BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular akhir-akhir ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia (Depkes, RI., 2006).
Menurut WHO (2004), proporsi kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47% dan diperkirakan pada tahun 2020 proporsi kematian akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan menjadi 60% disebabkan oleh penyakit tidak menular. Di Indonesia menurut hasil studi morbiditas pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) prevalensi penyakit tidak menular meningkat dari 15% pada tahun 1995 menjadi 18% pada tahun 2001 (WHO, 2007).
Perkembangan teknologi dan industri serta perbaikan sosio ekonomi telah membawa perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungan seperti pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi pengaruh terhadap terjadinya peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular (DepKes, RI., 2006).
besarnya biaya perawatan kesehatan (pengobatan dan diagnosa). Gejala dispepsia sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu. Gejala yang bisa dirasakan penderita seperti nyeri ulu hati, perut kembung, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa dan rasa cepat kenyang (Djojoningrat, 2005).
Dispepsia adalah keluhan umum yang disampaikan oleh individu-individu dalam suatu populasi umum yang mencari pertolongan medis. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek”. Dispepsia
adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, perasaan penuh, rasa sakit atau rasa terbakar di perut (Medicastore, 2011).
Penderita dispepsia di Amerika diperkirakan mencapai 20% - 40% dari
pasien-pasien di klinik gastroenterologi dan 2% - 5% dari pusat kesehatan
masyarakat dan prevalensinya berkisar 12% - 45% (Jones, dkk., 2008).
Prevalensi dispepsia diperkirakan sekitar 21% di Inggris, namun hanya sekitar 2% diantaranya yang kemudian datang ke dokter setiap tahunnya. Laporan praktek gastroenterologi sekitar 40% penderita yang datang umumnya dengan keluhan dispepsia. Di Asia Pasifik dispepsia juga merupakan keluhan yang cukup banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10-20% dengan insidensi dispepsia pada wanita dan pria sama (Kusumobroto, 2003).
Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita yang mencoba untuk melakukan diet. Angka kejadian dispepsia di masyarakat luas tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38%, dimana pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada usia yang muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti yang sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41% (Jones, dkk., 2008).
Dispepsia berada pada peringkat ke 10 dengan proporsi 1,5% untuk katagori 10 jenis penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia (DepKes, RI., 2003).
Tahun 2004, dispepsia menempati urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% dan menempati urutan ke 35 dari daftar 50 penyakit penyebab kematian (DepKes, RI., 2004).
Pada distribusi frekuensi penderita dispepsia rawat inap di RSUP.H Adam Malik Medan dengan penderita yang paling banyak adalah kelompok umur >45 tahun, jenis kelamin perempuan, lama rawatan <14 hari (Sianturi C, 2006). Dan pada proporsi tertinggi karakteristi penderita dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Matha Friska Medan Tahun 2007 pasien terbanyak kelompok umur >50 tahun, jenis kelamin perempuan, lama rawatan 5 hari (Harahap Y, 2009).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai, yang menjadi gambaran pengobatan semua pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola penggunaan obat pasien dispepsia pada tahun 2014 meliputi jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk sediaan, dan golongan obat untuk pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah pola penggunaan obat pasien dispepsia rawat inap pada tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai berdasarkan jenis kelamin terbanyak perempuan, usia >45 tahun, jumlah obat perpasien 2,73 R/, lama perawatan <5 hari, jenis obat generik, bentuk sediaan injeksi, dan Ranitidin golongan obat reseptor H2 yang banyak digunakan.
1.4 Tujuan Penelitian
(generik atau non generik), bentuk sediaan, dan golongan obat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai setiap bulannya.
1.5 Karangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang pasien dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai. Dalam hal ini yang merupakan parameter adalah jenis kelamin, usia, lama perawatan, jumlah obat perpasien, jenis obat (generik atau non generik), bentuk sediaan, golongan obat dan sebagai variabel pengamatan adalah pola penggunaan obat penyakit dispepsia. Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir peneliti ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.
j
Gambar 1.1 Skema karangka pikir penelitian
Parameter Variabel Pengamatan
Jenis Kelamin Usia
Lama Perawatan Jumlah Obat Perpasien
Jenis Obat (generik atau non generik)
Bentuk Sediaan Golongan Obat
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi gambaran mengenai penggunaan obat pada pasien dispepsia di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai.
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pemberi pelayanan kesehatan terutama dokter agar memberi pengobatan yang tepat sehingga dapat mendukung keberhasilan pengobatan penyakit dispepsia.
Hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan bahan kajian bagi apoteker untuk dapat mengetahui lebih jauh lagi apakah pola peresepan dan pengobatan terhadap pasien penyakit dispepsia sudah tepat, sehingga diperoleh efek terapi yang tepat membantu dan mempercepat pengobatan dispepsia.