• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi dan Performa Reprodukasi Kepiting Bakau Scylla oceanica di Ekosistem Mangrove Belawan Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi dan Performa Reprodukasi Kepiting Bakau Scylla oceanica di Ekosistem Mangrove Belawan Sumatera Utara."

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepiting bakau Scylla oceanica merupakan salah satu tipe kepiting perenang yang memiliki ukuran karapas lebih lebar dari jenis kepiting bakau lainnya. Kepiting bakau jenis ini merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting di wilayah Indo Pasifik, karena banyak dikonsumsi sebagai sumber makanan laut ekslusif dengan harga jual yang cukup tinggi. Kepiting bakau S. oceanica telah menjadi komoditas perikanan penting di Indonesia sejak awal tahun 1980-an (Fortes, 1999). Sebagai makanan laut, biota ini sangat digemari masyarakat karena selain memiliki rasa daging yang lezat juga nilai gizi tinggi, terutama kepiting bakau betina bertelur (matang gonad). Motoh (1977) menyatakan daging dan telur kepiting bakau (dalam berat kering)

mengandung protein yang cukup tinggi (67,5%) dan kandungan lemak relatif rendah (0,9%). Alfrianto dan Liviawaty (1992) dalam Siahainenia (2008) menyatakan setiap 100 g daging kepiting bakau segar, mengandung 13.6 g

protein, 3,8 g lemak, 14,1 g hidrat arang, dan 68,1 g air. Permintaan konsumen dalam negeri terhadap komoditas ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun, demikian pula dengan permintaan ekspor. Biro Pusat Statistik (2004) dalam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2005) melaporkan nilai ekspor kepiting bakau pada tahun 2000 sebesar 12.381 ton dan meningkat menjadi 22.726 ton pada tahun 2007. Harga jual kepiting bakau pada pasar tradisional di kota Medan saat ini mencapai Rp 40.000 – 60.000 per kilogram untuk kepiting bakau jantan dan betina tidak bertelur, sedangkan untuk kepiting bakau bertelur atau matang gonad dapat mencapai Rp 60.000 – 70.000 per kilogram.

Kepiting bakau S. oceanica merupakan salah satu biota yang hidup di ekosistem mangrove. Kepiting ini penyebarannya banyak ditemukan hampir di

seluruh perairan pantai yang ditumbuhi vegetasi mangrove, perairan dangkal

(2)

dekat hutan mangrove, estuari, dan pantai berlumpur (Moosa et al., 1985). Hal ini disebabkan makanannya seperti bentos dan serasah cukup tersedia (Hill,1976

dalam Mulya, 2000).

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai dan terpengaruh oleh

pasang surut air laut dengan variasi lingkungan yang besar (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000). Ekosistem ini selain berfungsi sebagai sumber energi, juga sebagai tempat berpijah (spawning ground), mencari makan

(feeding ground), pembesaran (nursery ground) dan tempat perlindungan berbagai jenis biota laut seperti, ikan, udang, kerang, dan kepiting (Kasry, 1986).

Ekosistem mangrove Belawan adalah salah satu kawasan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara, dan memiliki luasan mangrove ± 2.967,32 Ha.

Kawasan ekosistem mangrove Belawan terletak pada 2 wilayah administratif yaitu: Kotamadya Medan yang memiliki luasan mangrove ± 1.967,32 Ha dan Kabupaten Deli Serdang dengan luasan mangrove ± 1.000 Ha (Dinas Kehutanan, 2011). Ekosistem mangrove Belawan merupakan kawasan yang sangat potensial dalam mendukung kehidupan kepiting bakau S. oceanica. Di kawasan ini banyak

dijumpai nelayan ataupun masyarakat yang menangkap kepiting bakau

S. oceanica untuk dikonsumsi sendiri ataupun di jual ke pedagang pengumpul

maupun pasar tradisional yang terdapat di sekitar kawasan. Pada saat ini kawasan ekosistem mangrove Belawan diperkirakan telah mengalami penurunan luasan mangrove akibat adanya pemanfaatan kawasan menjadi daerah pemukiman, perkebunan, pertambakan, dan wisata. Penurunan luasan mangrove akan menyebabkan penurunan kualitas habitat untuk sumberdaya kepiting bakau.

Sampai saat ini belum ada didapatkan data tentang distribusi kepiting bakau

S. oceanica di ekosistem mangrove Belawan, demikian pula dengan performa

reproduksinya. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Ekosistem mangrove Belawan pada saat ini telah mengalami penurunan luasan mangrove akibat adanya pengkonversian lahan menjadi peruntukan lain.

(3)

Kepiting bakau S. oceanica merupakan salah satu biota yang hampir seluruh siklus hidupnya sangat bergantung pada ekosistem mangrove. Biota ini dalam menjalani kehidupannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik habitat ekosistem mangrove tempat hidupnya.

Hasil wawancara dengan nelayan dan masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan mendapatkan bahwa pada lima tahun terakhir telah terjadi penurunan hasil tangkapan terhadap komoditas kepiting bakau S. oceanica, demikian juga dengan ukuran kepiting yang didapat semakin kecil. Penurunan

hasil tangkapan nelayan diduga selain disebabkan adanya intensifikasi penangkapan yang dilakukan secara terus menerus, juga akibat terjadinya degradasi habitat pada ekosistem ini. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya pengelolaan, baik terhadap kepiting bakau S. oceanica maupun ekosistem mangrove sebagai habitatnya. Tujuan tersebut dapat dicapai, salah satunya dengan mengetahui data distribusi dan performa reproduksi kepiting bakau yang terdapat di lokasi kajian.

1.3Kerangka Pemikiran

Degradasi habitat/ekosistem mangrove dapat menjadi penyebab menurunnya populasi kepiting bakau S. oceanica di alam, selain adanya intensifikasi penangkapan. Untuk itu perlu dilalukan upaya pengelolaan terhadap kepiting bakau maupun ekosistem mangrove sebagai habitatnya. Upaya pengelolaan kepiting bakau dapat dilakukan dengan mengetahui kelimpahan, distribusi dan nisbah kelamin, sedangkan untuk ekosistem mangrove dengan mengetahui karakteristik biofisik kimia lingkungan, yang mencakup parameter biologi dan fisik kimia (Lampiran B).

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui distribusi kepiting bakau S oceanica di ekosistem mangrove

Belawan Sumatera Utara.

2. Mengetahui performa reproduksi kepiting bakau S oceanica betina, dengan

melihat tingkat kematangan gonadnya.

(4)

3. Mengetahui parameter biofisik kimia lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan kepiting bakau S oceanica.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang distribusi kepiting bakau S. oceanica, serta performa reproduksinya sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan kepiting bakau dan habitatnya di ekosistem mangrove Belawan Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun aplikasi yang penulis buat ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model-model rumah Zona Acropolis pada perumahan Legenda Wisata yang disajikan secara menarik

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

Pembuatan aplikasi multimedia ini merupakan salah bentuk pemanfaatan teknologi informasi di bidang pendidikan khususnya pada mata pelajaran geografi yang ditujukan kepada siswa

Situs memberikan pengetahuan tentang kelompok musik The Beatles, dimulai dari pengenalan personil, sejarah, album terbaru anthology, gagalnya suatu reformasi, orang yang

[r]

Pengembangan permainan ini dilakukan melalui beberapa tahap, tahap pertama yakni pengumpulan data, dilanjutkan dengan tahap perancangan aplikasi, pembuatan program java serta

frequency of the toothbrushing, respondents who informed their patients the recommended time for toothbrushing was as much as 96.67%, as much as 85% of the respondents

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, skripsi yang disusun oleh Amran Abbas lebih memusatkan analisisnya terhadap Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Adapun