• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kelelahan Kerja Pada Pekerja Harian Lepas (PHL) Bagian Afdeling Fanta di PT. Mutiara Agam Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Kelelahan Kerja Pada Pekerja Harian Lepas (PHL) Bagian Afdeling Fanta di PT. Mutiara Agam Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Tahun 2017"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya

ketahanan tubuh untuk bekerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme tubuh

(Suma‟mur, 2009). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang

berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada hilangnya efesiensi

dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan

merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari

kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan

adalah ungkapan perasaan yang tidak enak secara umum, suatu perasaan yang

kurang menyenangkan, perasaan resah dan lelah yang menguras seluruh minat

dan tenaga (Anoraga, 2009). Kelelahan adalah suatu perasaan yang kurang

menyenangkan hingga berpengaruh pada menurunnya kekuatan bergerak dan

akhirnya berpengaruh kepada menurunnya prestasi yang dicapai oleh individu

yang mengalami kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013). Dari banyak

defenisi kelelahan diatas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa kelelahan

kerja merupakan suatu pola yang timbul dari suatu keadaan, yang secara umum

terjadi pada setiap individu yang sudah tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya

(2)

2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan

proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

a. Berdasarkan proses, meliputi :

1. Kelelahan otot (muscular fatique)

Kelelahan otot adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat

kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan

keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot yang lelah akan menunjukkan

kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya

koordinasi serta otot menjadi gemetar (Tarwaka,2004). Kelelahan otot di

tunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan

daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak

dari luar. Kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga

stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Irama kontraksi otot akan

terjadi setelah melalui suatu periode aktivitas secara terus-menerus. Fenomena

berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu

waktu tertentu disebut „Kelelahan Otot‟ secara fisiologi, dan gejala yang

ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada

makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan

sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan

tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam

melakukan kegiatan kerja dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja

(3)

2. Kelelahan Umum

Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya

penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum

biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan

oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan,

sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004). Secara umum

gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang

sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja,

apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. (Tarwaka, Bakri

Solichul H.A., Sudiajeng L. 2004). Gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan

letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan

terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk

bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa

mengantuk. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005).

b. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan, meliputi:

1. Kelalahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ tubuh secara

berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

2. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor

yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk jangka

waktu yang panjang. Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non

spesifik terhadap perpanjangan stress. Pada keadaan seperti ini, gejalanya

tidak hanya stres atau sesaat setelah masa stress, tetapi cepat atau lambat

(4)

Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti :

1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang

toleran terhadap orang lain.

2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjan.

3. Depresi yang berat, dan lain-lain. (Wignjosoebroto, S., 2000).

c. Berdasarkan penyebab kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan Fisiologis

Kelelahan Fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya

perubahan-perubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat

dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output

yang berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Kelelahan fisiologis disebabkan oleh faktor fisik atau kimia yaitu suhu,

penerangan, mikroorganisme, zat kimia, dan kebisingan. (Nurmianto E., 2004).

2. Kelelahan Psikologis

Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan

palsu yang timbul dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini dapat dilihat dari

perubahan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten

lagi, serta labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau

kondisi tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya: kurangnya minat

dalam pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni, keadaan lingkungan, adanya

hukum atau nilai moral yang mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta

(5)

konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh (benak)

dan menimbulkan rasa lelah. (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja., 1999).

2.1.3 Faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan kerja

Faktor-faktor penyebab kelelahan antara lain: intensitas lamanya kerja

fisik dan mental, lingkungan (iklim, penerangan, kebisingan, getaran dll),

circadian rhythm, problem psikis (tanggung jawab, kekhawatiran, konflik dll),

kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi (Tarwaka, 2015). Kelelahan yang

disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis,

dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat

bekerja dalam satu menit, sedangkan pada pengerahan tenaga <20% kerja fisik

dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar

15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung

sepanjang hari, lebih lanjut Suma‟mur (2009) juga mengatakan bahwa kerja otot

statis merupakan kerja berat, kemudian mereka membandingkan antara kerja otot

statis dan kerja otot dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis

mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan

diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.

Menurut Sedarmayanti (1996) bahwa lama masa kerja masuk ke dalam

faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja. Dalam hal ini kelelahan terjadi karena

lamanya bekerja akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem

peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Menurut (Setyawati,

2010) menyatakan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

(6)

yang efisisen guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Menurut Tarwaka

(2010), umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas kerja fisik sampai

batas tertentu. Dari sekian banyak jenis kelelahan seperti yang telah diuraikan

diatas, maka timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang

terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan

(stress) yang dialami oleh tubuh manusia. (Wignjosoebroto S., 2000).

Skema di bawah ini akan memberikan analogi tentang faktor-faktor

penyebab kelelahan dan proses pemulihannya.

Gambar 1. Skema Proses Akumulasi Kelelahan dan Faktor-faktor Penyebabnya

Sumber : Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO.Ganeva.

Istirahat yang diperlihatkan pada skema adalah sebagai jalan satu-satunya

pengosongan dari sebuah tabung. Fenomena dari pengambilan waktu istirahat

secara normal jika organismenya tidak terganggu atau jika minimal salah satu dari Lingkungan yang tidak ergonomis

Psikologi, tanggung jawab, emosi Status kesehatan

Monotomi Intensitas dan durasi kerja

fisik/mental

(7)

bagian yang penting dalam tubuh tidak merasa stress. Ini menjelaskan bagian

penentu berperan pada saat bekerja sehari-hari adalah seluruh waktu istirahat

kerja, mulai dari saat istirahat singkat pada saat bekerja sampai tidur pada malam

hari. Analogi dari tabung menggambarkan betapa dibutuhkannya waktu istiarahat

untuk kehidupan yang normal dalam mencapai keseimbangan antara total beban

kerja yang dipikul oleh individu dan jumlah waktu istirahat yang memungkinkan.

(ILO, 2003). Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomis nya kondisi sarana,

prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau

rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak

ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain adalah sebagai

penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja

sebagai akibat pembebanan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang

tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang

menggairahkan. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005). Tingkat kelelahan kerja

tergantung pada faktor antara lain oleh jam kerja, periode istirahat, cahaya, suhu

dan ventilasi yang berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap mental output dan

kelelahan tenaga kerja, kebisingan dan getaran (Nurmianto E, 2004). Untuk

mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat

statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan

dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi

atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke

(8)

dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif

maupun subjektif (Tarwaka, 2004).

2.1.4 Gejala-gejala Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan-perasaan

yang sering timbul seperti :

1. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki teras berat,

menguap, pikiran merasa acau, mengantuk, mata terasa berat, kaku dan

canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin

berbaring.

2. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi,

tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol

sikap, dan tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa

tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata,

tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan.

Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1, menunjukkan pelemahan

kegiatan, kelompok 2 menunjukkan pelemahan motivasi dan kelompok 3

kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan. (Sutalaksana,

Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999). Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap

hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja

terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan

kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala

(9)

dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif.

Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit

kepala, vertigo, gangguan pencernaan,tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan

kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme

akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan

kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis

terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau

kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap

atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun

akibat (Suma‟mur, 2009).

2.1.5 Proses Terjadinya Kelelahan

Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan

peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi

kelangsungan aktivitas otot. Atau, mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk

sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga

menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah. (Sutalaksana,

Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999). Makanan yang mengandung glikogen,

mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan

selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi

tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan,

yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan

adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak

(10)

kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena

terakumulasinya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang

disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.

Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut :

1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulakan CO2, saerolatic, phospati, dan

sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian

dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat

tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul

penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot

selanjutnya.

2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan

disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan

membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa

0,1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Oleh Karena itu, dengan

adanya aktivitas bekerja persediaan glikogen dalam hati akan menipis.

Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati hanya tersisa

0,7%. Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan

perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat

kesadaran (Cortex cerebri) atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem

penghambat ini terdapat dalam thalamus, dan bersifat menurunkan

kemampuan manusia untuk bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat

(11)

vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan-peralatan tubuh ke arah

reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat tergantung

pada hasil kerja kedua sistem antagonis tersebut.

Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka

keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya,

apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan

mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat

melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak

terduga (ketegangan emosi). Demikian juga kerja yang monoton bisa

menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini

disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat daripada sistem penggerak

(Sutalaksana, 2005). Dalam bukunya “Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas”, Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa sampai saat ini

masih ada dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori klinis dan teori syaraf pusat

terjadinya kelelahan.

Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan

adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatkan sisa metabolisme

sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada

otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat

menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.

Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya ransangan syaraf

melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Ransangan

(12)

frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya

frekuensi tersebut akna menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan

gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat

gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.

2.1.6 Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan sebagai

cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengolahan kondisi

pekerjaan dan lingkungan kerja ditempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai

dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, pengaturan cuti tempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan

menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

pengaturan cuti yang tepat, penyelanggaraan tempat istirahat yang memperhatikan

kesegaran fisik dan keharmonisan mental psikologis, pemamfaatan masa libur dan

peluang untuk rekreasi, dan lain-lain. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan

perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengelolahan lingkungan kerja

yang memenuhi persyaratan fisiologis dan psikologis kerja merupakan upaya

yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan. Demikian pula sangat

besar peran dari pengorganisasian proses produksi yang tepat (Suma‟mur, 2009).

Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan

yang dilakukan sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat

(13)

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya :

1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh

2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja

dengan memakai prinsip ekonomi gerakan

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak

melibihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan

pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya

masa-masa libur dari rekreasi, dan lain-lain

5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban,

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan

lain-lain.

6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat

kerja, misalnya dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan kerja,

menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olahraga dan lain-lain.

(Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999).

Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti haus, lapar

dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat pelindung alami sebagai

indikator bahwa keadaan fisik dan psikis seseorang menurun. (Budiono, Sugeng,

(14)

2.1.7 Pengukuran Kelelahan Kerja

Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan

sulit untuk diidentifikasikan secara jelas. Mengukur tingkatan kelelahan seseorang

bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performans kerja yang biasa

ditunjukkan dengan output kerja merupakan tolok ukur yang sering dipakai untuk

mengevalusi tingkat kelelahan. Selain kuantitas output persatuan waktu, maka

pengukuran terhadap kualitas output ataupun jumlah pokok cacat yang dihasilkan

dan frekwensi kecelakaan yang menimpa pekerja seringkali juga dipakai sebagai

cara untuk mengkorelasikan dengan intensitas kelelahan yang terjadi. Meskipun

demikian yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa perubahan performans

kerja kuantitas ataupun kualitas output kerja ternyata tidaklah semata-mata

disebabkan oleh kelelahan saja. (Wignjosoebroto S, 2000).

Sampai saat ini belum ada cara mengukur tingkat kelelahan secara

langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya

hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja.

Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam

beberapa kelompok sebagai berikut; kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan,

uji psiko-motor (psychomotor test), uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test), perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatique), dan uji mental dengan bourdon wiersman test (Tarwaka, 2004).

1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses

(15)

setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan

seperti; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas

output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat

menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi factor tersebut bukanlah

merupakan causal factor.

2. Uji psiko-motor (psychomotor test)

a. Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu

reaksi adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka

waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran

atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala

lampu, denting suara, sentuhan klit atau goyangan badan. Terjadinya

pemenjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada

proses faal syaraf dan otot.

b. Setyawati (1996) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli

terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut

disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada

stimuli cahaya.

c. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembang di Indonesia biasanya

(16)

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenga kerja untuk melihat kelipan

akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan

untuk jarak anatra dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan

juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Indutrial Fatique Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang

terdiri dari :

a. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: perasaan berat di kepala, lelah

seluruh badan, berat di aki, mguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban

pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin

berbaring.

b. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berpikir, lelah untuk

berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah

lupa, kepercayaan, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam

pekerjaan.

c. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: sakit di kepala, kaku di

bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening,

(17)

5. Alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2)

Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan

Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai

gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan

yang terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subjektif yang dapat diderita oleh

tenaga kerja, antara lain : sukar berpikir, lelah berbicara, gugup menghadapi

sesuatu, tidak pernah berkonsentrasi mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian

terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang percaya diri, tidak tekun dalam

melaksanakan pekerjaan, enggan menatap orang lain, enggan bekeja dengan

cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh tubuh, lamban, tidak kuat berjalan,

lelah sebelum, daya pikir menurun dan cemas terhadap sesuatu. (Sidabalok Lince,

2007).

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan

biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa

faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai

dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap

paksa dan pengaturan waktu.

2.2 Pekerja Harian Lepas (PHL)

Pekerja dapat diartikan sebagai semua orang yang bekerja dan terdaftar

namanya di perusahaan serta menerima gaji atau upah secara langsung dari

perusahaan tempat dia bekerja, baik yang aktif bekerja maupun yang sedang cuti

izin dengan perusahaan, sedang mengikuti training, berstatus buruh tetap,

(18)

yang senang hati melakukan usaha, kerja keras, berjerih payah untuk

menghasilkan produk atau barang. Pekerja adalah pemilik jasa dan orang yang

melahirkan karya. Pekerja bukanlah orang yang tergelincir pada lilitan ekonomi

dan tunduk dalam suatu pekerjaan, tetapi orang yang mengaktifkan diri, berjalan

terus dan aktif memenuhi kegiatan produksi. Pekerja memiliki sifat yang

memberikan dan berunsur membangun, mencipta dan menghidupkan (Steven,

2014). Pekerja harian lepas (PHL) adalah pekerja yang diikat dengan hubungan

kerja dari hari-kehari dan menerima penerimaan upah sesuai dengan banyaknya

hari kerja, atau jam kerja atau banyak barang atau jenis pekerjaan yang

disediakan. Disebut pekerja harian lepas (PHL) karena pekerja yang bersangkutan

tidak ada kewajiban untuk masuk kerja dan tidak mempunyai hak yang sama

seperti pekerja tetap.

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Kelelahan Kerja

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Pekerja Harian Lepas

1. Umur 2. Masa kerja

Gambar

Gambar 1. Skema Proses Akumulasi Kelelahan dan Faktor-faktor Penyebabnya
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Aja maneh pati durung tau weruh, prandene ngaruh-aruhi, wong bodho nora wruh ngelmu, pangrasane sasar sisip, kang akeh janma momoyok.. Ing Ngayogya Surakarta myang

Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif ke dalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, tertelan telur melalui

Sementara kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran antara lain: (1) siswa nampak belum antusias menerima pelajaran (2) siswa kesulitan menguasai materi (3)

Rate of Quality Product adalah tingkat rata – rata produk sesuai dengan standar yang dibandingkan dengan produk yang tidak sesuai standar, setelah terlebih dahulu dibuat

Panduan bagi guru penelitian tindakan kelas suatu..

Selain itu Masalah Penugasan sesungguhnya tidak hanya dapat dipecahkan dengan Metode Hungarian, karena ada metode lain yang dapat digunakan dan terbukti efektif, yaitu

Bagi guru – guru SMP Negeri 7 Salatiga, sebaiknya guru di sekolah tersebut dapat menindak lanjuti dengan menerapkan model pembelajaran Example – non

Pengusaha (pemegang saham) tidak boleh memberhentikan pekerja dalam tindakan penggabungan perseroan terbatas, jika hal tersebut hanya menguntungkan dan