• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Arus globalisasi yang diikuti oleh perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan

dan teknologi menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif pesatnya

perkembangan antara lain terciptanya berbagai macam produk yang berkualitas

dan berteknologi, terbukanya informasi yang diperoleh melalui satelit dan

meningkatnya pendapatan masyarakat. Dampak negatif antara lain semakin

meningkatnya krisis nilai moral di masyarakat yang berpotensi meningkatnya

jumlah orang melawan hukum pidana dalam berbagai bentuk.1

Perusahaan multimedia pada saat ini misalnya, mereka sedang terlibat

kompetisi memperebutkan pasar global. Mereka bersaing untuk menguasai dunia

informasi, yang bisa dijual ke pasar internasional. Bangsa-bangsa lain yang belum

banyak mengenal informasi baru kemudian bersaing untuk membeli atau

mengaksesnya dengan harga yang mahal, baik harga dengan pengertian ekonomi

maupun dengan “harga” moral, ideologi, dan agama sebagai fenomena baru, era

globalisasi belum memiliki definisi yang mapan.2

1

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice), (Bandung: Aditama, 2012), hal. 1

2

Abdul wahid, Muhammad Labib, Kejahatan Mayantara, (Bandung : Rafika Aditama,2010),hal. 4

Ada yang memandangnya

sebagai suatu proses sosial atau proses sejarah. Atau proses alamiah yang akan

membawa seluruh bangsa dan Negara di dunia makin terikat satu sama lain,

mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan konsistensi dengan

(2)

Sekat-sekat yang membedakan antara satu bangsa dengan bangsa lain telah

digeser oleh pola lintas komunikasi global. Manusia dan bangsa-bangsa di muka

bumi ini telah dibangunkan “rumah baru” oleh kemajuan teknologi informasi.

“rumah baru” yang dibangun melalui keunggulan teknologi satelit telah menjadi

konstruksi yang berisi multi pluralitas bangsa-bangsa di muka bumi. Kita bisa

berkenalan dengan mengadakan komunikasi dengan mudah.

Ketika sistem informasi dibantu dengan satelit, maka planet bumi seakan

menjadi kecil. Barangkali hampir seluruh sudut bumi, bahkan perut bumi dapat di

potret oleh manusia dan dalam waktu yang singkat bersamaan gambar dan

berbagai penjelasan detailnya bisa di sebarluaskan ke seluruh penjuru dunia

a. Teknologi sebagai pembebas, ketika teknologi merupakan faktor utama penentu kemajuan dan kesejahteraan hidup manusia;

.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mempunyai peranan yang

tidak dapat dipandang sebelah mata .perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi telah merambah di berbagai bidang, mulai dari pendidikan,

perdagangan, sosial, politik, kebudayaan dan pertahanan keamanan nasional.

Teknologi dalam perkembangan masyarakat, secara filosofi juga dapat di pandang

sebagai “tombak bermata tiga”yakni :

b. Teknologi sebagai ancaman, ketika teknologi mempunyai sifat dasar yang bertentangan dengan kepenuhan hidup manusia;

c. Teknologi sebagai alat kekuasaan, ketika teknologi memiliki sifat yang mendua (baik dan buruk) tergantung dari konteks sosial yang melingkunginya.3

3

(3)

Pertumbuhan penggunaan internet di dunia sangatlah pesat, terutama di

Indonesia, lebih dari 55 juta jiwa yang aktif menggunakan internet di masa ini.

Dilihat dari hal tersebut sangat banyak penduduk Indonesia kita ini merupakan

pengguna aktif saat ini. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dirasakan banyaknya

manfaat dari internet ini. contoh saja, seseorang dapat melakukan belanja hanya

dengan melalui internet tanpa melakukan interaksi langsung dengan penjual di

lapangan. Hal ini merubah kehidupan yang lebih sering berada di dunia nyata

menjadi lebih sering di dunia maya hal ini jelas mempermudah konsumen untuk

menentukan barang yang akan di beli terlebih lagi harga yang diberikan telah

tertera dan jauh lebih murah dari pada toko-toko yang ada, namun dibalik

banyaknya manfaat yang di tawarkan oleh internet ini adapula hal buruk ataupun

bagian negatif dari internet ini.

Menurut Sutanto,4

a. Kejahatan yang menggunakan teknologi informasi sebagai fasilitas.

cyber crime secara garis besar terdiri dari 2 jenis yaitu:

Contoh-contoh dari aktivitas ini adalah pembajakan (copyright atau hak cipta intelektual, dan lain-lain); pornografi; pemalsuan dan pencurian kartu kredit (carding); penipuan lewat e-mail; penipuan dan pembobolan rekening bank; perjudian online; terorisme; situs sesat; materi-materi internet yang berkaitan dengan isu SARA (seperti menyebarkan kebencian etnik dan ras atau agama), transaksi dan penyebaran obat terlarang; transaksi seks; dan lain-lain.

b. Kejahatan yang menjadikan sistem dan fasilitas teknologi informasi sebagai sasaran.

Cyber crime jenis ini bukan memanfaatkan komputer dan internet sebagai media atau sarana tindak pidana, melainkan menjadikannya sebagai sasaran. Contoh dari kejahatan ini adalah pengaksesan suatu sistem secara illegal (hacking), perusakan situs internet dan server data (cracking), serta

defacting.

4

(4)

Perjudian online yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Binjai

dengan No. : PN.Binjai No. 268/Pid.B/2015/PN.Bnj pada 2015, cukup menarik

untuk dianalisa dimana pelaku dihukum pidana penjara selama 6 bulan lamanya,

sesuai dengan ketentuan KUHP Pasal 303 (1) ke-2 dan ketentuan-ketentuan

KUHAP dan yang berkaitan dengan perkara ini, dengan kata lain terbukti bersalah

melakukan tindak pidana “turut serta dalam perusahaan judi online”.

Berdasarkan hal tersebut perlu untuk membahas dan melakukan penelitian

mengenai pengaturan yang diberlakukan didalam tindak pidana perjudian,

khususnya judi online. Untuk itu muncul keinginan untuk menulis penulisan

hukum yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA JUDI ONLINE” (berdasarkan putusan PN Binjai no : PN.Binjai No. 268/Pid.B/2015/PN.Bnj)

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaturan tentang tindak pidana judi online di Indonesia ?

2. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap tindak pidana judi online di

Indonesia ?

3. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana judi

online (berdasarkan putusan PN.Binjai No. 268/Pid.B/2015/PN.Bnj)

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

(5)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai

dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam

penelitian ini, yaitu:

1) Mengetahui pengaturan tindak pidana judi online di Indonesia.

2) Mengetahui upaya penanggulangan terhadap tindak pidana judi online

di Indonesia.

3) Mengetahui tentang bagaimana pertanggungjawaban pidana judi online

di Indonesia.

2. Manfaat penelitian.

Dalam suatu penelitian sangat diharapkan dapat memberikan suatu

manfaat dan kegunaan bagi penulis itu sendiri serta masyarakat umum. Adapun

manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

a. Manfaat Teoritis

1) Menambah pengetahuan ilmu hukum mengenai

pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana judi online di

Indonesia;

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan ilmu hukum pada

umumnya serta hukum pidana khususnya;

3) Sebagai salah satu sarana untuk menambah referensi dan literatur yang

dapat digunakan untuk melakukan kajian hukum dan penulisan ilmiah

(6)

4) Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh selama menjalani

kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

b. Manfaat Praktis

1) Guna memberi jawaban atas permasalahan yang akan diteliti;

2) Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola piker yang

dinamis serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuanmenerapkan

ilmu yang telah diperoleh;

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan membantu

penelitian bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

D. KEASLIAN PENULISAN

Penulisan ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis sendiri yang

berasal dari literatur serta studi putusan dan berdasarkan masukan dari berbagai

pihak guna membantu penulisan dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan

diketahui dilingkungan Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan

tentang PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA JUDI ONLINE (berdasarkan putusan PN.Binjai No. :

268/Pid.B/2015/PN.Bnj A.N TOMMY T. AFUNG) Judul skripsi ini belum

pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama di perpustakaan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, sehingga tulisan ini asli atau dengan kata lain

tidak ada judul yang sama dengan skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

(7)

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Pengertian Tindak Pidana ( straafbaarfeit )

Penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan pengertian tindak pidana

(straafbaarfeit) tidak di temukan di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh

karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah

itu.5 yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung

didalamnya.6

Perlu diperhatikan bahwa istilah tindak pidana (straafbaar feit) dengan

tindakan atau perbuatan (gedraging/handeling) memiliki makna yang berbeda.

Unsur pertama dari tindak pidana adalah tindakan/perbuatan (gedraging),

perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan dasar untuk pemberian

pidana.

Upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan

tindak pidana atau tidak.

7

Perbuatan (gedraging), meliputi berbuat dan tidak berbuat. Van Hattum

dalam sudarto, tidak menyetujui untuk member definisi tentang gedraging, sebab

definisi harus dapat meliputi pengertian berbuat dan tidak berbuat, sehingga

definisi itu tetap akan kurang lengkap atau berbelit-belit dan tidak jelas.8

Menurut Simons, Strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang

dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat

5

Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana ,(Medan : USU Press), 2015, hal. 78

6

Ibid., hal. 78

7

Ibid., hal. 79

8

(8)

dihukum.9

Menurut Moeljatno, istilah perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang

oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Selanjutnya

disebutkan dapat juga dikatakan, bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang

oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal diingat bahwa

larangannya itu ditujukan kepada perbuatan manusia (yaitu suatu kejadian atau

keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang).

Dalam merumuskan suatu pidana, atau suatu pidana dapat dinyatakan

suatu perbuatan pidana, syaratnya adalah harus memenuhi unsur-unsur pidana,

unsur-unsur tindak pidana

10

Menurut Sudarto untuk menyatakan hubungan yang erat dipakailah istilah

perbuatan pidana, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua

keadaan konkrit yaitu : (1) adanya kejadian tertentu (perbuatan) dan (2) adanya

orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.

Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada

pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman dengan

pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya

benar-benar dipidana.

11

Penerapan dan perkembangan teori dualistis yang memisahkan tindak pidana

dari pertanggungjawaban pidana dalam hal ini berpangkal dari pandangan bahwa

unsur pembentuk tindak pidana hanyalah perbuatan. Pada dasarnya tindak pidana

9

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, (Raja Grafindo Persada: Jakarta) 2008, hal. 75

10

Mohammad Ekaputra,Op.Cit., 2015, hal. 84

11

(9)

adalah perbuatan atau serangkaian yang dilekatkan sanksi pidana. Dengan

demikian, dilihat dari istilahnya hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi

suatu tindak pidana. Sedangkan sifat-sifat orang yang melakukan tindak pidana

tersebut menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana.12

Menurut Remmelink,

Dalam konteks ini perlu dibedakan antara karakteristik perbuatan yang

dijadikan tindak pidana dan karakteristik orang yang melakukan. Karakteristik

orang yang melakukan tindak pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban

yang bersangkutan. Dikaitkan dengan hal diatas antara tindak pidana dan

pertanggungjawaban pidana bukan hanya dibedakan, tetapi lebih jauh lagi harus

dapat dipisahkan.

13

12

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,cet.2, (Jakarta:Kencana,2006), hal. 15.

13

Mohammad Ekaputra, Op.Cit.,hal. 83

Tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku

manusia (gendragingen : yang dalam situasi dan kondisi dirumuskan di dalamnya,

yang mencakup didalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat) yang dilakukan

dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan di dalamnya, yang perilaku itu

dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan sanksi pidana. Berdasarkan hal

ini dapat di abstraksikan syarat-syarat umum dari tindak pidana, yaitu sifat

melawan hukum (wederrechtelijkheid), kesalahan (schuld) dan kemampuan

bertanggungjawab menurut hukum pidana.

Tindak pidana adalah pelanggaran atau ancaman terhadap hak-hak subyektif.

Satu rumusan dari berbagai sudut pandang harus kita anggap kurang tepat.

(10)

Pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan orang melakukannya,

dalam berbagai literatur disebut juga dengan pandangan dualisme. Berikut ini

dikemukakan beberapa pengertian dari tindak pidana (strafbaar feit), menurut

para ahli yang dapat digolongkan menganut pandangan (aliran) dualistis :14

a. Menurut W.P.J. Pompe, Suatu strafbaar feit (definisi menurut hukum positif) itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan, bahwa menurut teori (definisi menurut teori)

strafbaar fet itu adalah pembuatan, yang bersifat melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana (strafbaar feit). Untuk penjatuhan pidana tidak cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi selain itu harus ada orang yang dapat dipidana.

b. Menurut H.B. Vos, strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang-undang.

c. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana itu adalah suatu perbautan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, tidak ada persamaan pendapat dikalangan para ahli tentang syarat-syarat yang menjadikan perbuatan manusia itu sebagai peristiwa sebagai patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat-syarat berikut ini :

1) Harus ada suatu perbuatan manusia;

2) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilakukan di dalam ketentuan hukum;

3) Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan;

4) Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;

5) Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-undang.

Selain aliran dualistis tersebut ada pandangan lain yang disebut dengan aliran

monistis (monisme) yaitu pandangan yang tidak memisahkan antara perbuatan

dengan unsur-unsur mengenai diri orangnya (pertanggungjawaban). Berikut ini

14

(11)

akan dikemukakan pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum yang

digolongkan menganut pandangan monistis, yaitu:15

a. Simon dalam P.A.F. Lamintang, merumuskan strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Alasan dari Simons apa sebabnya “strafbaar feit” harus dirumuskan seperti di atas adalah karena:

1) Untuk adanya suatu strafbaar feititu disyaratkan bahwa disitu harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;

2) Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang; dan

3) Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.

Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh simons, menunjukkan bahwa dalam membicarakan perihal tindak pidana selalu dibayangkan bahwa didalamnya telah ada orang yang melakukan, dan oleh karenanya ada orang yang di pidana. Menurut Simons, sifatnya yang melawan hukum seperti dimaksud diatas itu timbul dengan sendirinya dari kenyataan, bahwa tindakan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu peraturan dari undang-undang hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain. Didalam beberapa rumusan delik, undang-undang telah mensyaratkan secara tegas bahwa tindakan dari pelakunya itu harus bersifat Wederrechtelijk. Apabila sesuatu tindakan itu telah dilakukan dalam keadaan-keadaan yang mana undang-undang sendiri telah menentukan akibat hukumnya yaitu pelakunya tidak dapat dihukum, maka jelaslah bahwa sifat Wederrechtelijkdari tindakannya itu telah ditiadakan oleh undang-undang dan dengan sendirinya orang juga tidak dapat berbicara mengenai adanya suatu strafbaarfeit.

b. Wirjono Projodikoro, menyatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.

c. J.E Jonkers dalam Bambang Poernomo, telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertian:

1) Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang;

15

(12)

2) Definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum (wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Jonkers, sifat melawa hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunyi dari tiap peristiwa pidana, namun tidak adanya kemampuan untuk dibebaskan dari pidana. Kesengajaan atau kesalahan selalu merupakan unsur dari kejahatan. Berdasarkan hal ini ternyata definisi tindak pidana yang panjang itu terlalu luas dan selain menyebutkan mengenai peristiwa pidana juga menyebutkan tentang pribadi si pembuat. Menurut jonkers hal ini tidaklah merupakan keberatan yang telampau besar, karena kita selalu meninjau peristiwa pidana dalam hubungannya dengan si pembuat.

d. J.Baumann dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

2. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap

tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang

itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya

pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakekatnya merupakan suatu

mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap

pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.16

Pertanggungjawaban pidana dipandang ada, kecuali ada alasan-alasan

penghapus pidana. Dengan kata lain, kriminal liability dapat dilakukan sepanjang

pembuat tidak memiliki “defence”, ketika melakukan suatu tindak pidana itu.17

16

Chairul Huda, Dari tiada pidana tanpa kesalahan menuju kepada tiada

pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan: Tinjauan kritis terhadap teori pemisahan tindak pidana dan Pertanggungjawaban pidana, (Jakarta : Prenada Media), 2006, hal. 68

17

(13)

Dalam pengertian hukum pidana dapat disebut ciri-ciri atau unsur kesalahan

dalam arti luas, yaitu:18

a. Dapat dipertanggungjawabkan pembuat;

b. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja atau kesalahan dalam arti sempit;

c. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapatnya dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat (tidak ada alasan penghapus pidana).

Dapat dipertanggungjawabkan pembuat dalam hal ini berarti pembuat

memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan jika mempunyai kesalahan.

Dengan demikian, keadaan batin pembuat yang normal atau akalnya mampu

membeda-bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh

dilakukan, atau dengan kata lain mampu bertanggungjawab merupakan sesuatu

yang berada diluar pengertian kesalahan. Mampu bertanggungjawab adalah syarat

kesalahan, sehingga bukan merupakan bagian dari kesalahan itu sendiri, oleh

karena itu, terhadap subyek hukum manusia, mampu bertanggungjawab

merupakan unsur pertanggungjawaban pidana, sekaligus syarat adanya

kesalahan.19

Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan terutama dibatasi pada

perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (Dolus). Dapat dipidananya delik culpa

hanya bersifat pengecualian (eksepsional) apabila ditentukan secara tegas oleh

undang-undang diperberat dengan ancaman pidananya, hanya dikarenakan kepada

terdakwa apabila ia sepatutnya sudah dapat menduga kemungkinan terjadinya

akibat itu atau apabila sekurang-kurangnya ada kealpaan. Jadi konsep tidak

18

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta), 1994, hal. 130

19

(14)

menganut doktrin “Erfolgshafting” (doktrin “menanggung akibat”) secara murni,

tetapi tetap diorientasikan pada asas kesalahan.20

Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan objektif

yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi syarat

untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya perbuatan pidana

adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas

kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat perbuatan hanya akan di pidana jika ia

mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan orang

dikatakan melakukan kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban

pidana.21

Sudarto mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila

orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau

bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan

delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum

memenuhi syarat penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan perlu

adanya syarat untuk penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan ini

mempunyai kesalahan dan bersalah. Orang tersebut harus dipertanggungjawabkan

atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru

dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang tersebut.22

20

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta: Kencana) 2008, hal. 91

21

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Cet. Ketiga,(Jakarta : Aksara Baru),1983, hal. 75

22

Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang : Badan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah ,FH UNDIP),1988, hal. 85

Simons memberikan

(15)

adanya keaaan psikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana

dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan

sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan

tadi.23

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesalahan

merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memidana seseorang. Tanpa itu,

pertanggungjawaban pidana tidak akan pernah ada. Tidak heran jika dalam hukum

pidana dikenal asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld).

Asas kesalahan ini merupakan asas yang fundamental dalam hukum pidana,

demikian fundamentalnya asas tersebut, sehingga meresap dan menggema dalam

hampir semua ajaran penting dalam hukum pidana.24

Kesalahan merupakan alasan dapat dijatuhkannya pidana terhadap pelaku

tindak pidana tersebut, kesalahan itu sendiri adalah dapat dicelanya pembuat

tindak pidana karena dilihat dari segi masyarakat sebenarnya dia dapat berbuat

lain jika tidak ingin melakukan perbuatan tersebut.25 Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat

dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan

tersebut dan karenanya dapat bahkan harus menghidari perbuatan demikian.26

23

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka, 2002), hal. 158

24

Mahrus Ali,Dasar-Dasar Hukum Pidana,(Jakarta : Sinar Grafika), 2015, hal. 157

25

Roeslan Saleh, op.cit., hal. 77

26

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana,(Jakarta : Rineka Cipta),2008, hal. 169

Dengan pengertian ini, maka pengertian kesalahan secara psikologis yang

menitikberatkan pada keadaan batin (psychis) yang tertentu dari si pembuat dan

(16)

sehingga pembuat dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya,27 tidak diikuti karena menimbulkan persoalan dalam praktik hukum yang di picu oleh ketiadaan

unsur “dengan sengaja” atau “karena kealpaan” dalam rumusan tindak pidana.28 Oleh karena itu, praktik hukum sempat diliputi pertanyaan sekitar apakah

pelanggaran, menyebabkan pembuatnya tetap dipidana, sekalipun tidak ada salah

satu dari kedua bentuk kesalahan tersebut. Persoalan ini timbul dan menyebabkan

adanya keragu-raguan atas kemampuan teori kesalahan psikologis untuk

menjelaskan masalah kesalahan.29

3. Tindak Pidana Perjudian

Pengertian tindak pidana perjudian dapat kita pahami melalui Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang ada pada saat ini, yakni terdapat pada Pasal 303

KUHP

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:

1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk

permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan

sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;

2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak

umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam

perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan

kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara;

27

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam perspektif pembaruan,(Malang : UMM Press), 2008, hal. 222

28

Mahrus Ali, op.cit., hal. 158

29

(17)

3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian

itu.

(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada

umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan

belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ

termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan

lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau

bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.30

Dalam penjelasannya31 yang menjadi obyek dari “permainan judi”, bukan semua permainan masuk kategori “hazardspel”, melainkan telah dijelaskan dalam

ayat (3) bahwasanya yang termasuk dalam hal ini ialah permainan yang

mendasarkan pada pengharapan buat menang pada umumnya bergantung pada

peruntungan saja, dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena

kepintaran dan kebiasaan pemain.Yang masuk juga kedalam “hazardspel” ialah

pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak

diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain, misalnya main dadu,

main selikuran, main jemeh, kodok-ulo, roulette, bakarat, kemping peles, kocok,

keplek, tombola dll. Juga masuk dalam totalisator pacuan kuda, pertandingan

sepak bola dsb.

30

R.Soesilo , Kitab Undang – Undang Hukum Pidana,(Bogor : Politeia),1991, Hal. 222

31

(18)

Yang dihukum menurut pasal ini adalah :

a) mengadakan atau memberi kesempatan main judi tersebut sebagai

“pencaharian” jadi seorang Bandar atau orang lain yang “Sebagai

perusahaan” membuka perjudian orang yang turut campur dalam hal ini

juga dihukum. Disini tidak perlu perjudian itu ditempat umum atau untuk

umum, meskipun ditempat yang tertutup atau kalangan yang tertutup

sudah cukup, asal perjudian itu belum mendapat izin dari yang berwajib;

b) sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk main judi “kepada

umum” disini tidak perlu sebagai “pencaharian”,tetapi harus ditempat

umum atau yang dapat dikunjungi oleh umum. Inipun apabila telah ada

izin dari yang berwajib tidak dihukum;

c) turut main judi sebagai “pencaharian”

Sedangkan orang yang mengadakan main judi dihukum menurut pasal ini,

maka orang-orang yang ikut pada permainan itu dikenakan hukuman menurut

Pasal 303 bis.

F. METODE PENELITIAN

Metode berasal dari Bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan

yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka, metode menyangkut

masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang

bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau

bagaimana cara melakukan atau membuat sesuatu.32

Penelitian merupakan suatu

(19)

metode studi yang dilakukan dengan melakukan penyelidikan terhadap suatu

masalah, sehingga diperoleh solusi yang tepat terhadap pemecahan

masalah-masalah yang ada. Dengan adanya penelitian ini maka dapat ditemukan terhadap

pemecahan masalah yang diperlukan untuk keperluan masyarakat. Penelitian

hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasari pada metode, sistematika

dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan

pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian

megusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul

didalam gejala yang bersangkutan.33

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang

ada, sebagai berikut :

Jenis penelitian dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian

hukum doktrinal. Menurut Terry Hutchinson, penelitian hukum doktrinal

merupakan penelitian yang memberikan penjelasan sistematis tentang peraturan

yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara

aturan, menjelaskan permasalahan dan mungkin, memprediksi pembangunan

hukum pada masa depan.34

33

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : Univertsitas Indonesia), 2007, hal. 43

34

Peter Mahmud Marzuki,penelitian hukum,cet.7 (Jakarta : Kencana), 2011, hal. 32 Penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder. Bahan pustaka atau data sekunder yang diteliti

(20)

tersier.35

Penelitian hukum ini bersifat preskriptif. Menurut Peter Mahmud

Marzuki, yakni ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai preskriptif dan

terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari

tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep

hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum

menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam aturan

hukum.

Penulisan hukum ini meneliti tentang sistem pertanggungjawaban pidana

dan siapa sajakah yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana tentang

perjudian khususnya perjudian online.

2. Sifat Penelitian

36

Terdapat beberapa pendekatan di dalam penelitian hukum. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.

Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan-pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative

approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Dalam penelitian ini, dapat diberikan argumentasi sistem

pertanggungjawaban pidana dan siapa sajakah yang dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana tentang perjudian khususnya perjudian online.

3. Pendekatan Penelitian

37

35

Johnny Ibrahim,teori dan metodologi penelitian hukum normatif, (Malang : Bayu Publishing), 2006, hal. 44

36

Peter Mahmud marzuki,Op.Cit.,tahun 2011 hal .22

37

Ibid,hal. 93

(21)

penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan undang-undang

(statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach), yakni

dengan menelaah dan membandingkan semua undang-undang dan regulasi

mengenai perjudian khususnya perjudian online serta memperlajari

pandangan-pandangan atau doktrin-doktrin tentang pertanggunggjawaban pidana terhadap

judi online berupa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan

perundang – undangan di luar KUHP berupa Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1974 tentang Penertiban Perjudian dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

4. Jenis Bahan Hukum

Sumber penelitian digunakan untuk memecahkan isu hukum dan

memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya.38

a. Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian ini,

sumber yang digunakan yaitu :

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan

hukum mengikat atau bersifat autoritatif yang berarti mempunyai otoritas, dalam

hal ini adalah perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.39

1)Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

Dalam penelitian

ini digunakan bahan hukum primer, antara lain:

2)Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian;

38

Ibid,hal.141

39

(22)

3)Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun Nomor 1981 tentang Pelaksanaan

Penertiban Perjudian;

4)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik;

5)Putusan Pengadilan Negeri Binjai dengan No. 268/pid.b/2015/PN.Bnj

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu terutama adalah buku-buku hukum termasuk

skripsi, tesis, dan disertasi hukum serta jurnal-jurnal hukum.Selain itu, komentar

atas putusan pengadilan dan kamus-kamus juga merupakan bahan hukum

sekunder.40

1)Buku-buku hukum pidana khususnya mengenai kejahatan dunia maya dan

buku-buku tentang teknologi informasi sebagai penunjang;

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum sekunder

berupa:

2)Hasil penelitian kalangan hukum yang berkaitan dengan hukum pidana,

hukum cyber crime dan perjudian online;

3)Hasil karya kalangan hukum, baik dalam bentuk jurnal ataupun literatur

lainnya yang berkaitan dengan hukum pidana, hukum cyber crime,

maupun tentang teknologi informasi;

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan

perundang-undangan dan pendekatan komparatif sehingga teknik pengumpulan

bahan hukum dengan cara mencari peraturan perundang-undangan baik yang

40

(23)

berupa legislation maupun regulation.41

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Selain itu, penulis juga mempelajari,

membaca, dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-catatan, peraturan

perundang-undangan, putusan hakim serta artikel-artikel penting yang diperoleh

dari media internet yang erat kaitannya dengan isu hukum yang digunakan

untuk menyusun penulisan hukum ini yang kemudian dikategorisasikan

menurut pengelompokan yang tepat.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis dan

penafsiran otentik. Penafsiran gramatikal merupakan penafsiran untuk mengetahui

makna ketentuan undang - undang dengan menguraikan bahasa, susunan kata

atau bunyinya. Sedangkan penafsiran sistematis merupakan penafsiran

undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undang-udangan

dengan menghubungkan undang-undang lain. Penafsiran otentik adalah

penjelasan yang diberikan oleh undang dan terdapat dalam teks

undang-undang.

Dalam skripsi yang berjudul Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Judi Online. Gambaran isi dari tulisan ini diuraikan secara

sistematis dalam bentuk tahapan-tahapan atau bab-bab yang masalahnya di

uraikan secara tersediri, tetapi satu sama lain mempunyai keterkaitan.

Sistematika penulisan ini dibagi 5 ( lima ) Bab, yaitu sebagai berikut :

41

(24)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bagian awal dari laporan penelitian penulis dan yang

menguraikan latar belakang serta perkembangan teknologi informasi dan

perkembangan masyarakat di era global seperti sekarang ini. Selain itu, dalam bab

tersebut diuraikan beberapa macam pengertian tentang tindak pidana,

pertanggungjawaban pidana, dan pengertian judi online.

BAB II : PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA

Bab ini merupakan bab yang digunakan untuk menguraikan berberapa macam

tinjauan pustaka yang mendukung dengan laporan penelitian hukum ini. Dimana

pada bab akan dijelaskan mengenai pengaturan dari tindak pidana judi online ini,

baik itu yang berada di dalam KUHP maupun yang ada diluar dari KUHP itu

sendiri, melanjutkan pada bab berikutnya.

BAB III : UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA

Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian dan pembahasan dari rumusan

masalah yang ada. Pada bab ini, membahas mengenai upaya penanggulan yang

dilakukan dalam mencegah ataupun memberantas tindak pidana judi online ini.

Baik melalui upaya penal maupun upaya non-penal terhadap tindak pidana judi

online di Indonesia dan tentang penerapan pengaturan tersebut dalam kasus-kasus

yang terjadi.

BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI

INDONESIA (STUDI PUTUSAN PN.BINJAI

(25)

Bab ini membahas mengenai putusan yang telah ada ataupun yang telah

diputuskan oleh pengadilan, disini akan melakukan penilaian mengenai vonis

yang diberikan oleh hakim ataupun mengenai dakwaan yang diberikan oleh jaksa

serta member penilaian mengenai hal-hal yang dijadikan pertimbangan oleh

hakim untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa di dalam putusan ini.

BAB V : PENUTUP

Bab penutup ini berisi penulisan laporan penelitian ini menguraikan tentang

simpulan dari penjelasan dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab

sebelumnya. Pada bab ini juga diberikan saran terhadap permasalahan yang

terjadi yang diharapkan dapat membantu dalam mengefektifkan dan

memperbaiki pengaturan dan penerapan pengaturan pidana khususnya tindak

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan November – Desember terdapat kategori yang mengalami penurunan jumlah pengaduan, yaitu Spam Komplain, Spam, Network Incident, IPR, dan Spoofing/Phishing.. Berikut

[1] Istilah Rokoko juga bisa diartikan sebagai kombinasi kata "barocco" (bentuk teratur dari mutiara, kemungkinan berasal dari kata "baroque") dan kata

Beberapa keuntungan penggunaan enzim dalam pengolahan pangan adalah aman terhadap kesehatan karena bahan alami, mengkatalisis reaksi yang sangat spesifik tanpa efek

Hasil yang diharapkan dari simulasi perhitungan aliran daya ini adalah besar tegangan, daya aktif, daya reaktif, pada setiap bus pada jaringan distribusi 20 KV

[r]

(2006).”Voltage Control and Voltage Stability of Power Distribution Systems in the Presence of Distributed Generation ”, Goteborg: Thesis for The Degree of Licentiate

[r]

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual