ABSTRAK
Carin Felina1
Kata kunci : Pembiayaan konsumen, Klausula baku, Perlindungan Hukum
) M. Husni**) Dedi Harianto***)
Pembiayaan konsumen hadir karena adanya keinginan masyarakat yang membutuhkan lembaga pembiayaan yang mampu secara cepat, mudah dan praktis memenuhi keinginan konsumtif masyarakat akan barang-barang mewah seperti mobil, sepeda motor, tv dll. Atas dasar pemikiran itulah maka timbul hubungan kontraktual antara perusahaan pembiayaan konsumen, dan konsumen. Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan perjanjian yang bersifat baku karena konsumen dianggap sudah mengerti isi dari perjanjian sehingga hal itu dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen. Oleh sebab itu, perusahaan pembiayaan harus memperlakukan dan melayani konsumen secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif. Permasalahan dalam skripsi ini membahas tentang pengaturan hubungan hukum dalam perjanjian pembiayaan konsumen, akibat hukum pencantuman klausula baku dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen atas pencantuman klausula baku pada perjanjian pembiayaan konsumen.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan pustaka yang dapat dijadikan sumber dari penelitian didapatkan dari buku-buku, artikel, dan media elektronik.
Studi kasus skripsi ini dilakukan di Kantor PT. Kembang 88 Multi Finance
cabang Medan. Penelitian dilaksanakan guna melengkapi penyelesaian skripsi ini.
Kesimpulannya perjanjian pembiayaan konsumen ini diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Keputusan Menteri Keuangan No. 172/KMK.06 Tahun 2002 tentang Kententuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pembiayaan, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. hubungan hukum perjanjian pembiayaan konsumen, apabila terjadi kesepakatan antara pihak perusahaan dengan debitur telah tercapai, maka akan timbul hak dan kewajiban diantara para pihak yang tertuang dalam sebuah kontrak otentik yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (Notaris). Akibat hukumnya dari pencantuman klausula baku tersebut batal demi hukum dan klausula yang telah batal demi hukum tersebut wajib diganti dan disesuaikan dengan aturan UUPK. Penyelesaian masalah yang timbul terkait dengan ini dapat diselesaikan melalui proses mediasi, dan jika tidak menemukan penyelesaian maka diselesaikan melalui proses pengadilan.
1
) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II