• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencangkokan Gelatin dan Akrilamida Menggunakan Microwaveuntuk Aplikasi Penjernihan Air Limbah Industri Penyamakan Kulit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pencangkokan Gelatin dan Akrilamida Menggunakan Microwaveuntuk Aplikasi Penjernihan Air Limbah Industri Penyamakan Kulit"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pencangkokan Gelatin dan Akrilamida Menggunakan Microwaveuntuk Aplikasi

Penjernihan Air Limbah Industri Penyamakan Kulit

Noor Maryam Setyadewi1, Dona Rahmawati1, Sugihartono1*

1 Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl.Sokonand no.9 Yogyakarta 55166, Indonesia

* Penulis korespondensi. Telp.: +62 274 512929, 563939; Fax.: +62 274 563655 e-mail: hsugihartono@ymail.com

ABSTRAK

Gelatin bersifat amphoter memilikiaktivitas flokulasi sehingga dapat digunakan sebagai

renewable flokulan. Pencangkokan gelatin dengan polimer lain yang memiliki kemampuan flokulasi tinggi (akrilamida) diharapkan dapat meningkatkan kinerja flokulan gelatin pada proses pengolahan limbah cair.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kopolimer cangkok(gafting) antara gelatin, akrilamidadan metilen bis akrilamida menggunakan metode iradiasi microwave.Pengukuran kinerja flokulan hasil pencangkokan pada aplikasi pengolahan limbah industri penyamakan kulit meggunakan parameter penyerapan air, TDS, COD dan kekeruhan. Gelatin-g-AM yang dihasilkan memiliki daya penyerapan air paling banyak pada variasi A1B1 (akrilamida 4g:,metilen bis akrilamida 0,1 g), persentase penurunan total dissolved solids

(TDS) paling besar didapat pada perlakuan gafting A3B1 (akrilamida 8 g : metilen bis akrilamida 0,1 g) yaitu 2,1%, penurunan nilai COD tertinggi didapat pada perlakuan penggunaan A3B1 (akrilamida 8 g : metilen bis akrilamida 0,1 g) yaitu sebesar 27,3%, dan peningkatan penurunan kekeruhan tertinggi didapat dari perlakuan A2B2 (akrilamida 6 g : metilen bis akrilamida 0,2 g) sebesar 39,6%.

(2)

Grafting of gelatin and acrylamide using microwave irradiation for industrial

tannery waste processing application

Noor Maryam Setyadewi1, Dona Rahmawati1, Sugihartono1

1

Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl.Sokonandi no.9 Yogyakarta 55166, Indonesia * Penulis korespondensi. Telp.: +62 274 512929, 563939; Fax.: +62 274 563655

e-mail: hsugihartono@ymail.com

ABSTRACT

An amphoteric gelatin has flocculation activity so it can be used as a renewable flocculant. Transplantation of gelatin with other highly flocculated (acrylamide) polymers is expected to improve gelatin flocculant performance in terms of accelerating the application of the liquid waste treatment process. The purpose of this study was to obtain gafted copolymers between gelatin, acrylamide and methylene bis acrylamide using microwave irradiation method and to obtain data of gafting performance for industrial tannery waste processing application on water absorption parameter, TDS, COD and turbidity. The resulting gelatin-g-AM has the highest water-absorption capacity in the variation of A1B1 (acrylamide 4g: methylene bis acrylamide 0.1 g), the highest percentage of total dissolved solids (TDS) reduction is obtained in gafting treatment A3B1 (acrylamide 8 g: methylene bis acrylamide 0.1 g) was 2.1%, the highest COD decrease was obtained in the treatment of A3B1 (acrylamide 8 g: methylene bis acrylamide 0.1 g) of 27.3%, and the highest decrease of turbidity was obtained from A2B2 treatment (acrylamide 6 g: methylene bis acrylamide 0.2 g) of 39.6%.

(3)

PENDAHULUAN

Limbah kulit yang belum tersamak dapat dimanfaatkan sebagai material penolong pada

proses pengolahan limbah cair dalam industri penyamakan. Kandungan protein kolagen pada kulit

limbah bersifat reaktif dan mampu bereaksi dengan asam maupun basa, cocok digunakan sebagai

bahan baku bioflokulan dari gelatin dalam pengolahan air dan air limbah. Sugihartono (2015)

menyatakan bahwa sisa asam yang terdapat pada kulit pikel dapat dimanfaatkan untuk

menghidrolisis kolagen pada proses pembuatan gelatin tipe A.

Gelatin merupakan polimer (alami) turunan dari kolagen yang terhidrolisis secara parsial

memiliki sifat hambar, tidak berwarna hingga terlihat sedikit kekuningan, hampir tidak memiliki

bau, sehingga mudah diaplikasikan pada produk yang diolah (Singh et al., 2002). Gelatin terdiri dari

gabungan rantai polipeptida yang mempunyai bobot molekul lebih besar dari 30 kDa, bersifat

biodegadable dan biocompatible.Cole (2000) menyatakan bahwa gelatin adalah protein amphoter,

yaitu zat yang mampu bertindak sebagai basa atau asam pada saat yang bersamaan. Singh et al.

(2002) menyebutkan bahwa gelatin mampu bereaksi dengan gula aldehida danaldehid, polimer

anionik dan kationik, plasticizer, elektrolit, ion logam, surfaktan dan preservative. Adanya sifat

amphotermembuat gelatin dikategorikan sebagairenewable flokulan karenamampu beroperasi pada

rentang pH yang luas yaitu pada suasana basa ataupunasam. Dengan demikian flokulan gelatin,

dapat bertindak sebagai kation dan anion pada waktu bersamaan. Berdasarkan hal tersebut, maka

gelatin dapat digunakan untuk aplikasipada proses penjernihan air, produk cair maupun limbah cair

yang memiliki pH asam ataupun basa. Pada proses flukolasi menggunakan gelatin tidak

menggunakanzat tambahan seperti penambahan kasium klorida sedangkan jika flokulasi

menggunakanpoliakrilamida(PAM), hasilnyakurang efektif jika tidak menambahkan kalsium

klorida (Piazza &Garcia, 2010), sehingga penggunaan gelatin sebagai flokulan dipandang lebih

fleksibel dan praktis.

Gelatin dapat bereaksi dengan polimer anionik dan kationik. Karakteristik tersebut merupakan

peluang untuk memodifikasi keunggulan sifat gelatin karena flokulan alami jika digabungkan

bersama flokulan sintetis menghasilkankopolimer (hibrid) yang memiliki sifat unggul. Peningkatan

kinerja flokulan gelatin pada proses pengolahan limbah cair dapat diupayakan dengan

menggabungkan gelatin dengan polimer lain yang memiliki kemampuan flokulasi tinggi

(akrilamida). Flokulasi adalah proses penambahan flokulan (zat kimia tertentu yang berfungsi

sebagai zat penolong proses terbentuknya flok)saat pengadukan lambat agar meningkatkan daya

saling hubung antar partikel yang labil hingga dapat meningkatkan daya penyatuan antar partikel

(aglomerasi). Jenis flokulan yang biasa digunakan adalah flokulan sintesis, flokulan alami, dan

(4)

Renewable flocculants dari produk pertanian dan limbahnya telah dikaji oleh beberapa

peneliti, diantaranya adalah kitosan oleh Purwanti (2003), protein dari darah sapi (Piazza et al.,

2012), turunan polimer selulosa yaitu karbosi-metil-selulosa (Zeenat et al., 2013), pati sagu

termodifikasi digabung dengan akrilamida (Purwanto dkk., 2013). Terdapat beberapa protein dari

hasil pertanian yang memiliki karakteristiksebagai pengganti flokulan turunan dari minyak bumi

yaitu PAM. (Piazza &Garcia, 2010). Ekstrak protein dari tulang dan daging serta gelatin babi juga

telah digunakan oleh Piazza &Garcia (2010), sebagai renewable flocculant.

Flokulan dari bahan polimer alami dan polimer sintetis dapat digabungkan menjadi material

baru atau kopolimer baru yang memiliki sifat unggul dan sangat diminati karena aplikasinya luas.

Sifat unggul muncul dari hasil gabungan sifat-sifat senyawa penyusunnya. Kopolimerisasi cangkok

(gaft copolymerization) dapat dilakukan menggunakan berbagai cara/metoda, antara lain dengan

metoda ceric-induced gaft copolymerization (Sadeghi & Heidari, 2011), gafting secara

konvensional berdasarkan reaksi redoks, irradiasi dengan gelombang γ-ray, electron beam,dan

irradiasi dengan gelombang mikro (microwave initiated technique) (Purwanto dkk., 2013).

Gelombang mikro yang dipancarkan oleh oven microwave mampu memanaskan bahan didalam

oven secara spontan dan merata. Oleh karena itu efektivitas penyebaran panas yang dihasilkan oleh

microwave untuk reaksi kopolimerisasi menjadi lebih baik.

Soleimani et al. (2012) melaporkan bahwa kopolimerisasi pencangkokan (gaft

copolymerization) gelatin sebagai backbone dapat dicangkokkan dengan campuran asam akrilat dan

akrilamida, melalui radikal polimerisasi menggunakan inisiator ammonium persulfat. Konsentrasi

asam akrilat dan akrilamida, gelatin, ammonium persulfat, dan suhu merupakan variabel yang

berpengaruh terhadap pencangkokan, suhu yang digunakan untuk reaksi pencangkokan sebesar

700C.

Teknik kopolimerisasi pencangkokan (gaft copolymerization) menggunakan gelombang

mikro memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknik kopolimerisasi lainnya, antara lain

kopolimer cangkok berkualitas tinggi, tidak memerlukan inisiator kimiawi, tidak memerlukan

kondisi inert pada saat reaksi, mudah dioperasikan, waktu reaksi cepat, dan bersifat highly

reproducible (Purwanto dkk., 2013). Variabel yang berpengaruh pada kopolimerisasi cangkok

menggunakan gelombang mikro adalah konsentrasi monomer, daya oven microwave yang

digunakan dan lama reaksi pencangkokan.

Penelitian Sadeghi dan Heidari (2011) menyimpulkan bahwa konsentrasi crosslinker agent

(metilen bis akrilamida) berpengaruh terhadap daya serap air flokulan hibrid yang terbuat dari

gelatin dengan asam metakrilat. Pemakaian crosslinkerdengan konsentrasi rendah menghasilkan

(5)

menghasilkan flokulan dengan daya serap yang rendah. Penggunaan konsentrasi crosslinker yang

tinggi menyebabkan berkurangnya ruang di antara rantai kopolimer, membuat struktur silang

menjadi sangat kaku dan mengakibatkan permukaan tidak bisa diperluas dalam mengikat sejumlah

besar air. Soleimani et al. (2012) melaporkan bahwa kopolimerisasi pencangkokan (gaft

copolymerization) gelatin sebagai backbonedapat dicangkokkan dengan campuran asam akrilat dan

akrilamida, melalui radikal polimerisasi menggunakan inisiator ammonium persulfat. Reaksi

tersebut melalui rangkaian mekanisme sebagai berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Reaksi kopolimerisasi antara gelatin dengan asam akrilat dan akrilamida

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kopolimer cangkok antara gelatin dan

akrilamida menggunakan metode iradiasi microwave serta memperoleh data kinerja hasil

pencangkokan untuk aplikasi pengolahan limbah industri penyamakan kulit pada parameter

penyerapan air, TDS, COD dan kekeruhan.

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah gelatin tipe A yang terbuat dari

kulit pikel limbah penyamakan kulit, methylene bis-acrylamide(MBA) pa. dan akrilamida (AM)

monomer pa. yang diperoleh dari PT Sigma-Aldrich, Jakarta. Bahan pendukung yang lain adalah

aquades, aluminium foil, polielektrolit, limbah industri penyamakan kulit.

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, water bath, hot plate

(6)

dengan output 800W, blender, pH meter, erlen meyer, beker gelas, pipet ukur, labu ukur, corong

gelas, jar test, oven, saringan 200 mesh.

Metode Penelitian

Pencangkokan gelatin dengan akrilamida

Pencangkokan gelatin dengan akrilamida dilakukan denganmetode microwave initiaded yang

melibatkan paparan radiasi dari microwave(Purwanto dkk., 2013), (Sinha, et.al,2013) dan MBA

untuk crosslinker agent pada reaksi pencangkokan. (Sadeghi & Heidari, 2011). Ilustrasi proses

pencangkokan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pencangkokan gelatin dan akrilamida menggunakan iradiasi microwave

Pencangkokan dilakukan dengan cara melarutkan sejumlah gelatin dalam aquades dan

dipanaskan sampai suhu 70o C kemudian diaduk hingga larut sempurna (2 g gelatin dalam 30 mL

aquades) dan disaring. Berikutnya, dilarutkan monomer akrilamida dalam aquades hingga (20%

w/w), kemudian ditambahkan MBA dan diaduk hingga merata. Variasi percobaan ditampilkan

padaTabel 1.

Tabel 1. Variasi perlakuan

Berat

(g)

Kode

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

Gelatin 2 2 2 2 2 2

Akrilamida 4 6 8 4 6 8

(7)

Hasil kopolimerisasi gelatin-g-AM dikeluarkan dari dalam microwave setelah suhu dalam

oven berkisar 70o C dan didinginkan pada suhu kamar untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven

pada suhu 60oC. Gelatin-g-AM yang telah kering dikecilkan ukurannya dengan blender, selanjutnya

disaring menggunakan saringan ukuran 200 mesh, dikemas dalam kantong plastik dan disimpan

pada suhu ruang untuk selanjutnya dilakukan pengujian.

Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer FTIR

Identifikasi spektrum/gugus fungsi pada gelatin, akrilamida dan gelatin-g-AM menggunakan alat

FTIR, dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Pengujian penyerapan air kopolimer cangkok Gelatin–g-AM

Ditimbang contoh gelatin-g-AM sebanyak 0,5 ± 0,25 g yang akan diuji besarnya nilai

penyerapan air. Kemudian dimasukkan kedalam gelas piala dan ditambahkan aquades sampai

flokulan hibrida terendam semuanya. Setelah 24 jam dalam perendaman, flokulan dipisahkan dari

air dengan menggunakan saringan sampai tiris/air tidak menetes. Selanjutnya flokulan ditimbang.

Penyerapan air flokulan dihitung berdasarkan atas perbandingan antara berat air yang diserap

flokulan terhadap berat flokulan kering (flokulan awal) menggunakan persamaan sebagai berikut :

Penyerapan Air (%) = Berat FL basah – Berat FL awal X 100% (1) Berat FL awal

Uji kinerja flokulasi kopolimer cangkok Gelatin–g-AM

Kinerja kopolimer cangkok gelatin-g-AM diujikan pada limbah cair industri penyamakan

kulit di Yogyakarta yang diambil dari bagian inlet instalasi pengolahan air limbah. Proses preparasi

sampel dilakukan dengan menyiapkan 9 buah beker gelas 1000 mL yang diisi dengan limbah cair

sebanyak 1000 mL, kemudian ke dalam masing-masing limbah ditambahkan Gelatin–g-AM (150

mg/ liter limbah), atau gelatin (150 mg/ liter limbah), atau polielektrolit (150 mg/ liter limbah), dan

blanko. Larutan uji diaduk menggunakan peralatan jar-test yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap

pertama pengadukan cepat pada kecepatan 150 rpm dengan durasi 1 menit, dilanjutkan tahap kedua

pengadukan pada putaran lambat 40-50 rpm selama 10 menit dan didiamkan selama 24 jam.

Langkah selanjutnya diambil cairan dari tengah gelas ke atas untuk diuji TDS, COD dan kekeruhan.

Pengujian dilakukan di Laboratorium Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta

dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Penurunan nilai polutan dari blanko dianggap

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji FTIR berguna untuk mengetahui struktur senyawa kimia pada sampel uji dan untuk

mendeteksi perubahan gugus fungsi sebagai akibat reaksi kimia. Analisis FTIR dilakukan pada

sampel gelatin, akrilamida, dan gelatin-g-AM. Spektrum ditunjukkan pada Gambar 3. Dengan

mengamati dan membandingkan spektrum dari bahan baku dan spektrum produk dapat disimpulkan

bahwa suatu reaksi telah terjadi atau tidak terjadi didalam produk yang diproses.

(a)

(b)

Gambar 3. Spektrum FTIR (a)gelatin (b) gelatin-g-AM A1B1

Dari Gambar 3(a) karakteristik spektrum FTIR gelatin memiliki beberapa puncak pada area

3348 cm-1 yang menunjukkan adanya sretching –OH group dari gelatin, puncak kecil pada 2927,73

cm-1 merupakan vibrasi ulur rantai CH, adsorpsi pada panjang gelombang 1616 cm-1 menunjukkan

adanya stretching C=O sebagai gugus fungsi carboxamidedari substrat backbone(Sadeghi &

Heidari, 2011). Spektrum infra merah gelatin-g-AM dari hasil variasi akrilamida dan MBA tidak

memberikan banyak perubahan, sehingga pada penelitian ini ditampilkan hasil spektrum FTIR

gelatin-g-AM kode A1B1 (Gambar 3b) yang menunjukkan adanya pergeseran puncak spektrum

dari gelatin awal sebelum proses pencangkokan, yaitu bergesernya spektrum gugus OH (puncak

(9)

akrilamida. Keadaan ini mengindikasikan adanya reaksi pencangkokan antara gelatin dan

akrilamida dengan crosslinker agent MBA menjadi gelatin-g-AM.

Uji unjuk kerja flokulan hibrida

Uji penyerapan air dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyerapan air dari gelatin-g-AM yang

nilainya berkisar antara 254,29 – 484,08% dari berat flokulan awal.

Gambar 4. Penyerapan air gelatin-g-AM

Dari Gambar 4. ternyata bahwa perlakuan A1B1 menghasilkan flokulan yang memiliki daya

penyerapan air paling tinggi yaitu sekitar 484%, kemudian daya penyerapan air semakin menurun

dengan semakin bertambahnya jumlah akrilamida. Penambahan metilen bis akrilamida sebanyak

dua kali lipat (B2) pada perlakuan A1B2 menghasilkan flokulan yang memiliki daya penyerapan air

paling sedikit apabila dibandingkan dengan daya penyerapan air perlakuan lainnya. Pada perlakuan

B2 ternyata bahwa semakin banyak penambahan akrilamida akan dihasilkan flokulan yang

memiliki kemampuan daya penyerapan airtinggi. Keadaan ini berbanding terbalik dengan perlakuan

B1. Namun demikian perlakuan A2B1; A3B1; A2B2; dan A3B2 menghasilkan flokulan yang

memiliki sifat penyerapan air relatif sama yaitu pada kisaran 300%. Diharapkan dengan semakin

tinggi daya penyerapan air akan semakin besar partikel pengotor dalam air ikut terperangkap dalam

flokulan dan mengendap.

Sadeghi dan Heidari (2011) melaporkan bahwa konsentrasi crosslinkeragent (MBA)

berpengaruh terhadap daya serap air flokulan hybride yang dibuat dari gelatin dengan asam

metakrilat. Penggunaan konsentrasi crosslinker rendah menghasilkan flokulan dengan daya serap

yang tinggi, sebaliknya pemakaian konsentrasi crosslinker tinggi menghasilkan flokulan dengan

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2

(10)

daya serap yang rendah. Konsentrasi crosslinker yang tinggiakan mengurangi ruang di antara rantai

kopolimer, sebagai akibatnya struktur silang sangat kaku yang mengakibatkan permukaan tidak bisa

diperluas dalam mengikat sejumlah besar air.

Hasil uji TDS, COD, dan kekeruhan pada blanko dan limbah terolah dari industri

penyamakan kulit dengan gelatin-g-AM dan polielektrolit disajikan pada Tabel 2.Limbah industri

kulit yang telah diolah memberikan hasil nilaiTDS pada kisaran 9732,0 – 9531,0 mg/L, COD pada

rentang 1650,0 – 1200,0 mg O2/L, dan kekeruhan sebesar 298,7– 180,3 NTU. Nilai TDS terendah

didapat dari perlakuan A3B1, nilai COD terendah didapat dari perlakuan A3B1 dan nilai kekeruhan

terendah didapat dari perlakuan A2B2.

Selanjutnya untuk menilai unjuk kerja Gelatin-g-AM digunakan dasar persentase penurunan

TDS, COD, dan kekeruhan terhadap kandungan TDS, COD, dan kekeruhan blanko seperti yang

ditampilkan di Tabel 3.

Tabel 2. Hasil uji TDS, COD dan kekeruhan

Jenis flokulan Dosis

Tabel 3. Persentase penurunan TDS, CODdan kekeruhan

(11)

Total Dissolved Solids(TDS)

Total dissolved solids (TDS) atautotal padatan terlarut adalah nilai semua senyawa

anorganik dan organik yang terlarut pada cairan, merefleksikan jumlah zat terlarut dalam satuan

milligam per liter (mg/L)atau part per million (ppm). Penurunan TDSpaling besar didapat pada

perlakuan gafting A3B1 yaitu 2,1%, kemudian pada perlakuan gafting A3B2 yaitu 1,4%,

selanjutnya pada perlakuan polielektrolit yaitu 1,1%, dan pada perlakuan gelatin yaitu 0,8%

kemudian semakin rendah pada perlakuan lainnya. Kinerja gelatin-g-AM pada perlakuan A3B1

meningkat sebesar 1,6 kali dibandingkan gelatin. Dengan demikian gelatin kinerjanya meningkat

melalui modifikasi menggunakan akrilamida untuk menurunkan Total dissolved solids (TDS)

limbah cair. Persentase penurunan TDS pada penelitian ini masih rendah, oleh karena itu perlu

ditambahkan bahan penolong lain untuk lebih menurunkan nilai TDS. Bahan penolong lain seperti

asam, basa, maupun garam asam atau basa. Piazza dan Garcia (2010) melaporkan bahwa PAM

tidak efektif apabila dalam penggunaannya tidak ditambahkan kalsium klorida.

Chemical Oxygen Demand (COD)

Nilai COD adalah nilai sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan semua bahan

organik yang terkandung di dalam air secara kimiawi. Kekurangannya, sejumlah senyawa kompleks

anorganik yang terdapat pada air ikut dalam reaksidan teroksidasi sehingga padabeberapa kasus,

nilai COD mungkin sedikit lebih tinggi untuk penggambaran kandungan bahan organik. (Agustina

& Lubis, 2013).

Penurunan nilai COD tertinggi didapat pada perlakuan penggunaan A3B1 yaitu sebesar

27,3%, sedangkan terendah dihasilkan dari penggunaangelatin yaitu 2,35%. Polielektrolit hanya

mampu menurunkan nilai COD sebesar 6,8%. Kinerja gelatin-g-AM lebih baik atau meningkat

dalam penurunan COD apabila dibandingkan dengan gelatin maupun polielektrolit. Besarnya

peningkatan penurunan COD dari perlakuan grafting A3B1 adalah 10, 6 kali apabila dibandingkan

dengan gelatin. Dengan demikian gelatin kinerjanya meningkat melalui modifikasi menggunakan

akrilamida untuk menurunkan COD limbah cair.

Kekeruhan

Untuk mengetahui efektivitas proses koagulasi-flokulasi, maka perlu dilakukan pengukuran

parameter kekeruhan (Hendrawati dkk. 2009). Hasil uji kekeruhan pengolahan limbah industri

(12)

mg/L bervariasi. Penurunan kekeruhan tertinggi terdapat pada perlakukan penggunaan polielektrolit

yaitu 56,8%, sedangkan penurunan terendah terdapat pada perlakukan penggunaan gelatin yaitu

20%. Kekeruhan limbah industri penyamakan kulit antara lain disebabkan oleh bahan organik dan

anorganik baik yang terlarut maupun tersuspensi. Penambahan flokulan kedalamnya dapat

mengakibatkan penurunan bahan terlarut dan mengendapkan bahan tersuspensi, sebagai akibatnya

kekeruhan limbah cair berkurang.

Penurunan kekeruhan dari perlakuan flokulan (gelatin-g-AM) berkisar antara 24,7 – 39,6%.

Dengan demikian kinerja flokulan lebih baik atau meningkat apabila dibandingkan dengan flokulan

gelatin, namun masih dibawah flokulan polielektrolit. Peningkatan penurunan kekeruhan tertinggi

didapat dari perlakuan A2B2. Dapat dikatakan bahwa kinerja gelatin-g-AM perlakuan A2B2 dalam

menurunkan kekeruhan meningkat sebesar 98,3% apabila dibandingkan dengan flokulan gelatin.

Dengan demikian flokulan gelatin kinerjanya meningkat melalui modifikasi menggunakan

akrilamida untuk menurunkan kekeruhan limbah cair. Penelitian Piazza &Garcia, (2010) juga

menyebutkan bahwa untuk berat kering yang sama pada penggunaan ekstrak protein dari daging

dan tulang serta gelatin babi memiliki kemampuan sebagai flokulan 17dan 2,6 kali lebih besar jika

dibandingkan dengan PAM anionik.

KESIMPULAN

Pencangkokan gelatin dengan akrilamidadapat dilakukan denganmetode microwave initiaded

yang melibatkan paparan iradiasi dari microwave dan penggunaan metilen bis akrilamida untuk

crosslinker agent pada reaksi pencangkokan.Hasil pencangkokan berupa gelatin-g-AM mampu

menunjukkan kemampuan penyerapan air yang relatif tinggi. Modifikasi pencangkokan gelatin

dengan dengan akrilamida dan MBA meningkatkan kinerja flokulan gelatin dalam hal menurunkan,

TDS, COD, dan kekeruhan limbah cair pada contoh uji limbah industri penyamakan kulit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik yang

telah memberikan dana atas penelitian ini, Ibu Suyatini A.Md yang telah membantu proses

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R., & Lubis, K. S. (2013). Kajian karakteristik kimia air, fisika air dan debit sungai pada

kawasan DAS Padang akibat pembuangan limbah tapioka. tapioka.

AGOEKOTEKNOLOGI,1(3): 615-625.

Cole, C.G.B. (2000). Gelatin. Encyclopedia of Food Science and Technology, 2nd edition, 4 Vols : 1183-1188. Ed. JF. Frederick. New York. John Wiley & Sons.

Hendrawati, R. Susanto, J. Tjandra. (2009). Penetapan dosis koagulan dan flokulan pada proses penjernihan air untuk industri, Jurnal Valensi, 1(5): 225-234.

Piazza, G. J. and Garcia, R. A. (2010). Meat & bone meal extract and gelatin as renewable flocculants. Bioresource Technology, 101(2): 781-787.

Piazza, G. J. Nunez, A. and Garcia, R. A. R. A. (2012). Identification of highly active flocculant protein in bovine blood. Applied Biochemistry and Biotechnology, 166(5): 1203 – 1214.

Purwanti, E. Sukarsono dan Zaenab, S. (2003). Teknologi pemanfaatan limbah pengolahan udang dengan metode measetilasi. Jurnal Dedikasi,1(1): 65 – 72.

Purwanto, S., Hambali, E., & Suprihatin. (2013). Sintesis Flokulan dari pati sagu dan akrilamida menggunakan microwave initiated technique untuk aplikasi penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 23(1), 46–60.

Sadeghi, M., & Heidari, B. (2011). Crosslinked gaft copolymer of methacrylic acid and gelatin as a novel hydrogel with ph-responsiveness properties. Materials, 4(3), 543–552. http://doi.org/10.3390/ma4030543

Singh, S. Rama Rao, K. V. Venugopal, K. and Manikandan, R. (2002). Alteration in dissolution characteristics of gelatin-containing formulations.a review of the problem, test method, and solutions. Pharmaceutical technology, April 2002, pp 36-58.http://www.pharmtech.com/pharmtech/data/articlestandard//pharmtech/132002/14096 /article/pdf[diakses 10 September 2013].

Sinha, S., Mishra, S., & Sen, G. (2013). Microwave initiated synthesis of polyacrylamide gafted Casein (CAS-g-PAM)-Its application as a flocculant. International Journal of Biological Macromolecules, 60, 141–147. http://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2013.05.012

Soleimani, F., Sadeghi, M., dan Shahsavari, H. (2012). Gaft copolymerization of Gelatin-g-poly (Acrylic acid-co-Acrylamide) and calculation of gafting parameters. Indian Journal of Science and Technology,5(2): 2041- 2046.

Sugihartono, (2015). Aplikasi pendayagunaan asam in-situ pada kulit pikel terbuang untuk pembuatan gelatin pangan. Jurnal Riset Teknologi Industri, 9(2), 186-196.

(14)

Gambar

Gambar 1. Reaksi kopolimerisasi antara gelatin dengan asam akrilat dan akrilamida
Tabel 1. Variasi perlakuan
Gambar 3. Spektrum FTIR (a)gelatin (b) gelatin-g-AM A1B1
Gambar 4. Penyerapan air gelatin-g-AM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan budaya yang terdapat pada cerita tersebut dengan budaya Indonesia adalah... sikap membungkuk badan saat menunjukkan rasa hormat

[r]

Gambar 5.. Dengan teknologi layar LED ini dapat membantu untuk para jemaat yang paling ujung dapat melihat dengan jelas kearah mimbar. Permasalahan audio dapat diatasi

7HUGDSDW SHQJDUXK LQWHUDNVL DQWDUD WHNQLN SHPEHODMDUDQ GDQ JD\D NRJQLWLI WHUKDGDS KDVLO EHODMDU ,3$ EHUGDVDUNDQ WHPXDQ LQL PDND GDSDW GLVLPSXONDQ EDKZD KDVLO EHODMDUD ,3$ \DQJ

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

iv Dengan meningkatnya pergerakan yang sangat membatasi waktu luang untuk melakukan kegiatan diluar rumah, sehingga untuk menikmati penghijauan atau keindahan tanaman

Smash adalah suatu pukulan yang kuat di saat tangan kontak dengan bola secara penuh pada bagian atas, sehingga jalannya bola terjal dengan kecepatan yang tinggi, apabila pukulan

Prioritas Pembangunan Menurut Preferensi Local Resident dan Local Business • Preferensi local resident terhadap pembangunan sumber daya manusia sama dengan preferensi