• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan landasan pembangunan dibidang lainnya yang bermakna teraktualisasinya fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial/ pembangunan (law as a tool of sosial engineering), instrument penyelesaian masalah (dispute resolution), dan

instrument pengatur perilaku masyarakat (sosial control)1. Visi Pembangunan Hukum Nasional adalah “terwujudnya Negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa didalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.” Visi tersebut kemudian diimplementasikan dalam Misi Pembangunan Hukum Nasional dengan2

1. Mewujudkan materi hukum disegala bidang dalam rangka penggantian terhadap peraturan perundang-undangan warisan kolonial dan hukum

:

1 Sumitro Djojohadikusumo, Indonesia dalam Perkembangan Dunia Kini dan Masa Datang, LP3ES, Jakarta,2003, hal.10.

(2)

nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan, dan kebenaran dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat;

2. Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar hukum

3. Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas, professional, bermoral, dan berintegritas tinggi; serta

4. Mewujudkan lembaga hukum yang kuat, terintegrasi, dan berwibawa.

Pembentukan Undang-Undang tersebut merupakan pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945, yang materinya mencakup aspek-aspek3

3 Ibid. hal. 15.

(3)

Kewenangan dapat efektif apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata, namun seringkali terjadi antara kekuasaan dan wewenang tidak berada dalam satu tangan, sehingga antara keduanya tidak berjalan secara seimbang dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam kelompok masyarakat kecil dan susunannya sederhana, pada umumnya kekuasaan dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang yang menguasai berbagai macam bidang keahlian, sehingga apabila kekuasaan tersebut dipegang oleh seseorang terlalu lama, maka ada anggapan pemegang kekuasaan itu adalah “penguasa”. Dalam kelompok sosial masyarakat yang lebih besar dengan susunannya lebih kompleks, dimana tampak adanya berbagai golongan yang sifat dan tujuannya berbeda-beda dan kepentingan tidak selalu sesuai dengan satu sama lainnya, maka kekuasaan biasanya terbagi kedalam beberapa golongan, sehingga terdapat perbedaan dan pemisahan yang nyata dari kekuasaan politik, militer, ekonomi, agama dan sebagainya. Adanya kekuasaan yang terbagi itu tampak jelas dalam masyarakat yang menganut dan melaksanakan demokrasi secara luas.

Penderitaan yang dikenakan kepada si pelanggar peraturan apabila sanksi diselenggarakan oleh masyarakat adalah berupa pencabutan hak-hak kepemilikan- kehidupan, kesehatan, kebebasan, atau harta kekayaan, karena hak milik pribadi yang diambil darinya bertentangan dengan kehendaknya, maka sanksi ini mempunyai karakter tindakan paksa.4

4 Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1987, hal. 54

(4)

dalam menerapkan sanksi. Paksaan fisik ini hanya merupakan kasus pengecualian, ketika pejabat berwenang yang menerapkan sanksi memiliki kekuasaan yang memadai.

Sanksi merupakan reaksi dari peraturan hukum terhadap delik, atau, dengan ungkapan yang sama, reaksi kepada masyarakat, yang diciptakan oleh peraturan hukum, terhadap pelaku delik, yakni terhadap pelanggar. Tatanan sosial mungkin melekatkan keuntungan (ganjaran) tertentu kepada yang mematuhinya dan kerugian (hukuman) tertentu kepada yang tidak mematuhinya, dan oleh karena itu, membangkitkan keinginan atas keuntungan yang dijanjikan atau perasaan takut atas kerugian yang diancamkan sebagai motif untuk berbuat. Perilaku yang sesuai dengan tatanan yang berlaku dicapai melalui sanksi yang diberikan oleh tatanan itu sendiri. Prinsip ganjaran dan hukuman yakni prinsip retribusi (ganti-rugi) yang sangat penting bagi kehidupan sosial, terjadi dengan mempertautkan tindakan yang sesuai dan yang bertentangan dengan tatanan tersebut disatu pihak, dengan suatu keuntungan yang dijanjikan atau kerugian yang diancamkan dipihak lain, secara berturut-turut sebagai sanksi-sanksi.

Menurut sistem hukum Indonesia, organ-organ dan/ atau alat-alat perlengkapan Negara yang mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat antara lain adalah :5

(5)

1. Institusi Peradilan dengan pengadilan dan aparatnya sebagai Hakim atau Majelis Hakim, yaitu organ negara yang memeberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang mencari keadilan, berkenaan dengan perkara atau sengketa yang sedang dihadapi, yang penyelesaiannya memerlukan putusan pengadilan. Pelayanan kepada masyarakat dibidang Peradilan ini diberikan oleh Negara khususnya pengadilan menurut kasusnya dapat dilakukan berdasarkan Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Adat dan Hukum Agama.

2. Institusi Pemerintah dengan Pejabat Pemerintahan/ Eksekutif, yaitu organ Negara yang memberikan pelayanan umum kepada masyarakat berdasarkan hukum publik. Yang dimaksud dengan Pemerintah atau Pejabat Pemerintahan / Eksekutif antara lain adalah mulai dari Presiden dan pembantu-pembantunya yaitu para menteri dan segenap aparatnya sampai ke tingkat yang paling bawah termasuk didalamnya Aparatur Penegak Hukum seperti kepolisian dan Kejaksaan.

(6)

4. Organ Negara lain, yaitu Notaris sebagai Pejabat Umum, yaitu Organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan Hukum untuk memeberikan pelayanan umum kepada masyarakat umum khusus dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan Hukum dibidang keperdataan.

Dunia kenotariatan pada saat ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 merupakan implikasi dari perkembangan hukum di masyarakat, dalam pembuatan alat bukti yang sempurna dalam bidang keperdataan atau hukum privat yang seharusnya mengandung asas keadilan, kemamfaatan dan kepastian hukum. Didalam memberikan jasa kepada masyarakat oleh Notaris, maka jabatan ini harus memperoleh pengawasan.6

6 Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hal. 12

(7)

Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagai urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia.7

Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, menegaskan yang dimaksud dengan Pengawasan adalah kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris. Dengan demikian ada 3 (tiga) tugas yang dilakukan Majelis Pengawas, yaitu :

Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap Notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah memperoleh wewenang pengawasan tersebut.

1. Pengawasan Prefentif

2. Pengawasan Kuratif

3. Pembinaan

Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis tidak hanya pelaksanaan tugas jabatan Notaris agar sesuai dengan UUJN, tapi juga Kode Etik Notaris dan tindak-tindak atau perilaku kehidupan Notaris yang dapat melakukan perbuatan yang tidak baik bagi

(8)

martabat jabatan Notaris. Dalam pengawasan Majelis Pengawas diatur pada Pasal 67 ayat 5 UUJN, hal ini menunjukkan sangat luas yang lingkup pengawasannya dilakukan oleh Majelis Pengawas.

Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jabatan Notaris dengan ukuran yang pasti pada UUJN dengan maksud agar semua ketentuan UUJN yang mengatur pelaksanaan tugas jabatan Notaris dipatuhi oleh Notaris, dan jika terjadi pelanggaran, maka Majelis Pengawas dapat menjatuhkan sanksi kepada Notaris yang bersangkutan. Majelis Pengawas juga diberi wewenang untuk menyelenggarakan sidang adanya dugaan pelanggaran jabatan Notaris (Pasal 70 huruf a UUJN). Pemberian wewenang seperti itu telah memberikan wewenang yang sangat besar kepada Majelis Pengawas. Bahwa pelanggaran administrasi atas pekerjaan sebagai notaris tidak menutup kemungkinan juga melanggar Kode Etik Notaris yang merupakan pengaturan yang berlaku untuk anggota organisasi Notaris, jika terjadi pelanggaran atas Kode Etik Notaris tersebut, maka organisasi Notaris melalui Dewan Kehormatan Notaris (Daerah, Wilayah, dan Pusat) berkewajiban untuk memeriksa Notaris tersebut dan menyelenggarakan sidang pemeriksaan atas pelanggaran tersebut. Jika terbukti, Dewan Kehormatan Notaris dapat memberikan sanksi atas keanggotaan yang bersangkutan pada organisasi jabatan Notaris.

Majelis Pengawas Wilayah mempunyai wewenang sebagai berikut :8

8 Pasal 71 Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris

(9)

a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah;

b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun

d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris Pelapor

e. Memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis

f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa :

1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau

2) Pemberhentian dengan tidak hormat

(10)

memberikan pelayanan hukum kepada anggota masyarakat.9 Karenanya, notaris memiliki tanggung jawab dalam bidang hukum privat, hukum pajak, hukum pidana dan kode etik notaris dalam rangka menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang-Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diundangkan sejak tanggal 15 Januari 2014.10

Notaris sebagai pejabat umum yang dalam istilah bahasa Belanda yaitu Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op Het Notaris Ambt In Indonesia, Stb. 1860-3) menyebutkan Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.11

9 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal. 8

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menyebutkan bahwa “Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang

10 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana,Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995, hal. 29

(11)

untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan pelayanan jasa hukum, maka terhadap kesalahan Notaris perlu dibedakan antara kesalahan yang bersifat pribadi (faute personelle atau personal fault) dan kesalahan didalam menjalankan tugas (faute de serive atau service fault).12

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) memiliki norma-norma hukum yang mengatur aturan main terhadap Notaris, aturan main tentu tak lengkap jika tidak diikuti dengan sebuah hukuman. Tampaknya, UUJN memberikan perhatian penuh atas pemberlakuan sanksi, tercatat setidaknya ada beberapa Pasal yang mengatur dengan tegas sanksi yang diancam kepada Notaris yang melakukan kesalahan sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal tersebut. Pasal-pasal yang memuat sanksi itu adalah Pasal 7 ayat (2) tentang menjalankan jabatannya setelah pengambilan sumpah atau janji;Pasal 16 ayat (1) yaitu pelanggaran terhadap bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dan pelanggaran lain yang ada didalam UUJN. Pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut dikenakan sanksi yang dimulai dari peringatan tertulis Artinya sengketa hukum yang terjadi bukan

hanya terkait pada Notaris yang membuat akta itu saja, tetapi bisa saja terkait pada akta itu sendiri. Dalam proses pelanggaran administrasi yang terjadi tentunya Notaris harus mengalami proses penyelidikan, penyidikan dan persidangan.

(12)

hingga pemberhentian tidak hormat. Sementara itu, terhadap notaris yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan kekuatan pembuktian akta berubah menjadi akta dibawah tangan, para pihak dapat meminta ganti rugi kepada Notaris yang bersangkutan. Hal itu dapat terjadi apabila Notaris melanggar tidak bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dan melanggar aturan dalam isi akta dengan mengganti, menambah tanpa diberi tanda pengesahan oleh penghadap, saksi, dan Notaris serta hal lainnya yang dilarang dalam UUJN.

Ketentuan normatif ini mengatur Notaris agar Notaris dalam menjalankan profesinya selalu terkontrol dengan formalitas yang telah digariskan. Artinya tuntutan profesi Notaris lebih merujuk pada bentuk dari akta yang dihasilkan bukan substansi (materi) dari akta.13

13 Ibid, hal. 55

(13)

untuk dibuatkan akta.14 Akta Notaris dengan demikian sesungguhnya adalah aktanya pihak-pihak yang berkepentingan, bukan aktanya Notaris yang bersangkutan. Karena itulah dalm terjadinya sengketa dari perjanjian yang termuat dalam akta Notaris yang dibuat bagi mereka dan dihadapan Notaris maka yang terikat adalah mereka yang mengadakan perjanjian itu sendiri, sedangkan Notaris tidak terikat untuk memenuhi janji ataupun kewajiban apapun seperti yang tertuang dalam akta Notaris yang dibuat dihadapannya dan Notaris sama sekali berada diluar mereka yang menjadi pihak-pihak. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan akan adanya akta Notaris yang tendensius.15

Terminologi upaya hukum sesungguhnya lebih dikenal sebagai istilah teknis hukum acara. Definisi upaya hukum sendiri adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan peninjauan kembali dalam hal serta merta menurut yang diatur oleh Undang-Undang. Definisi yang sama juga berlaku Maksudnya adalah dalam pembuatan akta keterlibatan Notaris tidak sekedar legalisasi suatu akta namun menyangkut substansi akta. Hal ini bisa terjadi ketika Notaris sebagai pihak yang semestinya netral melakukan hal-hal tertentu yang menyebabkan salah satu pihak diuntungkan dan disatu sisi merugikan pihak lainnya dengan akta notariil tersebut. Ketidaknetralan Notaris dalam membuat suatu akta ini dikenai tanggung jawab atas materi akta yang dibuatnya.

14 Kohar Andasasmita , Notaris Berkomunikasi, Bandung : Alumni, 1984, hal. 30

(14)

pula dalam hukum acara perdata, bedanya hak demikian adalah hak milik para pihak yang bersengketa, penggugat maupun tergugat. Substansi perlindungan hukum yang diperoleh dari upaya hukum pada hakekatnya sama yakni memberikan jaminan perlindungan kepada mereka yang berhak secara normatif.16

Dalam ranah UUJN perlindungan hukum lebih bersifat intern/administratif. Pranata UUJN yang dilanggar oleh seorang Notaris adalah ukuran standar profesionalisme yang seharusnya wajib ditaati oleh semua Notaris sebagai pengemban kewenangan Negara dalam pembuatan akta otentik. Diranah ini perlindungan terhadap Notaris dari putusan-putusan administratif, bertujuan untuk memberikan jaminan bagi seorang Notaris untuk dapat membela diri dan mempertahankan haknya atas pekerjaan sebagai Notaris.

Namun ketika wilayah pembicaraan menginjak persoalan aspektual dan lebih teknis, tentulah akan tampak terlihat perbedaan. Perlindungan hukum bagi Notaris dari banyaknya sanksi-sanksi yang terdapat dalam UUJN sangat berbeda dibandingan dengan aspek kepidanaan.

17

Kewenangan yang berupa keputusan oleh Majelis Pengawas Wilayah diperoleh dari UUJN bersifat final adalah keputusan yang bersifat peringatan lisan maupun peringatan tertulis, dan memberikan berita acara persidangan pada setiap keputusannya atas peringatan, teguran maupun pemberhentian sementara dan pemberhentian tidak hormat.18

16 Ibid, hal. 22

Sebelum pengambilan putusan ini Majelis Pengawas

(15)

Wilayah berkewajiban untuk melakukan sidang untuk memberikan kesempatan kepada Notaris yang tersandung masalah hukum yang berkaitan dengan pekerjaannya untuk membela diri atas tuduhan atas laporan masyarakat ataupun penemuan dari pengurus di wilayah Notaris. Tata cara ini dikenal dengan Hukum Acara dimana pihak-pihak yang menelusuri kebenaran atas tuduhan tersebut serta dasar untuk pengenaan sanksi-sanksi terhadap Notaris tersebut.19

Menurut UUJN sifat final putusan Majelis Pengawas terhadap pengenaan sanksi terhadap Notaris yang melanggar belum mencerminkan asas keadilan dan kepastian hukum serta tidak ada satu pasal yang khusus mengatur tentang perlindungan hukum terhadap Notaris serta tidak adanya kejelasan dan kepastian hukum atas golongan pelanggaran yang membuat Notaris itu bisa dikenakan sanksi peringatan berbentuk lisan, berbentuk tulisan, pemberhentian sementara, ataupun pemberhentian tetap. Apabila Notaris tersebut terbukti tidak melakukan pelanggaran administrasi dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai notaris pada sidang Majelis Pengawas Wilayah maka norma hukum dalam UUJN juga tidak secara tegas adanya upaya-upaya hukum dalam mengembalikan nama baik Notaris atas tuduhan tersebut. Mengingat hal tersebut tugas jabatan Notaris memerlukan perlindungan hukum yang proporsional, sehingga Notaris akan merasa aman, tenang dan tentram dalam menjalankan jabatannya dikarenakan ada perlindungan hukum terhadapnya sebagai Pejabat Umum.

(16)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris”

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut diatas maka terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni :

1. Bagaimanakah kewenangan MPW dalam melakukan penerapan sanksi yang terhadap pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Notaris ?

2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap notaris dan para pihak setelah dijatuhkan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah atas pelanggaran administrasi yang berlaku bagi Notaris ?

3. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan notaris dan/atau pihak yang dirugikan atas putusan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah terhadap pelanggaran yang dilakukan Notaris?

C. Tujuan Penelitian

(17)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis terhadap tata cara (proses) dari penerapan sanksi-sanksi di Undang-Undang Jabatan Notaris oleh Majalis Pengawas Wilayah kepada Notaris atas pelanggaran administrasi yang dilakukannya.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis terhadap akibat hukum dari penerapan sanksi-sanksi oleh Majalis Pengawas Wilayah kepada Notaris dan pekerjaannya.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk upaya hukum terhadap Notaris dari penerapan sanksi-sanksi oleh Majalis Pengawas Wilayah kepada Notaris.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu :

1. Secara Teoritis

(18)

2. Secara Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan dan pemikiran-pemikiran baru bagi kalangan Notaris dalam menjalankan profesi dan jabatannya sebagai pejabat umum dalam hal mendapatkan hak perlindungan hukum atas sanksi-sanksi Notaris sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris(UUJN)

E. Keaslian Penelitian

(19)

1. Silvia Sumbogo, NIM : 127011144, dengan judul Penelitian “ Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut UU No. 30 Tahun 2004 Dan Permen Hukum Dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004”; dengan pokok permasalahan adalah :

1. Bagaimanakah Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam pengawasan Notaris menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004?

2. Bagaimanakah akibat hukum dari Putusan Majelis Pengawas Notaris terhadap Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004?

3. Bagaimanakah hambatan dalam pelaksanaan kewenangan Majelis Pengawas Notaris serta upaya-upaya untuk mengatasinya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004?

(20)

1. Bagaimanakah Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam pengawasan Notaris menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?

2. Bagaimanakah akibat hukum dari Putusan Majelis Pengawas Notaris terhadap Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?

3. Bagaimanakah kendala yang timbul dalam pelaksanaan kewenangan Majelis Pengawas Notaris serta upaya-upaya untuk mengatasinya?

3. Susanna. NIM : 067011127, dengan judul Penelitan “ Analisis Yuridis Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Jabatan Notaris dan Peraturan Pelaksanaannya” dengan pokok permasalahan adalah :

1. Bagaimanakah prosedur pengambilan fotocopi minuta akta dan pemanggilan Notaris di Indonesia?

2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotocopi minuta akta dan pemanggilan Notaris ?

(21)

4. Junita Sila Kariani Zebua. NIM : 087011059, dengan judul Penelitian “Analisis Yuridis Tugas Jabatan Notaris dan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris” dengan pokok permasalahan adalah :

1. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum dalam menjalankan jabatannya ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Notaris selaku pejabat umum dalam menjalankan jabatannya ?

3. Bagaimanakah kendala-kendala yang terjadi dalam melakukan tugas jabatan Notaris ?

(22)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”, yang berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki berarti “realitas”.20 Pada teori menjelaskan suatu fenomena atau merupakan proses atau produk atau aktivitas, atau merupakan suatu sistem.21

Menurut William J. Goode dan Paul K. Hatt, teori adalah hubungan antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji kebenarannya.

“… relationships between facts, or …the ordering of them in some meaningful way”22

Sedangkan teori hukum menurut Bruggink adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebahagian penting dipositifkan.23

20H.R Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum( Mengingat, Mengumpulkan Dan

Membuka Kembali), Refika Aditama, Bandung, 2004, hal. 21.

Didalam suatu teori sedikitnya terdapat tiga unsur, yakni: Pertama, penjelasan mengenai hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori. Kedua, Teori menganut sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus atau nyata. Ketiga,

21Salim HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2012, hal. 1. 22Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Indhill-co, Jakarta, 1990, hal.66

(23)

Teori memberikan penjelasan atau gejala yang dikemukannya.24 Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan. Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial. Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid) dan Kepastian Hukum (rechtzekerheid).25

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan hukum dan teori kepastian hukum, terkhususnya pencapaian nilai keadilan dan kepastian terhadap tata cara pembuktian serta penerapan penjatuhan sanksi administratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris terhadap Notaris di Majelis Pengawas Wilayah Notaris.

Sebagai pisau analisis, Plato mengemukakan tentang teori keadilan. Teori keadilan mempunyai dua jenis keadilan yaitu :26

1. Keadilan Moral. Suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakukan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.

24 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal. 85

25Ibid. hal. 86

26E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan

(24)

2. Keadilan Prosedural. Suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diharapkan.

Dalam membangun teori keadilan diharapkan mampu menjamin distribusi yang adil antara hak dan kewajiban dalam suatu masyarakat yang teratur. Kondisi ini dapat dicapai atau dirumuskan apabila ada kondisi awal. Sebagai status quo awal yang menegaskan bahwa kesepakatan fundamental dicapai secara fair.27 Roscoe Pound melihat indikator keadilan dalam hasil-hasil konkret yang bisa diberikan kepada masyarakat. Ia melihat bahwa hasil-hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa perumusan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Paradigma Positivisme hukum, keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini harus dilihat secara luas, ukuran untuk mengukur sesuatu adil atau tidak adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia. Perspektif tentang keadilan menurut Satjipto Rahardjo bahwa keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia.28

27 Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls, Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 25-26

(25)

Pendapat Gustav Radbruch makna kepastian hukum adalah hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak boleh diubah. Pendapat tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.29. Dalam kaitannya dengan teori kepastian hukum melakukan penerapan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah kepada Notaris harus didukung oleh aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten, dan yang diterbitkan oleh kekuasaan negara, Majelis Pengawas Wilayah dalam menerapkan sanksi harus mengikuti aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten serta tunduk dan taat kepada aturan tersebut, Majelis Pengawas Wilayah yang mandiri dan tidak berpihak dalam menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum, dan keputusan tersebut secara kongkrit dilaksanakan.30

Penerapan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah kepada notaris harus melalui proses yang memberikan rasa keadilan hukum dan kepastian

29 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Yogyakarta : Mandar Maju, 2008, hal. 74

(26)

hukum bagi penegakan terhadap jabatan notaris. Proses ini memerlukan aturan yang baku untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang didalamnya berisikan norma-norma hukum yang mengandung hak dan kewajiban para pihak dalam mengikuti proses sidang di Majelis Pengawas Wilayah. Tata cara penyelidikan sampai dengan sidang yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah terhadap pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh notaris harus jelas.

Sebelum berlakunya UUJN, pengawasan notaris diatur dalam berbagai peraturan sebagai berikut31

1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesia (Lembaran Negara 1847 Nomor 57 jo

Lembaran Negara 1848 Nomor 57). :

2. Rechsreglement Buitengewesten (Lembaran negara 1927 Nomor 227)

3. Peraturan Jabatan Notaris (Lembaran Negara 1860 Nomor 3) 4. Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen (Lembaran Negara

1946 Nomor 135)

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung

6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan umum

(27)

Selain itu terdapat juga beberapa Surat Edaran tentang Pengawasan terhadap Notaris yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman, yaitu32

1. Surat Edaran Departemen Kehakiman Republik Indonesia tanggal 17 Februari 1981 Nomor JHA 5/13/16 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di Seluruh Indonesia

:

2. Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 1 Maret 1984 Nomor MA/Pemb/1392/84 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia

3. Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 1 Mei 1985 Nomor M-24HT.03.10 Tahun 1985 Tentang Pembinaan dan Penertiban Notaris.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasa dinamakan fakta.

(28)

Sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.33

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca dan memahami penulisan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menguraikan beberapa konsepsi dari pengertian dari istilah yang digunakan sebagaimana yang terdapat dibawah ini :

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris adalah Peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara khusus bagi Jabatan Notaris dan mengikat secara umum.

b. Notaris adalah pejabat umum34yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.35

33 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali Pers, 2013, hal. 7.

34 Pejabat umum merupakan suatu jabatan yang disandang atau diberikan kepada mereka yang diberi wewenang oleh aturan hukum dalam pembuatan akta autentik, dan Notaris sebagai Pejabat umum kepadanya diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik.

(29)

c. Majelis Pengawas Wilayah adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris yang berkedudukan di ibukota provinsi.36

d. Sanksi Hukum adalah Suatu perasaan yang tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh penengak hukum, penegak peraturan atau penguasa kepada orang yang melanggarnya.37

e. Sanksi Administrasi/ Administratif adalah hukuman yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif.

38

G. Metode Penelitian

Metode (Inggris : method, Latin : methodus, Yunani : methodos- meta berarti sesudah, diatas, sedangkan hodos berarti suatu jalan, suatu cara). Van Peursen mula-mula mengartikan metode sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi : penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.39

Metode yang diterapkan didalam suatu penelitian adalah kunci utama untuk menilai baik buruknya suatu penelitian. Metode ilmiah itulah yang

36 Pasal 72 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. 37 Ibid. hal. 101

38 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka, Semarang, 1997, hal. 66

(30)

menetapkan alur kegiatannya, mulai dari pemburuan data sampai ke penyimpulan suatu kebenaran yang diperoleh dalam penelitian itu.40

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.41

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul, yaitu memeberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya atas isu yang diajukan.42

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum doktrinal (doctrinal research) adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan eksposisi yang bersifat sistematis mengenai aturan hukum yang mengatur bidang hukum tertentu, menganalisis hubungan antara hukum yang satu dengan yang lain, menjelaskan bagian-bagian yang sulit untuk dipahami dari suatu aturan

40 Tampil Anshari Siregar, Metodelogi penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2005, hal. 15.

41 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 35.

(31)

hukum, bahkan mungkin juga mencakup prediksi perkembangan suatu aturan hukum tertentu pada masa mendatang.43

Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Selain itu, dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.44

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya adalah bahwa penelitian ini berdasarkan teori, atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.45

Dalam kaitannya dengan penelitian hukum normatif, maka disini digunakan pendekatan undang-undang. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang yang lainnya

43 Ibid. hal. 11.

44 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal. 105

(32)

atau antara undang-undang dengan undang-undang dasar ataupun antara regulasi dari indang-undang tersebut.46

2. Sumber Data

Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup :47

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari :

1. Peraturan Perundang-undangan :

a. Reglement op Rechtelijke Organisatie en Het Beleid Der Justitie (Stbl. 1847 No. 23)

b. Lembaran Negara Tahun 1946 Tentang Notaris

c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan peraturan yang setaraf;

46 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal. 93.

(33)

d. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004

e. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 Tentang ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum mengenai pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris.

c. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan pengumpulan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

(34)

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu pandangan para ahli hukum. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan dokumen yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan hukum primer dan sekunder.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Metode ini tidak memerlukan populasi dan sampel. Penelitian dengan Metode ini mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.48

Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis, disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode pendekatan deduktif atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

Kemudian dalam analisa ini ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika deduktif. Logika deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Cina..

Dampak dari pemikiran ekonomi para sarjana Muslim terhadap ide-ide skolastik Barat pada periode abad pertengahan dan berbagai saluran yang menjadi transmisi ilmu

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan diterapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi mengenal alat indra

(2) Khusus untuk pembayaran uang muka, kepada penyedia barang/jasa yang terbukti melakukan wanprestasi dan tidak melakukan pencairan jaminan dan/atau pengembalian ke kas

Berdasarkan hasil simpulan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan media pewarna bahan alam dapat meningkatkan kemampuan mengenal warna sekunder pada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 program pembentukan karakter peduli lingkungan meliputi kebijakan sekolah berwawasan lingkungan, program pembinaan dan ekstrakurikuler,

Hal ini karena sinar matahari memiliki intensitas tinggi dan panjang gelombang yang bermacam-macam (polikromatik).. Posisi tingkat degradasi yang tinggi ini diperoleh dari

Hal ini menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosi dan latar belakang sosial memiliki hubungan yang signifikan terhadap kewirausahan dikalangan mahasiswa Universitas