• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

Nela Nayilah dan Tamtowi Jauhari

Abstrak

Paper ini mendiskusikan implikasi hasil keputusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan pada 23 Januari 2014 yang mengabulkan sebagian gugatan Efendi Ghazali beserta Koalisi Masyarakat Sipil untuk pemilu serentak hasil dari uji materi (judicial review) Undang- Undang 42/2008 tentang Pemilihan Presiden serta konsep ambang batas pencalonan atau presidential threshold.

Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengumumkan pengadaan pemilihan umum serentak pada tahun 2019 dalam artian dikabulkannya pasal 3 ayat (5) bertentangan dengan UU 1945 yakni pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPRD, DPD dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan Presiden serta Wakil Presiden bersamaan, namun meskipun keputusan ini telah ditetapkan pada tahun 2013, baru dibacakan tahun 2014, tapi keputusan ini baru berlaku untuk pemilihan umum tahun 2019. Polemik muncul, kekhawatiran hasil pemilu 2014 akan digugat karena dianggap inkostitusional.

Tidak dikabulkannya gugatan pasal 9 oleh MK menimbulkan kebingungan, karena arti yang ditimbulkan apakah pelaksanaan yang serentak berarti ketentuan ambang batas (presidential threshold) hilang atau tetap diberlakukan. Presidential threshold merupakan aturan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia, termaktub dalam UU 42/2008 pasal 9 ini, ketidakjelasan ini menimbulkan wacana presidential threshold terus menjadi polemik yang ramai diperdebatkan.

Kata kunci : presidential threshold, Pemilihan Presiden, UU 42/2008, Mahkamah Konstitusi,

(2)

Keputusan MK kabulkan sebagian Gugatan Judicial Review UU 42/ 2008

Gugatan Undang- Undang Pemilihan Presiden (UU-Pilpres) yang dimohonkan oleh Efendi Ghazali sebagai perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pemilu Serentak telah diputuskan pada tanggal 23 Januari 2014 lebih dari setahun sejak diajukan.1 Uji materi ini ditujukan untuk melakukan konstitualitas pada pasal 3 ayat (5), pasal 9, pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), pasal 14 ayat (2), dan pasal 112 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal- pasal tersebut diuji terhadap pasal 1 ayat (2), pasal 4 ayat (1), pasal 6A ayat (1) dan ayat (2), pasal 22 E ayat (1) dan ayat (2), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), pasal 28H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).2

Mahkamah Konstitusi telah menguji pasal- pasal tersebut dan memutuskan amar putusan, MK mengabulkan sebagian yakni Pasal 3 ayat (5), pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), pasal 14 ayat (2) dan pasal 112 Undang Undang Nomor 42/ 2008.3 Keputusan MK telah disepakati pada 26 Maret 2013 saat Mahkamah Konstitusi diketuai oleh Mahfudz MD, namun baru dibacakan pada tanggal 23 Januari 2014 dengan pertimbngan kehati- hatian atas implikasi yang muncul. Majelis mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU No. 42/ 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak. Namun tidak menghapus atau merubah ketentuan presidential threshold pada pasal 9 Undang- Undang Nomor 42/2008.

Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan beberapa hal dalam putusannya yakni : 1). memahami kembali makna pemilihan Umum sesuai Undang Undang Dasar 1945. “Yang dimaksud pemilu adalah memilih anggota DPR, DPD, DPRD setelah pemilu untuk memilih Presiden/ wapres. Sementara UUD 1945 tidak memisahkan penyelenggaraan pemilu anggota

1

Alasan pembacaan putusan baru pada tahun 2014 diantaranya adalah karena menyelesaikan banyaknya sengketa pilkada yangmenumpuk, karena masa putusan sengketa pilkada singkat yakni 14 hari.

“Mahfud MD: Ini Alasan MK Baru Bacakan Putusan UU Pilpres”. Kompas, 23 Januari 2014, http://nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1648202/Mahfud.MD.Ini.Alasan.MK.Baru.Bacakan.Putusan.UU.Pilpr es

2

Putusan MK Nomor : 14/PUU-X/2013 Pengujian Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_1612_14-PUU-2013-telahucap-23Jan2014.pdf 3

(3)

lembaga perwakilan dan pilpres“4

, 2). Pemberlakukan keputusan ini baru pada tahun 2019, karena kekhawatiran kekacauan konstelasi politik yang akan muncul karena pemilihan umum 2014 akan segera dilaksanakan. Jika dipaksakan, maka akan muncul ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan UU 1945.

Catatan penting yang diutuskan oleh Mahkamah Konstitusi adalah “Penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Pemilu Anggota lembaga Perwakilan tahun 2009 dan 2014 yang diselenggarakan secara tidak serentak dengan segala akibat hukumnya harus tetap dinyatakan

sah dan konstitusional”.5

Kekhawatiran hasil pemilu 2009 dan 2014 digugat adalah polemik yang juga muncul paska putusan MK ini dibacakan. Peluang yang ada dalam celah putusan ini memungkinkan partai atau golongan tertentu yang berkepentingan mengklaim hasil pemilu 2014 inkonstitusional kemudian menggugatnya. Namun MK berpendapat, pelaksanaan hasil keputusan ini tak bisa untuk pemilu 2014, karena semua telah terjadwal.6

Selain perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan keputusan Mahkamah Konstitusi, pasal 9 UU 42/2008 yang tidak dikabulkan dalam uji materi ini menjadi polemik tersendiri, presidential threshold adalah syarat penting yang diperdebatkan dalam sistem presidensial republik Indonesia, dan keputusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi ini berimplikasi pada debat mekanisme presidential Threshold.

Implikasi Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap presidential threshold

Dual tafsir pemilu serentak menurut Hidayatullah Burhanuddin Pengamat Politik UIN berarti: (1) Presidential Threshold tidak relevan lagi (2) Presidential Threshold masih diberlakukan karena putusan Mahkamah Konstitusi tidak secara jelas menghapuskan aturan itu. 7 Mahkamah Konstitusi memang tidak memberikan kepastian dalam pasal 9 ini, bagi Mahkamah Konstitusi ini tugas DPR untuk merumuskan mekanisme yang dikendaki untuk perbaikan

4

“Pemilu Serentak 2019 Putusan Bijak, Media Indonesia”. 24 Januari 2014, 1 5

Putusan MK Nomor : 14/PUU-X/2013, ibid. 6“Gugatan

UU Pilpres Dikabulkan, Pemilu Serentak 2019”.Kompas, 23 Januari 2014, http://nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1504396/Gugatan.UU.Pilpres.Dikabulkan.Pemilu.Serentak.2019 7

(4)

demokrasi dan memperkuat sistem presidensial. Menyarikan beberapa pendapat mengenai Implikasi yang (akan) muncul setelah keputusan ini adalah: 8

1. Akan munculnya Gerakan yang di koordinasi dalam level nasional yang menolak hasil pemilu 2014 yang gagal dengan alasan UU 42/2008 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat yang didalangi oleh para elite partai yang kalah.

2. Regulasi jelas mengenai mekanisme presidential threshold serta pemilihan Umum Serentak harus segera dirumuskan oleh DPR dan Pemerintah dalam Rancangan Undang- Undang agar sebelum pelaksanaan pemilu 2019 , Indonesia telah memiliki sistem baru yang matang.

3. Sinkronisasi Pemilihan Eksekutif dan Legislatif nasional dengan daerah. Otonomi daerah butuh sinkron dengan pemerintahan pusat. Sehingga butuh segera dipikirkan bagaimana mekanisme Pemilukada yang juga serentak dengan pelaksanaan pemilihan umum nasional.

4. Resiko bertambahnya sengketa pemilu akan bertambah, kinerja Mahkamah Konstitusi harus lebih kuat.

5. Jika Pemilihan Umum Pilkada dan Pemilihan Presiden dilaksanakan secara bersamaan, maka efesiensi kerja Komisi Pemilihan Umum akan terhihat. Karena masa kerja yang lebih sebentar. Sehingga butuh dipikirkan kembali masa kerja KPU yang di pendekkan, atau bahkan menjadikan KPU hanya sebagai adhoc yang dibentuk ketika mendekati pelaksanaan pemilu.

6. Ini resiko yang paling sering diperdebatkan oleh berbagai pihak, yakni ketidak jelasan mengenai presidential threshold dan pelaksanaan pemilu serentak yang mekanismenya belum jelas akan membuat banyaknya partai peserta pemilu baik besar maupun kecil tidak menjadikan hasil perolehan suara sebagai patokan untuk menentukan gabungan partai untuk mengajukan calon presiden- wakil presiden.

Semakin banyak partai yang dibentuk oleh tokoh yang berambisi untuk menjadi presiden. Indonesia akan terjebak dalam kerumitan sistem multipartai yang dipilih.9 Semua partai kecil dengan berapapun perolehan suara akan mencalokan presiden, akan banyak capres

8

Agus Riewanto, Implikasi Hukum Putusan MK tentang Pemilu Serentak, Media Indonesia 29 Januari 2014. 9

(5)

bermunculan. Rakyat akan semakin bingung memilih. Kenyataan ini tidak akan membuat demokrasi membaik di Indonesia, karena pemilu serentak akan membuat pelaksanaannya dipenuhi ketegangan dan keramaian, menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf 10.

Membayangkan kegaduhan politik yang akan muncul pada tahun 2019 jika regulasi baru untuk mengatur pemilu serentak sera persayaratan calon presiden tidak dibuat dengan serius, karena jika tidak, kita hanya (seakan) menjalani pemilu sebagai salah satu prosedur dalam sistem demokrasi. Perlahan memudar dan menghilaing substansi dan nilai- nilai yang terkandung dan menjadi ruh- jiwa demokrasi.

Hakim Konstitusi- Hamdan Zoelva memantapkan tafsir putusan uji materi MK terkait pedebatan ambang batas (presidential threshold), “Pemilu serentak pada 2019 belum tentu menghilangkan Presidential threshold tetapi sistem itu juga dapat dihilangkan bila presiden dan

DPR sebagai lembaga politik representasi kedaulatan rakyat menghendaki”11 kepastian ketika

sistem presidential dan mekanisme ambang batasnya (presidential threshold) diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai representasi Rakyat untuk mengaturnya.

Pengertian Presidential Threshold

Banyak tafsir presidential threshold yang muncul usai keputusan MK, makna presidential threshold sendiri tertera dalam Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008, yakni “Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik peserta pemilu yang memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden.”

Presidential Threshold Indonesia ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen) kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 % suara sah hasil pemilihan nasional (popular vote), merupakan langkah untuk memperbaiki proses demokrasi Indonesia menuju sistem Presidential yang kuat dan menghasilkan presiden yang berkualitas. Ketentuan ini dikukuhkan kembali pada

10

“Putusan MK Bingungkan Pemilih”. Media Indonesia, 25 Januari 2012, 5 11

(6)

tahun 2009 ketika Mahkamah Kostitusi menolak permohonan untuk menguji pasal UU 42/2008 diuji dengan pasal 6A ayat (2) Undang Undang Dasar 1945. 12

Sebelumnya ketentuan presidential threshold mengalami revisi Undang- Undang yakni Pasal 5 ayat (4) Undang- Undang No. 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden “pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% ( lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara

sah secara nasionaldalam pemilu anggota DPR”13

, perubahan pada Undang- Undang Pemilihan Umum 42/2008 menaikkan ambang batas dari 15% kursi DPR menjadi 20% dan atau 20 % jumlah perolehan suara sah nasional menjadi 25%.

Ketentuan ambang batas ini banyak dikritik oleh beberapa pihak salah satunya partai- partai kecil yang perolehan suaranya tidak mencukupi sampai ambang batas ketentuan presidential threshold menganggap mekanisme ini bertentangan dengan hak konstitusional warga negara. Sebenarnya ada opsi bagi partai yang suaranya kurang mencukupi untuk bekerjasama, bergabung dengan partai politik lain dengan menyatukan ideology dan cita- cita kebangsaan yang diusung.

Gugatan mengenai Presidential Threshold adalah mengenai persentase yang harus dipenuhi partai atau gabungan partai untuk dapat mengajukan calon presiden, dengan perhitungan persentase 20 % jumlah suara dan 25 % kursi yang diperoleh oleh partai di DPR dalam pemilu nasional, beberapa pihak menuntut untuk mengurangi jumlah tersebut dan atau menghapuskan pasal terkait presidential threshold. Hakim Mahkamah Konstitusi Mahfudz MD menolak keseluruhan permohonan uji materi UU Pilpres pada tahun 2008 dengan alasan pasal (9) telah memberikan ruang hak yang sama memilih dan dipilih, ia meyakinkan agar “ jangan kita terjebak pada demokrasi yang kelewat batas”.

Jika pada uji materi tahun 2009 UU 42/2008 secara jelas presidential threshold dikukuhkan, putusan uji materi tahun yang dibacakan 2014 membawa bangsa Indonesia pada

12 “MK

Kukuhkan "Presidential Threshold". Kompas, 18 Februari 2009. http://nasional.kompas.com/read/2009/02/18/12172467/policy.html

13

Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. http://partai.info/uu-hukum/uu_no_23_th_2003_pdf

(7)

kegamangan makna presidential threshold, gugatan akan pasal mengenai ini memang tidak dikabulkan, pun tidak ada penjelasan keputusan. tafsir berkembang, apakah keputusan bermakna ambang batas pencapresan dihapuskan secara otomatis dengan pelaksanaan pemilu serentak atau ambang batas pencapresan tetap, namun tak ada aturan yang jelas dari MK, karena Mahkamah Konstitusi memberikan catatan penting untuk menyerahkan regulasi mengenai pelaksanaan

pemilu serentak serta presidential threshold kepada Dewan Perwakilan Rakyat serta Pemerintah.

Polemik Presidential Threshold

Berbagai polemik dan pendapat muncul usai keputusan MK, sepeti celah inkonstitusionalitas pelaksanaan Pemilu 2014, berikut beberapa polemic mengenai mekanisme presidential threshold dimulai dengan pihak yang tidak setuju tentang aturan presidential threshold dengan beberapa argumen yakni :

Tuntutan Yusril Ihza Mahendra diajukan meski tuntutan uji materi serupa yang diajukan Efendi Ghazali telah diputuskan, Yusril lebih fokus pada mekanisme ambang batas atau presidential threshold Aturan presidential threshold tercantum dalam UU 42/ 2008 pasal 9 ayat (1) dan (2) 14 terkait pencalonan presiden yang ia anggap bertentangan dengan UUD 1945 karena diskriminatif yakni menghambat seseorang untuk dapat menjadi Presiden maupun Wakil Presiden. Namun hakim konstitusi telah memutuskan bahwa pasal 9 Undang Undang Nomor 42/ 2008 tetap ada dalam arti mekanisme presidential threshold yang tercantum dalam pasal tersebut telah mengakomodir hak politik warga negara untuk memilih maupun dipilih, serta tuntutan Yusril menurut Mahfudz MD “……secara substansi nebis in idem dengan uji materi

yang telah di putuskan15

Pakar Hukum Refly Harun menyatakan sikap kontra terhadap aturan presidential threshold yang dianggapnya tidak lain adalah permainan partai besar untuk menjaga kekuasannya, ia pun berpendapat "Mereka yang menyatakan bahwa pemilu tahun ini tidak sah kan sebenarnya menyasar PT. Kalau mau menyudahi turbulensi politik ini, maka jawabannya adalah dengan menghilangkan PT. Saya yakin, kelompok Yusril, PPP, Gerindra tidak akan

14

“Pemilu Serentak bakal Amburadul”. Media Indonesia, 22 Januari 2014, 3 15

(8)

protes lagi meski pemilu dilakukan terpisah selama PT dihilangkan," 16 namun meski Refly berpendapat demikian, kepastian politik akan stabil tak bisa diwujudkan karna kegamangan presidential threshold yang belum diputuskan ketentuannya oleh DPR.

Undang- Undang pelaksanaan Pemilihan Umum dibuat terpisah dengan Undang- Undang Pemilihan Presiden. 17 meskipun keterkaitan antar keduanya sangat dekat, ketika uji materi UU PIlpres 42/2008 ini dikabukan sebagaian, maka mekanisme sistem pemilihan umum yang dirubah secara serentak harus dimaktubkan ulang dalam revisi Undang- Undang Pemilihan Umum. Begitu juga dengan regulasi baru mengenai ambang batas pencalonan presidential threshold, keduanya menjadi tugas prioritas anggota DPR untuk dapat memutuskan regulasi yang memperhatikan kepentingan rakyat bukan lagi tarik menarik kepentingan partai maupun golongan.

Sedangkan argument dari pihak yang menyetujui aturan presidential threshold ini tetap penting karena bukan sekedar memberikan peluang bagi partai kecil dengan menghapuskannya maupun dengan tetap dan atau menaikkan presidential threshold agar partai besar maupun gabungan partai dapat kokoh menetapkan calon presiden unggulannya. Presidential threshold menjadi regulasi penting untuk menciptakan sistem presidensial yang stabil. yang memberikan ruang kecil bagi gejolak politik untuk muncul bahkan membesar. Karena semakin banyak “petarung” yang berkompetisi perebutan kekuasaan mencapai RI 1 semakin banyak gejolak yang timbul dalam konstelasi politik nasional.

Membayangkan Indonesia tanpa presidential threshold, adalah menggambarkan posisi parlemen cenderung dominan sehingga memperlemah sistem presidensial karena memiliki sedikit atau bahkan tidak ada wakil dari partainya yang duduk sebagai legislator, ketika ini terjadi dukungan politik akan sulit diraih, negara inefektivitas dan instabilitas pemerintahan akan

16

"Soal 'Presidential Threshold', Coba Mega, SBY, dan Ical Bertemu", Kompas 25 Januari 2014

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/25/1403207/.Soal.Presidential.Threshold.Coba.Mega.SBY.dan.Ical.Berte mu.

“Pengamat: "Presidential Threshold" Konspirasi Jahat Partai Besar”. Kompas, 25 Janurai 2014.

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/25/1115549/Pengamat.Presidential.Threshold.Konspirasi.Jahat.Partai.Bes ar

17

(9)

terjadi. 18 karena perolehan 20 % kursi DPR atau 25% perolehan suara nasional menunjukkan kekuatan yang dimiliki partai karena dukungan rakyat yang menjadi legitimasi.

Kelemahan eksekutif terhadap tekanan legislatif sangat berpotensi memunculkan dualisme politik yang akan melemahkan peran eksekutif. sementara kita memahami bahwa sistem presidensial adalah sistem yang menitik beraykan peran eksekutif. 19 Syahrir dalam beropini “Dualisme Politik bermakna disatu pihak kita memiliki konstitusi dan sistem politik yang mengutamakan pemerintahan dengan stelsel presidensial (executive heavy), pun dipihak lain undang- undang pemilihan umum yang menciptakan parlemen yang praktis berada dalam

roda demokrasi parlementer”20

, ini memunculkan biasnya sistem ketatanegaraan, yang tercipta bukan check and balances melainkan kejomplangan atas dominasi salah satu lembaga dalam sistem negara. Presidensial threshold tetap tinggi akan memaksa partai atau gabungan partai memperkukuh sistem presidential dan tidak obral calon presiden. Koalisi menjadi ramping dan tidak gemuk seperti saat ini yang menggangu kebijakan pemerintah21

Opsi Solusi Polemik Presidential Threshold

Memahami kelemahan dan kelebihan jika presidential threshold tetap maupun berkurang, DPR harus menciptakan Undang- Undang Pemilu baru yang dihasilkan dengan tetap mengakomodir poin presidential threshold yang tinggi agar kualitas sistem pemerintahan tidak beresiko menjadi lemah. Presidential Threshold bisa meningkatkan kualitas capres dan menstabilkan kualitas politik., karena calon Presiden dan Wakil Presiden yang maju harus mendapatkan dukungan dari rakyat, dan kualitas tokoh lah yang membuat rakyat mantap memilih siapa pemimpin yang akan dipilihnya.

Namun jika Presidential dihapus akan berimplikasi pada dualism kepemimpinan di eksekutif dan legislatif, agar eksekusi kebijakan lebih mudah.22 Tarik menarik kepentingan akan curam terlihat pihak legislatif akan memimpin dalam kepemimpinan nya dalam tataran legislasi, sedangkan eksekutif akan kesulitan mengeksekusi kebijakan- kebijakan strategis yang diambil

18

“Tanpa PT, Presiden Rawan Didikte Parlemen”.Media Indonesia, 25 Januari 2014, 6 19

Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan (Jakarta: Kompas, 2008) 192

20

Sjahrir, Transisi Menuju Indonesia Baru,(Jakarta: Yayasan Obor,2004), 9 21

“Syarat Capres 2019 Mesti Tetap Ketat”, Media Indonesia 25 Januari 2014. 1 22

(10)

karena legislatif yang terlampau kuat. Sehingga hubungan antar pejabat negara ini tidak lagi check and balances namun dominatif.

Meskipun ada beberapa kelompok yang menganggap bahwa keputusan MK itu secara otomatis telah hilang, namun hakim konstitusi menyerahkan sepenuhnya pada DPR. Solusi atas polemik ini awalnya ada ditangan DPR yang akan meregulasikan ulang ketentuan ini dengan lebih jelas. Sedangkan polemik permasalahan Presidential Threshold opsi penyelesainnya bukan lagi tentang dihapuskan atau tetapnya mekanisme ini, namun lebih kepada angka ideal persentase presidential threshold yang tidak mengorbankan suara rakyat pada pemilihan umum jatuh pada tarik menarik kepentingan politis yang memuaskan kepentingan pihak yang berambisi untuk berkuasa. Kualitas Pemimpin nomor satu negeri ini tidak boleh direduksi karena angka mekanisme presidential threshold yang menurun, karena kualitas berbanding lurus dengan persepsi kepercayaan rakyat atas seorang tokoh, pemilu berdasar pada suara rakyat sebagai inti dari demokrasi.

Sebenarnya opsi lain sebagai solusi bagi partai kecil yang suaranya tidak mencukupi untuk mengajukan Capres Cawapres secara mandiri, dapat bekerjasama dengan partai lain yang memiliki visi misi dan ideologi kebangsaan yang sejalan. Jumlah perolehan suara dari gabungan partai politik akan mencukupi ambang batas pencalonan, meskipun didalamnya kental sekali politik transaksional dalam artian deal- deal keuntungan yang akan didapat ketika bergabung dengan partai lain seperti jatah kursi Menteri dan posisi strategis lainnnya. Landasan legal formal bagi partai untuk berkoalisi23 ketika perolehan suaranya tidak mencukupi ambang batas adalah Undang Undang Dasar Pasal 6 ayat (2) pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum

pelaksanaan pemilihan umum. 24

Kesimpulan

Perubahan UU 42/2008 bermakna proses pencarian bentuk sistem pemilihan presiden yang terbaik. Karena “Sistem presidensial yang kuat dan stabil dibutuhkan untuk menjalankan

23

beberapa pihak menolak untuk menggunakan istilah “koalisi” dan lebih memilih istilah kerjasama, dengan alasan dalam sistem presidensial yang dianut tidak ada mekanisme koalisi ataupun oposisi.

24

Undang Undang Dasar 1945

(11)

Indonesia dengan kompleksitas keragaman yang ada. Sistem presidensial memberikan jaminan

kestabilan25, sistem presidensial dengan konotasi baru yang baik. Konsolidasi politik untuk

menentukan ketentuan presidential threshold dalam UU Pemilu oleh DPR menjadi kunci terciptanya aturan- aturan yang menjaga kualitas pemerintahan baik

Mekanisme presidential threshold juga merupakan sistem seleksi kualitas paling awal yang harus dilalui oleh calon presiden dan wakil presiden. Suara partai dan atau gabungan partai mencerminkan dukungan rakyat yang menitipkan harapan pada partai untuk mengartikulasikan kepentingan rakyat. Meskipun pada pemilihan presiden dan wakil presiden perolehan suara akan berubah karena yang dilihat bukan lagi partai politik melainkan tokoh yang diusung sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden.

Aturan presidential threshold penting untuk dapat menciptakan Pemimpin yang memiliki integritas dan berkualitas yang mampu mewujudkan cita- cita bangsa yakni menyejahterakan rakyat Indonesia. Sehingga pemimpin yang dibutuhkan bukan yang memiliki ambisi kekuasaan namun pemimpin yang memiliki visi, kecakapan intelektual, kelembutan hati serta ketegasan kepemimpinan. Meminjam ungkapan Denny Indrayana, jangan sampai sistem ketatanegaraan kita tidak jelas “neither meat nor fish”26

25

Sjahrir, Transisi Menuju Indonesia Baru,(Jakarta: Yayasan Obor,2004)34 26

Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan (Jakarta: Kompas, 2008) 192

(12)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Indrayana, Denny. Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran. Jakarta : Mizan. 2007

Indrayana, Denny. Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan. Jakarta: Kompas, 2008.

Sjahrir. Transisi Menuju Indonesia Baru. Jakarta: Yayasan Obor, 2004.

DOKUMEN RESMI

Putusan MK Nomor : 14/PUU-X/2013 Pengujian Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_1612_14-PUU-2013-telahucap-23Jan2014.pdf

Undang Undang Dasar 1945

http://www.itjen.depkes.go.id/public/upload/unit/pusat/files/uud1945.pdf

Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. http://partai.info/uu-hukum/uu_no_23_th_2003_pdf

KORAN

“Menyeleksi Pemimpin”. Media Indonesia, 22 Januari 2014, 1

“Pemilu Serentak bakal Amburadul”. Media Indonesia, 22 Januari 2014, 3 “Pemilu Serentak 2019 Putusan Bijak”. Media Indonesia, 24 Januari 2014, 1

Chairullah, Emir. “Pemilu Serentak 2019 Putusan Bijak”. Media Indonesia, 24 Januari 2014, 1,4 “Biaya Banyak Terpangkas Lewat Sekali Pemilu”. Media Indonesia. 25 Januari 2014, 5

(13)

“Syarat Capres 2019 Mesti Tetap Ketat”. Media Indonesia, 25 Januari 2014.

“Tanpa PT, Presiden Rawan Didikte Parlemen”. Media Indonesia,25 Januari 2014, 6

Riewanto, Agus. “Implikasi Hukum Putusan MK tentang Pemilu Serentak”. Media Indonesia 29 Januari 2014.

SUMBER ELEKTRONIK

“MK Kukuhkan "Presidential Threshold". Kompas, 18 Februari 2009. http://nasional.kompas.com/read/2009/02/18/12172467/policy.html

“Setgab: Presidential Threshold Tak Perlu Diubah” Kompas, 5 Desember 2012. http://regional.kompas.com/read/2012/12/05/18235630/mediasiber.html

“Gugatan UU Pilpres Dikabulkan, Pemilu Serentak 2019, Kompas, 23 Januari 2014.

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1504396/Gugatan.UU.Pilpres.Dikabulkan.Pemilu.S erentak.2019

“MK: Pemilu Serentak Efisien, Pemilih Jadi Cerdas”. Kompas, 23 Januari 2014 http://nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1856360/MK.Pemilu.Serentak.Efisien.Pemilih.Jadi. Cerdas

“Mahfud MD: Ini Alasan MK Baru Bacakan Putusan UU Pilpres”. Kompas 23 Januari 2014 http://nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1648202/Mahfud.MD.Ini.Alasan.MK.Baru.Bacaka n.Putusan.UU.Pilpres

“Pengamat: "Presidential Threshold" Konspirasi Jahat Partai Besar”. Kompas, 25 Januari 2014.

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/25/1115549/Pengamat.Presidential.Threshold.Konspir asi.Jahat.Partai.Besar

“"Soal 'Presidential Threshold', Coba Mega, SBY, dan Ical Bertemu". Kompas, 25 Januari 2014. http://nasional.kompas.com/read/2014/01/25/1403207/.Soal.Presidential.Threshold.Coba.Mega.S BY.dan.Ical.Bertemu.

(14)

BIODATA PENULIS

Nama : Nela Nayilah Authar

Tempat & Tanggal Lahir : Cirebon, 17 Desember 1989

NIM : 210000205

Program Studi : Hubungan Internasional

Jenjang : S1

Nama : Tamtowi Jauhari Kasman Tempat & Tanggal Lahir : Makassar, 07 Februari 1992

NIM : 210000337

Program Studi : Hubungan Internasional

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk melihat profil wanita bercadar, faktor-faktor yang mempengaruhi wanita untuk memakai cadar serta persepsi masyarakat tentang

2.Hasil pembelajaran membaca permulaan ada peningkatan ,dari data sebelum dilakukan penelitian skor rata-rata siswa membaca permulaan 4,5.Setelah dilakukan penelitian

Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa Strategi Promosi menjadi salah satu strategi yang bisa dijadikan prediktor oleh pihak perusahaan untuk meningkatkan

Proses pengumpulan koleksi benda-benda pusaka diperoleh dengan berbagai cara, yaitu (1) dari penyerahan dengan imbalan jasa, dimana pihak museum

Dengan ini menyetujui untuk mengalihkan semua hak, judul dan seluruh kepentingan yang dimiliki oleh yang bertanda tangan pada Sub 1) dalam penemuan tersebut kepada

“Memang sebagian langkah Kartini sudah terlihat nyata, terutama dalam pendidikan, hari ini sudah banyak perempuan- perempuan yang menempuh pendidikan tinggi dan

Selain itu juga pelatih melakukan ponteng kelas kerana tidak tahan ditertawakan apabila gagal menjawab soalan yang diajukan oleh tenaga pengajar.. Rakan sebaya merupakan faktor

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Visual Auditorial Kinestetik (VAK) terhadap