1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sabun mandi telah berkembang menjadi kebutuhan primer di masyarakat dunia saat ini. Produk tersebut dimanfaatkan setiap hari oleh semua kalangan masyarakat, baik kelas atas, menengah, maupun bawah. Industri sabun mandi pun berlomba-lomba menciptakan produk sabun mandi yang inovatif dan bermanfaat, bervariasi baik dari segi bentuk, warna, maupun aroma.
Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai karbon C12 hingga C16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air [1].
Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras (sabun padat) adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak (sabun cair) adalah Kalium Hidroksida (KOH) [2].
Sabun yang beredar dipasaran kebanyakan adalah sabun kimia. Sabun kimia adalah sabun yang mengandung SLS (Sodium Laurat Sulphat) sebagai bahan baku utama. Alasan produsen untuk membuat sabun dari SLS dikarenakan jika sabun dibuat dari lemak atau minyak menghasilkan produk samping gliserol yang harganya relatif lebih mahal.
Abu merupakan residu mineral yang diperoleh setelah pembakaran pada bahan organik. Komposisi abu tergantung pada sumber, jenis bahan tanaman dan sifat tanah tempat tumbuh suatu tanaman. Bahkan pada tanaman yang sama, komposisi logam dapat bervariasi, seperti yang diamati dalam studi melacak konsentrasi elemen dalam kulit buah dan batang Musa paradisiaca. [3]
Tanaman Kapuk (Ceiba pentandra), adalah tanaman yang tumbuh di daerah tropis. Kapuk dibudidayakan untuk mengambil serat. Kapuk ditemukan dalam kapsul
2
buah matang. Pohon kapuk umumnya membutuhkan curah hujan yang melimpah selama musim berbunga dan berbuah. Buah kapuk berukuran rata-rata panjang 10 – 20 cm dengan diameter 5 cm [4]. pemanfaatannya belum maksimal. Selama ini kulit buah kapuk randu hanya digunakan sebagai kayu bakar pada industri tahu dan genteng. Di Kabupaten Pati, kulit buah kapuk randu kering diproses menjadi Soda Q dengan cara pembakaran dan ekstraksi. Kabupaten Pati berpotensi memproduksi kurang lebih 100 ton Soda Q setiap 1 bulan. Namun demikian, produksi Soda Q di Kabupaten Pati hanya sekitar 30 ton per bulan. Rendahnya produksi Soda Q di Kabupaten Pati disebabkan karena masih sulitnya mencari pasar. Selama ini produk Soda Q dikirim ke industri soda roti di Semarang dan Surabaya [5].
Abu dari buah kulit kapuk randu banyak mengandung senyawa Kalium Karbonat (78,95 %) . Hasil ekstraksi kulit buah kapuk Randu disebut Soda qiu. Pelarut soda qiu akan membuat Kalium Karbonat menjadi Kalium Hidroksida yang dapat digunakan sebagai sumber alkali (basa) alami dalam pembuatan sabun [6].
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minnyak sawit terbesar di dunia. Sehingga untuk memproleh minyak kelapa sawit sangat mudah dan harga yang terjangkau. Minya dari kelapa sawit ini dapat di manfaatkan untuk pembuatan sabun, karena sabun yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit memiliki kelebihan yaitu lebih lembut di tangan. Untuk itu peneliti menggunakan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan untuk membuat sabun.
Peneliti sebelumnya yang membuat sabun dengan memanfaatkan alkali yang bersumber dari tanaman diantaranya [7] fokus pada embuatan sabun dari kulit pisang mentah. Dimana kulit pisang mentah dikeringkan dalam oven pada 100 °C sampai berat konstan. Pembakaran dilakukan selama 3 jam. Hasil analisis yang diperoleh adalah kalium sebesar 81,98% dan natrium sebesar 15,86 %.
3
Dalam peneitian ini akan dilakukan pembuatan sabun dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit dan kandungan Kalium Karbonat yang ada pada kulit kapuk sebagai sumber alkali melalui reaksi safonifikasi.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan biji kapuk sebagai sumber bahan baku alkali pada pembuatan sabun natural.
2. Melihat potensi sabun yang dihasilkan dengan menggunakan kulit buah randu sebagai sumber alkali.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membuat sabun natural dengan memanfaatkan alkali yang ada pada kulit buah randu sebagai bahan baku.
2. Mengkaji pengaruh waktu reaksi dan suhu reaksi terhadap produk sabun yang terbentuk
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian yang dilkukan adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan penggunaan abu kulit kapuk sebagai sumber akali pada proses pembuatan sabun.
2. Untuk memperoleh informasi kondisi proses saponifikas terbaik dalam pembuatan sabun.
3. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kulit kapuk.
4
1.5 RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penetilitan, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
2. Sampel yang digunakan adalah minyak goreng yang diperoleh dari pasar dan kulit kapuk sebagai sumber alkali untuk pembuatan sabun yang diperoleh dari perkebunan tanaman randu.
3. Proses yang diterapkan dalam penelitian ini adalah proses saponifikasi. Dengan variable sebagai berikut:
Volume minyak = 30 ml Minyak : Soda Q = 1 : 2 (ml)
Temperatur reaksi = 60°C, 70°C dan 80oC
Waktu pengadukan = 60 menit, 90 menit dan 120 menit Kecepatan pengaduk = 250 rpm
Alanalisa yang dilakukan: 1. Densitas
2. Keasaman (pH) 3. Bilangan Penyabunan 4. Alkali Bebas