• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Karet Alam Secara Reaksi Pemutusan Rantai Dan Siklisasi Untuk Menghasilkan Karet Siklo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modifikasi Karet Alam Secara Reaksi Pemutusan Rantai Dan Siklisasi Untuk Menghasilkan Karet Siklo"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Karet

Getah yang dihasilkan dari tanaman Hevea brasiliensis dalam fasa cairan dan berwarna putih disebut dengan lateks. Lateks merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi berbagai jenis bahan olah karet dan produk turunan karet. Getah lateks dihasilkan ketika kulit pohon karet disadap. Terdapat berbagai tanaman yang dapat menghasilkan lateks, namun tanaman Hevea brasiliensis yang berasal dari negara Brazil ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia karena lebih ekonomis dan potensial untuk dikembangkan. Berbagai spesies tanaman lainnya yang dapat menghasilkan lateks seperti Castilla elastica dan Ficus elastica (famili Moraceae),

Funtumia elastica, Dyera sp., dan Landolphia sp. (famili Apocinaceae), Palaquium gutta (famili Sapotaceae), Parthenium argentatum dan Taraxacum kokbsaghyz (famili Compositae), dan Manihot glaziovii (famili Euphorbiaceae). Tanaman karet

Hevea brasiliensis merupakan divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotyledone, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Hevea, dan spesies

Hevea brasiliensis.

Tanaman Hevea brasiliensis potensial dikembangkan karena

(2)

merupakan bahan yang dapat terbaharukan. Bahan baku yang terbaharukan merupakan bahan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Dari segi ketersediaan bahan baku, karet alam lebih unggul dibandingkan karet sintetis. Bahan baku yang terbaharukan juga cenderung lebih ramah lingkungan baik dari segi proses pengolahannya maupun dari limbah yang dihasilkan. (White et al, 2001, Tribawati, R.,2009).

Karakteristik karet alam seperti kelentingan, ketahanan kikis, elastisitas, daya rekat dan lain-lain merupakan keunggulan yang dimiliki untuk dapat diproses menjadi berbagai jenis polimer. Karet alam terutama digunakan pada Industri ban. Sampai saat ini karet alam tidak dapat disubstitusi seluruhnya oleh karet sintetis pada Industri pembuatan ban. Kemampuan daya rekat yang tinggi membuat karet alam banyak digunakan sebagai bahan adhesive. Karet alam juga banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai peralatan rumah tangga.

Lateks merupakan sistem koloid yang stabil. Partikel karet berbentuk butir-butir karet yang terdispersi dalam air. Partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipid Protein yang menyelubungi butir-butir karet memberikan muatan pada partikel karet. Jika protein yang menyelubungi butiran karet ini rusak maka butiran karet akan saling tarik-menarik sehingga akan mengalami penggumpalan. Selain butiran karet, beberapa garam dan zat organik seperti gula dan protein juga larut dalam dispersi tersebut. Komponen yang terdapat dalam lateks terdiri dari; 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum (air dengan zat-zat yang melarut di dalamnya). Komponen karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam-asam lemak, 0,2% gula, dan 0,5% garam-garam mineral. Lateks

Hevea brasiliensis yang mengalami proses sentrifugasi pada kecepatan 18.000 rpm akan terpisah menjadi beberapa lapisan sehingga dapat dilihat komposisi penyusunnya yang terdiri atas :

a. Fraksi lateks

(3)

b. Fraksi Frey Wyssling

Fraksi Frey Wyssling merupakan karotenoid, lipida, air, karbohidrat dan inositol, protein dan turunannya. Fraksi ini sebanyak 1-3%.

c. Fraksi serum

Fraksi serum merupakan komponen terbesar dalam lateks, yaitu sebesar 48%. Fraksi serum tersusun atas; senyawaan nitrogen, asam nukleat dan nukleotida,

senyawa organik, ion anorganik, dan logam. d. Fraksi dasar

Fraksi yang terakhir adalah fraksi dasar yang terdiri atas; air, protein dan senyawaan nitrogen, karet dan karotenoid, lipida dan ion logam. Fraksi ini berkisar 14%.

Lateks merupakan bahan baku yang terbahrukan karena dihasilkan oleh tanaman Hevea brasiliensis. Lateks akan dihasilkan dengan menyadap kulit pohon. Getah akan keluar dari pembuluh dari kulit pohon yang telah disadap. Lateks merupakan hasil fotosintesis berupa senyawa sukrosa yang ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks. Enzim invertase yang terdapat dalam pembuluh lateks akan mengatur proses perombakan sukrosa. Perombakan sukrosa oleh enzim inilah yang akan menghasilkan karet. Dalam pembuluh lateks, lateks merupakan sistem koloid yang stabil. Lateks yang telah disadap dan keluar dari pembuluh lateks memiliki kecenderungan untuk mengalami koagulasi. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan prakoagulasi. Penggunaan peralatan pada saat penyadapan dan pengumpulan lateks harus diperhatikan kebersihannya karena pengotor dapat menyebabkan prakoagulasi lateks. Protein yang menyelubungi partikel karet merupakan pelindung partikel karet sehingga karet tidak mengalami

penggumpalan. Mikroorganisme dari udara, pengrusakan karbohidrat, protein, dan lipida dalam lateks serta aktivitas enzim tertentu akan memfermentasikan

(4)

disebabkan oleh kontaminan pengotor ataupun oleh mikroorganisme dapat dihindari dengan menambahkan pengawet pada lateks pada saat penyadapan.

Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengawet antara lain adalah amonia (NH3) dan formalin bertujuan untuk meningkatkan kemantapan lateks. Sebagai pengawet, amonia lebih banyak dipergunakan daripada bahan kimia lain karena memiliki beberapa keunggulan. Amonia harganya lebih murah, mudah

menguap, dan konsentratnya dalam bentuk gas lebih mudah digunakan. Sedangkan kekurangannya yaitu bau, sensitif terhadap seng dioksida, dan konsentrasinya terus berkurang karena reaksi yang lambat dengan bahan penyusun bukan karet. Prakoagulasi dapat dicegah melalui penambahan amonia pada konsentrasi antara 0,3% - 1%. Penambahan amonia akan meningkatkan pH lateks menjadi 9 - 10, sehingga muatan negatif pada partikel-partikel karet akan meningkat. Melalui penambahan amonia, ion-ion Mg+ yang dapat mengganggu kemantapan lateks dapat

(5)

Tabel 2.1. Tanaman Penghasil Karet alam

Sumber : White et al, 2001

Jenis karet lainnya yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai polimer adalah karet sintetik. Karet sintetik merupakan produk turunan dari minyak bumi. Pengembangan karet sintetik secara signifikan terjadi sesudah Perang Dunia II. Produksi karet sintetik ini dilakukan karena semakin berkembangnya produk olahan

karet dan karet alam dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kebutuhan dunia. Karet sintetik berdasarkan pemanfaatannya diklasifikasikan menjadi karet sintetik yang digunakan secara umum serta karet sintetik yang digunakan untuk keperluan khusus. a. Karet sintetik untuk kegunaan umum

Beberapa jenis karet sintetik yang tergolong dalam golongan ini antara lain : 1. SBR (Styrene Butadiene Rubber)

Karet SBR memiliki keunggulan dari segi ketahanan kikis dan panas yang ditimbulkan rendah.. Karet SBR merupakan karet sintetik yang paling banyak digunakan. Kekuatan SBR lebih rendah dibandingkan karet alam yang divulkanisir karena tidak diberi tambahan bahan penguat.

2. BR (Butadiene Rubber) atau polybutadiene rubber

(6)

3. IR (Isoprene Rubber)

Karet sintetik ini merupakan polimer yang tersusun atas monomer isoprene sehingga karakteristiknya memiliki kemiripan dengan karet alam yang merupakan polimer isoprene alami. Dibandingkan karet alam, karet IR lebih tinggi kemurniannya karena merupakan hasil sintesa. Dari segi viskositas, Karet IR memiliki viskositas yang lebih mantap dibandingkan karet alam.

b. Karet sintetik untuk kegunaan khusus

Disebut karet sintetik untuk kegunaan khusus karena karet ini memiliki sifat khusus yang dibutuhkan yang tidak dimiliki oleh karet sintetik untuk kegunaan umu. Beberapa sifat khusus yang diperlukan seperti adalah ketahanan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi serta kedap terhadap gas. Berikut beberapa contoh karet sintetik untuk kegunaan khusus :

1. IIR (Isobutene Isoprene Rubber)

IIR disebut juga sebagai butyl rubber. Karet IIR memiliki ketahanan terhadap oksigen dan ozon karena mempunyai ikatan rangkap yang lebih sedikit dibandingkan karet sintetik lainnya. Ikatan rangkap akan membuat senyawa lebih reaktif dan lebih mudah teroksidasi. Pada proses vulkanisasi, IIR membutuhkan bahan pemercepat dan belerang karet IIR lebih lambat matang. Berbeda dengan karet BR, Karet IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetik lainnya.

2. NBR (Nytrile Butadiene Rubber) atau Acrilonytrile butadiene rubber

Seperti karet SBR, NBR adalah karet sintetik untuk kegunaan khusus yang paling banyak digunkan. Karet NBR memiliki ketahanan terhadap minyak dan

kemampuan untuk tidak mengembang. Karakteristik ini disebabkan oleh kandungan akrilonitril yang terdapat dalam NBR. Ketahanan terhadap minyak,

(7)

3. CR (Chloroprene Rubber)

CR juga memiliki ketahanan terhadap minyak, namun ketahanannya lebih lemah jika dibandingkan dengan NBR. Keunggulan lainnya CR juga memiliki ketahanan terhadap pengaruh oksigen dan ozon, dan ketahanan terhadap panas atau nyala api. 4. EPR (Ethylene Propylene Rubber)

EPR memiliki ketahanan terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca

lainnya. Sedangkan kelemahannya adalah daya rekatnya yang lebih rendah (Tim Penyusun PS, 2012).

Walaupun dari segi produksi dan konsumsi karet alam lebih rendah dibandingkan karet sintetik, namun karet alam tidak dapat disubstitusi sepenuhnya oleh karet sintetik, karena karet alam memiliki keunggulan dibandingkan karet sintetik, yaitu :

a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna b. Memiliki plastisitas yang baik

c. Mempunyai daya aus yang tinggi d. Tidak mudah panas

e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.

(8)

Tabel 2.2. Data Statistik Karet Dunia

(9)

2.2. Karet Alam

Karet alam merupakan polimer alami yang diperoleh dari getah tanaman atau disebut dengan lateks. Terdapat sekitar 2000 tanaman yang dapat menghasilkan lateks. Diantara tanaman tersebut, Hevea brasiliensis merupakan tanaman yang paling potensial untuk menghasilkan lateks. Lateks adalah suatu istilah yang dipakai untuk getah yang dihasilkan dari pohon karet yang diperoleh ketika pohon karet disadap.

Lateks terdapat tidak hanya pada bagian kulit pohon, tetapi juga pada daun dan integumen biji karet. Lateks merupakan suatu sistem koloid yang tersusun atas partikel karet dan bukan karet. Komponen penyusun lateks ditampilkan pada Tabel 2.3. Lateks berwarna putih susu dan dapat pula berwarna kuning tergantung dari klon tanaman karet. Ukuran partikel karet berkisar antara 0,04 – 3 mikron yang terdispersi dalam serum lateks.

Tabel 2.3. Komponen Lateks Segar

No Komponen Persentasi (%)

1 Karet 30-40

2 Protein 1-1,5

3 Resin 1,5-3,0

4 Mineral 0,7-0,9

5 Karbohidrat 0,8-1,0

6 Air 55-60

(10)

Partikel karet alam dalam fasa lateks diselubungi oleh protein sehingga paretikel karet bermuatan listrik. Protein adalah senyawa asam amino yang satu sama lain terikat oleh ikatan peptida. Lateks kebun memiliki pH 6,9 dan bermuatan negatif. Titik isoelektrik lateks berada pada pH 4,7. Partikel karet yang dilapisi oleh protein dan bermuatan listrik membuat sistim koloidnya stabil, partikel karet tolak menolak dan terdispersi secara merata pada serum. Larutan koloid akan stabil jika muatan

listrik karet dipertahankan. Jika selubung proteinnya rusak maka kestabilan karet akan terganggu dan partikel karet akan saling menempel atau disebut peristiwa koagulasi. Syarat kestabilan lateks dipengaruhi oleh muatan listriknya. Muatan listrik tergantung pada pH lateks. Karenanya pada pengolahan lateks untuk mencegah prakoagulasi penambahan amoniak dilakukan untuk meningkatkan pH sehingga mencapai pH di atas titik isolektriknya dan lateks tidak akan menggumpal. Sebaliknya untuk penggumpalan lateks ditambahkan asam contohnya adalah asam formiat sampai mendekati titik isoelektrik yaitu pH 3,8 – 5,3. Dengan penambahan asam secara berlebihan atau sekaligus diberikan, maka akan terjadi penambahan muatan positif yang mengakibatkan partikel karet saling tolak menolak sehingga lateks tetap dalam keadaan cair. Kondisi ini sulit tercapai, karena walaupun bermuatan positif namun partikel karet sudah saling menempel dan sulit menjadi partikel yang kecil yang dapat terdispersi pada serum (Goutara, 1976).

Karet alam dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu :

a. Bahan Olah Karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea Brasiliensis. Menurut pengolahannya bahan olah karet

dibagi menjadi 4 jenis, yaitu lateks kebun, sit angin, slab tipis, dan lump segar.

b. Karet Alam Konvensional

(11)

brown crepe remills, thick blanket crepes ambers, flat bark crepe, dan pure smoked blanket crepe. Karet alam konvensional pada dasarnya terdiri atas karet sheet dan crepe.

c. Lateks Pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk

lembaran atau padatan lainnya. Proses pengolahan lateks pekat dapat dilakukan melalui proses pendadihan atau creamed latex dan melalui proses pemusingan atau centrifuged latex. Lateks pekat umumnya digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Standar mutu lateks pekat untuk lateks dadih dan lateks pusingan ditampilkan pada Tabel 2.4.

d. Karet Spesifikasi Teknis

Karet Spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sofat-sifat teknis. Persaingan karet alam dan karet sintetik merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. Karet sintetik yang permintaannya cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam tiap bandelanya. Keterangan sifat teknis serta keistimewaan tiap jenis mutu karet sintetik dicantumkan dalam setiap bandelanya. Hal ini diterapkan pada karet spesifikasi teknis dengan adanya sertifikat uji coba laboratorium. Karet spesifikasi teknis merupakan karet alam yang memiliki standart mutu berdasarkan pengujian teknis bukan berdasarkan visual. Karet alam konvensional mutunya ditetapkan berdasarkan pengamatan visual. Selain itu karet spesifikasi teknis memiliki sistem pengolahan yang berbeda dengan sistem

pengolahan karet alam konvensional sehingga dihasilkan karet alam yang lebih berkualitas. Pengolahan karet alam menjadi karet spesifikasi teknis memberikan

(12)

Tabel 2.4. Standar Mutu Lateks Pekat

No Uraian Lateks Pusingan

(Centrifuged Latex)

4 Kadar amoniak (berdasar jumlah air yang terdapat dalam lateks pekat)

minimum

1,6% 1,6%

5 Viskositas maksimum pada suhu 250oC

50 centipoises 50 centipoises

6 Endapan (sludge) dari berat basah maksimum

0,10% 0,10%

7 Kadar koagulum dari jumlah maksimum

0,08% 0,08%

8 Bilangan KOH (KOH number) 0,80 0,80

9 Kemantapan mekanis (mechanical stability) minimum

475 detik 475 detik

10 Persentasi kadar tembaga dari padatan maksimum

0,001% 0,001%

11 Persentasi kadar mangan dari padatan maksimum 13 Bau setelah dinetralkan dengan borat Tidak boleh berbau

busuk

(13)

Gambar 2.1. Flow Diagram Proses Pengolalan Lateks dan Gumpalan Karet menjadi Karet Spesifikasi Teknis

(14)

Standar mutu karet Indonesia tercantum dalam SIR (Standard Indonesian

Rubber) yang disajikan pada tabel 2.5. Sebagian besar perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Produksi karet yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat masih terdapat karet yang bermutu rendah yang diakibatkan oleh terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi ini tidak diinginkan karena memungkinkan pengotor-pengotor akan terikut di dalam karet sehingga akan menghasilkan karet yang bermutu

lebih rendah. Karet yang bermutu rendah ini masih dapat diolah menjadi karet yang berkualitas. Karet bermutu rendah ini diolah sebagai bahan baku untuk pembuatan karet spesifikasi teknis. Proses pengolahan karet spesifikasi teknis ini akan menjamin karet yang bermutu rendah dapat ditingkatkan kualitasnya sehingga karet yang dihasilkan mutunya lebih terjamin dan lebih seragam.

Tabel 2.5. Standard Indonesian Rubber (SIR)

Uraian SIR 5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50

Kadar Kotoran maksimum 0,05% 0,05% 0,10% 0,20% 0,50%

Kadar abu maksimum 0,50% 0,50% 0,75% 1,00% 1,50%

Kadar zat asiri maksimum 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%

PRI minimum 60 60 50 40 30

Plastisitas – Po minimum 30 30 30 30 30

Limit warna (skala lovibond) maksimum

6 - - - -

Kode warna Hijau hijau Merah Kuning

Sumber : Tim Penyusun PS, 2012

(15)

Tabel 2.6. Standard Malaysian Rubber (SMR)

Cokelat Merah Kuning

Warna bungkus Jernih Jernih Jernih Jernih jernih

Warna strip plastik Jernih Keruh putih

Sumber : Tim Penyusun PS, 2012

e. Karet Siap Olah atau Tyre Rubber

(16)

produk karet lainnya jika dibandingkan dengan karet alam konvensional. Kelebihan tyre rubber adalah daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintetik.

f. Karet Reklim atau Reclaimed Rubber

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas,

terutama ban-ban mobil bekas. Sifat karet reklim yang mudah mengambil bentuk dan memiliki daya lekat yang baik mengakibatkan karet ini biasanya banyak digunakan sebagai bahan campuran. Pemakaian karet reklim memungkinkan mastikasi dan pencampuran yang lebih cepat. Karet reklim memiliki daya tahan yang lebih besar terhadap bensin atau minyak pelumas jika dibandingkan dengan karet alam yang baru dibuat. Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan karena dibuat dari karet bekas pakai, sehingga karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban (Rodgers, 2004, Tim Penyusun PS, 2012).

Karet alam adalah hidrokarbon yang merupakan makromolekul poliisoprena (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor. Rantai poliisoprena membentuk konfigurasi cis dengan susunan ruang yang teratur, sehingga rumus kimianya adalah 1,4 cis poliisoprena. Karet yang mempunyai susunan ruang dengan konfigurasi “cis” akan mempunyai sifat kenyal (elastis). Sifat kenyal tersebut berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet. Tanaman getah perca menghasilkan lateks dengan rantai poliisoprena memiliki konfigurasi trans, sehingga elastisitasnya lebih rendah. Rumus struktur trans-poliisoprena dan cis-poliisoprena

(17)

a.

H3C

H H3C

H H3C

H

b.

H3C H H3C H H3C

Gambar 2.2. Struktur Ruang Isomer Cis dan Trans Karet Alam a. trans-poliisoprena, b. cis isoprena

(Sumber : Rodgers, B., 2004)

Pada setiap rantai poliisoprena terdapat 6 – 36 gugusan aldehid yang akan memberikan pengaruh terhadap viskositas karet selama penyimpanan sehingga karet dapat menjadi keras yang disebut dengan istilah storage hardening (pengerasan).

(18)

R

Gambar 2.3. Reaksi storage hardening (Ikatan Silang antara Gugus Aldehida) Sumber : Goutara, 1976

Gambar 2.4. Reaksi Storage Hardening (reaksi antara gugus aldehida dan α-metil) Sumber : Goutara, 1976

2.3. Produksi dan Konsumsi Karet Alam

(19)

Grafik 2.1. Konsumsi dan Produksi Karet Alam Dunia Sumber : Luan, N, K, Natural Rubber Industry Report, 2013

(20)

Grafik 2.3. Total Konsumsi Karet di berbagai Negara (2) Sumber : Smit, H, The Asian Rubber Industry, 2013

Negara-negara yang menjadi produsen karet alam di dunia adalah Thailand, Indonesia, Malaysia dan Vietnam yang memberikan kontribusi sebesar 82% dari produksi dunia. Negara-negara sebagai konsumen terbesar adalah Cina (33,5%), Amerika Serikat (9,5%), India (8,7%), Jepang (6,6%) dan Malaysia (4,6%). Negara yang merupakan eksportir terbesar dunia adalah Thailand (2,8 juta ton), Indonesia

(2,45 juta ton), Malaysia (1,31 juta ton) dan Vietnam (1,02 juta ton). Persentasi eksport dari keempat eksportir terbesar ini adalah sebesar 87% dari volume ekspor

(21)

Grafik 2.4. Perkebunan Karet Alam Dunia periode 2000 - 2011 Sumber : Luan, N, K, Natural Rubber Industry Report, 2013

(22)

Grafik 2.6. Perkebunan dan Produktivitas Karet alam di Indonesia Sumber : Smit, H, The Asian Rubber Industry, 2013

(23)

Indonesia menempati posisi kedua terbesar setelah Thailand sebagai negara produsen karet alam dunia. Namun disayangkan, hampir 100% produk karet Indonesia masih berupa produk industri hulu setengah jadi seperti Karet Sit RSS, Karet Remah SIR, Sit Angin, dan Lateks pekat. Perkebunan karet Indonesia adalah yang terluas di dunia namun dari segi produktivats masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand maupun Malaysia.

2.4. Karet Spesifikasi Teknis

Pengolahan karet mentah menjadi karet spesifikasi teknis bertujuan untuk menghasilkan karet alam yang terjamin mutunya karena pengukuran mutu karet didasarkan pada pengujian sifat-sifat teknisnya yang mengacu pada standar yang sudah ditetapkan. Sedangkan mutu jenis karet alam konvensional hanya dilihat secara penampakan visual sehingga mutunya tidak terstandar yang mengakibatkan sulit bersaing dengan karet sintetik yang memiliki jaminan mutu. Nomenklatur karet spesifikasi teknis yang terdapat di berbagai Negara disajikan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Nomenklatur Karet Spesifikasi Teknis di Berbagai Negara

Negara Nomenklatur

Malaysia Standard Malaysian Rubber (SMR)

Indonesia Standard Indonesian Rubber (SIR)

Thailand Standard Thai Rubber (STR)

India Indian Standard Natural Rubber (ISNR)

Sri Lanka Sri Lanka Rubber (SLR)

Singapore Standard Singapore Rubber (SSR)

Papua New Guinea Papua New Guinea Classified Rubber (PNGCR)

(24)

Karet spesifikasi teknis dapat diolah dari lateks kebun maupun lateks yang telah mengalami pre-koagulasi. Proses pengolahan berupa tahapan pengeringan dan penghilangan kotoran sehingga dihasilkan karet bongkah. Karet spesifikasi teknis yang diproduksi Indonesia mengacu kepada Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet spesifikasi teknis Indonesia berupa karet bongkah yang disebut crumb rubber.

Pengolahan karet mentah menjadi crumb rubber akan memberikan keuntungan

antara lain :

a. Waktu pengolahan, terutama jangka waktu pengeringan berlangsung lebih cepat. b. Mutu karet lebih terjamin karena penentuan mutunya berdasarkan pengujian

sifat-sifatnya (spesifikasi teknis) sedangkan mutu karet alam konvensional hanya berdasarkan visual.

c. Hasilnya lebih seragam

d. Dengan cara pengolahan crumb rubber karet yang bermutu rendah dapat ditingkatkan mutunya. Hal ini penting sekali dalam pengolahan karet rakyat yang banyak menghasilkan karet mutu rendah seperti slab, lump dan unsmoked sheet yang masih dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan crumb rubber dengan mutu yang lebih seragam dan terjamin (Goutara, 1976)

2.5. Modifikasi Karet Alam

Modifikasi karet alam secara kimia biasanya bertujuan untuk pengembangan produk melalui perbaikan kelemahan sifatnya dan meningkatkan keunggulan atau untuk mensintesis bahan baru yang sifatnya berbeda dengan karet alam. Modifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan mengubah molekulnya, yang dapat berlangsung tanpa terikatnya atau dengan terikatnya senyawa atau gugus lain. Reaksi Siklisasi

merupakan contoh modifikasi karet alam secara kimia tanpa terikatnya gugus lain (Hashim et.al, 2002).

(25)

dapat terjadi dengan bantuan senyawa pemutus rantai molekul polimer. Tujuan depolimerisasi adalah untuk melunakkan atau sekedar menurunkan viscositas karet, dan untuk memperoleh karet dengan rantai molekul yang sangat pendek atau karet cair.

2.6. Degradasi Karet Alam

Massa molar molekul karet alam adalah sebesar 50.000 – 3.000.000 g/mol. Berkisar 60% dari molekul karet alam memiliki massa molar lebih besar dari 1.300.000 g/mol. Sebagai senyawa polimer karet alam memiliki bobot molekul yang tinggi berkisar 50,000 hingga 3,000,000 g/mol. Karet alam dengan bobot molekul yang tinggi akan menyulitkan pada proses pengolahan maupun pada proses pencampuran dengan karet lain ataupun bahan termoplastik yang lain untuk menghasilkan barang jadi karet. Proses pengolahan karet alam akan lebih efektif jika bahan baku karet alam yang digunakan memiliki bobot molekul yang lebih rendah. Bobot molekul karet alam yang tinggi disebabkan oleh rantai molekulnya yang panjang. Bobot molekul mempengaruhi sifat-sifat polimer seperti kelarutan, kerekatan, ketercetakan dan kekentalan. Sifat karet alam ini akan mempengaruhi kemampuan pemrosesan karet. Bobot molekul karet alam yang tinggi ini membatasi penggunaan karet alam dalam dunia industri. Pada pembuatan barang jadi karet maupun penggunaan pada formulasi dengan polimer yang lain dibutuhkan karet alam dengan bobot molekul yang lebih rendah agar dapat digunakan lebih efektif. Tingginya bobot molekul karet alam menjadikan barang jadi karet kalah bersaing dengan resin dan karet sintetik yang lain. Karet alam sering dikombinasikan dengan karet yang lain maupun termoplastik lain untuk meningkatkan berberapa sifat penting yang diinginkan, Pada proses

pencampuran ini dibutuhkan karet alam dengan bobot molekul lebih rendah sehingga prosesnya lebih efektif.

(26)

biodegradasi, degradasi panas, degradasi mekanikal, fotokimia dan degradasi oleh

ultrasonic irradiation (Fainleib et al, 2013).

Degradasi kimia merupakan metode degradasi karet alam yang banyak berkembang. Berbagai perreaksi diteliti keefektifannya dalam mendegradasi karet alam untuk menghasilkan karet alam yang memiliki bobot molekul yang lebih rendah. Degradasi karet alam dalam larutan lateks dengan menggunakan pereaksi

H2O2 dan NaNO2 menghasilkan karet alam cair merupakan degradasi dalam sistem redoks yang dikategorikan sebagai degradasi oksidatif. Degradasi dalam sistem redoks ini bertujuan untuk menghasilkan karet alam dengan bobot molekul lebih rendah. Hasil reaksi menunjukkan selain pengurangan bobot molekul, degradasi dalam sistem redoks juga mengakibatkan fungsionalisasi karet alam dengan terbentuknya gugus fungsi hidroksil dan karbonil pada ujung rantai molekul karet (Ibrahim et al, 2014). Waktu dan temperatur reaksi mempengaruhi bobot molekul karet alam yang dihasilkan dari reaksi degradasi lateks karet alam menggunakan pereaksi H2O2 dan NaNO2. Peningkatan waktu dan temperatur reaksi degradasi mengakibatkan bobot molekul karet alam yang dihasilkan lebih rendah. Degradasi lateks menghasilkan karet alam cair yang memiliki gugus fungsi hidroksil dan epoksi. Keberadaan gugus fungsi hidroksil dan epoksi pada karet hasil reaksi degradasi menunjukkan ikatan rangkap C=C pada molekul karet mengalami epoksidasi dan hidrolisis. (Isa et al, 2007). Metode pengurangan bobot molekul karet alam dapat dilakukan dengan menggunakan agensia pengoksidasi (udara, oksigen atau suatu peroksida) dan agensia pereduksi (suatu nitrit logam dan/atau suatu klorit logam) (Gazeley et al, 1996). Degradasi lateks karet alam dengan tert-butyl hydroperoxide dan cobalt acetylacetonate juga berhasil mennurunkan bobot molekul karet dan

diperoleh karet alam cair. Fungsionalisasi karet juga terjadi yaitu dengan terbentuknya gugus fungsi keton dan karboksilat pada ujung rantai molekul karet

(27)

hasil yang berbeda pada karet hasil degradasi. Degradasi dengan pelarut menghasilkan karet degradasi yang memiliki nilai viskositas mooney yang lebih rendah dibandingkan degradasi tanpa menggunakan pelarut (Ramadhan dkk, 2006). Dari berbagai penelitian ini dihasilkan bahwa degradasi karet alam juga mengakibatkan terjadinya fungsionalisasi karet alam.

Degradasi karet oleh mikroorganisme juga dimulai oleh reaksi oksidatif pada

ikatan rangkap rantai polimer. Biodegradasi karet alam menghasilkan massa molar yang bervariasi dari 200 – 13.000 g/mol. Sama seperti degradasi oksidasi kimia, produk yang dihasilkan dari biodegradasi adalah oligomer dengan terminal gugus karbonil (Fainleib et al, 2013).

2.7. Siklisasi Karet Alam

Karet siklo merupakan hasil modifikasi karet alam dengan reaksi siklisasi. Siklisasi karet alam mengakibatkan terjadinya perubahan karakteristik, karet alam bersifat elastis sedangkan karet siklo merupakan termoplastik resin yang keras dan kaku. Karet alam memiliki banyak ikatan rangkap yang memungkinkan karet alam dapat berreaksi untuk menghasilkan karet yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu. Karet alam memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dibandingkan karet siklo. Reaksi siklisasi terjadi dengan terbukanya ikatan rangkap yang selanjutnya akan membentuk struktur siklik. Penurunan derajat ketidakjenuhan karet menunjukkan reaksi siklisasi telah terjadi. Karet siklo dapat diaplikasikan sebagai perekat, tinta dan binder pada cat. Karet siklo merupakan resin alami yang memiliki potensi untuk bersaing dengan resin sintetik. Karet alam merupakan bahan baku terbaharukan yang lebih terjamin ketersediaannya dan lebih ramah lingkungan. Karet

alam diperoleh sebagai getah pohon atau lateks, yang dihasilkan oleh lebih dari 2000 spesies tanaman. Tanaman yang paling komersial dikembangkan sebagai penghasil

(28)

Reaksi siklisasi karet alam telah diteliti dengan menggunakan berbagai katalis seperti; trimethylsilyl-trifluoro-methane sulfonat atau trimethylsilyl triflate (TMSOTF), asam sulfat, SnCl4 dan lain-lain. Bahan baku yang umumnya digunakan adalah lateks DPNR (Riyajan et al, 2007, Riyajan et al, 2006, Mirzataheri, 2000). Keberhasilan siklisasi dapat dievaluasi dengan derajat siklisasi yang merupakan perbandingan bilangan iodin dari karet alam sesudah dan sebelum reaksi siklisasi.

(29)

H2

(30)

Reaksi siklisasi dapat dilakukan dalam fasa larutan, fasa lateks dan pada karet padat. Perubahan karet alam menjadi menjadi resin dapat dilakukan dengan menggunakan reagen asam dan katalis Friedel-Craft. Fisher menggunakan asam sulfat, asam klorosulfonat, asam sulfonat organik lainnya dan sulfonil klorida pada siklisasi karet padat dan karet pada fasa larutan. Calvert menggunakan halida logam amfoter seperti titanium tetraklorida, antimon klorida, besi klorida dan stannic klorida

untuk menhasilkan karet siklo. Riyajan meneliti siklisasi lateks karet alam high ammonia dengan katalis asam sulfat dan mengusulkan mekanisme reaksi untuk reaksi siklisasi yang tercantum pada gambar 2.10 (Riyajan et al, 2006).

HC

(31)

Karet siklo yang dihasilkan dapat berupa material keras yang rapuh seperti gutta perca, balata keras, atau berupa serbuk amorpous berwarna keputihan. Bentuk yang terakhir ini merupakn bentuk final reaksi sempurna dari karet siklo. Variasi sifat produk karet siklo disebabkan oleh derajat siklisasi produk dan bukan karena pilihan metodenya, walaupun reaksi samping seperti oksidasi atai pengikatan silang dapat mempengaruhi sifat dari karet siklo yang dihasilkan (Alfa, 2003).

2.8. Bobot Molekul

Bobot molekul merupakan variabel penting yang berhubungan langsung dengan sifat-sifat fisika polimer. Polimer dengan bobot molekul tinggi bersifat-sifat lebih kuat, tetapi bobot molekul yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam pemrosesannya. Metode yang banyak dilakukan untuk penetapan berat molekul polimer dalah osmometrri, hamburan cahaya (light scattering), dan ultrasentrifugasi. Metode yang paling mudah untuk penetapan bobot molekul yang rutin dan distribusi bobot molekul polimer melalui pengukuran viskositas larutan.

Metode viskositas mempunyai kelebihan daripada metode lain, yaitu lebih cepat dan mudah dalam pengerjaanya, menggunakan alat yang lebih murah, serta perhitungan hasil pengukurannya lebih sederhana. Pada dasarnya metode viscositas intrinsik adalah untuk mengukur waktu yang diperlukan pelarut dan larutan polimer untuk mengalir di antara dua garis pada viskometer atau mengukur laju alir cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Waktu alir diukur pada saat pelarut atau larutan polimer mengalir di antara dua tanda, x dan y. Waktu alir larutan polimer mebih besar daripada waktu alir pelarutnya. Semakin tinggi konsentrasi polimer dalam larutan, maka akan semakin lama waktu alir yang dibutuhkan untuk melewati

kapiler. Konversi viskositas intrinsik menjadi bobot molekul viskositas rumus (Rosen, 1982) :

(32)

Keterangan :

[

] = viskositas intrinsik

K = Konstanta ketetapan dari pelarut yang di gunakan Mv = Bobot molekul

Gambar

Tabel 2.1. Tanaman Penghasil Karet alam
Tabel 2.2. Data Statistik Karet Dunia
Tabel 2.3. Komponen Lateks Segar
Tabel 2.4. Standar Mutu Lateks Pekat
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk kelancaran administrasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2OL6 perlu ditunjuk

Dalam penelitian analisis verifikatif digunakan untuk mengetahui pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi pada

Tujuan dari penelitian ini adalah : mendapatkan gambaran upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam penerapan peta konsep untuk

[r]

Penelitian yang dilakukan oleh Rully Kurniawati (2010) dengan judul “Penerapan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Aktivitas Ekonomi dalam

Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disebut Standar Isi, mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk

cikk szerint a helyi önkormányzat a helyi közügyek intézése körében törvényi keretek között rendeletet alkot, határozatot hoz, önállóan igazgat, meghatározza a szer-

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing disertai teknik peta konsep yaitu, menyajikan pertanyaan atau masalah meliputi kegiatan