• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Berburu merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang telah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Berburu merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang telah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berburu merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang telah berlangsung sejak zaman dahulu dan sampai saat sekarang ini masih tetap bertahan. Pada masa dahulu berburu merupakan mata pencaharian hidup yang khusus, yang biasanya mengumpulkan tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran yang bisa di makan. Berburu juga dilakukan sebagai suatu cara tambahan untuk mencari pangan. Demikian dalam ilmu Antropologi ketiga sistem mata pencaharian itu sering juga di sebut dengan satu sebutan "Ekonomi Pengumpulan Pangan", atau Food Gathering Economics. (Koentjaraningrat, 1 9 8 5 : 1 1 - 1 6 ).

Berburu babi sebenarnya hampir terdapat pada semua masyarakat yang tinggal di pedesaan yang berbatasan langsung dengan daerah areal hutan. Seperti misalnya Suku "Bena" di pulau Flores. Kegiatan berburu babi yang mereka lakukan disebut dengan "Gabo" (TV 7, jejak petualangan, Sabtu, 21 Februari, 12.00 WIB). Masyarakat suku Kubu yang masih hidup di Bukit Dua Belas propinsi Jambi juga melakukan hal yang sama, mereka memburu babi dengan cara menjerat atau memanah. Namun tujuan dan fungsi berburu babi bagi masyarakat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Berbeda dengan berburu babi yang dilakukan masyarakat di Minangkabau tujuan dan fungsinya adalah untuk membantu para petani memberantas babi hutan guna melindungi usaha-usaha para petani dikawasan areal pertanian

(2)

mereka. Disamping itu berburu babi bagi sebagian kalangan adalah untuk menyalurkan hobi atau kesenangan saja. Hasil-hasil buruan yang didapat dalam setiap perburuan bukanlah untuk dikonsumsi, akan tetapi hanya diberikan kepada binatang pemburu mereka yaitu anjing.

Berburu babi sebagai salah satu bentuk permainan rakyat Sumatera Barat, merupakan salah satu bentuk kebudayaan kolektif masyarakat Minangkabau yang masih hidup dan berkembang hingga saat ini. Dan merupakan salah satu bentuk folklor masyarakat Minangkabau. Dalam hal ini Danandjaja (1984:2) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan folklor adalah sebagian budaya kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun, secara tradisional dalam versi maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu mengingat (Mnemonic folklor). Lebih jauh dikatakan bahwa sebagai bagian dari budaya, foklor itu dapat berupa bahasa rakyat, ungkapan tradisional (peribahasa dan lain-lain), teka teki, cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng (lelucon dan anekdot), nyanyian rakyat, permainan rakyat, kepercayaan (keyakinan rakyat), seni rupa dan seni lukis rakyat, musik rakyat, gerak isyarat

(Gesture) dan sebagainya.

Bagi masyarakat Minangkabau berburu merupakan salah satu bentuk permainan rakyat yang telah membudaya, karena merupakan salah satu bentuk kegiatan yang telah dilakukan secara turun temurun dari generasi kegenerasi sampai saat sekarang ini. Permainan ini kebanyakan dilakukan oleh penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedesaan yang hidup dekat dengan kawasan hutan maupun bagi masyarakat yang telah bermukim diperkotaan khususnya di

(3)

Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam. Berburu diminati oleh kaum laki-laki baik generasi yang masih muda maupun yang sudah tua. Sasaran atau objek yang akan di buru adalah binatang-binatang yang hidup di hutan atau di rimba belantara yang meresahkan atau yang merugikan masyarakat terutama masyarakat yang hidup di sektor pertanian.

Permainan rakyat adalah suatu hasil budaya masyarakat, yang berasal dari zaman yang sangat tua, yang telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, dengan masyarakat pendukungnya tua, muda, laki-laki dan perempuan, kaya miskin, rakyat biasa maupun bangsawan (Yunus, 1982:4).

Berburu babi bagi masyarakat Minangkabau sudah dilakukan oleh nenek moyang orang Minangkabau, namun tidak ada literatur yang mencatat kapan persis kegiatan ini dimulai. Sekarang kegiatan ini sudah menjadi bagian tradisi masyarakatnya yang secara turun temurun telah menjadi suatu bentuk permainan rakyat. Hal ini terungkap dalam suatu pepatah masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat dengan menyatakan bahwa "Berburu babi suntiang

niniak mamak pamenan dek nan mudo dalam nagari" (berburu babi merupakan

kebanggaan dari ninik mamak, permainan bagi kaum muda). Makna yang dapat diambil dari pepatah tersebut dapat diartikan sebagai kebanggaan bagi ninik mamak (tertua adat) karena kata "Suntiang" dalam bahasa Minangkabau sama maknanya dengan kata mahkota dalam bahasa Indonesia yang berarti dan bermakna suatu kebanggaan. Sementara kata "Pamenan de nan mudo" berarti permainan bagi kaum muda, dalam Nagari menunjukkan tempat permainan berburu itu dilakukan. "Nagari" dalam bahasa Minangkabau merujuk kepada daerah, tempat, wilayah

(4)

atau lebih tepatnya kepada kampung halaman yaitu Ranah Minang ( wilayah asal orang Minangkabau ).

Berburu babi tersusun dari dua buah rangkaian kata yaitu kata "berburu" dan kata "babi". Pengertian berburu yang ditemui dalam kamus umum Bahasa Indonesia yang berasal dari kata "buru" yang kemudian mendapat awalan ”be r” yang berarti mengejar atau mencari. Mengejar atau mencari itu dilakukan oleh manusia yang memakai alat dan sarana-sarana tertentu. Babi adalah sejenis binatang liar yang mempunyai kaki empat. Babi itu banyak pula macamnya, seperti babi hutan biasa, babi janggut, babi rusa dan babi peliharaan.

Dari sekian banyak babi, yang diburu oleh masyarakat adalah babi hutan biasa. Didalam buku Mamalia Darat Indonesia, babi hutan biasa ini termasuk binatang yang berkuku genap atau disebut dengan istilah Artiodactyla. Babi hutan biasa dalam bahasa Latin disebut Sus scrofi. Ia terdapat diseluruh Kepulauan Indonesia. Diluar tanah air kita babi hutan biasa ini terdapat di Eropa, Afrika bagian Utara dan seluruh Asia. Babi hutan biasa sebenarnya adalah masih sejenis dengan segala macam babi peliharaan yang diternakkan diberbagai tempat. Binatang ini sangat pandai menyesuaikan diri dan makan segala macam makanan, cepat sekali berkembang biak, meskipun sering diburu oleh manusia ataupun dijadikan mangsa oleh binatang buas dirimba (Carter, 1978:55).

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa babi adalah salah satu jenis binatang liar yang cukup ganas dan sering mengganggu ketentraman masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang sering terganggu mata pencaharian mereka oleh binatang ini. Binatang ini sering merusak tanaman

(5)

masyarakat seperti padi dan umbi-umbian. Dengan demikian binatang tersebut perlu dikurangi populasinya guna menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat serta mengurangi perusakan-perusakan terhadap tanaman-tanaman, untuk itulah diambil kesepakatan untuk mengadakan perburuan terhadap binatang yang merugikan ini.

Pada awalnya berburu babi dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan jerat dan tombak. Namun cara yang demikian nampaknya tidak mendatangkan hasil yang memuaskan, karena banyak menyita waktu dan tenaga untuk mencari habitat babi tersebut. Untuk memudahkan menemukan tempat dimana babi tersebut berada, dipakailah tenaga anjing. Seperti kita ketahui anjing merupakan salah satu binatang yang mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang tajam sekali bila dibandingkan dengan binatang-binatang yang sejenisnya. Berburu babi merupakan permainan anak-anak nagari yang mempunyai kode etik yang cukup kuat dalam arti mempunyai nilai-nilai luhur budaya Minangkabau di Sumatera Barat dengan segala aturan yang melingkupinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi merupakan bagian dari adat budaya masyarakat Minangkabau. Hal ini seperti dikemukakan (NAVIS, 1978/1980:103), sebagai berikut adanya upacara adat, misalnya berupa tari-tarian (tarian pasambahan) untuk menghormati para peserta buru babi yang datang dari daerah tetangga yang harus dilakukan dalam setiap pelaksanaannya sebelum dilaksanakan perburuan. Sementara itu Peursen (1989:92) mengatakan, berbagai tahapan dalam perkembanggan kebudayaan mengambarkan bagaimana manusia mencari hubungan yang tepat terhadap

(6)

daya-daya kekuatan disekitarnya. Dalam semua sikap itu tampaklah sebagai aspek pertama dalam strategi serupa itu bagaimana manusia ingin memperlihatkan daya-daya kekuatan sekitarnya atau menjadikan semuanya itu sesuatu yang dapat dialami. Dalam alam pikiran mistis, daya-daya kekuatan gaib itu dijadikan sesuatu yang dapat diraba-raba karena manusia dapat mengambil bagian dalam kekuatan tersebut (partisipasi), misalnya tari-tarian dan sebagainya.

Sementara ini Johan Huizinga (t erj.) (1990:5), menyatakan bahwa kita mau tidak mau juga mengakui adanya sesuatu yang rohani. Sebab apapun hakikatnya permainan bukan materi. Dari segi pandangan dunia yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan, semata-mata secara deterministis, suatu yang tidak diperlukan. Dengan masuknya roh yang meniadakan prinsip deterministis, kehadiran permainan menjadi mungkin dapat dipikirkan, dapat dipahami. Dengan demikian jelas bahwa dalam permainan buru babi tersebut dalam pelaksanaannya terdapat upacara adat yang harus dilakukan terlebih dahulu. Fenomena ini yang memberikan sinyal bahwa ada keterkaitan bentuk permainan berburu babi dengan adat dan budaya masyarakat pendukungnya serta penggunaan kekuatan mistis dalam upacara perburuan untuk menentukan posisi babi yang akan diburu melalui pawang-pawang yang memimpin upacara perburuan sebelum dilakukan.

Sebagai bagian dari adat dan kebudayaan Minangkabau. Memang telah banyak literatur menulis tentang permainan tradisional masyarakat Minangkabau, Tetapi masih banyak juga yang belum tersampaikan atau belum tercatat. Tidak seperti dalam permainan rakyat yang lain yang tumbuh dan berkembang di

(7)

tengah-tengah masyarakat Minangkabau, sebagai contoh permainan layang-layang dan adu kerbau. Dari bentuk dan fungsi permainan berburu babi yang dimainkan oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, terlihat sebuah bentuk identitas budaya masyarakat yang terbentuk dari aktifitas permainan tersebut, dimana dalam permainan ini melibatkan lembaga-lembaga adat dan merupakan kebanggaan bagi ninik mamak di Minangkabau. Identitas inilah yang membedakan bentuk permainan ini dengan permainan serupa yang dilakukan masyarakat etnis lainnya. Tetapi rasanya masih ada yang tertinggal atau belum tersampaikan, salah satu yang belum tersampaikan ini adalah tradisi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, yang letaknya beberapa puluh kilometer sebelah Selatan kota Bukittinggi.

Apabila dibandingkan dengan daerah lain di Minangkabau, pelaksanaan permainan berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak cukup unik dan mempunyai pola tersendiri didalam pelaksanaannya. Kegiatan berburu yang dilaksanakan dua kali seminggu sangat digemari oleh masyarakat pecandu permainan ini. Penggemar permainan ini begitu banyak, yang berasal dari berbagai lapisan sosial ekonomi yang ada di masyarakat baik pedagang, pegawai, pensiunan, petani, bahkan para pelajar juga terlibat dalam permainan ini. Untuk ikut serta dalam kegiatan berburu babi setiap minggu tentu memerlukan biaya yang cukup besar, terutama untuk ukuran petani pedesaan. Kadang-kadang arena perburuan jauh dari lokasi tempat tinggal dan untuk menuju ke lokasi perburuan diperlukan ongkos untuk menyewa mobil sewaan. Selain itu

(8)

biaya untuk perawatan anjing setiap hari cukup besar, baik itu untuk membeli susu, telur dan obat-obatannya.

Cara hidup seperti ini perlu dipertanyakan dalam keadaan zaman seperti sekarang ini. Kegiatan berburu babi sepertinya kegiatan yang membuang uang saja, yang sebenarnya bisa ditukar dengan permainan lain yang tidak memerlukan biaya. Bahkan tidak jarang banyak pameo terlontar ditengah masyarakat tentang para perburu tersebut. Salah satu pameo yang sering terdengar ditengah masyarakat adalah "Orang berburu tersebut lebih sayang

kepada anjing dari pada anaknya, anjing di mandikan pagi hari dan diberi minum susu sedangkan anaknya tidak". Akan tetapi pameo tersebut tidak ada

artinya bagi masyarakat pecandu buru babi bahkan peminatnya semakin bertambah banyak pula.

Berarti permainan berburu babi tersebut mempunyai fungsi didalam kehidupan masyarakat setempat. Dalam hal ini fungsi diartikan sebagai kegunaan suatu hal (Suyono, 1985:127).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah proses permainan buru babi itu berlangsung?

(9)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan permainan berburu babi, dan proses permainan tersebut berlangsung. Selain itu akan di deskripsikan pula fungsi berburu babi sebagai salah satu Permainan Rakyat di Sumatera Barat, sehingga permainan buru babi sebagai bentuk Permainan Rakyat yang tetap terpelihara sebagai suatu warisan budaya.

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah khasanah Referensi di bidang ilmu sosial umumnya dan di bidang ilmu Antropologi pada khususnya. Dan diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dipakai sebagai bahan acuan bagi mereka yang ingin mempelajari dunia folklor secara lebih mendalam. Dan dapat memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial dan ilmu politik Departemen Antropologi dari Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.4. Tinjauan Pustaka

Pada saat sekarang ini permainan berburu babi cukup dikenal oleh masyarakat Minangkabau pada umumnya. Baik dalam kalangan bawah sampai pada kalangan atas. Bahkan pada saat sekarang ini tidak hanya orang-orang yang berada di desa saja yang gemar melakukan permainan buru babi ini, tetapi orang-orang yang bertempat tinggal di kotapun terlihat aktif melakukan kegiatan tersebut bahkan dikota besarpun seperti di ibu kota propinsi telah ada persatuan-persatuan buru babi yang langsung berada dibawah pembinaan Kapolda. Dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi ini dengan segala ketradisionalannya terus

(10)

berkembang dan diminati oleh banyak orang.

Dunia bermain dengan segala bentuk permainnya merupakan fenomena budaya yang timbul ditengah-tengah masyarakat pendukungnya dan ini merupakan bagian dari bentuk foklor. Hal ini seperti dikatakan Brunvard dalam Danadjaja (1984:34) yang mengatakan foklor adalah bagian dari kebudayaan yang bersifat tradisional, tidak resmi (unofficial) dan noninstusional. Selanjutnya oleh foklor adalah suatu ciptaan (creations) dari suatu kelompok atau seorang individu yang berorientasi pada kelompok dan berdasarkan pada tradisi suatu komunitas sebagai suatu ungkapan jati diri dari kebudayaan masyarakatnya, batasan-batasan dan nilai yang di wariskan secara lisan, mencontoh (immitation) atau dengan cara lain bentuk-bentuknya mencakup antara lain: bahasa, kesusasteraan, tari, permainan-pcrmainan, mitologi, ritual, adat-istiadat, seni karya, arsitektur dan kesenian lainnya.

Berkembangnya permainan berburu babi ini disebabkan oleh fungsi yang terkandung didalam permainan tersebut. Menurut Ritzer, fungsi adalah akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem (Ritzer, 1985:28). Dalam hal ini masyarakat dianggap suatu sistem, dimana pendapat ini adalah asumsi dasar dari kaum fungsionalis. Selanjutnya dikatakan bahwa, masyarakat dianggap sebagai suatu sistem yang terdiri dari bahagian-bahagian yang tergantung satu sama lain artinya bahwa bagian-bagian tersebut saling terkait yang membentuk suatu struktur dan berfungsi satu sama lainnya. Dalam hal ini suatu sistem haruslah selalu dalam keadaan equalibrium. Sistem terdiri dari elemen-elemen apabila suatu elemen tidak bekerja sebagaimana

(11)

mestinya, maka sistem tersebut menunjuk kearah ketidakseimbangan, maksudnya adalah apabila satu elemen dalam suatu sistem tidak berfungsi maka akan terjadi gangguan ataupun ketidakseimbangan ( Poloma, 1987:25-26).

Menurut James DanandJaja (1984:181) permainan rakyat berfungsi sebagai sarana rekreasi, hiburan, olahraga dan mengembangkan daya berfikir, terutama bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari keramaian. Begitu juga dengan permainan berburu babi, juga merupakan permainan rakyat, dapat dilihat pada permainan berburu babi banyak fungsi yang terkandung di dalamnya seperti sebagai sarana rekreasi, olahraga membasmi hama tanaman sehingga permainan ini dapat di katakan sebagai permainan rakyat, karena diminati oleh lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan. Di samping itu permainan rakyat berburu babi ini merupakan warisan budaya dari nenek moyang orang Minangkabau dan telah ada sejak dahulu dan bertahan sampai saat ini. Selain itu tata cara pelaksanaan permainan, aturan-aturan yang mengatur, serta peralatan yang digunakan tidak banyak mengalami perubahan sampai saat sekarang ini. Dari kenyataan diatas dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi merupakan salah satu aktifitas dari kebudayaan Minangkabau.

Adanya kegiatan berburu babi yang terus berlangsung di daerah-daerah pedesaan serta di lokasi penelitian sendiri, selain dirasakan manfaatnya yang besar oleh para petani, juga haruslah dipandang sebagai suatu tradisi adat kebiasaan yang melembaga pada kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Pedoman yang berlaku dalam kebudayaan kemudian diwujudkan ke dalam

(12)

pranata-pranata sosial tertentu yang menyangkut kegiatan masyarakat. Pranata sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus masyarakat. Dalam pranata sosial ini diatur pula aktifitas-aktifitas tertentu, di mana aktifitas itu diatur pula oleh peranan dan status individu yang terlibat. Interaksi yang ada didalam aktifitas tersebut berpola pada satu hak dan kewajiban tertentu yang di katakan sebagai stuktur sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jaringan hubungan sosial diantara anggota-anggota masyarakat (Brown dalam Koentjaraningrat, 1985:173).

Dalam struktur sosial itulah tindakan-tindakan manusia diwujudkan berdasarkan pola hak dan kewajiban menurut status dan peran yang dimainkan dalam suatu interaksi sosial. Pengertian dan kewajiban para pelaku dikaitkan dengan masing-masing status dan peranan para pelaku. Status dan peranan bersumber pada sistem penggolongan yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, dan yang berlaku menurut masing-masing pranata dan situasi situasi sosial di mana interaksi sosial itu terwujud (Suparlan, dalam Widjaja, 1986:90). Status di konsepsikan sebagai posisi yang di tempati, sedangkan peranan adalah tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan atau posisi tertentu dalam suatu stuktur sosial. Sedangkan interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut antara orang perorangan, antara kelompok dengan kelompok maupun antara orang perorangan dengan kelompok (Gillin dan Gillin, 1954:4 89 ).

(13)

Koentjaraningrat membagi pranata kebudayaan ke dalam delapan penggolongan yaitu: l. Pranata kekerabatan 2. Pranata ekonomi 3. Pranata pendidikan 4. Pranata ilmu pengetahuan 5. Pranata seni dan rekreasi 6. Pranata Agama 7. Pranata Politik 8. Pranata pemenuhan Kebutuhan fisik manusia (Koentjaraningrat, 1986:166-167).

Sesuai dengan pengelompokan pranata tersebut, maka permainan berburu babi yang berkembang dewasa ini dapat di masukan ke dalam Pranata Ekonomi dan Pranata Rekreasi. Permainan berburu babi yang berkembang pada saat sekarang ini di samping berorientasi kepada penyelamatan sumber-sumber ekonomi masyarakat, terutama masyarakat yang bermata pencaharian sebagai sarana Rekreasi dan Hiburan yang menarik bagi sebagian masyarakat yang hidup bukan dari sektor Pertanian.

Dalam masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak ada sejenis pranata yang mengatur suatu aktivitas tertentu. Pranata sosial berburu babi ini ada suatu aturan-aturan tertentu yang harus dipahami oleh anggotanya dalam berinteraksi, misalnya seperti aturan yang mengatur pengolongan para pelaku menurut status dan peranannya dan yang membatasi bermacam tindakan-tindakan yang boleh dan yang tidak boleh serta yang seharusnya diwujudkan oleh para pelaku (Suparlan, dalam Widjaja, 1986:90). Maksudnya di Kanagarian Kamang Mudiak ini telah ada peraturan yang mengatur tentang kedudukan para peserta buru babi berdasarkan kemampuannya, misalnya ada yang berperan sebagai "Tuo Buru", pengurus dan sebagai anggota para peserta yang telah dipilih tersebut akan menjalankan peranannya masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah di

(14)

setujui secara bersama-sama. Keterkaitan antara elemen-elemen sebagai pranata sosial terhadap pranata sosial yang lainnya akan membentuk suatu stuktur dalam sistem sosial masyarakat yang bersangkutan. Dari keterkaitan itu akan tergambar dua fungsi yang dapat di katakan berbeda yaitu fungsi yang terlihat secara langsung dan fungsi tersembunyi. Dalam permainan berburu babi, fungsi yang terlihat langsung adalah fungsi membasmi hama tanaman, dalam hal ini berburu babi. Sedangkan fungsi yang tidak terlihat atau tersembunyi didalam permainan berburu babi adalah fungsi prestise, pamer kekayaan, dan sebagainya.

Merton membagi dua jenis fungsi yang selalu terdapat dalam setiap sistem. Yaitu fungsi manifes dan fungsi laten. Lebih jauh Merton menyatakan, fungsi manifes adalah konsekuensi objektif yang membantu penyesuaian atau adaptasi dari sistem dan disadari oleh para partisipan dalam sistem tersebut, fungsi laten adalah fungsi yang tidak dimaksudkan atau tidak disadari (Merton, dalam Poloma, 1987:39). Semua bentuk aktifitas dari kebudayaan dapat dianalisa dari perspektif fungsi manifes dan fungsi laten ini. Demikian juga dengan permainan berburu babi yang terdapat di Kanagarian Kamang Mudiak bisa di analisa fungsi manifes dan fungsi latennya. Fungsi manifes adalah fungsi yang berhubungan erat dengan tujuan-tujuan dari kegiatan. Dalam hal ini adalah fungsi yang berkaitan erat dengan tujuan-tujuan yang memang diharapkan dapat terpenuhi dalam hubungannya dengan kegiatan berburu babi. Hal ini disebabkan karena keberadaan fungsi permainan ini di tengah-tengah masyarakat memiliki saling keterikatan yang tinggi karena itu terus bertahan dan berkembang dalam masyarakat hingga saat sekarang ini.

(15)

Manfaat yang dirasakan dari fungsi-fungsi berburu babi ini sangat luas dan beragam di kalangan masyarakat. Fungsi berburu tidak hanya dinikmati oleh para peserta berburu babi saja, tetapi juga oleh masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak dimana kegiatan berburu ini dilakukan. Misalnya para warga yang hidup dari bertani di desa, mereka sangat tertolong dari serangan hama babi hutan. Beberapa fungsi manifes dari permainan rakyat berburu babi ini adalah:

- Gotong royong memberantas hama babi hutan. - Olahraga dan kesehatan

- Rekreasi dan periwisata dan - Fungsi Sosial.

Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang sebenarnya tidak diharapkan kehadirannya dari suatu gejala yang terjadi dalam permainan rakyat berburu babi. Berikut ini akan dipaparkan beberapa fungsi laten dari permainan rakyat berburu babi yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Minangkabau saat ini: fungsi prestise, pamer kekayaan, pasar terselubung dan disinyalir terdapat pasar taruhan dalam permainan rakyat ini.

Dalam mengkaji masalah fungsi, antara fungsi manifes dan fungsi laten tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana yang ditekankan oleh Merton, studi fungsi manifes saja yang mengabaikan fungsi laten adalah menyesatkan, lebih dari itu juga harus waspada untuk tidak melupakan fungsi laten ketika sedang terbius oleh fungsi manifes yang lebih jelas terlihat itu. Oleh karena praktek kebudayaan

(16)

bisa tidak secara total bersifat integratif dan disintegratif, maka penilaian fungsionalitasnya harus dilihat dalam keseimbangan konsekunsinya-konsekuensinya (Poloma, 1987:39- 42).

Sehubungan dengan hal di atas, untuk melihat dan mengkaji fungsi dalam studi ini dipakai pendekatan kebudayaan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Moleong, bahwa pendekatan kebudayaan adalah pendekatan yang berusaha menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan (Moleong,1990:13). Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan keseluruhan sistam gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan poses belajar ( Koentjaraningrat, 1986:180 ).

Manusia dalam menghadapi lingkungannya, yang terwujud berupa tingkah lakunya, ditentukan oleh sejumlah aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk yang ada dalam kebudayaan masyarakat di mana ia tinggal. Jadi ia bertingkah laku menurut kebudayaannya, karena kebudayaan tersebut mereka yakini kebenarannya, yang didapat dengan cara belajar dari masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini kebudayaan dilihat sebagai tiga wujud. Pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan yang sifatnya abstrak yaitu komplek ide-ide, yaitu gagasan, nilai, peraturan, norma dan sebagainya yang memberi jiwa pada masyarakat tersebut, yang disebut dengan sistem budaya atau disebut juga adat istiadat. Wujud yang kedua adalah wujud yang kongkrit, yaitu komplek aktifitas dan tindakan yang terpola, yang disebut juga dengan sistem sosial. Sebagai wujud yang ketiga adalah benda-benda hasil karya manusia yang disebut juga dengan kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1986:187).

(17)

Adat istiadat yang berisikan norma-norma yang mengatur permainan berburu babi pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak merupakan suatu komplek ide, yang diatur oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak ini. Sedangkan aktifitas permainan rakyat berburu babi tersebut mereka pelajari dan mereka yakini kebenarannya yang merupakan suatu kompleks aktifitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan menurut pola yang sudah ada. Terakhir benda-benda dan alat-alat yang dipakai selama kegiatan berburu berlangsung, merupakan bentuk dari kebudayaan fisik masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak. Aktifitas (norma, personil, alat) buru babi ini dinamakan pranata buru babi.

Selain itu Talcot Parson menyatakan bahwa dalam menganalisa kebudayaan dalam keseluruhan perlu dibedakan secara tajam antara adanya keempat komponen, yaitu 1. sistem budaya 2. sistem sosial 3. sistem kepribadian dan 4. sistem organisma (Parson, dalam Koentjaraningrat, 1981:221- 222).

Sistem budaya atau Cultural System merupakan komponen yang abstrak dari

kebudayaan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema- tema berfikir dan keyakinan-keyakinan. Dengan demikian sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang disebut dengan adat istiadat. Diantara adat istiadat ada sistam nilai budayanya, sistem normanya, yang secara lebih khusus lagi dapat diperinci ke dalam berbagai macam norma menurut pranata-pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Fungsi dari sistem budaya menata dan menetapkan tindakan-tindakan secara tingkah laku manusia. Sistem sosial atau Social

(18)

laku berinteraksi antar individu dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Sistem

kepribadian, a t a u Personality system, mengenai soal isi jiwa dan watak individu

yang berinteraksi sebagai warga masyarakat. Dengan demikian sistem kepribadian manusia berfungsi sebagai sumber motivasi dari tindakan sosialnya.

Sistem organik atau organic system, melengkapi seluruh kerangka dengan

mengikutsertakan ke dalam proses biologik serta biokimia dalam organisma manusia, apabila difikirkan lebih mendalam, juga ikut menentukan kepribadian individu, pola-pola tindakan manusia dan bahkan juga gagasan-gagasan yang dicetuskan.

Semua norma dan nilai, sebagai sistem budaya atau adat istiadat, dan segala aktifitas, maupun benda-benda yang dipakai saat permainan berlangsung akan dideskripsikan dan dianalisa, untuk mengetahui fungsi berburu babi pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak tersebut.

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kanagarian Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam. Adapun alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan merupakan daerah-daerah pedesaan yang terletak atau langsung berbatasan dengan hutan. Kondisi letak ini secara langsung memang beresiko tinggi terhadap serangan babi hutan setiap saat, disamping itu posisi geografis kabupaten Agam yang wilayahnya terletak didaerah kawasan pegunungan Bukit Barisan. Memberikan peluang berkembangnya populasi babi hutan dengan cepat, sehingga daerah ini juga dikenal sebagai daerah yang memiliki populasi babi

(19)

hutan yang tinggi. Untuk itu di Kanagarian ini sering dilaksanakan buru besar-besaran.

1 . 6 . Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti memberi gambaran secara terperinci apakah fungsi permainan rakyat terhadap masyarakat Sumatera Barat. Sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat (1983:29) penelitian bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala, dengan adanya hubungan tertentu antara gejala yang satu dengan gejala yang lainnya dalam suatu masyarakat. Metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif dipergunakan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam tentang tatacara, adat istiadat dan nilai, sikap serta persepsi masyarakat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan buru babi.

Teknik penelitian yang digunakan dalam pencarian data dilapangan antara lain:

1.6.1.Teknik Observasi

Pengamatan dilakukan dengan cara observasi partisipasi terbatas, yaitu dengan cara mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh para peserta buru babi tersebut. Kemudian informan diharapkan dengan sukarela, memberikan

(20)

kesempatan kepada peneliti untuk mengamati secara langsung aktifitas yang terjadi baik di arena perburuan maupun sebelum atau sesudah perburuan selesai.

Menurut Spradley, setiap situasi sosial dapat di identifikasi dengan tiga elemen penting yaitu: tempat, pelaku, dan aktifitas. Untuk melakukan observasi, peneliti melihat pelaku-pelaku antara satu dengan yang lainnya dan menjadi bagian dari mereka, serta mengamati aktifitas mereka. Memfokuskan diri pada satu situasi sosial menjadi sangat penting untuk memulai penelitian etnograf, hal ini menolong untuk berpikir tentang situasi-situasi sosial yang lain. Tempat, setiap setting fisik akan menjadi dasar untuk situasi-situasi sosial sepanjang hal tersebut di gunakan oleh masyarakat dalam beraktifitas. Pelaku setiap situasi sosial mencakup masyarakat yang bertindak sebagai aktor. Ketika kita pertama kali masuk ke dalam situasi sosial, kadang sulit untuk mengetahui bentuk-bentuk pelaku pada saat itu, semuanya terlihat sebagai orang-orang atau masyarakat. Lama-lama mulai terlihat pada pakaian, tingkah laku, simbol-simbol sebagai identitas dan variasi lain dalam situasi sosial itu. Aktivitas, pertama-tama para etnograf melihat ratusan tindakan, dengan memulai mengenali pola-pola tindakan perindividu, akan kelihatan pola-pola aktivitas yang ada, seperti berburu. Cara yang terbaik untuk memulai itu adalah dengan observasi (mengamati) aktifitas dan merekam aktifitas tersebut dalam situasi sosial sebagai rangkaian kerja, sehingga struktur dan kejadian akan nampak jelas (Spradley, 1980).

(21)

1.6.2. Teknik Wawancara

Wawancara yang dipergunakan adalah wawancara mendalam (depth interview) tanpa berstruktur tetapi berfokus dan wawancara bebas. Sebagai pelengkap dalam wawancara ini selain menggunakan alat perekam juga dipergunakan daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman wawancara untuk menghindarkan kehabisan pertanyaan dan menjaga data yang dikumpulkan tidak mengambang atau lari dari tujuan pokok. Kemudian wawancara bebas dapat dipergunakan dimana saja, dirumah, di arena perburuan, dan lain-lain. Dari wawancara bebas diperoleh data yang memperkuat data yang diperoleh sebelumnya.

Studi kepustakan juga tidak kalah pentingnya, dalam kajian perpustakaan yang di lakukan sebelum, selama dan sesudah penelitian. Berupa buku-buku, hasil penelitian maupun artikel yang mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian, yang datanya bersifat sekunder. Data-data sekunder yang ada kurang memadai, sehingga lebih banyak tergantung kepada data primer. Dalam pengumpulan data juga dipergunakan kamera photo.

1.6.3. Penentuan informan

Informan untuk menjawab permasalahan penelitian ini seperti yang telah dijelaskan diatas adalah masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang mengikuti permainan buru babi. Spradley mengatakan satu dari lima syarat memilih informan yang baik adalah informan itu mengetahui budayanya dengan baik. Secara umum seorang informan paling tidak harus mempunyai keterlibatan dalam satu budaya selama beberapa tahun (Spradley 1980:61-63).

(22)

Informan kunci dalam penelitian ini adalah masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang mengikuti permainan berburu babi, yaitu orang-orang yang terlibat dalam permainan buru babi. Secara lebih rinci yang dijadikan informan kunci adalah orang yang menjadi anggota persatuan buru babi di Kanagarian Kamang Mudiak. Dan diharapkan dari informan didapat konsep tentang fungsi atau guna permainan buru babi dalam kehidupan masyarakat setempat dan proses permainan buru babi itu berlangsung.

Informan biasa adalah orang-orang tua masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang pernah menjadi peserta berburu babi dan diharapkan dari informan biasa ini didapat konsep tentang apakah peran serta masyarakat, organisasi dan lembaga adat dalam pelaksanaan kegiatan perburuan. Dan juga yang dijadikan informan biasa adalah Orang-orang yang datang bertandang untuk ikut serta dalam kegiatan berburu babi di daerah yang mengadakan acara perburuan. Orang-orang ini adalah para pecandu permainan berburu babi yang datang dari daerah lain, baik yang berasal dari kota maupun desa-desa tetangga.

1.7. Analisa Data

Pada tahap analisis ini, penulis akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kualitatif data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara akan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu. Kemudian dilakukan penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikannya.

Referensi

Dokumen terkait

Modal merupakan bagian yang sangat penting dalam bank dan merupakan sumber dana utama dalam pembiayaan seluruh kegiatan operasional bank, modal tersebut harus

Untuk mencegah angin dingin berhembus dalam mode Panas, kipas indoor tidak akan beroperasi jika penukar panas indoor belum mencapai suhu yang tepat dalam waktu 2 menit..

Bank syariah yang merupakan salah satu perbankan di Indonesia dapat diartikan sebagai badan usaha bidang keuangan yang kegiatannya melakukan penghimpunan dana

Subhan Abdullah, Idris dan Imam Ghazali, Ensiklopedia Hadits 1; Shahih al-Bukhari 1, (Jakarta: Almahira, 2011), h.. Lembaga keagamaan tersebut dapat berbentuk jalur

Caranya dengan membagi domain aliran kedalam elemen-elemen kecil (segitiga, polygon 2D, tetrahedral, quadrilateral) yang disebut cell. Gabungan dari cell-cell tersebut

Kontroversi terhadap persoalan dispensasi nikah akan tampak –sekalipun hanya dalam pandangan sederhana –ketika melihat pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2002

Hasil ini diperoleh dari observasi yang menunjukkan siswa mampu berpartisipasi/berkontribusi dalam kelompok, berinteraksi tatap muka dengan kelompok, menerima tanggung jawab,

Cltra Hanwaring puri, S.Psi, Pslkolog (Psikolog ma kasih untuk Sobat Sehat peserta seminar Semoga llmu yang kita peroleh dapat menjadi manfaat dan berkah dl ma$