• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesesuaian Lahan dalam Rangka Rehabilitasi Hutan Mangrove di Pesisir Kabupaten Asahan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesesuaian Lahan dalam Rangka Rehabilitasi Hutan Mangrove di Pesisir Kabupaten Asahan Chapter III V"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan mangrove pesisir Kabupaten

Asahan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada Bulan Maret - Juni

2017. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Program Studi

Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Data dan Alat

Data yang digunakan adalah citra satelit Landsat 8 OLI (tahun 2016),

citra satelit Landsat 5 TM (tahun 2006 dan tahun 2011), serta peta-peta Kabupaten

(2)

Alat yang digunakan adalah pita ukur, alat tulis, kamera, abney level,

Global Position System (GPS), software ArcGIS 10.3, software ERDAS Imagine

8.5, serta buku panduan pengenalan mangrove.

Prosedur Penelitian

Variabel/ peubah yang diamati

Data Vegetasi Mangrove

Pada jalur-jalur yang telah dibentuk, dibuat petak ukur bertingkat

berbentuk bujur sangkar yang dibuat secara berselang-seling. Masing-masing

berukuran 10 x 10 m (tingkat pohon), 5 m x 5 m (tingkat pancang), dan 2 m x 2 m

(tingkat semai) (Kusmana, 1995). Bersamaan dengan pengukuran dilakukan

pencatatan pada tally sheet yang meliputi jenis dan jumlah individu

masing-masing jenis. Data vegetasi di lapangan diukur dengan menggunakan teknik

analisis vegetasi kombinasi antara cara jalur untuk risalah pohon dengan garis

berpetak untuk inventarisasi permudaanan hutan (semai, pancang) dengan desain

plot contoh di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan:

A : Petak contoh untuk semai (2 x 2 m) B : Petak contoh untuk pancang (5 x 5 m) C : Petak contoh untuk pohon (10 x 10 m)

Gambar 2. Desain petak contoh vegetasi di lapangan

(3)

Tingkat pertumbuhan yang diukur dalam kegiatan analisis vegetasi hutan

mangrove adalah sebagai berikut.

(1) Semai : permudaan mulai dari kecambah sampai dengan tinggi < 1,5 m.

(2) Pancang : permudaan dengan tinggi ≥ 1,5 m sampai dengan diameter < 10 cm.

(3) Pohon : pohon dengan diameter ≥ 10 cm.

Metode pengumpulan data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung berupa data luas dan sebaran

mangrove serta data analisis vegetasi mangrove. Data sekunder diperoleh dari

data-data sebelumnya yang sudah ada berupa peta dan citra landsat.

Metode analisis data

a. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove

Data yang diperoleh di lapangan digunakan untuk menghitung kerapatan,

frekuensi, dominansi, dan indeks nilai penting. Indeks Nilai Penting (INP)

menurut Cox (1985), digunakan untuk mengetahui jenis pohon dominan pada

setiap tingkat pertumbuhan. INP merupakan indeks yang menggambarkan

pentingnya peranan suatu jenis tumbuhan dalam ekosistemnya. Apabila INP suatu

jenis tumbuhan bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan

ekosistem tersebut. Persamaan-persamaan yang digunakan untuk pengolahan data

vegetasi mangrove adalah sebagai berikut.

(4)

Frekuensi =

b. Analisis Luas dan Sebaran Mangrove

Peta sebaran dan luas hutan mangrove merupakan hasil dari interpretasi

citra satelit Landsat 8 OLI (tahun 2016) dan citra satelit Landsat 5 TM (tahun

2006 dan tahun 2011). Citra yang digunakan dengan perbedaan tahun peliputan

bertujuan untuk melihat perbandingan antara luas dan sebaran mangrove pada

tahun 2006, 2011, dan tahun 2016. Hasil interpretasi citra ini juga dikombinasikan

dengan hasil pengamatan di lapangan.

c. Analisis Kesesuaian Lahan dan Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove

Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan analisis spasial

berdasarkan hasil overlay (tumpang susun) peta land system dan peta tutupan

lahan hasil klasifikasi citra sehingga diperoleh peta rencana rehabilitasi mangrove

di lokasi penelitian. Tahapan untuk membuat peta rencana rehabilitasi mangrove

(5)

Gambar 3. Tahapan pembuatan peta rencana rehabilitasi mangrove Koreksi Radiometrik

Data Lapangan Citra Landsat

Cropping Lokasi Penelitian

Klasifikasi Terbimbing

Peta Tutupan Lahan

Peta Land System

Overlay

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Vegetasi, Luas, dan Sebaran Mangrove

Hasil inventarisasi flora menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian

ditemukan 9 jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari Avicennia alba, Avicennia

marina, Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Rhizophora

apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, dan Sonneratia ovata.

Berdasarkan pengelompokan flora mangrove oleh Tomlinson (1984) dalam

Kusmana et al. (2005), maka terdapat satu golongan yang menyusun kelompok

ini, yaitu kelompok flora mangrove mayor yang terdiri atas 3 jenis famili

(Avicenniaceae, Rhizophoraceae,dan Sonneratiaceae).

Jenis mangrove yang dominan pada tiap tingkat permudaan semai,

pancang, dan pohon di Pesisir Kabupaten Asahan berturut-turut yaitu Sonneratia

alba (INP 63,64%), Sonneratia alba (INP 56,41%), dan Rhizophora apiculata

(INP 48,30%). Sedangkan jenis mangrove yang kodominan pada tiap tingkat

permudaan semai, pancang, dan pohon berturut-turut yaitu Rhizophora apiculata

(INP 58,11%), Rhizophora apiculata (INP 50,24%), dan Rhizophora mucronata

(INP 50,40%). Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk mengetahui jenis

pohon dominan pada setiap tingkat pertumbuhan. INP merupakan indeks yang

menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis tumbuhan dalam ekosistemnya.

Apabila INP suatu jenis tumbuhan bernilai tinggi, maka jenis itu sangat

mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.

Dengan diketahuinya jenis dominan dan kodominan di pesisir Kabupaten

Asahan, maka dapat diartikan bahwa jenis-jenis tersebut paling produktif dan

(7)

tersebut menunjukkan kemampuan adaptasi cukup baik sehingga dapat digunakan

sebagai bahan rekomendasi untuk rehabilitasi dan sebagai zona penyangga bagi

lingkungan sekitarnya, sebab jenis-jenis tersebut yang paling mampu tumbuh

dengan baik serta mampu memanfaatkan peluang dan ruang yang lebih luas

dibandingkan dengan jenis-jenis mangrove lainnya. Indeks Nilai Penting (INP)

tingkat permudaan semai, pancang, tiang, dan tingkat pohon vegetasi mangrove di

lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks nilai penting (INP) vegetasi mangrove di lokasi penelitian No. Tingkat Rhizophora mucronata 20,16 17,97 12,27 50,40

Analisis luas dan sebaran mangrove pada penelitian ini dilakukan pada tiga

tahun pengamatan, yaitu tahun 2006, 2011, dan 2016. Berdasarkan interpretasi

visual terhadap citra satelit Landsat 8 OLI (2016) dan citra satelit Landsat 5 TM

(2006 dan 2011), didapatkan informasi luas tutupan lahan mangrove pada tiap-tiap

tahun pengamatan. Pada tahun 2006, luas tutupan lahan mangrove di lokasi

penelitian adalah sekitar 4357,35 ha; tahun 2011 sekitar 3119,96 ha; dan pada

tahun 2016 sekitar 3656,83 ha. Desa Sei Tempurung di pesisir Kabupaten Asahan

merupakan wilayah yang mempunyai luasan mangrove terluas pada dua tahun

pengamatan, yaitu tahun 2011 dan 2016. Secara lebih rinci tentang luas dan

sebaran hutan mangrove di lokasi penelitian pada tiga tahun pengamatan disajikan

(8)

Tabel 2. Luas dan sebaran hutan mangrove pada tiga tahun pengamatan Kecamatan Sei Kepayang Timur

Sarang Helang 653,55 15,00 454,47 14,57 574,60 15,71

Untuk mengetahui perubahan luasan hutan mangrove di lokasi penelitian

dari ketiga tahun pengamatan menggunakan data luas hutan mangrove tahun 2006

sebagai nilai dasar. Hasil klasifikasi penutupan lahan pada citra landsat tahun

2006 dan tahun 2016 menunjukkan bahwa sebagian besar tipe penutupan lahan

mengalami perubahan menjadi tipe penutupan lahan lainnya. Hal ini diiringi

dengan penambahan dan pengurangan luasan maupun proporsi dari setiap

penutupan lahan. Dari hasil analisis terlihat bahwa dibandingkan dengan tahun

2006, maka pada tahun 2016 terjadi pengurangan luasan hutan mangrove sebesar

700,52 ha (16,08%). Secara lebih rinci tentang perubahan luasan hutan mangrove

di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan luasan hutan mangrove di lokasi penelitian No. Tahun Luas Tutupan

Menurut Kailola dan Kaban (2015), beberapa kasus menunjukkan jika di

suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di

(9)

(2014), identifikasi perubahan tutupan lahan penting dilakukan untuk memantau

terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga degradasi lahan dapat dihindari.

Analisis Kesesuaian Lahan Hutan Mangrove

Penentuan kesesuaian lahan areal rehabilitasi mangrove dilakukan dengan

analisis spasial berdasarkan hasil overlay (tumpang susun) peta land system dan

peta tutupan lahan hasil klasifikasi citra. Dari hasil overlay dapat dilihat bahwa

wilayah pesisir Kabupaten Asahan sangat sesuai untuk ditanami dan dilakukan

rehabilitasi mangrove. Hal ini didasarkan pada wilayahnya yang merupakan tipe

lahan kahayan (KHY) dan kajapah (KJP) sesuai dengan Permenhut nomor

P.35/Menhut-II/2010. Desa Bangun Baru, Sei Sembilang, dan Sarang Helang

merupakan desa yang keseluruhan wilayahnya merupakan tipe lahan kahayan,

sedangkan desa lainnya memiliki tipe lahan gabungan antara kahayan dan

kajapah. Peta sistem lahan di pesisir Kabupaten Asahan dapat dilihat pada

(10)

Gambar 4. Peta sistem lahan pesisir Kabupaten Asahan

Berbagai kriteria telah dibuat untuk melindungi suatu kawasan dengan

nilai penting tertentu, termasuk kawasan pantai. Undang-Undang RI No. 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan pasal 50 menyebutkan adanya larangan penebangan

pohon dalam kawasan hutan dalam jarak sampai dengan 100 meter dari kiri kanan

tepi sungai, 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai dan 130 kali selisih pasang

tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. Munurut

pesisir Kabupaten Asahan memiliki pasang naik tertinggi sebesar 3,7 meter dan

pasang surut terendah 0,6 meter. Dengan demikian pesisir Kabupaten Asahan

memiliki zona penyangga selebar 400 meter seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Menurut Fahriansyah dan Yoswaty (2012), ketebalan mangrove adalah jarak dari

(11)

terendah sampai ke pasang tertinggi) atau disebut juga green belt dihitung dalam

satuan meter (m).

Gambar 5. Peta zona penyangga pesisir Kabupaten Asahan

Jika peta tutupan lahan, land system, dan zona penyangga dioverlay, maka

akan diperoleh luasan kawasan yang tidak seharusnya berada dalam kawasan zona

penyangga. Zonasi penyangga dengan lebar 400 meter di pesisir Kabupaten

Asahan ini terdiri atas beberapa tutupan lahan. Dengan luasan 1990,37 ha, zona

penyangga tersebut memiliki tutupan lahan terluas adalah hutan sebesar 1433,70

ha, sedangkan jika dianalisis berdasarkan desa maka Sei Sembilang merupakan

desa terluas yang memiliki zona penyangga dengan luas 602,29 ha seperti

(12)

Tabel 4. Luas zona penyangga berdasarkan tutupan lahan dan desa

Berdasarkan Tutupan Lahan Berdasarkan Desa

Tutupan Lahan Luas (ha) Pertanian Lahan Kering 75,12 3,77 Sei Tempurung 300,74 15,11

Semak 0,51 0,03 Silo Baru 123,08 6,21

Tambak 109,89 5,52

1990,37 100 1990,37 100

Dalam kawasan penyangga ini, 30% merupakan wilayah nonhutan.

Sebagai contoh, Desa Asahan Mati memiliki luas daerah penyangga sebesar 45,63

ha dengan persentase terbesar adalah pertanian lahan kering seluas 29,39 ha atau

64,41% dari luas total daerah penyangganya. Contoh lainnya yaitu Desa Sei

Apung yang memiliki luas daerah penyangga sebesar 74,37 ha dengan persentase

terbesar adalah perkebunan seluas 22,01 ha atau 29,59% dari luas total daerah

penyangganya. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 6.

Karena kedua daerah tersebut merupakan daerah yang sesuai untuk mangrove

(KHY dan KJP), maka dapat direkomendasikan beberapa cara untuk

merehabilitasi mangrovenya. Untuk pemukiman, dapat direkomendasikan dengan

penanaman mangrove di sekitar halaman rumah; untuk lahan terbuka dan semak,

dapat ditanami mangrove dengan maksaimal lahan yang ada; sedangkan untuk

tambak dapat direkomendasikan penggunaan sistem silvofishery atau juga

agrosilvofishery.

Menurut Kusmana (2009), dengan adanya pola agrosilvofishery pada

mintakat mangrove yang memang sesuai setelah terlebih dahulu dilakukan

(13)

lahan mangrove serta berpengaruh baik terhadap keadaan sosial-ekonomi

penduduk setempat yang mungkin juga akan ikut membantu dalam memecahkan

masalah "land tenure" di masyarakat yang bersangkutan. Bentuk pengelolaan

hutan ini akan memberikan keuntungan ganda, karena kita dapat memperoleh

manfaat ekonomis tanpa langsung mengeksploitasi mangrove itu sendiri.

Tabel 5. Luas desa pemilik zona penyangga dengan tutupan lahan beragam Tutupan Lahan Desa Asahan Mati Desa Sei Apung

Luas (ha) Luas (%) Luas (ha) Luas (%)

Awan - - 2,68 3,60

Badan Air - - - -

Hutan 5,60 12,27 18,38 24,71

Lahan Terbuka 5,16 11,30 8,44 11,35

Pemukiman 1,64 3,59 5,78 7,77

Perkebunan 2,57 5,64 22,01 29,59

Pertanian Lahan Kering 29,39 64,41 15,65 21,04

Semak - - 0,42 0,56

Tambak 1,27 2,79 1,02 1,37

Luas Total 45,63 100 74,37 100

(14)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil inventarisasi flora menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian dijumpai 9

jenis tumbuhan mangrove yang terdiri atas 3 jenis famili (Avicenniaceae,

Rhizophoraceae, dan Sonneratiaceae). Pada tahun 2006, luas tutupan lahan

mangrove di lokasi penelitian adalah sekitar 4357,35 ha; tahun 2011 sekitar

3119,96 ha; dan pada tahun 2016 sekitar 3656,83 ha.

2. Hasil overlay menunjukkan bahwa wilayah pesisir Kabupaten Asahan sangat

sesuai untuk ditanami dan dilakukan rehabilitasi mangrove karena memiliki

tipe lahan kahayan dan kajapah.

Saran

Wilayah pesisir mengandung kekayaan sumberdaya alam yang

beranekaragam. Sebagai renewable resources, mangrove sepatutnya dikelola

berdasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian (sustainable basis). Pada prinsip

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Gambar 3. Tahapan pembuatan peta rencana rehabilitasi mangrove
Tabel 1. Indeks nilai penting (INP) vegetasi mangrove di lokasi penelitian
Tabel 3. Perubahan luasan hutan mangrove di lokasi penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dilaksanakan berkaitan dengan kepedulian setiap lembaga atau institusi yang bergerak di bidang Pendidikan khususnya Pendidikan Tinggi dengan mengikuti perkembangan

Tes obyektif merupakan jenis tes yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah

Tujuan penulisan memberikan sumbangan pemikiran kepada publik tentang problematika independensi hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, dan merupakan instrumentarium hukum

Siswa mampu menyebutkan contoh bahan-bahan kimia buatan yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna, pemanis, pengawet dan  penyedap yang terdapat dalam bahan

kita bisa melihat di langit pada malam hari dari satu hari ke hari berikutnya, bintang yang sama kemudian pada waktu yang sama di tempat yang sama, tapi hanya sedikit

Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) melalui model Problem Based Learning tidak memberikan pengaruh yang lebih baik daripada model pembelajaran

Kajian “Analisis Morfo-fonologi Perkataan Pinjaman Bahasa Inggeris dalam Bahasa Arab” ini membincangkan perubahan dari aspek fonologi dan morfologi yang berlaku terhadap