mendapat warisan adalah anak laki-laki, sedangkan
perempuan mendapatkan bagian dari orangtua suaminya atau dengan kata lain
pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. MasyarakatBatak
Toba juga membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam struktur
sosialnya.
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam
berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
budaya, dan hukum. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam
berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunjukkan hubungan yang
sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila
dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.
Sebelumnya teanteanan dalam budaya Batak Toba sudah pernah dikaji
oleh vergouwen dalam bukunya tentang masyarakat dan hukum adat Batak Toba
yang dibahas hanya pembagian teanteanan.Akan tetapi pada penelitian ini penulis
akan membahas nilai sosial budaya dan dampak sosial budaya yang terkandung
dalam pembagian teanteanan dalam masyarakat Batak Toba.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas maka dilakukan penelitian
dengan mengkaji konsep nilai sosial budaya dan dampak sosial budaya dalam
pembagian teanteanan atau harta warisan.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang dari
permasalahan, penulis membatasi masalah agar pembahasan terarah dan
terperinci.Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatanskripsi ini, karena
dengan adanya perumusan masalah ini maka deskripsi masalah akan terarah
sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah
merupakan suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan penyelesaian atau
pemecahan.Bentuk perumusan berupa kalimat pertanyaan yang menarik atau
dapat mengubah perhatian.
Adapun masalah yang dibahas adalah:
1) Bagaimana carapembagian teanteanan dalam masyarakat Batak Toba di
Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir?
2) Bagaimana kedudukan anak perempuan dalam adat Batak Toba?
3) Bagaimana peranan Dalihan Na Tolu dalam pembagian teanteanan?
4) Bagaimana konsep nilai sosial budaya dan pengembangan sistem nilai
budaya dalam pembagianteanteanan pada masyarakat Batak Toba?
1.3 Tujuan Penelitian
Suatu pekerjaan yang dilaksanakan agar memperoleh hasil yang baik
perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pembagian teanteanan dalam masyarakat Batak
Toba menurut adat Batak Toba.
2) Untuk mengetahui kedudukan anak perempuan dalam adatBatak Toba.
3) Untuk mengetahui peranan Dalihan Na Tolu dalam pembagian
teanteanan.
4) Menguraikan konsep nilaisosial budaya dan pengembangan sistem nilai
budaya dalam pembagian teanteanan pada masyarakat Batak Toba.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khususnya
terhadap penulis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagi peneliti sendiri, menambah wawasan yang lebih luas tentang kajian
Sosial budaya dalam pembagian teanteanan pada masyarakat Batak
Toba,serta untuk melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh
gelar Sarjana Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
2) Bagi para akademisi dan peneliti, Sebagai bahan informasi tentang data
empiris mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang sosial budaya
khususnya dalam bidang proses pembagian teanteanandalam
masyarakat Batak Toba, dan juga sebagai bahan perbandingan bagi para
3) Menambah khasanah kepustakaan, khususnya di Perpustakaan
Departemen Sastra Daerah.
1.5Anggapan Dasar
Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu anggapan dasar. Menurut
Arikunto (1996:65), “Anggapan dasar adalahsuatu hal yang diyakini
kebenarannyaoleh penelitiyang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud
kebenaran disini adalahapabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan
kebenarannya.
Maka penulis berasumsi bahwa pembagian teanteanan atau harta warisan
ini ini masih ada dalam masyarakat Batak Toba dan mengingatkan kepada
pembaca, khususnya pada masyarakat Batak Toba supaya tidak memaksakan
kehendaknya untuk melakukan hal-hal yang tidak baik yang melanggar norma dan
etika adat Batak Toba.
1.6Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.6.1 Letak Geografis Kecamatan Onan Runggu
Kecamatan Onan Runggu terletak di Kabupaten Samosir Propinsi
Sumatera Utara dengan luas wilayah 60,9 km, dengan ketinggian 904-1.355 meter
di atas permukaan laut. Kecamatan Onan Runggu sendiri memiliki dua belasdesa
diantaranya adalah Desa Onan Runggu, Desa Rinabolak, Desa Pakpahan, Desa
Sitinjak, Desa Harian, Desa Hutahotang, Desa Sungkean, Desa Sitamiang. Desa
Jarak Desa Rinabolak ke kantor Kecamatan Onan Runggu sekitar 4 km.
Desa Rinabolak adalah daerah yang menjadi tempat penelitian tentang pembagian
teanteanan. Kecamatan Onan Runggu terletak dengan batas wilayah:
- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Simanindo
- Sebelah selatan berbatasan dengan danau toba sebelah timur
- Sebelah baratberbatasan dengan Kecamatan Nainggolan
- Sebelah timur berbatasan dengan danau toba
Data tersebut bersumber dari kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir.
1.6.2 Keadaan Penduduk
Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Desa Rinabolak adalah suku
Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Rinabolak merupakan
tanah ulayat marga sitinjak dan penduduk Desa Rinabolak rata-rata marga
Sitinjak, sedangkan marga yang lain adalah marga-marga pendatang yang
bermukim di Desa Rinabolak.
Penduduk yang berada di Desa Rinabolak rata-rata mata pencahariannya
adalah bertani.Produk pertanian unggulan di desa ini adalah padi, dan kopi.Namun
sebahagian kecil masyarakat yang tinggal di pinggiran danau toba juga bekerja
sebagai nelayan.Namun demikian, tidak sedikit juga yang bekerja pada instansi
pemerintahan.
1.6.3 Budaya Masyarakat
Penduduk desa Rinabolak mayoritas suku batak toba yang telah lama
mendiami Onan Runggu, dan terkenal akan budaya Tobanya. Masyarakat Batak
Toba yang mempunyai ciri khas pada budaya masyarakatnya sendiri, salah