• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pelaksanaan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

Berbagai program kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan hal tersebut.

Salah satu pokok program kesehatan yang dilaksanakan adalah pemberantasan

penyakit menular. Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan

masyarakat adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dan ditularkan lewat nyamuk

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang cenderung

semakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan

penduduk. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit

DBD karena virus penyabab dan nyamuk penularnya yaitu Aedes aegypti tersebar

luas, baik di rumah maupun di tempat umum (Kemenkes RI, 2011).

Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di sebagian kabupaten atau

kota di Indonesia. Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia yaitu di

Kota Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat

dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah

tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlah kasus yang

(2)

Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD yang dilaporkan di Indonesia sebanyak

112.511 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 871 orang dengan angka

kesakitan atau incidence rate (IR) sebesar 45,85%. Terjadi peningkatan jumlah

kasus pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 90.245 kasus

dengan IR sebesar 37,27%. Terjadi fluktuasi angka kesakitan DBD mulai tahun

2008 sampai dengan tahun 2013 sebagaimana tampak pada grafik di bawah ini

(Kemenkes RI, 2014).

Gambar 1.1 Grafik Angka Kesakitan (IR)DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2008-2013

Di Provinsi Sumatera Utara penyakit DBD telah menyebar luas sebagai

Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif

tinggi. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD di Sumatera Utara sebesar 4.732 kasus

dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami kenaikan bila

dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4.367 kasus dengan IR

(3)

Utara dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir dari tahun 2004-2013, lonjakan kasus DBD

terjadi pada tahun 2010 dengan IR sebesar 72 per 100.000 penduduk (Dinkes

Sumut, 2014).

Gambar 1.2 Grafik Angka Kasus Dan Angka Kematian DBD Di Provinsi SumateraUtara Tahun 2004-2013

Berdasarkan KLB wilayah Provinsi Sumatera Utara ada delapan daerah

yang endemis DBD yaitu Kota Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat, Asahan,

Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kabupaten Karo (Kemenkes RI, 2014).Kota

Medan merupakan daerah endemis DBD, berdasarkan data dari bidang P2P Dinas

Kesehatan Kota Medan tahun 2012, Jumlah kasus DBD di Kota Medan sebanyak

1.203 kasus, mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2013 dimana

jumlah kasus DBD sebesar 1.270 kasus. Pada tahun 2013 IR untuk kasus DBD

sebesar 59,8 per 100.000 penduduk, sementara Case Fatality Rate (CFR) sebesar

23% dimana CFR untuk laki-laki sebesar 34,3% dan CFR untuk perempuan sebesar

15,6% (Dinkes Medan, 2014).

Kota Medan memiliki 21 kecamatan. Salah satu kecamatan yang endemis

(4)

dari tujuh kelurahan (Kelurahan Helvetia, Kelurahan Helvetia Tengah, Kelurahan

Helvetia Timur, Kelurahan SSC II, Kelurahan TG.Gusta, Kelurahan Dwi Kora dan

Kelurahan Cinta Damai) selalu mengalami kasus DBD setiap bulannya. Pada tahun

2014, jumlah kasus DBD yang terdapat di Kecamatan Medan Helvetia sebesar 147

kasus dan yang meninggal sebanyak empat orang, yaitu dua orang dari Kelurahan

SSC II dan dua orangnya lagi dari Kelurahan TG.Gusta. (Puskesmas Medan

Helvetia, 2015).

Tabel 1.1 Jumlah kasus DBD di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014

No Kelurahan Jumlah kasus Meninggal

1. Helvetia 14

Berdasarkan laporan kajian kebijakan penanggulangan wabah penyakit

menular, yakni studi kasus DBD yang dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia,

menyatakan bahwa kendala penting yang masih terjadi saat ini dalam menangani

DBD adalah kurang atau tidak adanya koordinasi dari instansi-instansi yang

seharusnya terkait dalam menangani DBD sehingga menimbulkan masalah

tersendiri di lapangan. Penanganan DBD tidak semata-mata tugas dinas kesehatan,

melainkan juga terkait dengan instansi lainnya. Instansi-instansi yang mengatur tata

kota dan pemukiman, kebersihan lingkungan hidup bahkan dinas pendidikan

(5)

Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan bertanggung

jawab atas masalah kesehatan yang ada di wilayah kerjanya. Tingginya beban

puskesmas sebagai unit operasional utama di lapangan juga menjadi kendala utama

yang dihadapi dalam implementasi kebijakan penanggulangan penyakit menular

dalam kasus DBD (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa puskesmas seolah-olah

menjadi penanggung jawab tunggal atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.

Berdasarkan wawancara dengan Petugas P2 DBD Puskesmas Medan Helvetia,

kendala-kendala yang dihadapi dalam masalah penanggulangan DBD yaitu

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan setiap jumat pagi belum

berjalan dengan optimal, masih ada warga yang menolak saat akan diperiksa jentik

di rumahnya, persepsi warga yang menganggap masalah DBD hanyalah masalah

puskesmas sehingga puskesmas lah yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan

masalah tersebut. Selain itu, kepedulian dari sektor lain belum terlihat. Saat akan

dilaksanakannya PSN, terkadang kepala lingkungan nya tidak hadir.

Dalam mencapai tujuannya, sebuah organisasi memerlukan koordinasi.

Tujuan organisasi yang telah ditetapkan adalah suatu kondisi yang telah disepakati

oleh semua anggota organisasi. Dengan demikian tujuan organisasi dapat dicapai

jika semua anggota organisasi mempunyai kesediaan untuk bekerja sama dan

kegiatan mereka dapat dikoordinir dengan baik, sehingga tidak terjadi

kesimpangsiuran dan tumpang tindih atau kekosongan serta kehampaan tindakan

dalam pekerjaan. Dengan kata lain prinsip yang harus menjadi landasan dari semua

(6)

Menurut Hasibuan (2011), koordinasi adalah kegiatan mengarahkan,

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan

pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Tanpa koordinasi,

individu-individu akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi.

Menurut WHO (2012), dalam pencegahan dan pengendalian demam dengue

dibutuhkan pendekatan lintas sektoral yang efektif, memerlukan koordinasi antara

kementerian memimpin (biasanya Departemen Kesehatan) dan kementerian terkait

lainnya dan lembaga pemerintah, sektor swasta (termasuk penyedia layanan

kesehatan swasta), lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat lokal. Berbagai

sumber daya merupakan aspek penting koordinasi.

Penelitian Kurniawan (2011) tentang implementasi program pencegahan

dan penanggulangan DBD di Kota Surakarta, menyatakan bahwa koordinasi sangat

diperlukan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai tujuan

kebijakan yang akan dilakukan. Koordinasi antara dinas kesehatan dengan

puskesmas dan kelompok kerja operasional DBD dilakukan melalui surat dan

hambatannya terjadi karena pokjanal tidak aktif.

Penelitian Subargus (2007) tentang analisa terhadap kebijakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam upaya penanggulangan DBD di

wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menyatakan bahwa koordinasi

dalam penanggulangan DBD masih belum berjalan lancar. Dinyatakan bahwa

perhatian dan upaya yang besar dari dinas kesehatan terhadap pemberantasan

(7)

tanggung jawab oleh instansi lain sehingga peran serta sektor terkait lainnya belum

dapat mendukung secara optimal dalam pelaksanaan DBD.

Penelitian Sriwulandari (2009) tentang evaluasi pelaksanaan program

pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue Dinas

Kesehatan Kabupaten Magetan, menyatakan bahwa salah satu hambatan dalam

pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD yaitu karena

susahnya koordinasi dengan beberapa pihak. Dinyatakan bahwa susahnya

koordinasi dengan masyarakat maupun pihak desa terlihat dari terkadang ada

perangkat desa yang tidak terlalu tanggap saat ada kasus yang menimpa warga.

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka penulis ingin

melakukan penelitian untuk menganalisis fungsi koordinasi dalam program

penanggulangan DBD di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan fungsi

koordinasi dalam program penanggulangan DBD di Puskesmas Medan Helvetia

Kecamatan Medan Helvetia tahun 2015.”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pelaksanaan fungsi koordinasi

dalam program penanggulangan DBD di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan

(8)

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai bahan masukan dan informasi

mengenai pelaksanaan fungsi koordinasi dalam program penanggulangan DBD,

sehingga dapat meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

penanggulangan DBD.

2. Bagi Puskesmas Medan Helvetia, penelitian ini diharapkan dapat memberi

sumbangan pemikiran mengenai pelaksanaan koordinasi dalam program

penanggulangan DBD, sehingga dapat meningkatkan koordinasi antarunit yang

ada di puskesmas dan lintas sektor di wilayah kerja puskesmas tersebut.

3. Bagi peneliti lain, dapat menambah wawasan keilmuwan dan pengalaman serta

keterampilan dalam melakukan penelitian khususnya tentang penanggulangan

DBD.

4. Sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam ilmu

Gambar

Gambar 1.1 Grafik Angka Kesakitan (IR)DBD Per 100.000 Penduduk Tahun
Gambar 1.2  Grafik Angka Kasus Dan Angka Kematian DBD Di Provinsi
Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Selama penyusunnan penulisan ilmiah ini penulis dapat menarik kesimpulan bahwa menciptakan sebuah aplikasi website memerlukan waktu yang relative lama dan tidak mudah, dan

Pada penulisan ilmiah ini Penulis mencoba mengangkat masalah ini yaitu membuat suatu permainan sederhana yang dapat dimainkan oleh siapa saja Program aplikasi ini dibuat

Peta lokasi bangunan/Sketsa tanah/Status Tanah.. Gambar bangunan

Penulisan Ilmiah ini, membuat aplikasi untuk perhitungan fisika dengan materi gaya, cermin, dan pesawat sederhana dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic.NET

Software yang digunakan pada perancangan website ini menggunakan PHP dikarenakan PHP merupakan bahasa pemrograman yang bersifat open source artinya siapa saja boleh menggunakannya

Maka aplikasi akan menampilkan Lama Studi per jenis PT sesuai dengan tahun

Sangant ironis sekali sampai saat ini Jakarrta belum mempunyai suatu pusat rehabilitasi yang lengkap dan menyatu, sehingga untuk memberikan rehabilitas social psikologis dan

[r]