BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan Kerja
2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja
Kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya
ketahanan tubuh untuk bekerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme tubuh
(Suma‟mur, 2009). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada hilangnya efesiensi
dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan
merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan
adalah ungkapan perasaan yang tidak enak secara umum, suatu perasaan yang
kurang menyenangkan, perasaan resah dan lelah yang menguras seluruh minat
dan tenaga (Anoraga, 2009). Kelelahan adalah suatu perasaan yang kurang
menyenangkan hingga berpengaruh pada menurunnya kekuatan bergerak dan
akhirnya berpengaruh kepada menurunnya prestasi yang dicapai oleh individu
yang mengalami kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013). Dari banyak
defenisi kelelahan diatas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa kelelahan
kerja merupakan suatu pola yang timbul dari suatu keadaan, yang secara umum
terjadi pada setiap individu yang sudah tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya
2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja
Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan
proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.
a. Berdasarkan proses, meliputi :
1. Kelelahan otot (muscular fatique)
Kelelahan otot adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat
kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan
keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot yang lelah akan menunjukkan
kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya
koordinasi serta otot menjadi gemetar (Tarwaka,2004). Kelelahan otot di
tunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan
daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak
dari luar. Kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga
stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Irama kontraksi otot akan
terjadi setelah melalui suatu periode aktivitas secara terus-menerus. Fenomena
berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu
waktu tertentu disebut „Kelelahan Otot‟ secara fisiologi, dan gejala yang
ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada
makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan
sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam
melakukan kegiatan kerja dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja
2. Kelelahan Umum
Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya
penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum
biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan
oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan,
sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004). Secara umum
gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang
sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja,
apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. (Tarwaka, Bakri
Solichul H.A., Sudiajeng L. 2004). Gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan
letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan
terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk
bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa
mengantuk. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005).
b. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan, meliputi:
1. Kelalahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ tubuh secara
berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.
2. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor
yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk jangka
waktu yang panjang. Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non
spesifik terhadap perpanjangan stress. Pada keadaan seperti ini, gejalanya
tidak hanya stres atau sesaat setelah masa stress, tetapi cepat atau lambat
Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti :
1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang
toleran terhadap orang lain.
2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjan.
3. Depresi yang berat, dan lain-lain. (Wignjosoebroto, S., 2000).
c. Berdasarkan penyebab kelelahan, meliputi:
1. Kelelahan Fisiologis
Kelelahan Fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya
perubahan-perubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat
dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output
yang berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Kelelahan fisiologis disebabkan oleh faktor fisik atau kimia yaitu suhu,
penerangan, mikroorganisme, zat kimia, dan kebisingan. (Nurmianto E., 2004).
2. Kelelahan Psikologis
Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan
palsu yang timbul dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini dapat dilihat dari
perubahan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten
lagi, serta labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau
kondisi tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya: kurangnya minat
dalam pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni, keadaan lingkungan, adanya
hukum atau nilai moral yang mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta
konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh (benak)
dan menimbulkan rasa lelah. (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja., 1999).
2.1.3 Faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan kerja
Faktor-faktor penyebab kelelahan antara lain: intensitas lamanya kerja
fisik dan mental, lingkungan (iklim, penerangan, kebisingan, getaran dll),
circadian rhythm, problem psikis (tanggung jawab, kekhawatiran, konflik dll),
kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi (Tarwaka, 2015). Kelelahan yang
disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis,
dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat
bekerja dalam satu menit, sedangkan pada pengerahan tenaga <20% kerja fisik
dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar
15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung
sepanjang hari, lebih lanjut Suma‟mur (2009) juga mengatakan bahwa kerja otot
statis merupakan kerja berat, kemudian mereka membandingkan antara kerja otot
statis dan kerja otot dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis
mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan
diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.
Menurut Sedarmayanti (1996) bahwa lama masa kerja masuk ke dalam
faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja. Dalam hal ini kelelahan terjadi karena
lamanya bekerja akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem
peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Menurut (Setyawati,
2010) menyatakan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
yang efisisen guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Menurut Tarwaka
(2010), umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas kerja fisik sampai
batas tertentu. Dari sekian banyak jenis kelelahan seperti yang telah diuraikan
diatas, maka timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang
terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan
(stress) yang dialami oleh tubuh manusia. (Wignjosoebroto S., 2000).
Skema di bawah ini akan memberikan analogi tentang faktor-faktor
penyebab kelelahan dan proses pemulihannya.
Gambar 1. Skema Proses Akumulasi Kelelahan dan Faktor-faktor Penyebabnya
Sumber : Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO.Ganeva.
Istirahat yang diperlihatkan pada skema adalah sebagai jalan satu-satunya
pengosongan dari sebuah tabung. Fenomena dari pengambilan waktu istirahat
secara normal jika organismenya tidak terganggu atau jika minimal salah satu dari Lingkungan yang tidak ergonomis
Psikologi, tanggung jawab, emosi Status kesehatan
Monotomi Intensitas dan durasi kerja
fisik/mental
bagian yang penting dalam tubuh tidak merasa stress. Ini menjelaskan bagian
penentu berperan pada saat bekerja sehari-hari adalah seluruh waktu istirahat
kerja, mulai dari saat istirahat singkat pada saat bekerja sampai tidur pada malam
hari. Analogi dari tabung menggambarkan betapa dibutuhkannya waktu istiarahat
untuk kehidupan yang normal dalam mencapai keseimbangan antara total beban
kerja yang dipikul oleh individu dan jumlah waktu istirahat yang memungkinkan.
(ILO, 2003). Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomis nya kondisi sarana,
prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau
rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak
ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain adalah sebagai
penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja
sebagai akibat pembebanan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang
tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang
menggairahkan. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005). Tingkat kelelahan kerja
tergantung pada faktor antara lain oleh jam kerja, periode istirahat, cahaya, suhu
dan ventilasi yang berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap mental output dan
kelelahan tenaga kerja, kebisingan dan getaran (Nurmianto E, 2004). Untuk
mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat
statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan
dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi
atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke
dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif
maupun subjektif (Tarwaka, 2004).
2.1.4 Gejala-gejala Kelelahan Kerja
Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan-perasaan
yang sering timbul seperti :
1. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki teras berat,
menguap, pikiran merasa acau, mengantuk, mata terasa berat, kaku dan
canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin
berbaring.
2. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi,
tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol
sikap, dan tidak dapat tekun dalam pekerjaan.
3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa
tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata,
tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan.
Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1, menunjukkan pelemahan
kegiatan, kelompok 2 menunjukkan pelemahan motivasi dan kelompok 3
kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan. (Sutalaksana,
Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999). Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap
hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja
terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan
kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala
dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif.
Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit
kepala, vertigo, gangguan pencernaan,tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan
kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme
akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan
kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis
terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau
kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap
atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun
akibat (Suma‟mur, 2009).
2.1.5 Proses Terjadinya Kelelahan
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan
peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi
kelangsungan aktivitas otot. Atau, mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk
sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga
menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah. (Sutalaksana,
Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999). Makanan yang mengandung glikogen,
mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan
selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi
tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan,
yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan
adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak
kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena
terakumulasinya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang
disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.
Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut :
1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulakan CO2, saerolatic, phospati, dan
sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian
dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat
tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul
penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot
selanjutnya.
2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan
disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan
membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa
0,1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Oleh Karena itu, dengan
adanya aktivitas bekerja persediaan glikogen dalam hati akan menipis.
Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati hanya tersisa
0,7%. Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan
perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat
kesadaran (Cortex cerebri) atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem
penghambat ini terdapat dalam thalamus, dan bersifat menurunkan
kemampuan manusia untuk bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat
vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan-peralatan tubuh ke arah
reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat tergantung
pada hasil kerja kedua sistem antagonis tersebut.
Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka
keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya,
apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan
mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat
melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak
terduga (ketegangan emosi). Demikian juga kerja yang monoton bisa
menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini
disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat daripada sistem penggerak
(Sutalaksana, 2005). Dalam bukunya “Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas”, Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa sampai saat ini
masih ada dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori klinis dan teori syaraf pusat
terjadinya kelelahan.
Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan
adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatkan sisa metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada
otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat
menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya ransangan syaraf
melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Ransangan
frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya
frekuensi tersebut akna menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan
gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat
gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.
2.1.6 Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan Kerja
Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan sebagai
cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengolahan kondisi
pekerjaan dan lingkungan kerja ditempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai
dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, pengaturan cuti tempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan
menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
pengaturan cuti yang tepat, penyelanggaraan tempat istirahat yang memperhatikan
kesegaran fisik dan keharmonisan mental psikologis, pemamfaatan masa libur dan
peluang untuk rekreasi, dan lain-lain. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan
perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengelolahan lingkungan kerja
yang memenuhi persyaratan fisiologis dan psikologis kerja merupakan upaya
yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan. Demikian pula sangat
besar peran dari pengorganisasian proses produksi yang tepat (Suma‟mur, 2009).
Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan
yang dilakukan sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya :
1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh
2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja
dengan memakai prinsip ekonomi gerakan
3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak
melibihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya
4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan
pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya
masa-masa libur dari rekreasi, dan lain-lain
5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan
lain-lain.
6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat
kerja, misalnya dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan kerja,
menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olahraga dan lain-lain.
(Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999).
Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti haus, lapar
dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat pelindung alami sebagai
indikator bahwa keadaan fisik dan psikis seseorang menurun. (Budiono, Sugeng,
2.1.7 Pengukuran Kelelahan Kerja
Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan
sulit untuk diidentifikasikan secara jelas. Mengukur tingkatan kelelahan seseorang
bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performans kerja yang biasa
ditunjukkan dengan output kerja merupakan tolok ukur yang sering dipakai untuk
mengevalusi tingkat kelelahan. Selain kuantitas output persatuan waktu, maka
pengukuran terhadap kualitas output ataupun jumlah pokok cacat yang dihasilkan
dan frekwensi kecelakaan yang menimpa pekerja seringkali juga dipakai sebagai
cara untuk mengkorelasikan dengan intensitas kelelahan yang terjadi. Meskipun
demikian yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa perubahan performans
kerja kuantitas ataupun kualitas output kerja ternyata tidaklah semata-mata
disebabkan oleh kelelahan saja. (Wignjosoebroto S, 2000).
Sampai saat ini belum ada cara mengukur tingkat kelelahan secara
langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya
hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja.
Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam
beberapa kelompok sebagai berikut; kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan,
uji psiko-motor (psychomotor test), uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test), perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatique), dan uji mental dengan bourdon wiersman test (Tarwaka, 2004).
1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses
setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan
seperti; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas
output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi factor tersebut bukanlah
merupakan causal factor.
2. Uji psiko-motor (psychomotor test)
a. Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu
reaksi adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka
waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran
atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala
lampu, denting suara, sentuhan klit atau goyangan badan. Terjadinya
pemenjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada
proses faal syaraf dan otot.
b. Setyawati (1996) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli
terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut
disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada
stimuli cahaya.
c. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembang di Indonesia biasanya
3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenga kerja untuk melihat kelipan
akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan
untuk jarak anatra dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan
juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
4. Perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Indutrial Fatique Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang
terdiri dari :
a. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: perasaan berat di kepala, lelah
seluruh badan, berat di aki, mguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban
pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin
berbaring.
b. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berpikir, lelah untuk
berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah
lupa, kepercayaan, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam
pekerjaan.
c. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: sakit di kepala, kaku di
bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening,
5. Alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2)
Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan
Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai
gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan
yang terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subjektif yang dapat diderita oleh
tenaga kerja, antara lain : sukar berpikir, lelah berbicara, gugup menghadapi
sesuatu, tidak pernah berkonsentrasi mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian
terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang percaya diri, tidak tekun dalam
melaksanakan pekerjaan, enggan menatap orang lain, enggan bekeja dengan
cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh tubuh, lamban, tidak kuat berjalan,
lelah sebelum, daya pikir menurun dan cemas terhadap sesuatu. (Sidabalok Lince,
2007).
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan
biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa
faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai
dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap
paksa dan pengaturan waktu.
2.2 Pekerja Harian Lepas (PHL)
Pekerja dapat diartikan sebagai semua orang yang bekerja dan terdaftar
namanya di perusahaan serta menerima gaji atau upah secara langsung dari
perusahaan tempat dia bekerja, baik yang aktif bekerja maupun yang sedang cuti
izin dengan perusahaan, sedang mengikuti training, berstatus buruh tetap,
yang senang hati melakukan usaha, kerja keras, berjerih payah untuk
menghasilkan produk atau barang. Pekerja adalah pemilik jasa dan orang yang
melahirkan karya. Pekerja bukanlah orang yang tergelincir pada lilitan ekonomi
dan tunduk dalam suatu pekerjaan, tetapi orang yang mengaktifkan diri, berjalan
terus dan aktif memenuhi kegiatan produksi. Pekerja memiliki sifat yang
memberikan dan berunsur membangun, mencipta dan menghidupkan (Steven,
2014). Pekerja harian lepas (PHL) adalah pekerja yang diikat dengan hubungan
kerja dari hari-kehari dan menerima penerimaan upah sesuai dengan banyaknya
hari kerja, atau jam kerja atau banyak barang atau jenis pekerjaan yang
disediakan. Disebut pekerja harian lepas (PHL) karena pekerja yang bersangkutan
tidak ada kewajiban untuk masuk kerja dan tidak mempunyai hak yang sama
seperti pekerja tetap.
2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Kelelahan Kerja
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Pekerja Harian Lepas
1. Umur 2. Masa kerja