• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan Ketaatan Santri dan Santriwati (Studi Kasus di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan Ketaatan Santri dan Santriwati (Studi Kasus di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji tentang pembinaan ketaatan yang ada di Pondok Pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah. Di zaman modern sekarang ini, manusia sering kali melakukan perbuatan

dengan sekehendak hati mereka. Manusia telah melupakan arti sebenarnya dari sebuah

ketaatan. Banyak manusia yang tidak taat, baik terhadap Tuhan maupun aturan dan

norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Manusia berbuat sesuka hati mereka untuk mencari

kesenangan duniawi, tanpa mentaati peraturan yang ada.

Di Indonesia sendiri, banyak sekali terjadi bentuk dari ketidaktaatan manusia, dalam

rangka untuk mencari kepuasan. Para pelaku pemerintahan di Indonesia seringkali melakukan

perbuatan korupsi dan tidak mentaati peraturan yang ada hanya untuk memuaskan nafsu

keserakahannya atas kekayaan material. Dengan melupakan nilai-nilai ketaatan, akibatnya

negara Indonesia menjadi semakin miskin dan terpuruk. Manusia tidak hanya tidak taat

terhadap aturan yang ada, tetapi manusia juga tidak taat terhadap Tuhan. Manusia seringkali

melupakan akan tujuan hidup yang Tuhan berikan kepada mereka untuk melayani setiap

panggilan Tuhan, taat kepada-Nya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus taat

terhadap Tuhan dengan cara menjalankan kewajiban agama masing-masing dengan benar.

Manusia hidup adalah untuk mentaati perintah Tuhan agar manusia dapat memperoleh

keselamatan. Ketaatan adalah kehendak Tuhan, kehendakNya menjadi paling utama untuk

kita lakukan. Melakukan ketaatan terhadap perintahNya merupakan kehendakNya.

Oleh karena itu, penulis akan membahas lebih dalam tentang apa arti dari ketaatan di

Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah dan bagaimana kita sebagai manusia harus hidup

(2)

mengaplikasikannya dalam kehidupan. Tuhan mengajarkan kita untuk hidup dalam ketaatan

kepadaNya dalam suka maupun duka.

Apabila kita berada di lingkungan keluarga, kita haruslah menaati perintah orang tua kita

yang melahirkan kita dan membesarkan kita hingga saat ini. Lain lagi ada beberapa

pandangan seperti saat kita berada di lingkungan umum. Kita pun harus menghormati orang

yang lebih tua dengan cara memanggil kakak ataupun abang untuk orang yang lebih dewasa

dari kita. Ada juga yang berfikiran atau berpandangan apabila kita berada di lingkungan

sekolah kita harus lebih mentaati peraturan yang berada di lingkungan sekolah dan bapak/ibu

guru. Begitu juga halnya di lingkungan Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah para santri

dan santriwati harus menaati dan menghormati para ustadz/ustadzah, selain itu para santri dan

santriwati yang tinggal dan belajar di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah harus dan

wajib menaati segala peraturan maupun disiplin yang telah di buat oleh pihak pesantren.

Ketaatan bisa di artikan dengan kata lain sebagai sebuah disiplin.

Menurut ustadz dan ustadzah di pesantren, penegakkan disiplin merupakan modal utama

meraih kesuksesan. Pada dasarnya disiplin muncul dari kebiasaan hidup. Disiplin adalah

sikap selalu menaati peraturan, disiplin dimulai dari diri sendiri bukan dari diri orang lain.

Disiplin diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang teratur. Menurut kamus umum

Bahasa Indonesia, Disiplin berarti melatih batin dan watak supaya perbuatannya menaati

segala tata tertib yang telah di buat. Disiplin berarti melatih diri melakukan segala sesuatu

dengan tertib dan teratur secara berkesinambungan untuk meraih impian dan tujuan yang

ingin dicapai dalam hidup.

Mau tidak mau, manusia harus berdisiplin atau terkena disiplin. Orang yang hidup dan

segala sesuatu yang hidup tidak akan dapat terlepas dari disiplin dan peraturan. Disiplin

(3)

berada pasti terdapat sebuah disiplin, baik itu di rumah, di sekolah, di kehidupan masyarakat,

di jalan raya dan sekalipun itu kita berada di dalam hutan, semuanya terdapat disiplin.

Disiplin akan terasa manfaatnya jika kita memiliki suatu impian dan cita – cita yang ingin

dicapai. Kita harus mendisiplinkan (melatih) diri untuk mengerjakan hal – hal yang sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, di dunia ini dibuat peraturan – peraturan

yang disertai hukuman yang setimpal. Hal ini tidak lain agar setiap manusia mau belajar

hidup disiplin dan menaati aturan yang ada sehingga dunia tidak kacau balau dan seseorang

tidak dapat berbuat sekehendak hatinya atau sesuka hatinya.

Memiliki masa depan yang cerah pasti menjadi tujuan hidup semua orang. Contohnya

sukses dalam pendidikan dan karier. Seseorang yang mau berdisiplin akan sukses untuk

kedepannya, manfaat disiplin yang kita tanamkan sejak kecil akan membuahkan hasil di masa

yang akan datang, adapun manfaat disiplin adalah: hidup kita akan selalu teratur, dapat

mengatur waktu dengan baik, dan pekerjaan selesai tepat waktu. Betapa sangat pentingnya

sebuah disiplin di kehidupan sehari-hari maupun di masa yang akan datang, maka dari itu

penulis tertarik untuk meneliti bagaimana penerapan maupun pembinaan ketaatan di

Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami,

menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan

pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.

Penyelenggaraan lembaga pendidikan pesantren berbentuk asrama yang merupakan

komunitas tersendiri dibawah pimpinan kiai ataupun ulama dibantu oleh seorang atau

beberapa orang ulama atau para ustadz/ustadzah yang hidup bersama di tengah-tengah para

santri dan santri wati dengan mesjid sebagai pusat kegiatan peribadatan keagamaan,

gedung-gedung sekolah atau ruang-ruang belajar sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar, serta

(4)

Pesantren merupakan lembaga penggembangan ilmu keagamaan yang sangat tua.

Lembaga ini telah eksis sejak munculnya masyarakat Islam di nusantara, yaitu sekitar abad ke

13 dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous. Sejak awal sejarahnya,

pesantren didirikan dengan tujuan khusus antara lain: sebagai wahana kaderisasi ulama yang

nantinya diharapkan mampu menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat, membentuk

jiwa santriwati yang mempunyai kualifikasi moral dan religius, dan menanamkan kesadaran

holistik bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan, bukan

hanya untuk meraih prestasi kehidupan dunia. Eksistensi pesantren dengan serangkaian

tujuan yang ingin dicapai tersebut memerlukan keseriusan dan kesungguh-sungguhan para

pengelolannya, sekurang-kurangnya bermula dari para pimpinan dan pengasuh pesantren

dalam meneladankan profil sumber daya manusia yang ingin dibangun, selanjutnya menjadi

model bagi para santri dan santriwati yang secara sabar menuntut ilmu dan meniru model

tersebut.

Pola seperti ini jika dilihat dari teori resiprocal determinant dari Bandura, lebih

mencerminkan perpaduan antara kognitif dan perilaku. Dalam teori itu disebutkan bahwa

perilaku, lingkungan dan faktor person (kognitif) berinteraksi untuk melahirkan kepribadian.

Masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain. Pada satu sisi lingkungan

dapat menentukan perilaku seseorang, tetapi pada kesempatan lain perilaku seseorang juga

dapat mengubah lingkungan. Demikian juga dengan faktor-faktor kognitif person dapat

mempengaruhi perilaku dan dipengaruhi oleh perilaku.1

Kepala Pusat Pusat Pengembangan Penelitian dan Pendidikan Pelatihan Kementerian

Agama H. Abdul Jamil mengatakan, jumlah santriwati pondok pesantren di 33 provinsi di

seluruh Indonesia pada tahun 2011 mencapai 3,65 juta yang tersebar di 25.000 pondok

pesantren. Jumlah tersebut terus bertambahnya setiap tahunnya. Ini merupakan sebuah

(5)

kemajuan yang patut dibanggakan,

Ia mengatakan, mutu pendidikan di lingkungan ponpes (pondok pesntren) juga cukup baik.

Sebagian ponpes masih menerapkan pendidikan tradisional, namun banyak juga sudah

modern, sehingga tidak kalah bersaing dengan pendidikan yang ada di sekolah.

Selanjutnya beliau mengatakan, bahwa pendidikan di lingkungan ponpes sebagai salah

satu ujung tombak dari terselenggaranya pendidikan agama Islam yang baik dan benar sesuai

dengan tuntutan agama Islam yang tertuang dalam kitab suci Al-quran dan Hadist Nabi SAW.

Ponpes telah melahirkan tokoh-tokoh Islam yang sukses, sehingga menjadi teladan bagi kita

semua, para alumni ponpes tersebut kita harapkan terus mengembangkan ponpes di

Indonesia. Dalam peraturan perundang-undangan telah dijelaskan bahwa pendidikan di

ponpes telah diakui, Ia mengatakan, tidak perlu dibeda-bedakan antara pendidikan di ponpes

dan sekolah umum, karena memiliki tujuan yang sama yakni bagaimana menciptakan kader

pemimpin masa depan bangsa yang memiliki kepribadian yang luhur. "Sebenarnya kalau

dilihat prospek kedepan pendidikan di ponpes memimiliki peluang besar untuk

mengembangkan pendidikannya dengan membuka berbagai program pendidikan yang

diminati banyak orang”. Ponpes tidak hanya bertumpu saja pada pendidikan agama.2 Pendataan Pondok Pesantren tahun 2011-2012 berhasil mendata 27.230 Pondok Pesantren

yang tersebar di seluruh Indonesia.3

Sedangkan jumlah Pondok Pesantren di Kota Medan berjumlah lebih kurang 9 Pesantren

diantaranya sebagai berikut4

No

:

Tabel 1.1 Jumlah Pondok Pesantren di Kota Medan

Nama Pondok Pesantren Alamat Kecamatan

(6)

2

Sumber: Data Pesantren Provinsi Sumatera Utara

Untuk itu penulis pun tertarik memilih salah satu Pondok Pesantren yang

ada di Kota Medan yaitu Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah di karenakan Pesantren ini

sudah mendapatkan akreditas yang cukup baik dan telah dikategorikan sebagai Pondok

Pesantren Modern Internasional yang berada di tengah-tengah kota Medan, akhirnya lebih

khusus penulis akan mengkaji bagaimana cara pembinaan ketaatan santri dan santriwati di

Pondok Pesantren tersebut. Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah dikatakan modern,

karena modern di sini artinya adalah kata modern berasal dari kata latin yang berarti

“sekarang ini ”. Dalam pemakaiannya kata modern mengalami perkembangan, sehingga

berubah menjadi sebuah istilah atau sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai

dengan tuntutan zaman. Di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah fasilitasnya sudah sesuai dengan

tuntutan zaman pada masa kini, contohnya kantin di pesantren ini sudah menyerupai

swalayan atau pun Indomaret, setiap para santri dan santriwati yang ingin berbelanja di kantin

ataupun di toko pelajar, mereka memilih barang sesuai dengan keinginannya dan

membayarnya ke kasir. Selain itu kurikulum di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah tidak hanya

fokus pada kitab kuning maupun agama akan tetapi santri dan santriwati mempelajari

(7)

Internasional karena santri dan santriwati ada yang berasal dari luar negri seperti Thailand

dan Malaysia.

Pada perkembangannya, pesantren tidak pernah lepas dari orientasi kebutuhan

masyarakat. Upaya yang dilakukan pesantren senantiasa berpedoman dengan kondisi sosial

dan persoalan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan pesantren

hidup dari maupun untuk masyarakat. Pesantren senantiasa berupaya sejalan dengan kondisi

kehidupan masyarakat yang terus berkembang. Karena itu, hubungan antara masyarakat dan

pesantren tidak dapat dipisahkan. Sebab pemisahan tersebut akan mengakibatkan salah

satunya terkikis. Pesantren tanpa masyarakat, tidak akan mampu berbuat apa-apa. Begitu juga

sebaliknya masyarakat tanpa pesantren akan mengalami kekacauan.

Konsepsi pendidikan Islam yang dikaitkan dengan konsep tentang kejadian manusia yang

dari sejak awal kejadiannya sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai ciri dasar dengan

dibekali potensi hidayah akal dan ilmu, di samping pada sisi lain menjalankan misi untuk

mengabdi dalam arti yang luas sebagai khlaifah di bumi memikul amanat dan tanggung

jawab. Oleh karena itu, pengertian pendidikan menurut ajaran Islam adalah merupakan usaha

dasar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang

dianugerahkan Allah kepadanya agar mampu mengemban amanat dan tanggung jawabnya

sebagai khalifah Allah di bumi dalam pengabdiannya kepada Allah. Menerapkan konsepsi

pendidikan Islam yang berusaha mengembangkan kepentingan dunia dan akhirat, adalah

pendidikan yang mementingkan kepentingan bersama, akhlak, budi pekerti luhur serta amal

shaleh dengan menguasai ilmu pengetahuan dan keahlian/teknologi yang fungsional bagi

pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah mementingkan pendidikan dari pada pengajaran

karena pendidikan lebih penting di dalam kehidupan masyarakat. diantaranya adalah: hidup

(8)

dan disiplin. Pada penelitian ini penulis lebih tertarik tentang pendidikan yang ada di

pesantren salah satunya mengenai masalah disiplin yang ada di Pesantren Ar-Raudlatul

Hasanah. Hal ini disebutkan karena penulis melihat ketaatan di lingkungan sekitar kita sudah

mulai melonggar contohnya ketaatan dalam berjalan di jalan raya, banyak dari kita

melanggar rambu lalu lintas dan membuang sampah sembarangan. Maka dari itu penulis pun

ingin melihat bagaimana perkembangan ketaatan di salah satu pesantren yang berada di Kota

Medan, dan akhirnya penulis memilih Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah.

Seperti yang di kemukakan oleh Ustadzah Nani salah satu pengelola Pondok Pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah, beliau mengatakan di pesantren lebih mementingkan pendidikan dari

pada pengajaran:

“Karena di Pesantren ini pengajaran itu artinya antara ustadz/ustadzah dan santri/santriwati membahas satu mata pelajaran yang terjadi di dalam kelas sedangkan pendidikan bisa kita temui di mana saja salah satu ilmu yang diajarkan maupun yang diterapkan di pondok pesantren Ar-Raudlatul Hasanah adalah: Apa yang kita dengar, Apa yang kita lihat, Apa yang kita rasakan itu semua termasuk sebuah pendidikan, nah di pesantren ini kita gak hanya dapat sebuah pengajaran saja melainkan mendapatkan sebuah pendidikan karena kita dididik dari bangun tidur hingga tidur kembali”. Ustadzah Nani 35 Tahun ( Wawancara pada tanggal 22 Sepetember 2016).

Kiai sebagai pendidik (pengajar) tidak diperlukan persyaratan ijazah formal tertentu, yang

penting memiliki keahlian (penguasaan) terhadap kitab-kitab klasik (kitab kuning), dan

biasanya mudah belajar dalam waktu yang cukup lama di pesantren.

Sedangkan di pesantren Ar-Raudlatul Hasanah tenaga pendidiknya (pengajar) adalah

mereka yang bertugas mengemban amanat untuk melakukan transformasi pikir, sikap dan

moralitas kepada santri/wati dan masyarakat sekitar. Saat ini jumlah pendidik (pengajar) di

pesantren Ar-Raudlatul Hasanah sebanyak 215 orang. Mereka terdiri dari lulusan S1 dan S2

pada Perguruan Tinggi Negeri/Swasta baik dalam maupun luar negeri.

Dalam ajaran Islam terdapat pelajaran yang amat penting tentang disiplin. Misalnya

(9)

tidak boleh salah mengartikan kata-kata bebas. Bebas bukan berarti kita tidak berdisiplin, tapi

sebenarnya bebas adalah kebebasan dalam berpikir dalam memilih disiplin yang akan ditaati,

apabila menurut kita itu benar dan baik lakukan jika tidak benar dan tidak benar tinggalkan

karena bagaimana pun disiplin itu sangat penting bagi diri kita sendiri. Di pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah tidak ada paksaan, hanya saja kadang ada perintah mirip sebagai paksaan

kepada anak-anak besar yang masih berjiwa lemah seperti anak-anak kecil. Maka fungsi

disiplin adalah sebagai penolongnya bagi anak yang kurang kuat menguasai dirinya.

Adapun kasus-kasus yang pernah terjadi di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah khususnya

mengenai masalah disiplin adalah sebagai berikut:

Kasus yang pertama, adalah seorang banat dan banin5

5

Banat (Santri Wati) = Perempuan sedangkan Banin (Santri) = Laki-laki.

kelas 3 SMA (Madrasah Aliyah)

melanggar salah satu disiplin yang ada di pesantren yaitu berpacaran. Berpacaran sangat tidak

diperbolehkan di pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, karena itu merupakan salah satu bentuk

disiplin di pesantren. Mereka berpacaran sudah cukup lama sejak mereka berada di bangku

kelas 2 SMP (Madrasah Tsanawiyah) mereka berdua berasal dari daerah yang sama yaitu

Kota Pematang Siantar. Selama 4 tahun lebih kurang, mereka tidak pernah ketahuan pacaran

tetapi setelah 4 tahun terakhir ini mereka ketahuan berpacaran. Menurut informasi yang

didapat mereka ketahuan berpacaran karena ada yang diam-diam menyelidiki mereka berdua,

tidak lain adalah teman mereka sendiri yang menyelidiki, dan temannya itu pun segera

melaporkan hal tersebut kepada ustadz dan ustadzah yang ada di pesantren, setelah itu kasus

mereka pun segera di proses. Mereka berdua di panggil ke kantor untuk diintrogasi apakah

benar mereka pacaran. Tentu saja jawabannya iya mereka berpacaran sejak kelas 2 SMP.

Mereka berdua pun dikenakan sanksi ataupun hukuman. Kalau santriwati hukumannya

adalah memakai jilbab warna-warni yaitu warna merah-kuning-hijau selama 2 minggu,

(10)

menjalankan hukuman dengan berat hati, dan ternyata bukan sekedar itu saja hukumannya

melainkan di permalukan didepan ustadz/ustadzah maupun santri dan santri wati. Pada sore

hari seluruh penghuni pesantren Ar-Raudlatul Hasanah di umumkan untuk segera berkumpul

di lapangan basket pesantren, dan yang berpacaran pun dipermalukan. Cara dipermalukannya

adalah dengan cara santriwati (banat) duduk di atas beko dan yang santri (banin)

mengendarai beko tersebut setelah itu mereka berdua berjalan mengendarai beko tersebut di

tengah-tengah para santri dan santriwati.

Kasus yang kedua, adalah seorang banat kelas 2 SMA (Madrasah Aliyah) melanggar

salah satu disiplin di pesantren yaitu membawa barang elektronik yaitu HP, dia membawa HP

agar bisa menghubungi pacarnya yang berada di luar pesantren. Ketahuannya juga sama

seperti kasus yang pertama karena ada yang menyelidiki yaitu temannya sendiri, dia pun

segera dipanggil ke kantor untuk segera diintrogasi. Hukumannya adalah memakai jilbab

warna-warni selama 1 minggu dan berdiri di tangga mesjid selama 1 minggu pada sore hari,

dan akhirnya HP nya di hancurkan dengan kedua tangannya sendiri, dengan menggunakan

alat yaitu martil atau palu, setelah itu kedua orang tuanya di panggil ke pesantren. Pihak

pesantren melakukan hukuman seperti ini agar para santri dan santriwati tidak meyepelekan

sebuah ketaatan yang sudah ditetapkan oleh pesantren.

Sudah kita lihat banyak santri dan santriwati yang melanggar aturan maupun ketaatan di

Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, cara mengatasi hal tersebut peran ustadz dan ustadzah di

sini sangat lah penting, para santri dan santriwati membutuhkan sebuah nasihat maupun

bimbingan agar mereka tidak salah jalan. Setiap bulannya para santri dan santriwati

diwajibkan untuk berkumpul di Mesjid, beberapa ustadz dan ustadzah memberi arahan dan

bimbingan bahwasannya sangat penting sebuah ketaatan di mana pun kita berada. Agar para

santri dan santriwati tidak bosan setiap dua minggu sekali diadakan nonton bersama di tangga

(11)

nasihat, contohnya seperti Film yang bernuansa Islami. Agama Islam mengajarkan kita tidak

boleh berpacaran yang boleh hanya “ta’aruf”, karena orang yang berpacaran adalah hampir

mendekati perbuatan zina. Seperti itu lah salah satu film yang ditayangkan.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti bagaimana

pembinaan persiapan ketaatan dalam mendidik santri dan santriwati di Pondok Pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah .

1.2 Tinjauan Pustaka

Pendidikan merupakan kebudayaan manusia yang ada di setiap kelompok (masyarakat).

Pendidikan adalah proses sosial yang dijadikan alat dan sarana mempertahankan

keberlangsungan kelompok (masyarakat) tersebut. Pendidikan itu sebagai suatu proses (verb)

dan sekaligus suatu hasil (noun).6

1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan

Pendidikan Islam adalah salah satu proses dari usaha dasar

secara sengaja mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan seseorang, untuk

mengaktualkan potensi kemampuan keimanan (tauhid), potensi kecerdasan (akal), potensi

kemampuan memikul amanat dan tanggung jawab, serta potensi berkomunikasi melalui

bahasa (al-bayan) agar menjadi manusia Muslim yang bertakwa kepada Allah, yaitu

kepatuhan untuk menjalankan perintah dan mejauhi atau menghindari larangannya dengan

ikhlas dan ikhsan.

Ketaatan sendiri masih dapat dibedakan kualitasnya dalam tiga jenis:

hanya ia takut terkena sanksi

2.

Ketaatan yang bersifat identification yaitu jika seseorang taat terhadap suatu aturan hanya kar

ena takut hubungan baiknya dengan seseorang menjadi rusak.

3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu

6

(12)

aturan benar-benar kareana ia merasa aturan itu sesuai dengan nilai

nilai intrinsik yang dianutnya.

Disiplin diri merupakan aspek utama dan esensial pada pendidikan dalam keluarga yang

diemban oleh orang tua karena mereka bertanggung jawab secara kodrati dalam meletakkan

dasar-dasar dan fondasinya kepada anak-anak. Upaya orang tua atau pendidik akan tercapai

jika anak telah mampu mengontrol perilakunya sendiri dengan acuan dari nilai-nilai moral

yang terinternalisasi.

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren semula

banyak berdiri dan berkembang di daerah pedesaan. Umumnya, yang menjadi santri dan

santriwati adalah masyarakat pedesaan. Sekarang ini minat belajar di pesantren juga telah

termasuk pada masyarakat perkotaan. Pesantren menggunakan materi pembelajaran yang

disebut Kitab Kuning yaitu yang ditulis dalam bahasa Arab dan tidak menggunakan harakat

(dikenal juga sebagai kitab gundul), dengan menggunakan metode sorongan atau bandongan.

Kiai/ustadz berperan utama dan menentukan keberlangsungan pesantren. Pesantren yang

berdiri pada zaman dahulu disebut sebagai pesantren tradisional, dan sampai saat ini masih

terus berjalan. Belakangan ini mulai bermunculan pesantren modern. Keberadaan pesantren

modern (khususnya di perkotaan) cenderung lebih diminati oleh kaum muda karena

dipandang mengikuti perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan masa kini.

Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah termasuk pesantren yang modern karena lokasi pesantren ini

terdapat di tengah-tengah kota.

Akhirnya, dapat disimpulkan pendidikan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin

tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya untuk bisa bersosialisasi antar

sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali

ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi

(13)

mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu,

maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan. Batasan

tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya dapat

berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar

yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya,

yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar,

mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.

Kata disiplin berasal dari bahasa Latin discipulus yang berarti “pembelajaran”. Jadi,

disiplin itu sebenarnya difokuskan pada pengajaran. Menurut Ariesandi arti disiplin

sesungguhnya adalah proses melatih pikiran dan karakter anak secara bertahap sehingga

menjadi seseorang yang memiliki kontrol diri dan berguna bagi masyarakat. Menurut para

ahli pengertian tentang disiplin sebagai berikut:

• Menurut James Drever dari sisi psikologis, disiplin adalah kemampuan

mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang sesuai dengan hal-hal

yang telah di atur dari luar atau norma yang sudah ada. Dengan kata lain, disiplin dari

segi psikologis merupakan perilaku seseorang yang muncul dan mampu

menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditetapkan.

• Menurut Pratt Fairshild dari sisi sosiologi, disiplin terdiri dari dua bagian, yaitu

disiplin dari dalam diri dan juga disiplin sosial. Keduanya saling berhubungan satu

sama lain, sehingga seseorang yang mempunyai sikap disiplin merupakan

orang-orang yang dapat mengarahkan perilaku dan perbuatannya berdasarkan patokan atau

batasan tingkah laku tertentu yang diterima dalam kelompok atau lingkup sosial

masing-masing. Pengaturan tingkah laku tersebut bisa diperoleh melalui jalur

(14)

• Menurut John Macquarrie dari segi etika, disiplin adalah suatu kemauan dan

perbuatan seseorang dalam mematuhi seluruh peraturan yang telah terangkai dengan

tujuan tertentu.7

Dapat disimpulkan bahwa dari sudut pandang manapun, disiplin merupakan sikap yang

wajib ada dalam diri semua individu. Karena disiplin adalah dasar perilaku seseorang yang

sangat berpengaruh besar terhadap segala hal, baik urusan pribadi maupun kepentingan

bersama. Untuk mempunyai tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam mengerjakan sesuatu,

dibutuhkan latihan dengan kesadaran dari dalam diri akan pentingnya sikap disiplin sehingga

menjadi suatu landasan bukan hanya pada saat berkerja, tetapi juga dalam berperilaku

sehari-hari.

Dalam bahasa Nabi, perilaku disiplin itu tersirat dalam sifat ihsan. Dalam sebuah Hadits

sahih riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ihsan adalah “menyembah Allah

seakan-akan kamu melihatNya.” Konsekuensi dari perilaku ihsan adalah komitmen untuk

melakukan segala aturan Allah menjalani perintah dan menjauhi laranganNya saat sendirian

maupun saat ada orang yang mengawasi. Inilah inti dari disiplin.

Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang bisa dipilih dan

digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada pembahasan berikutnya, terlebih dahulu

akan dikemukakan pengertian dari pola asuh itu sendiri. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu

pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pola: berarti corak, model, sistem,

cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat

dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan

memimpin(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Lebih jelasnya,

kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan,

dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.

(15)

Pola asuh itu sendiri berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar

oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama.

Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan

anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku,

pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat

mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Dalam penelitian ini hanya akan

membahas tiga macam pola asuh, yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan

yang lainnya, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan laissez faire.

Dalam buku Psikologi Pendidikan, Samuel Soeitoe (1982) mengemukakan bahwa

terdapat empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian dan mempengaruhi

karakter seseorang yaitu:

• Pembawaan

Pada waktu lahir seseorang membawa kemungkinan untuk merealisasi potensinya.

• Lingkungan

Tempat dimana orang tersebut hidup, tumbuh dan berkembang serta bagaimana

hubungannya dengan orang sekitarnya.

• Ego

Baru mengambil peranan pada suatu taraf perkembangan tertentu, bila yang

bersangkutan telah mengetahui perbedaan antara baik dan buruk. Tiap inisiatif yang

berarti turut menentukan jalan perkembangan.

(16)

Masa atau periode atau kejadian penting yang dialaminya pada suatu ketika turut

menentukan perkembangan hidup seseorang.

Menguraikan betapa pentingnya karakter sebagai modal sosiokultural yang berasal

dari kearifan lokal dalam rangka mempersiapkan generasi muda ke masa depan yang lebih

cerah. Itulah sebenarnya pembangunan yang hakiki, yakni mempersiapkan masa depan

generasi muda ke arah lebih sejahtera dan beradab. Masa depan yang lebih sejahtera dan

beradab dilakoni dan dihasilkan oleh orang-orang yang berkarakter baik.

Karakter adalah sikap dan cara berpikir, berperilaku, dan berinteraksi sebagai ciri khas

seorang individu dalam hidup, bertindak, dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,

masyarakat maupun bangsa. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa “character is the sum

of all the qualities that make you who you are. It’s your values, your thoughts, your words,

your actions”. Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa karakter merupakan keseluruhan

nilai-nilai, pemikiran, perkataan, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri

seseorang. Karakter itulah nilainya, pemikirannya, kata-katanya, tindakannya. Karakter itu

menjadi bagian identitas diri seseorang sehingga karakter dapat disebut sebagai jati diri

seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan melalui sejumlah nilai-nilai etis yang

dimilikinya, berupa pola pikir, sikap, dan perilakunya.8

Struktur kepribadian dasar (basic personality structure) adalah intisari dari kepribadian,

yang dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat dari pengalaman mereka

pada masa kanak-kanak. Struktur kepribadian ini menjadi alat dasar bagi penyesuaian diri

individu di dalam masyarakat. Struktur kepribadian dasar meliputi (1) teknik berfikir

(technique of thinkings). (2) sikap terhadap benda hidup (attitude toward objects), misalnya

menerima atau menolak tergantung pada pengalamannya masih kanak-kanak (anak-anak

yang semasa kecilnya mengalami kekejaman dari ibunya, setelah dewasa akan bersikap

(17)

menolak wanita. (3) system keamanan dan kesejahteraan (security system), dinilai dari

kecemasan (anxiety) dan kekecewaan karena ketidakberdayaan (frustration) sewaktu

kanak-kanak; misalnya seorang anak yang semasa kanak-kanaknya selalu dalam keadaan

kelaparan, ketika dewasa akan bersifat hemat. (4) pembentukan super ego9

Tipe kepribadian dasar diperoleh karena suatu kolektif mempunyai pengalaman masa

kanak-kanak yang sama yaitu berupa pengasuhan anak (child rearing ). Akibatnya kolektif

mempunyai cara pengasuhan yang berbeda akan menghasilkan tipe kepribadian dasar

yang berbeda pula. Pendapat ini dikategorikan sebagai determinisme pengasuhan anak

(child rearing determinism). Dasar pemikiran aliran ini sangat dipengaruhi yaitu pengalaman

masa kanak-kanak penting bagi pembentukan kepribadian seseorang setelah dewasa kelak. atau bagian dari

kepribadian dari individu yang terbentuk dengan jalan mengambil-alih pandangan hidup dari

orang tuanya (Danandjaja, 1994:51).

10

Di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah peran ustadz dan ustadzah sangat penting, mereka

banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama dan akhlak-akhlak yang baik yang patut untuk

diajarkan maupun diamalkan. Di pesantren Ar-Raudlatul Hasanah orang tua juga

diperbolehkan untuk mengunjungi anak-anak mereka. Seorang anak sangat butuh semangat Koentjaraningrat (1990-18) mendefinisikan kebudayaan merupakan keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik manusia dengan belajar. Keluarga merupakan lingkungan belajar informal

yang pertama dan yang paling utama dalam proses sosialisasi anak. Di dalam keluarga, anak

akan diajarkan pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan untuk pertama kalinya.

Orang tua akan mulai memberikan motivasi kepada anaknya agar mau mempelajari pola

perilaku yang dianggap benar.

9

super ego adalah salah satu aspek dari psyche yang berkembang dengan jalan menghayati norma-norma dari orang tua atau masyarakatnya. Terdiri dari ego ideal dan hati nurani(conscience) dan berdasarkan prinsip ideal (ideal principle).

(18)

dan dorongan dari kedua orang tuanya. Keluarga bertugas menjalankan sosialisasi nilai-nilai

dasar kemanusian dalam pola hubungan yang efektif dan menjalankan kewajibannya untuk

menyekolahkan anak mereka setinggi-tingginya sedangkan pesantren lebih menekankan pada

proses pembelajaran dan penempaan kepada individu yang berisikan tentang ilmu

pengetahuan, keterampilan, penguasaan peran-peran sosial.

Pelly (1987-20) kebudayaan adalah tidak hanya sebatas pewarisan nilai-nilai, tetapi juga

harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain,

pengetahuan-pengetahuan dasar yang diperoleh dari keluarga tidaklah cukup untuk “bekal” anak ketika

beranjak dewasa. Hal tersebut lah yang akan menjadi peran dari sekolah. Sekolah mempunyai

potensi yang berpengaruh besar dalam pembentukan pengetahuan dan perilaku anak serta

mempersiapkannya untuk penguasaan peranan-peranan baru kemudian hari ketika tidak lagi

menggantungkan hidupnya pada keluarga dan mulai bermasyarakat. Dengan demikian,

sekolah menjadi produk dari masyarakat itu sendiri dan mencerminkan mereka.

Di pesantren Ar-Raudlatul Hasanah diajarkan hidup secara mandiri baik itu dari mencuci

baju, mengurus keuangannya sendiri dan lain sebagainya. Dari kelas 1 SMP sampai dengan

kelas 3 SMA ustadz/usadzah yang di pesantren mengajarkan bagaimana hidup secara mandiri

(berdikari) tidak pernah menggantungkan diri kepada orang lain. Berdikari merupakan

senjata hidup yang ampuh. Itu sebabnya pesantren Ar-Raudlatul Hasanah berprinsip Zelp

berdruiping systeem (sama-sama membayar iuran dan sama-sama dipakai), jadi walaupun

mereka jauh dari keluarga masih ada ustaz/ustazah yang membimbing dan mengarahkan

mereka menjadi santri dan santri wati yang shaleh dan shaleha, karena saat hidup di pesantren

kedua orang tua mereka adalah ustadz/ustadzah yang harus mereka patuhi dan hormati.

Ternyata pesantren bukan hanya sekedar merupakan tempat anak didik menerima ilmu

(19)

suatu wadah sosialisasi anak didik yang berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang

budaya yang berbeda, dengan dasar norma-norma agama.

Sistem pendidikan pesantren termasuk pendidikan nonformal sehingga sistem pendidikan

yang berlangsung di dalamnya sesuai dengan karakteristik. Pendidikan nonformal tersebut

adalah seperti yang menonjol dalam sebuah pendidikan di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah

ini salah satunya adalah pembinaan kemandirian dan disiplin yang tinggi. Oleh sebab itu

penulis tertarik untuk mengkaji aspek ketaatan di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tulisan di atas maka dengan ini penulis menarik rumusan masalah

tentang bagaimana pembinaan ketaatan di pondok pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, dari itu

dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Mengapa soal ketaatan penting dalam pembinaan ketaatan di Pondok Pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah?

2. Hal-hal apa saja yang mempengaruhi faktor ketaatan tersebut?

3. Bagaimana tanggapan para santri dan santriwati mengenai pembinaan ketaatan di

Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana model pembinaan ketaatan santri dan santriwati di

Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah.

b. Mengetahui perilaku santri dan santriwati dalam usahanya menjalani ketaatan di

Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah.

(20)

d. Mengetahui bagaimana pengalaman santri dan santriwati dalam proses mengahadapi

ketaatan tersebut.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukan penelitian ini adalah:

a. Menambah kepustakan Departemen Antropologi Fisip USU dalam kajian mengenai

Antropologi Pendidikan mengenai ketaatan yang terjadi di Pondok Pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah.

b. Memperluas kajian mengenai ketaatan menggunakan pendekatan antropologis.

c. Menambah wawasan pembaca mengenai ketaatan sebagai suatu masalah sosial.

d. Menambah wawasan pada masing-masing orang tua agar lebih menjaga maupun

mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang berkarakter.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe

penelitian yang berbentuk etnografi. Bogdan dan Taylor (1992:21) menjelaskan bahwa

penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif diharapkan mampu menemukan pola hubungan

yang bersifat interaktif. Menurut Spradley (2006-10) metode etnografi adalah sebuah metode

khusus atau kumpulan metode-metode yang di dalamnya meliputi, melihat, mendengar dan

ikut berpartisipasinya etnografer dengan masyarakat/kelompok yang diteliti. Hal ini

dimaksudkan agar dapat memahami sudut pandang mereka. Tidak hanya mempelajari

masyarakat/kelompok, lebih dari itu etnografer dituntut untuk belajar dari masyarakat.

Disiplin dipandang sebagai sebuah aturan yang harus ditaati oleh setiap individu tidak hanya

(21)

pesantren, di kantor, di tempat umum, sekalipun di dalam hutan dan lain-lain yang akan

peneliti ungkapkan melalui penelitian studi kasus.

Studi kasus adalah salah satu jenis penelitian yang digunakan dalam kajian antropologi.

Penelitian studi kasus memiliki suatu batasan yang jelas dan terperinci terhadap suatu

masalah dan tempat. Studi kasus merupakan penelitian terhadap kesatuan sosial yang dipilih

sebagai bahan kajian terhadap kesatuan yang lebih luas, tetapi hubungan antara kesatuan itu

tidak dapat diperkirakan secara pasti. Artinya, bahwa hasil penelitian ini belum dapat

dijadikan patokan untuk menarik kesimpulan umum yang lebih luas.Menurut Marzali (1980)

studi kasus bukanlah suatu teknik penelitian, tetapi suatu pendekatan, suatu cara agar dapat

diperoleh suatu sifat yang utuh dari data yang didapatkan.11

11 Jusman Mamo, “Antropologi Budaya,”

http://antropologiso.blogspot.co.id/2013/01/antropologi-budaya.html (akses 20 Januari 2016)

Penelitian yang dilakukan adalah studi ketaatan di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul

Hasanah. Tentunya penulis terfokus kepada bagaimana persepsi santri dan santriwati tersebut

terhadap suatu ketaatan. Persepsi mereka mencakup segala macam hal yang berkaitan dengan

ketaatan. Data yang didapatkan secara keseluruhan adalah penting, karena persepsi

merupakan cerminan nilai-nilai yang mereka miliki dalam melihat suatu masalah. Untuk

memahami bagaimana persepsi mereka terhadap ketaatan, peneliti menggunakan beberapa

teknik pengumpulan data selama melakukan penelitian di lapangan, penulis akan

menggunakan teknik pengumpulan data yakni:

1.5.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dan berkaitan dengan

(22)

1.5.2 Observasi

Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan.

Pengamatan adalah suatu cara yang dilakukan terhadap suatu fenomena yang tampak oleh

indera mata. Pengamatan dalam konteks penelitian ini peneliti meneliti keadaan ketaatan

yang terjadi di Pondok Pesantren Ar-Raudltul Hasanah dan meneliti informan serta

gerak-gerik informan menanggapi sebuah ketaatan serta memperhatikan bagaimana pengalaman

santri dan santriwati menanggapi sebuah ketaatan yang terjadi di Pondok Pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah. Teknik ini penulis di lakukan dengan cara mengamati semua aktivitas

yang dilakukan di sekitar Pondok Pesantren.

1.5.3 Wawancara

Saya menggunakan teknik wawancara terbuka dan wawancara mendalam (indepth

interview) untuk mendapatkan data dari informan. Observasi serta wawancara terbuka dan

indepth interview terhadap informan bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap

dan valid terhadap permasalahan yang diteliti. Subjek atau pun orang yang akan dijadikan

informan diantaranya adalah beberapa santri dan santriwati yang tinggal di Pondok Pesantren,

ustadz/ustadzah yang membimbing para santri dan santriwati, serta para orangtua dan

pihak-pihak lain yang dianggap terkait dengan proses pembentukan pendidkan di pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah khususnya mengenai masalah ketaatan. Penulis juga menggunakan alat

bantu dalam wawancara, diantaranya adalah alat rekam suara dan camera.

Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara terstruktur dan wawancara

mendalam. Wawancara testruktur adalah wawancara yang sudah direncanakan serta

pertanyaan yang akan diajukan sudah disusun sedemikian rupa agar hasil data yang

didapatkan lebih terinci dan lebih terarah. Sedangkan wawancara mendalam adalah suatu

teknik wawancara dimana peneliti dalam keadaan sudah terbina hubungan baik (rapport)

(23)

diantara peneliti dan informan tersebut. Kepercayaan tersebut akan menjadikan informan mau

memberikan data yang lebih terinci dan mendalam. Wawancara mendalam juga akan

menghasilkan data yang lebih terinci sehingga data yang didapat lebih bersifat holistic.

Peneliti ingin mengungkapkan bagaimana tanggapan para santri dan santriwati mengenai

masalah- masalah yang terjadi di Pesantren khususnya mengenai masalah ketaatan.

Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data mengenai persepsi santri dan

santriwati terhadap ketaatan.

Adapun informan yang penulis wawancarai selama survei di lapangan adalah, para santri

dan santriwati yang melanggar ketaatan di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, para wali santri

dan santriwati menanggapi sebuah ketaatan di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, dan para

Ustadz/Ustadzah yang tinggal di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah.

1.5.4 Profil Informan

Agar penulisan ini dapat dipahami lebih mendalam, penulis akan mengambil 3 profil

informan dari santriwati untuk menggali pengalaman mereka sebagai penguat data tentang

beberapa kisah santri dan santriwati yang betah dan yang tidak betah tinggal di pondok

Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah dan mengambil pengalaman mereka dalam proses

mengahadapi ketaatan di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah. Adapun nama 3 orang

informan tersebut yaitu adalah: Fira Amaliyah Rosyada, Zellica Andriani, dan Nurul Azmi

Harahap.

1.5.5 Pengembangan Raport

Peneliti akan berusaha mengembangkan hubungan baik(raporrt) dengan para

informan, dengan mengembangkan rasa saling percaya, sopan santun dan ramah tamah dan

menghilangkan rasa curiga. Teknik ini sangat penting dilakukan agar penelitian ini

(24)

Selama penulis berada di lapangan banyak penulis lihat beberapa santri dan santriwati

melanggar sebuah ketaatan, dari yang membuang sampah sembarangan, tidak menggunakan

bahasa Arab dan Inggris dan lain sebagainya, namanya juga manusia pasti tidak pernah luput

dari sebuah kesalahan. Hasil dari lapangan yang penulis simpulkan adalah bahwasannya

adanya ketaatan di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah sangat mempengaruhi prestasi belajar

mereka, dan dari sisi lainnya karena adanya ketaatan tersebut sebagian dari santri dan

santriwati tidak betah tinggal di pesantren, alasan santriwati mengungkapkan hal tersebut

adalah karena disiplin di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah sangat lah ketat, itu lah yang

mempengaruhi faktor-faktor ketaatan tersebut. Selama penulis berada di lapangan begitu

banyak persepsi mengenai ketaatan baik itu dari para santri dan santriwati maupun dari wali

santri dan santriwati, dan penulis pun mengambil kesimpulan bahwasannya ketaatan adalah

suatu keharusanyang harus di jalankan, karena ketaatam adalah dasar perilaku seseorang yang

sangat berpengaruh besar terhadap segala hal, baik urusan pribadi maupun kepentingan

bersama.

Untuk mempunyai tingkat ketaatan yang tinggi dalam mengerjakan sesuatu,

dibutuhkan latihan dengan kesadaran dari dalam diri akan pentingnya sikap ketaatan sehingga

menjadi suatu landasan bukan hanya pada saat bekerja, tetapi juga dalam berperilaku

sehari-hari.Di mana pun kita berada pasti terdapat sebuah ketaatan, walau seketat apa pun ketaatam

yang telah di buat jika kita senang mengerjakannya maka ketaatan tersebut akan ringan untuk

kita jalankan dan sebaliknya jika kita berat untuk mengerjakan ketaatam tersebut maka akan

terasa berat dan malas mengerjakan ketaatan. Selama penelitian penulis menemui beberapa

kendala seperti, informan yang telah berjanji oleh penulis tidak dapat di jumpai, penulis pun

segera mencari informan di sekitar lingkungan pesantren, Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah

lumayan cukup luas, membuat penulis letih untuk mencari informan dan akhirnya penulis

(25)

telah di janjikan tadi sedang asyiknya makan di kantin sambil berbincang-bincang dengan

temannya, penulis pun segera menghampiri informan tersebut. Informan tersebut membuat

alasan karena dirinya lupa kalau sebenarnya ada janji hari ini untuk wawancara, kami pun

segera melakukan wawancara.

Dengan seiringnya waktu penulis hampir setiap hari ke pesantren, penulis pun mencoba

mengingat-mengingat waktu masih belajar atau masih pondok di pesantren, selama 6 tahun

belajar dan tinggal di pondok pesantren, sangat banyak pengalaman dan pelajaran yang

penulis dapatkan, dari yang tidak betah karena pisah dengan orang tua, harus belajar mandiri,

nafsu makan berkurang dikarenakan lauknya kurang memuaskan, belajar berdisiplin, harus

pintar mengatur waktu, dan lain sebagainya, 6 tahun bukan waktu yang sebentar, awalnya

memang terasa sangat berat untuk tinggal dan belajar di pesantren, tetapi dengan berjalannya

waktu semua itu sudah terbiasa, lambat laun sudah mulai betah, yang membuat penulis betah

tinggal di pesantren karena mempunyai banyak teman dari berbagai daerah, di saat kita sedih

ada teman yang menemani, dan di pesantren tidak akan pernah merasa kesepian, jiwa

kekeluargaan di pesantren sangat lah indah, ini lah satu alasan yang membuat penulis betah

tinggal dan belajar di pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah.

1.5.6 Data Sekunder

Penulis turut juga menggunakan data sekunder untuk mendukung analisis data yang

akan dihasilkan. Data-data sekunder bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel (baik di

media cetak maupun elektronik), internet dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dapat

dianggap sinkron dan relevan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

Data sekunder sangat berguna bagi peneliti sebagai kerangka teori dan sebagai acuan

pemikiran dalam melakukan penelitian yang bersifat antropologis. Sehingga data sekunder

yang penulis ambil adalah seperti buku-buku yang berkaitan dengan antropologi pendidikan

(26)

1.6 Pengalaman Penelitian

Pada hari minggu tanggal 6 Maret 2016 untuk pertama kalinya penulis ke lapangan untuk

meneliti sebuah pesantren yang berada di tengah-tengah Kota Medan tepatnya yang berlokasi

di Jl. Jamin Ginting km 11/ Jl. Setia Budi Simpang Selayang Medan SUMUT. Walaupun

proposal penelitian penulis belum di Acc masih tahap revisi, penulis langsung melakukan

survei ke lapangan. Pukul 16.30 WIB sore hari penulis pun pergi ke pesantren dengan

mengendarai sepeda motor bersama kakak, dari rumah ke pesantren jaraknnya lebih kurang

10 menit. Sesampainya di pesantren penulis langsung mendatangi kantor pusat bagian

bendahara untuk menanyakan bagaimana mengurus surat izin untuk bisa diizinkan penelitian

di pesantren. Setelah mendapatkan informasi mengenai surat, penulis pun duduk di tangga

mesjid dan mengamati gerak-gerik santriwati yang sedang berjalan di depan penulis. Suasana

pesantren pada sore hari amat lah ramai, mereka melakukan aktivitasnya masing-masing, ada

yang pergi ke wartel(warung telepon) menelpon keluarganya, ada yang pergi ke kantin dan

lain sebagainya.

Tidak lama kemudian penulis melihat ada beberapa santriwati menuju ke tangga mesjid,

setiap santriwati membawa Al-Qur’an, dan mereka langsung berdiri di tengah-tengah tangga

mesjid itu sambil membaca Al-Qur’an. Berhubung penulis alumni dari Pesantren

Ar-Raudlatul Hasanah angkatan 2012, penulis pun langsung bisa menebak, santriwati yang

berdiri di tengah-tengah tangga sambil membaca Al-Qur’an sedang menjalankan hukuman.

Penulis pun segera menghampiri salah satu santriwati tersebut. Penulis langsung bertanya

kenapa berdiri di sini? Santriwati itu pun segera menjawab: “ karena kena hukuman kak,

kami melanggar disiplin, tadi shubuh kami tidak pergi ke mesjid untuk shalat berjama’ah”.

Setelah 10 menit berlalu mereka pun turun dari anak tangga mesjid tersebut. Penulis

memanggil salah satu santriwati yang berdiri di tangga mesjid tadi, Penulis pun mulai

(27)

naik tangga ini”, begitulah celoteh dari salah santriwati yang terkena hukuman. Jam sudah

menunjukan Pukul 18.15 WIB, setelah bertanya-tanya dan mengamati aktivitas santriwati

pada sore hari, penulis segera pulang ke rumah.

Dengan seiringnya waktu alhamdulillah proposal penelitian penulis pun di Acc itu

artinya penulis berhak ke lapangan, penulis langsung mengurus surat izin ke lapangan.

Beberapa hari kemudian surat izin dari kampus untuk ke lapangan sudah selesai. Tepat pada

tanggal 2 April 2016, penulis pergi ke Pesantren untuk memberikan surat izin dari kampus

bahwasannya penulis ingin meneliti Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah ini mengenai

masalah disiplin. Setelah sampainya di pesantren penulis langsung bergegas ke kantor bagian

pusat bendahara untuk memberikan surat, dan staff bagian bendahara bilang surat ini harus di

tinggal dan harus di Acc kan terlebih dahulu oleh Direktur Pesantren. Kalau sudah di Acc

segera di hubungi. Penulis pun segera mencatumkan nomor handphone di surat tersebut.

Sudah seminggu lebih penulis tidak di hubungin oleh pihak pesantren, ada rasa cemas,

takut, khawatir dan lain sebagainya. Takut karena tidak diizinkan untuk penelitian di

pesantren. Pada tanggal 11 April 2016 penulis mendapatkan kabar dari pihak pesantren untuk

segera datang ke pesantren besok hari. Esok harinya pada tanggal 12 April 2016 pukul 09.00

WIB penulis ke pesantren, tiba di pesantren penulis langsung ke bagian bendahara. Ternyata

ada Wakil Direktur sedang duduk di bagian bendahara tersebut, penulis pun di perbolehkan

masuk ke dalam ruangan. Penulis di wawancara selama 30 menit lebih kurang, dan akhirnya

penulis diizinkan untuk penelitian di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah. Wakil Direktur

pesantren memberikan sedikit arahan kepada penulis. Penulis segera pulang dengan rasa

senang dan gembira.

Pada tanggal 16 April 2016 pukul 14.00 WIB penulis tiba di pesantren, penulis

mengamati berbagai kegiatan yang dilakukan siang hari, ada yang belajar masuk siang,

(28)

disiplin pada saat itu, tidak lama kemudian penulis melihat dari kejauhan santriwati

memakai jilbab pelanggaran disiplin yaitu berwarna merah dan kuning. Penulis segera

menghampiri santriwati tersebut dan langsung bertanya, melanggar disiplin ya dek? “Iya

kak, ketahuan membawa handphone”. Penulis pun mengajak santriwati tersebut ngobrol di

bawah pohon. Bagaimana bisa ketahuan dan berapa hari memakai jilbab pelanggaran

tersebut. Dari raut wajahnya dia nampak kesel dengan hukumannya tersebut, dia merasa

tidak nyaman dan malu memakai jilbab pelanggaran. Tetapi bagaimana pun juga dia sudah

melanggar ketaatan dan bagi yang melanggar ketaatan harus di kenakan sanksi ataupun

hukuman.

Selama 3 hari berturut-turut penulis ke pesantren untuk melihat dan mencari

siapa-siapa saja yang telah melanggar ketaatan di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah. Selain itu,

penulis merasa hubungan penulis dengan semua informan sangatlah baik. Sebelum

wawancara berlangsung terlebih dahulu penulis memperkenalkan diri bahwasannya

penulis juga salah satu alumni dari pesantren ini, tujuan penulis memberitahukan hal ini

agar informan penulis lebih terbuka untuk menceritakan hal-hal yang mereka sukai dan

tidak mereka sukai, dengan begitu informan penulis pun lebih terbuka untuk menceritakan

keluh kesah selama berada di pesantren, dari beberapa informan yang penulis temui

mereka sangat bersemangat bila menceritakan masalah tentang disiplin. Selama

wawancara berlangsung pun penulis selalu berusaha untuk membuat suasana cair dengan

membuat lelucon-lelucon kecil yang mengundang tawa informan. Itulah salah satu metode

rapport yang penulis lakukan.

1.7 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian saya adalah di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah di Jl. Jamin

Ginting Km. 11/ Jl. Setia Budi Simpang Selayang Medan Sumatera Utara. Fokus

(29)

santriwati mengenai ketaatan di pesantren dan apa-apa saja faktor yang mempengaruhi

ketaatan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Pemantauan Kualitas Lingkungan Belanja Jasa Konsultansi Penelitian. - jasa penelitian kualitas

Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/ atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam

Pokja ULPD Kepulauan Riau melaksanakan Pelelangan Seleksi Sederhana untuk paket pekerjaan Jasa Konsultan Perencana Kontruksi Fisik Rehabilitasi Rumah Dinas pada

[r]

Regional teams of the Anti Malaria Campaign already carry out control activities for dengue, another mosquito-borne disease, which is now a leading public health problem in

Tamu yang telah tinggal di rumah tangga 6 bulan atau lebih dan tamu yang tinggal di rumah tangga kurang dari 6 bulan tetapi akan bertempat tinggal 6 bulan atau lebih dianggap

Kami juga tidak membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Asyani, lalu secara terang-terangan mengatakan bahwa orang ini benar dan orang. itu

Diagram aktivitas ini menggambarkan kejadian di mana pengguna dapat melihat hasil terjemahan dari kata yang terdapat di kamus kedokteran Dorland. Gambar 3 Diagram