• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan dan Kepercayaan Ibu terhadap Tindakan Mencegah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan dan Kepercayaan Ibu terhadap Tindakan Mencegah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan

sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama jumlah

penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga

tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit ini disebabkan oleh

virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue (Depkes RI, 2010).

Penyakit DBD merupakan penyakit endemis hampir di seluruh propinsi Indonesia. Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus dan daerah terjangkit terus

meningkat dan menyebar luas serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Diperkirakan setiap tahunnya ada 300 juta kasus di Indonesia, dan 500.000 kasus

DBD yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan minimal 12.000 diantaranya

meninggal dunia, terutama anak-anak (Depkes RI, 2007).

Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang

43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968

menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan.

Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang

(2)

sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR: 0,80 %)

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Banyak faktor yang memengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah

Dengue. Beberapa di antaranya adalah faktor inang (host), lingkungan (environment) dan faktor penular serta patogen (virus). Faktor inang menyangkut kerentanan dan

imunitasnya terhadap penyakit, sedangkan faktor lingkungan menyangkut kondisi

geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim),

kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi

penduduk), dan jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit tersebut

(Suwarja, 2007).

Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan

kematian akibat DBD perilaku masyarakat dalam melaksanakan dan menjaga

kebersihan lingkunganya. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang DBD serta kurangnya praktik atau peran serta masyarakat dalam menjaga

kebersihan lingkungannya (Rochman, 2004).

Peran serta masyarakat dalam PSN-DBD lebih diutamakan peran ibu rumah

tangga karena umumnya yang bertanggung jawab mengurus rumah tangga termasuk

masalah kebersihan rumah adalah ibu rumah tangga (Depkes RI, 1998).

Melalui Kepmenkes No. 581/Tahun 1992 tentang Pemberantasan Penyakit

Demam Berdarah Dengue, telah ditetapkan Program Nasional Penanggulangan DBD

yang terdiri dari 8 pokok program yaitu: surveilans epidemiologi dan penanggulangan

(3)

wadah Kelompok Kerja Operasional DBD (POKJANAL) DBD, peran serta

masyarakat: jumantik, pelatihan dan penelitian.

Departemen kesehatan juga telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai

kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan

mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan

vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL

DBD, pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN 3M Plus) dan

Kejadian DBD hampir merata terjadi di berbagai daerah Sumatera Utara

selama periode tahun 2011 ditemukan 6.025 kasus dan 92 orang diantaranya

meninggal dunia akibat penyakit yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypty.

Persentase kematiannya sebesar 1,5 persen dan penyebarannya dengan insiden rate

(IR) sebesar 16,2 per 100.000 penduduk dan tahun 2012 sampai bulan Mei telah

ditemukan kasus DBD 1.432 kasus. Kasus DBD ditemukan tertinggi di Kota Medan

pada tahun 2011 yaitu 2.384 orang dan 22 orang meninggal dunia (Dinkes Sumatera

Utara, 2012) .

Peningkatan profesionalisme pelaksana program

(Depkes RI, 2008).

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu kota di Sumatera Utara terdiri dari

5 (lima) kecamatan dan 35 kelurahan dengan angka kejadian kasus DBD yang

berfluktuatif tiap tahunnya.Tahun 2007 jumlah kasus DBD sebanyak 351 orang,

tahun 2008 sebanyak 149 orang, tahun 2009 sebanyak 230 orang, tahun 2010

(4)

Padang Hulu tercatat 93 kasus (24,4%) merupakan kawasan dengan kasus demam

berdarah dengue terbanyak dibanding dengan kecamatan lain Padang Hilir 90 kasus (23,6%), Rambutan 83 kasus (21,3%), Tebing Tinggi Kota 56 kasus (14,7%), Bajenis

59 kasus (15,5%) di tahun 2010, dan diantara 7 kelurahan yang ada di Kecamatan

Padang Hulu, Kelurahan Tualang tercatat dengan kasus DBD paling tinggi yaitu

sejumlah 27 kasus (29,0%) (Profil Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi 2010). Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1. berikut ini:

Tabel 1.1. Data Kasus DBD Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi Tahun 2010

No. Kelurahan Kasus %

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi Tahun 2011

Soekanto dalam Purwatiningsih, (2005) mengatakan bahwa pengetahuan,

adat-istiadat erat hubungannya dalam peningkatan partisipasi masyarakat, dan

anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan menerima sanksi yang berlaku

dalam masyarakat. Faktor persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan merupakan

(5)

Walaupun 3M plus merupakan cara yang mudah dan bisa dilakukan dengan

biaya yang sedikit pada kenyataannya cara ini belum terlaksana dengan baik. Ini

sangat erat dengan kebiasaan hidup bersih dan pemahaman serta perlakuan

masyarakat terhadap bahaya demam berdarah dengue ini (Kartika, 2007).

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan bentuk perwujudan paradigma

sehat dalam budaya perorangan, keluarga dan masyarakat yang berorientasikan sehat,

bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik,

mental, spiritual maupun sosial (Depkes. RI, 1999).

Keterlibatan masyarakat dalam pencegahan DBD sangatlah diperlukan karena

sangatlah mustahil dapat memutus rantai penularan jika masyarakat tidak terlibat

sama sekali. Peran serta masyarakat ini dapat berwujud pelaksanaan kegiatan 3M.

(menutup wadah-wadah penampungan air, mengubur atau membakar barang-barang

bekas yang menjadi sarang nyamuk, dan menguras atau mengganti air di tempat

tampungan air) di sekitar rumah dan melaksanakan PSN pada lingkungannya

(Koban, 2005).

Notoatmomodjo (2005), menyatakan metode yang dapat dipakai pada

partisipasi masyarakat antara lain : pendekatan masyarakat, dimana diperlukan untuk

memperoleh simpati masyarakat terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat,

baik yang formal maupun unformal; pengorgarnisasian masyarakat dan pembentukan

panitia (tim): dikoordinasikan oleh lurah atau kepala desa, tim kerja yang dibentuk di

tiap RT yang anggotanya adalah pemuka-pemuka masyarakat RT bersangkutan dan

(6)

Upaya meningkatkan kesehatan masyarakat perlu ditunjang dengan adanya

penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi, kepercayaan dan perilaku

masyarakat tersebut terhadap sarana kesehatan. Bila diperoleh data bahwa masyarakat

masih mempunyai persepsi yang salah tentang sarana kesehatan, maka kita dapat

melakukan upaya perbaikan melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan

demikian, program kesehatan yang diberikan akan diterima oleh masyarakat (Koalisi

untuk Indonesia Sehat, 2005).

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berperilaku atau tidak berperilaku tertentu karena adanya 4 alasan pemikiran dan

perasaan yaitu : pemikiran dan perasaan (thoughts & feeling), referensi seseorang

(personnal references) ,sumber daya (resources) dan, sosial budaya (culture)). Menurut WHO alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan,

persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek,, nenek atau orang lain.

Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan. Sikap menggambarkan

suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek. Sikap sering diperoleh dari

pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat (Notoadmodjo, 2007).

Kepercayaan seseorang terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang

diambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Sebagaimana Teori Health Belief Model (HBM) oleh Rosenstock (1974) didasarkan pada lima elemen persepsi seseorang yang memengaruhi perilaku kesehatan yaitu: perceived susceptibility

(7)

perceived benefit (persepsi manfaat), perceived cost (persepsi biaya/halangan) dan

cues to action (isyarat untuk bertindak), seperti pemberian informasi tentang DBD, penyuluhan, melalui media massa, artikel surat kabar dan majalah, saran dan ahli

sehingga masyarakat semakin yakin untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit

DBD (Smet, 1994).

Program pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi masyarakat

khususnya keluarga, karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada

masyarakat . Di lain pihak juga dirasakan kurangnya pemahaman atau informasi yang

disampaikan kepada masyarakat khususnya anggota keluarga mengenai kapan dan

dalam bentuk apa mereka dapat berpartisipasi dalam pemberantasan DBD (Depkes

RI, 2007).

Wandra (1999), menyimpulkan pada hasil penelitiannya bahwa partisipasi

keluarga dalam PSN DBD di tiga buah RW di Kelurahan Depok, Kecamatan

Pancoran Mas masih rendah, sedangkan anggota keluarga yang paling menentukan

perlu tidaknya keluarga melakukan PSN DBD (pengambil keputusan) adalah ibu

rumah tangga. Pada umumnya pengetahuan ibu rumah tangga yang menjadi

pengambil keputusan ini terhadap pemberantasan vektor DBD masih rendah dan

hampir seluruhnya mempunyai tingkat pendidikan menengah ke bawah.

Upaya-upaya pencegahan DBD yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan

(8)

umumnya terdiri dari ibu-ibu rumah tangga juga dilaksanakan 2 kali setahun serta

penyuluhan kesehatan lingkungan langsung ke masyarakat. Namun karena tingginya

biaya dan keterbatasan anggaran maka upaya tersebut kurang dapat dilaksanakan

secara berkesinambungan.

Bentuk kegiatan lain yang dilakukan Dinas Kesehatan dalam upaya

pengendalian DBD adalah dengan pemberantasan sarang nyamuk dengan mengikuti

pedoman gerakan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur) berupa kegiatan

pengurasan dan penutupan tempat-tempat penampungan air serta menimbun

barang-barang tempat perkembangbiakan vektor penular virus dengue. Diakui gerakan 3M ini merupakan kegiatan yang praktis, murah, dan dapat dilakukan oleh siapapun dan

di manapun. Namun untuk melaksanakan kegiatan ini, dibutuhkan partisipasi aktif

anggota masyarakat terkait pelaksanaan kegiatan tersebut (Profil Dinas Kesehatan

Kota Tebing Tinggi, 2010). Selain itu sejak Mei 2011 Dinas Kesehatan Kota Tebing

Tinggi telah membentuk Kader PSN atau jumantik di tiap –tiap lingkungan sesuai SK

Kepala Dinas Kota Tebing Tinggi Nomor: 440.04/722/SK/V/2011 tentang

Pembentukan Kader Jumantik di kelurahan se Kota Tebing Tinggi.

Hasil pengamatan di lapangan pada umumnya warga lingkungan relatif bersih

tetapi masih banyak terlihat tumpukan sampah di depan dan samping rumah dan

masih adanya genangan serta penampungan air di rumah beberapa warga. Selain itu

menurut penjelasan warga ada kebiasaan menggantung baju kotor, yang hal ini

merupakan tempat bertenggernya nyamuk. Kebiasaan dan kondisi lingkungan

(9)

demam berdarah. Faktor perilaku hidup bersih dan sehat belum dapat diterapkan

dalam keluarga. Selain itu kader-kader yang pada umumnya adalah ibu-ibu rumah

tangga kurang dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat dan kader tersebut

tidak dapat menjadi contoh dalam berperilaku hidup sehat. Kondisi tersebut membuat

keyakinan masyarakat kurang percaya terhadap program pencegahan DBD.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Kelurahan Tualang Kecamatan

Padang Hulu Kota Tebing Tinggi kebiasaan anggota keluarga dalam upaya

pencegahan kasus DBD masih rendah, anggota keluarga kurang memahami bahwa

untuk menghindari terjadinya penyakit DBD merupakan tanggungjawab bersama.

Kegiatan kebersihan rumah tangga hanya ditangani langsung oleh ibu saja. Ibu

merasa bahwa penyelenggaran program kesehatan belum dapat mencegah kasus DBD

di Kota Tebing Tinggi. Teknik atau cara penyampaian informasi kesehatan oleh

petugas kesehatan belum dapat meningkatkan pemahaman anggota keluarga dalam

mencegah DBD. Ibu merasa terjadinya DBD merupakan tanggung jawab pemerintah

yang kurang kompetensi dalam menanggulangi penyakit DBD sehingga keyakinan

ibu terhadap penyelenggaraan kesehatan belum dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

Sampai saat ini, masyarakat belum mampu mengatasi penyakit DBD dimana

kurang terlibatnya mereka dalam kebersihan lingkungan terutama dalam

menghilangkan sarang-sarang tempat berkembangbiaknya nyamuk dan kurang

memahami pentingnya melaksanakan tindakan pencegahan DBD disertai kurangnya

(10)

penyakit DBD. Berdasarkan fenomena dan pendapat di atas, maka penulis ingin

mengulas lebih dalam: “Pengaruh Pengetahuan dan Kepercayaan Ibu terhadap

Tindakan Mencegah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan fenomena dan pendapat di atas, dapat dirumuskan permasalahan

penelitian yaitu: Bagaimana pengaruh pengetahuan dan kepercayaan ibu terhadap

tindakan mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh

pengetahuan dan kepercayaan ibu terhadap tindakan mencegah Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi.

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah ada pengaruh pengetahuan dan

kepercayaan ibu terhadap tindakan mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian

(11)

1. Bahan masukan bagi Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam merumuskan

kebijakan administrasi kesehatan, khususnya upaya pencegahan penyakit berbasis

lingkungan.

2. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi dalam

menyusun program pencegahan dan penanggulangan DBD.

3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam penelitian ini untuk perbaikan dan

pengembangan model program kesehatan penyakit berbasis lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Laporan akhir ini disusun untuk mengetahui penerapan metode pencatatan dan penilaian persediaan barang dagang pada PD Ratu Amal Palembang.. Data yang digunakan

Metode yang dilakukan adalah menganalisa sistem secara lebih rinci baik proses, prosedur dan fungsi sesuai dengan data-data yang telah dikumpulkan, tahapan-tahapan analisa

Jika bapak/ibu bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini, maka saya. akan memberikan surat persetujuan untuk menjadi responden penelitian

Berdasarkan hasil penulisan dan pembuatan program sistem pakar ini secara umum maka dapat disimpulkan bahwa Aplikasi Perancangan Sistem Pakar Mendeteksi Permasalahan

Utara terkhusus untuk sahabat tercinta penulis yang selalu mendukung dan banyak.. memberikan masukan Arnike Doya, Mia Rhamayani dan Ari

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP 74 Tahun 2008 tentang Guru, maia guru harus mempunyai prestasi yang luar biasa atau melebihi yang dicapai oleh guru lain, sehingga

[r]

Teknik Arsitektur FPTK UPI yang telah membantu Peneliti dalam proses..