• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI SUB DOSIS DAN DOSIS BERLEBIH PADA PENGGUNAAN OBAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI SUB DOSIS DAN DOSIS BERLEBIH PADA PENGGUNAAN OBAT"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI SUB DOSIS DAN DOSIS BERLEBIH PADA PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PASIEN GERIATRIK DI INSTALASI RAWAT

JALAN RSUD SUKOHARJO JANUARI-MARET 2012

Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh:

ARIFAH ISMAWATI PUTRI NIM. M3509009

DIPLOMA III FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012 commit to user

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa ujian akhir ini adalah penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun disuatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, Juli 2012

Arifah Ismawati Putri NIM. M3509009

(4)

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI SUB DOSIS DAN DOSIS BERLEBIH PADA PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PASIEN GERIATRIK DI INSTALASI RAWAT

JALAN RSUD SUKOHARJO JANUARI-MARET 2012 ARIFAH ISMAWATI PUTRI

Jurusan D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

INTISARI

Pola pengobatan pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus, didasari oleh kenyataan meningkatnya potensi terkena penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Penyakit Diabetes Mellitus adalah penyakit degeneratif yang memerlukan penanganan yang serius. Ketepatan diagnosis dan ketepatan pemberian dosis merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pasien Diabetes Melitus. Kategori DRPs yang sering dijumpai pada pasien usia lanjut adalah masalah ketepatan dosis baik dosis berlebih maupun sub dosis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan sub dosis pada penggunaan obat hipoglikemik oral pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode Januari-Maret 2012 dibandingkan dengan dosis standar Drugs for Geriatric tahun 2007.

Jenis penelitian merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan deskriptif menggunakan berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif. Data diolah menggunakan Microsoft Excel for Windows tahun 2007. Data disajikan dalam bentuk diagram dan persentase untuk mengetahui angka kejadian DRPs.

Pasien Diabetes Mellitus yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 46 pasien yang terdiri dari 41% laki-laki dan 59% perempuan dengan umur 60-74 tahun 87%, 75-90 tahun 13%, lebih dari 90 tahun 0%. Identifikasi DRPs kategori sub dosis 4,05%, frekuensi kurang 8,10%,dosis lebih 0%, frekuensi lebih 14,86% dan obat yang tidak dapat diidentifikasi 13.51%.

Kata Kunci : Diabetes Mellitus, DRPs, dosis, RSUD Sukoharjo

(5)

IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) CATEGORY SUB DOSAGE AND DOSE IN EXCESS OF USE ORAL HYPOGLYCEMIC DRUGS GERIATRIC OUTPATIENT HOSPITAL

INSTALATION OF SUKOHARJO JANUARY-MARCH 2012 ARIFAH ISMAWATI PUTRI

D3 Pharmacy, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University

ABSTRACT

Patterns of treatment in the elderly require special attention, based on the fact the increased potential for degenerative diseases such as cardiovascular disease and diabetes. Diabetes Mellitus was a degenerative disease that requires serious treatment. Diagnosis accuracy and precision of dose delivery was a thing to be considered in therapy of diabetes mellitus patients. Categories of DRPs are often found in elderly patients was a matter of accuracy excessive doses of either dose or sub doses. The purpose of this study was to determine the incidence of excessive dose of DRPs category and sub dose use of oral hypoglycemic drugs in geriatric outpatient installation of Sukoharjo Hospital the period from January to March 2012 compared with the standard dose from Drugs for Geriatric 2007.

The type of research was non-experimental study using a descriptive approach to file medical records were retrospectively collected. Data processed using Microsoft Excel for windows 2007. Data presented in chart form and a percentage to determine the incidence of DRPs.

Diabetes mellitus patient who met the inclusion criteria of 46 patients consisting of 41% of men and 59% of women age 60-74 years with 87%, 75-90 years 13%, more than 90 years of 0%. Identification of DRPs categories sub doses 4,05%, sub frequence 8,10%, more doses 0%, more frequence 14,86% and 13.51% drugs cannot identification.

Keywords : Diabetes mellitus, DRPs, dosage, hospitals Sukoharjo

(6)

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(Q.S. Ar Raad: 11)

“Menuai apa yang kamu tabur, bersyukur untuk apa yang kamu tuai dan bekerja keras untuk apa yang kamu syukuri”

(Yoseob)

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan dan ketulusan Tugas Akhir ini kupersembahkan untuk.. Allah SWT atas limpahan berkah dan rahmat Nya. Almarhum bapak yang tak henti-hentinya memberikan semangat, doa dan dukungan selama 21 tahun ini.. terimakasih bapak, belum sempat aku mempersembahkan karya kecil ini.. Ibuk, yang dengan tulus & ikhlas mencurahkan perhatian, cinta & kasih sayang, ku persembahkan karya kecil ini sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku atas tiap tetes keringat dan air mata serta atas bisikan doa yang selalu diberikan untukku

Mas Anto & Mbak Isna, Mbak putri & Mas Agus, kakak kakakku inspirasi terbesarku, terimakasih telah membimbing dan memberikan contoh yang baik untuk iis. Keponakan – keponakan ku, aira, arka, mahar, doain tante yaa sayang.. Bapak Ibuk Bambang Sulistyo, keluarga keduaku, terimakasih untuk doa dan semangat bapak ibuk.. Mas Yoyok, terimakasih untuk semuaa, kesabaran, semangat, dukungan, dan lain sebagainya, terimakasih terimakasih dan terimakasih.. vKeluarga farmasi UNS dimana aku menjalani 3 tahun yang begitu indah. Keluarga ku di kampus, mbah Aidina, mami Reyza, bebebh Dyta, ndug Ephie, lik Niken, mbokdhe Iin, Anis, Asty, terima kasih telah berjalan bersama ku selama ini ku harap kita tetapkan selalu berjalan bersama.. tiada hal terindah selain persahabatan, love u all.. Slamet AD 2647 CK, terimakasih telah menjadi kuda terbang untukku menuju kampus tercinta..

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Akhir berjudul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Kategori Sub Dosis dan Dosis Lebih pada Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret 2012” dengan baik dan lancar.

Penyusunan laporan tugas akhir merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik. Dan tak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan, bimbingan, semangat, motivasi serta bantuan baik moril maupun materiil, dan do’a dari berbagai pihak. Karena itu penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku ketua program DIII Farmasi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm.,Apt. selaku pembimbing Tugas Akhir atas segala ketulusan, kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan arahan pengertian, saran, dan ilmunya yang tiada tara nilainya.

4. Kedua orang tua, kakak-kakak, dan keponakan-keponakan ku yang telah memberikan dukungan dan semangat.

(9)

5. Teman-teman seperjuangan yang telah berbagi suka dan duka serta pengalaman selama masa-masa kuliah.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan sehingga akan menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk penyusunan tugas-tugas selanjutnya. Penulis berharap semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dapat menjadi bekal bagi penulis dalam pengabdian Ahli Madya Farmasi di masyarakat pada khususnya.

Surakarta, Juli 2012 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………i

HALAMAN PENGESAHAN ..…….………..………. ...ii

HALAMAN PERNYATAAN………iii INTISARI ………....………..………iv ABSTRACT………...v MOTTO………..……vi PERSEMBAHAN………..………...vii KATA PENGANTAR………..……viii DAFTAR ISI ………....…..………...x

DAFTAR TABEL ………...xiii

DAFTAR GAMBAR ……….…………..xiv

DAFTAR LAMPIRAN………..xv DAFTAR SINGKATAN………..xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….………..………....1 B. Perumusan Masalah ………....3 C. Tujuan Penelitian ……….………...…4 D. Manfaat ……….………...….……….……..……….4 commit to user

(11)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka………..………...5

1. Drug Related Problems ...5

2. Diabetes Mellitus ...8

3. Usia Lanjut ...13

4. DM pada usia lanjut ...15

5. Penatalaksanaan terapi DM………16

6. Kerangka Pemikiran………...………....23

7. Keterangan Empiris………...….24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...25

B. Alat dan Bahan ...25

C. Subyek Penelitian ... ………...….25

D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ...26

E. Definisi Variabel Operasional………26

F. Metode Pengumpulan Data………27

G. Jalannya Penelitian……….27

H. Analisa Data………29

BAB IV PEMBAHASAN A. Proses Penelusuran Data………30

B. Gambaran Subyek Penelitian……….30

C. Keterbatasan Penelitian………37 commit to user

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….38 B. Saran………...38 DAFTAR PUSTAKA………39 LAMPIRAN………..41 commit to user

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penyebab-Penyebab Drug Related Problems (DRPs)………6 Tabel II. Kriteria Penegakan Diagnosis DM……….8 Tabel III. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja….18 Tabel IV. Aturan dosis dan waktu pemberian Obat Hipoglikemik Oral……...22 Tabel V. Persentase jumlah penggunaan OHO………...33 Tabel VI. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) kategori dosis lebih…34 Tabel VII. Persentase obat yang mengalami frekuensi lebih……….35 Tabel VIII. Persentase obat yang mengalami frekuensi kurang……….36

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka pemikiran………..23

Gambar 2. Skema jalannya penelitian………28

Gambar 3. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin………30

Gambar 4. Distribusi pasien berdasarkan usia………31

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pengumpul Data………41 Lampiran 2. Perhitungan persentase DRPs………44

(16)

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Mellitus DRPs : Drug Related Problems OHO : Obat Hipoglikemik Oral

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

WHO : World Health Organisation

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Dalimartha, 2005). Di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan minimal terdapat 4 juta penderita DM. Memperhatikan tendensi peningkatan prevalensi DM dari tahun ke tahun, diperkirakan penderita DM di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 5 juta jiwa dan di dunia sebanyak 239,3 juta. Jumlah pasien keluar rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan diagnosis DM tahun 2007 sebanyak 56.378 pasien, sedangkan kasus baru pada rawat jalan sebanyak 28.095 kasus (Hidayati dkk, 2008).

Penderita DM tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Walaupun dapat terjadi pada semua umur, tetapi DM tipe 2 umumnya didiagnosis setelah umur 40 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengaruhnya terhadap prevalensi diabetes. Prevalensi diabetes naik bersama bertambahnya umur. Menurut WHO setelah seseorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2% per tahun dan pada saat puasa akan naik sekitar 5,6-13 mg (Rachmawati, 2009).

Pada diabetes tipe 2, pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Diabetes tipe 2 adalah jenis yang paling sering

(18)

dijumpai. Sekitar 90-95% panderita diabetes adalah penderita diabetes tipe 2 (Tandra, 2008). Berdasarkan jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur >60 tahun. Umur ternyata merupakan salah satu faktor resiko diabetes yang berpengaruh terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa (Anonim, 2007).

Pola pengobatan pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi, sosiologi dan meningkatnya potensi terkena penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dalam penatalaksanaan obat (Prest, 2003).

Adanya masalah medis yang kompleks (complex medicine) yang umum dijumpai pada pasien usia lanjut, menyebabkan golongan usia ini rentan terhadap timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (drug related problems) (Pramantara, 2007). Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Cipolle et al., 1998).

Kategori dosis menempati urutan kedua dari kategori DRPs berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Minnesota Pharmaceutical Care Project selama 3 tahun terhadap 9399 pasien. Diketahui kejadian DRPs sebanyak 5544 pasien terbagi atas 23% membutuhkan terapi obat tambahan, 15% pasien menerima obat salah, 8% tanpa indikasi medis, 6% dosis terlalu tinggi, dan 16% dosis terlalu

(19)

rendah. Penggunaan obat dosis lebih maupun dosis kurang merupakan indikasi DRPs yang dapat menyebabkan kegagalan terapi atau tidak tercapainya hasil terapi yang diinginkan (Cipolle et al., 1998). Penelitian Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Kategori Kontraindikasi Dan Ketidaktepatan Dosis Obat Pada Pasien Hipertensi Geriatri Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 90 lembar rekam medik yang diambil jumlah item obat yang digunakan adalah sebanyak 576 dan diperoleh total seluruh kejadian DRPs adalah 51 kasus, meliputi kategori obat salah 6 kasus atau 11,78%, dosis lebih 18 kasus atau 35,3%, dan dosis kurang 27 kasus atau 52,94% (Fitriani, 2009).

Penyakit Diabetes Mellitus memerlukan penanganan terapi baik farmakologi maupun non farmakologi secara tepat. Ketepatan obat dan ketepatan pemberian dosis merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pasien Diabetes Mellitus terutama pada pasien geriatrik. Berdasarkan uraian di atas diperlukan penelitian mengenai identifikasi ada tidaknya Drug Related Problems (DRPs) kategori sub dosis dan dosis berlebih berkaitan dengan peresepan obat hipoglikemik oral pada pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012.

B. Perumusan Masalah

Berapa angka kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan sub dosis pada peresepan obat hipoglikemik oral pasien geriatrik di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012 dibandingkan dengan dosis standar menurut Drugs for Geriatric tahun 2007.

(20)

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan sub dosis pada peresepan obat hipoglikemik oral pasien geriatrik di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode Januari-Maret 2012 dibandingkan dengan dosis standar menurut Drugs for Geriatric tahun 2007 .

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Sukoharjo dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk pasien DM geriatrik.

2. Menambah ilmu pengetahuan berkaitan dengan DRPs kategori dosis berlebih dan sub dosis pada peresepan obat hipoglikemik oral pasien geriatrik dengan menggunakan literatur Drugs for Geriatric tahun 2007. 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

(21)

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Drug Related Problems (DRPs)

a. Definisi

Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Cipolle et al., 1998).

b. Kategori

Kategori Drug Related Problems (DRPs) antara lain : - Indikasi belum diterapi

- Pemilihan obat yang tidak tepat - Terapi tanpa indikasi

- Subdosis - Dosis berlebih

- Adverse Drugs Reactions

- Kegagalan dalam menerima obat

Penyebab-penyebab Drug Related Problems (DRPs) dapat dilihat pada Tabel I.

(22)

Tabel I. Penyebab-Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle et al., 1998).

Jenis DRPs Penyebab DRPs

Indikasi belum

diterapi

1. Pasien memerlukan terapi obat baru

2. Pasien dengan penyakit kronis yang memerlukan terapi obat lanjutan

3. Pasien memerlukan farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek potensial

4. Pasien beresiko mengalami kejadian yang tidak

diharapkan akibat terapi obat yang tidak dicegah dengan terapi profilaksis

Terapi tanpa

indikasi

1. Terapi non obat lebih sesuai bagi pasien, misalnya perubahan pola hidup

2. Pasien menerima obat tanpa ada indikasi yang jelas 3. Pasien dengan obat lebih dari satu, yang hanya

diindikasikan terapi dosis tunggal

4. Pasien dengan masalah pengobatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol dan rokok

5. Pasien menerima obat untuk mengatasi efek samping akibat obat yang sebenarnya dapat dicegah

Obat salah 1. Pasien yang beresiko kontraindikasi dengan penggunaan

obat tersebut

2. Pasien alergi dengan pengobatan 3. Pasien menerima obat tetapi tidak aman

4. Obat yang diberikan kepada pasien bukan merupakan obat yang paling efektif untuk penyakitnya

5. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap obat yang diberikan

Subdosis 1. Kadar obat dalam darah berada di bawah kisaran terapi

yang diharapkan

2. Dosis terlalu rendah untuk menimbulkan respon

3. Frekuensi pemberian kurang, durasi terapi pendek dan cara pemberian pada pasien yang tidak tepat

4. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan

Dosis berlebih 1. Dosis terlalu tinggi untuk pasien

2. Dosis obat meningkat terlalu cepat

3. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas therapeutic range obat yang diharapkan

4. Frekuensi pemberian lebih, durasi terapi panjang dan cara pemberian pada pasien yang tidak tepat

Adverse drugs

reactions

1. Pasien dengan faktor resiko efek samping yang berbahaya bila obat digunakan

2. Pasien mengalami alergi terhadap obat

3. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien

4. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien 5. Efek dari obat diubah enzim inhibitor atau induktor dari

obat lain

(23)

binding site oleh obat lain

7. Hasil laboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain

Kegagalan dalam menerima obat

1. Pasien tidak menerima obat yang sesuai karena medication error (peresepan, peracikan atau pemberian obat)

2. Pasien tidak menggunakan obat karena kurangnya pengetahuan secara langsung

3. Pasien tidak patuh dengan aturan obat yang digunakan 4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan

karena kurang mengerti

5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sedah sehat

6. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal

c. Dosis

(1) Dosis kurang

Dosis kurang adalah dosis yang terlalu kecil yaitu di bawah 20% dari yang seharusnya diberikan pada pasien atau yang frekuensi pemberiannya kurang berdasarkan dosis standar. Kejadian DRPs akibat dosis yang tidak adekuat atau efektif merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menambah biaya terapi bagi pasien. Sebaik apapun diagnosis dan penilaian yang dilakukan hal itu tidak akan ada artinya apabila pasien tidak menerima dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Secara garis besar, suatu regimen obat dianggap sesuai dengan indikasinya, tidak mengalami efek samping akibat obat, akan tetapi tidak memperoleh manfaat terapi yang diinginkan (Cipolle et al., 1998).

(2) Dosis lebih

Dosis berlebih adalah obat yang diterima pasien melebihi dosis pemakaian normal. Batasan dosis yang dianggap dosis berlebih adalah dosis yang memberikan 20% lebih tinggi dari dosis standar (Cipolle et al., 1998). commit to user

(24)

2. Diabetes Mellitus a. Definisi

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai banyak orang pada semua lapisan masyarakat di seluruh dunia (Waspadji, 1995). Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM, pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM. Kriteria penegakan diagnosis DM dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Kriteria Penegakan Diagnosis DM (Anonim, 2005)

Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 jam Setelah Makan

Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL

Pra diabetes 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL

Diabetes ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL

Evaluasi diagnostik DM dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :

- Fasting Plasma Glucose Test ( FPG)

Tes ini dilakukan dengan mengambil darah. Sebelum melakukan tes ini dilakukan puasa selama 8-14 jam. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya peningkatan gula darah lewat makanan yang mempengaruhi hasil test. Untuk orang yang berusia lanjut, tes ini wajib dilakukan.

(25)

- Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)

Prinsip dari tes ini sama seperti FGT namun lebih akurat, harus melakukan puasa selama 8 jam.

- Random Plasma Glucose Test

Tes darah bisa dilakukan secara acak tanpa diharuskan berpuasa. Seseorang dinyatakan terkena diabetes apabila kadar glukosanya mencapai 200 mg/dL (Tjahjadi, 2009).

- Tes Urine

Tes ini dilakukan untuk mengecek adanya keterkaitan antara penyakit diabetes dengan penyakit ginjal dan hiperglikemi. Hasil tes ini diambil dari kadar protein, glukosa, dan keton dalam urin (Tjahjadi, 2009). b. Klasifikasi DM

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Assosiation (ADA) sesuai anjuran PERKENI 2011 adalah :

(1) DM tipe 1

Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) paling banyak menyerang orang-orang di bawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel-sel beta pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi dan berakibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah. Sehingga kadar glukosa meningkat di atas 10 mmol/liter, dan akhirnya glukosa berlebih dikeluarkan lewat urin bersama banyak air (glycosuria). Di bawah kadar tersebut glukosa ditahan oleh tubuli ginjal (Tjay dan Raharja, 2007).

(26)

(2) DM tipe 2

Tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) paling banyak menyerang orang-orang di atas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk dan pada usia lanjut (Tjay dan Raharja, 2007). DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes (Anonim, 2005).

Berbeda dengan DM tipe 1, pankreas pada penderita DM tipe 2 masih dapat menghasilkan insulin. Namun tubuh justru melawan pengaruh insulin tersebut sehingga kadar glukosa dalam tubuh menjadi tinggi (Tjahjadi, 2009). (3) Gestational Diabetes Mellitus (GDM)

GDM adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Anonim, 2005).

c. Komplikasi DM

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis, diantaranya :

(1) Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl,

(27)

walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak (Anonim, 2005).

(2) Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan gawat darurat akibat hiperglikemia disebabkan terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton (Tandra, 2008).

(3) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan yang ditandai dengan naiknya kadar gula darah secara tiba-tiba. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik yang dapat berakibat fatal. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat (Anonim, 2005).

(4) Komplikasi Makrovaskuler

Tiga jenis komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh

(28)

darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer. Walaupun komplikasi makrovaskuler dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskuler ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar resikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg (Anonim, 2005).

(5) Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati (Anonim, 2005).

d. Gejala DM

Gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita (Anonim, 2011).

(29)

(3) Usia Lanjut

a. Pembagian Usia Lanjut

Menurut WHO, usia lanjut seseorang dimulai pada usia ≥ 60 tahun. Pembagian usia lanjut menurut WHO :

1. Kelompok lanjut usia atau elderly (60-74 tahun) 2. Kelompok lanjut usia atau old (75-90 tahun)

3. Kelompok lanjut usia sangat tua atau very old (> 90 tahun) b. Perubahan penatalaksanaan obat pada usia lanjut

Perubahan farmakokinetik dan perubahan farmakodinamik terjadi seiring bertambahnya usia.

(1) Farmakokinetik

Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat untuk mencapai efek teraupetik yang diharapkan. Perubahan-perubahan farmakokinetik pada pasien usia lanjut usia memiliki peranan penting dalam bioavailabilitas obat tersebut (Prest, 2003).

(a) Absorpsi

Penundaan pengosongan lambung, reduksi sekresi asam lambung dan aliran darah jaringan (splanchnic), semuanya secara teoritis berpengaruh pada absorpsi secara bermakna terhadap bioavailabilitas total obat yang terabsorpsi (Prest, 2003).

(b) Distribusi

Faktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan plasma-plasma protein dan aliran darah

(30)

organ. Semuanya akan mengalami perubahan dengan bertambahnya usia, akibatnya konsentrasi obat akan berbeda pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda pada pemberian dosis obat yang sama (Prest, 2003).

(c) Eliminasi

Metabolisme hati dan ekskresi ginjal adalah mekanisme penting yang terlibat dalam pemindahan obat dari tempat kerjanya. Terdapat reduksi massa hati sebanyak 35% mulai usia 30 sampai dengan 90 tahun, sehingga menurunkan kapasitas metabolisme intrinsik hati pada pasien lanjut usia. Keadaan tersebut bersama-sama dengan penurunan aliran darah hati, menjadi penyebab utama dalam peningkatan bioavailabilitas obat yang mengalami metabolisme lintas pertama (Prest, 2003).

Eliminasi ginjal, penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ, filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler, semuanya merupakan perubahan yang terjadi dengan tingkat yang berbeda pada lanjut usia. Kecepatan filtrasi glomeruler menurun sekitar 1% per tahun dimulai pada usia 40 tahun. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan obat di eliminasi lebih lambat pada lanjut usia, seperti pengaruhnya pada fungsi ginjal.

(2) Farmakodinamik

Perubahan-perubahan farmakodinamik pada pasien lanjut usia dapat merubah respons terhadap obat. Penurunan dalam kemampuan

(31)

menjaga keseimbangan homeostatik, perubahan pada reseptor-reseptor spesifik dan tempat sasaran akan dipertimbangkan disini.

Penurunan kemampuan dalam menjaga keseimbangan homeostatik, kemampuan pengaturan yang memadai dan tepat mengenai keadaan fisiologi tubuh sangat diperlukan dalam homeostatik. Endokrin, tranmisi neuromuskuler dan respons organ, semuanya akan menurun dengan bertambahnya usia, yang berakibat pada ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan homeostatik. Sistem yang mengalami gangguan termasuk pengaturan temperatur, fungsi usus dan kandung kemih, pengaturan tekanan darah, keseimbangan cairan elektrolit, fungsi kognitif (Prest, 2003).

Sebagian besar obat akan memberikan efek setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik. Perubahan densitas reseptor atau afinitas molekul obat pada reseptor akan merubah responnya terhadap obat. Gangguan aktivasi enzim atau perubahan respons jaringan sasaran itu sendiri juga dapat menyebabkan perubahan respon terhadap obat (Prest, 2003).

(4) DM pada usia lanjut

Angka kejadian diabetes pada lanjut usia (lansia) semakin meningkat. Pankreas lansia tidak banyak mengalami kemunduran, sehingga produksi insulin masih memadai. Namun, kemampuan kerja insulin menjadi berkurang. Akibatnya, terjadi resistensi insulin. Hal ini terlihat dalam kadar glukosa darah puasa masih normal, sedangkan glukosa darah 2 jam sesudah makan cenderung

(32)

lebih tinggi. Lansia dengan diabetes umumnya mengeluh kurang nafsu makan, badan terasa lemah, dan berat badan cenderung turun. Wanita lansia sering juga mengeluhkan adanya infeksi saluran kemih, sedangkan prianya menghadapi masalah prostat yang diakibatkan oleh penyakit diabetes (Tandra, 2008).

Faktor-faktor resiko timbulnya DM pada usia lanjut :

1. Dengan bertambahnya umur, maka terjadi gangguan pada fungsi pankreas dan kerja dari insulin menyebabkan kadar gula darah meningkat.

2. Orang tua tendensi menjadi gemuk dan terjadi resistensi insulin yang menyebabkan hiperglikemi. Kadar asam lemak bebas yang menghambat kerja insulin meningkat. Obesitas pada usia lanjut meningkatkan angka kejadian DM dua kali lipat.

3. Aktivitas fisik berkurang yang menyebabkan resistensi insulin.

4. Genetik, orang usia lanjut yang mempunyai saudara kandung DM lebih mudah timbul DM.

5. Adanya penyakit-penyakit lain, misalnya hipertensi dan hiperlipidemia yang terdapat bersamaan pada usia lanjut akan menyebabkan hiperglikemia (Rochmah, 2006).

(5) Penatalaksanaan Terapi DM

Penatalaksanaan terapi DM tipe 2 menurut pedoman PERKENI 2011 meliputi :

a. Edukasi

Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien

(33)

dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

b. Terapi gizi medis

Prinsip pengaturan makan pada diabetisi yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

- Karbohidrat 45-65% total asupan energi. - Lemak 20-25% kebutuhan kalori.

- Protein 15-20% total asupan energi.

- Garam tidak lebih dari 3000 mg. Pembatasan natrium sampai 2400 mg terutama pada mereka yang hipertensi.

- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 mg/hari. c. Latihan jasmani

Latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan yang bersifat aerobik, seperti: jalan kaki, bersepeda santai, dan berenang.

d. Terapi Farmakologi (1) Insulin

Tujuan terapi insulin adalah agar glukosa darah dapat tetap dalam batas normal, seperti pada orang dengan pankreas yang memproduksi insulin secara normal dan mengeluarkan insulin secara teratur sesuai

(34)

dengan makanan yang masuk. Insulin dikelompokkan berdasarkan mula dan lama kerja yaitu : insulin kerja singkat (short-acting), insulin kerja sedang (intermediate-acting), insulin kerja lama (24 jam) (long acting) (Tandra, 2008). Daftar penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan massa kerja dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja Jenis Sediaan Insulin Mula Kerja (jam) Puncak (jam) Masa Kerja (jam) Contoh Sediaan Massa kerja singkat (short acting insulin) 0.5 1-4 6-8 Actrapid HM, Massa kerja sedang, mula kerja cepat 0.5 4-15 18-24 Insulatard HM, Monotard HM Massa kerja panjang 4-6 14-20 24-36 Protamin Zinc Sulfat Sediaan Campuran 0,5 1,5-8 14-16 Humulin

(2) Golongan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) a. Sulfonilurea

Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa (Anonim, 2007). Sulfonilurea digunakan untuk menurunkan glukosa darah, obat ini merangsang sel beta dari pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Obat yang termasuk golongan sulfonilurea adalah klorpropamid, glibenklamid atau gliburid, glikuidon, gliklazid, glipizid dan glimepirid (Tandra, 2008).

(35)

Efek samping yang paling umum dari sulfonilurea adalah hipoglikemia. Efek samping lain yang sering dialami adalah ruam kulit, anemia hemolitik, saluran cerna, dan kolestasis. Mayoritas sulfonilurea dimetabolisme di hati. Individu dengan resiko tinggi misal, lansia dengan insufisiensi atau penyakit hati lanjutan, pengggunaan sulfonilurea harus dimulai dengan dosis rendah dengan waktu paruh yang singkat (Dipiro et al, 2005).

b. Meglitinid

Golongan meglitinid juga disebut dengan glinid. Obat ini menyebabkan pelepasan insulin dari pankreas menjadi cepat dan berlangsung dalam waktu singkat. Sehubungan dengan sifat cepat dan singkat ini, obat ini harus diminum bersama dengan makanan. Golongan obat ini adalah repaglinid dan nateglinid. Meskipun sama seperti sulfonilurea, efek samping hipoglikemia boleh dikatakan jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh efek rangsangan pelepasan insulin hanya terjadi pada saat glukosa darah tinggi (Tandra, 2008). c. Biguanid

Biguanid meningkatkan kepekaan reseptor insulin, sehingga absorbsi glukosa di jaringan perifer meningkat dan menghambat glukoneogenesis dalam hati dan meningkatkan penyerapan glukosa di jaringan perifer (Tjay dan Rahardja, 2007). Biguanid memperbaiki kerja insulin dalam tubuh dengan cara mengurangi resistensi insulin. Pada diabetes tipe 2, terjadi pembentukan glukosa

(36)

oleh hati yang melebihi normal, biguanid menghambat proses ini sehingga kebutuhan insulin untuk mengangkut glukosa dari darah masuk ke sel berkurang, dan glukosa darah menjadi turun. Karena cara kerjanya demikian, obat ini jarang sekali menyebabkan hipoglikemia (Tandra, 2008).

Satu-satunya biguanid yang beredar di pasaran adalah metformin. Keuntungan obat ini adalah tidak menaikkan berat badan. Maka sering diresepkan pada penderita diabetes tipe 2 yang gemuk (Tandra, 2008). Efek yang merugikan yaitu metformin memiliki efek samping pada saluran cerna, diantaranya perut tidak nyaman, sakit perut dan atau diare pada sekitar 30% pasien. Metformin memiliki sekitar 50% sampai 60% bioavailabilitas, kelarutan lipid rendah dan volume distribusi yang mendekati air tubuh. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak mengikat pada protein plasma. Metformin dieliminasi oleh ginjal tubular sekresi dan filtrasi glomerulus (Dipiro et al., 2005).

d. Thiazolidinedion

Golongan obat ini baik bagi penderita diabetes tipe 2 dengan resistensi insulin karena bekerja dengan merangsang jaringan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Dengan demikian, insulin bisa bekerja dengan baik, glukosa darah pun akan lebih banyak diangkut ke dalam sel, dan kadar glukosa darah akan turun. Selain itu obat thiozolidinedion juga menjaga agar hati tidak banyak

(37)

memproduksi glukosa. Efek menguntungkan lainnya adalah obat ini bisa menurunkan trigliserida darah (Tandra, 2008).

e. α-glukosidase-inhibitors

Golongan ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase di dalam saluran cerna. Sehingga reaksi penguraian disakarida dan polisakarida menjadi monosakarida dihambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar glukosa darah dihindarkan (Tjay dan Rahardja, 2007).

Hasil akhir dari pemakaian obat ini adalah penyerapan glukosa ke darah menjadi lambat dan glukosa darah sesudah makan tidak cepat naik. Yang termasuk obat golongan ini adalah acarbose dan miglitol (Tandra, 2008). Efek samping pada saluran cerna, seperti perut kembung, ketidaknyamanan perut dan diare, sangat umum dan sangat membatasi penggunaan inhibitor α glukosidase (Dipiro et al., 2005).

Aturan dosis dan waktu pemberian obat hipoglikemik oral menurut PERKENI tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel IV.

(38)
(39)

Tabel IV. Aturan dosis dan waktu pemberian Obat Hipoglikemik Oral (Anonim, 2011)

Golongan Nama

Generik

Nama Dagang Mg/tab Dosis Harian (mg)

Lama Kerja (jam)

Frek/ hari Waktu Pemberian Sulfonilurea Klorpropamid Diabenese

100-250 250-500 24-35 1 Sebelum makan Glibenclamid Daonil 2.5-5 2.5-15 12-24 1-2 Gliquidon Glurenorm 30 30-120 30-120 1-2 Glikazid Diamicron 80 80-320 10-20 1-2 Glipizid Minidiab Glucotrol 5-10 5-20 5-20 1 Glimepirid Amaryl 1,2,3,4 0.5-6 24 1 Amadiab 1,2,3,4 1-6 24 1

Biguanid Metformin Gluchopage 500-850

250-3000 6-8 1-3 Bersama atau

sesudah makan

Glumin 500 500-3000 6-8 2-3

Glinid Repaglinid NovoNorm 0.5, 1,2 1.5-6 - 3 Sebelum makan

Nateglinid Starlix 120 360 - 3

Thiazolidindio ne

Rosiglitazon Avandia 4 4-8 24 1 Tidak tergantung

jadwal makan

Pioglitazon Actos 15,30 15-45 24 1

Deculin 15,30 15-45 24 1

Penghambat Glukosidase α

Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Bersama suapan

pertama

(40)
(41)

(6) Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka pemikiran DRPs kategori dosis

merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan mengganggu keberhasilan pengobatan.

Angka kejadian diabetes pada lanjut usia semakin meningkat. Akibat dari resistensi insulin.

Dosis pengobatan usia lanjut memerlukan perhatian khusus karena terjadi perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik.

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat hipoglikemik oral pasien geriatrik di instalasi rawat jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret 2012.

(42)

(7) Keterangan Empiris

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non eksperimental yang menggambarkan kemungkinan terjadinya Drug Related Problems (DRPs) kategori dosis berlebih dan sub dosis pada peresepan obat hipoglikemik oral pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012. Penurunan fungsi organ tubuh pada pasien geriatrik memerlukan penyesuaian dosis untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Dengan penyesuaian dosis diharapkan mampu memberikan efek terapi yang optimal untuk pengobatan diabetes mellitus pada pasien geriatrik.

Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Kategori Kontraindikasi Dan Ketidaktepatan Dosis Obat Pada Pasien Hipertensi Geriatri Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 90 lembar rekam medik yang diambil jumlah item obat yang digunakan adalah sebanyak 576 dan diperoleh total seluruh kejadian DRPs adalah 51 kasus, meliputi kategori obat salah 6 kasus atau 11,78%, dosis lebih 18 kasus atau 35,3%, dan dosis kurang 27 kasus atau 52,94% (Fitriani, 2009).

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental yang bersifat deskriptif berdasarkan data yang ada tanpa ada perlakuan terhadap subyek penelitian.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpul data resep yang meliputi nomor resep, nama, umur, jenis kelamin, dan terapi obat (nama obat, dosis, jumlah, aturan pakai dan jenis sediaan) serta standar Drugs for Geriatric tahun 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar resep pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012 dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Menderita sakit DM tanpa mempertimbangkan penyakit penyerta b. Mendapatkan resep obat hipoglikemik oral

c. Geriatri (>60 tahun)

d. Merupakan pasien rawat jalan periode Januari-Maret 2012

(44)

D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012 di Instalasi Rekam Medis RSUD Sukoharjo. Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan ijin tertulis dari bagian Pendidikan dan Latihan RSUD Sukoharjo atas nama Direktur RSUD Sukoharjo.

E. Definisi Variabel Operasional 1. DRPs yang diidentifikasi mencakup subdosis dan dosis berlebih

2. Subdosis adalah dosis yang lebih rendah 20% dari dosis yang telah ditetapkan dari standar.

3. Dosis berlebih adalah dosis yang memberikan 20% lebih tinggi dari dosis yang telah ditetapkan dari standar.

4. Frekuensi lebih adalah frekuensi yang lebih tinggi dari frekuensi yang telah ditetapkan dari standar.

5. Frekuensi kurang adalah frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi yang telah ditetapkan dari standar.

6. Jenis obat adalah nama zat aktif dari antidiabetika oral yang diresepkan dokter kepada pasien.

7. Dosis obat adalah takaran zat aktif dari antidiabetika oral yang diresepkan oleh dokter kepada pasien.

8. Pasien geriatrik adalah pasien dengan usia ≥ 60 tahun yang dirawat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012.

(45)

9. Resep yang diidentifikasi adalah resep pasien geriatrik yang mendapatkan terapi obat hipoglikemik oral di instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012.

10. Obat yang diidentifikasi adalah obat hipoglikemik oral yang ditulis dokter pada peresepan obat untuk pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012.

11. Rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan adalah RSUD Sukoharjo. F. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari berkas rekam medik pasien di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret tahun 2012 yang dikumpulkan secara retrospektif.

G. Jalannya Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah :

a. Perizinan

Surat izin penelitian dari fakultas ditujukan kepada Direktur RSUD Sukoharjo dengan tembusan kepada Bagian Pendidikan dan Pelatihan RSUD Sukoharjo untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data.

b. Penelusuran Data

Proses penelusuran data dimulai dari observasi (mencari tahu jumlah pasien) untuk memperoleh nomor register pasien geriatrik dengan diagnosis utama Diabetes mellitus periode Januari-Maret 2012. Nomor register

(46)

digunakan untuk memperoleh kartu rekam medis pasien. Dari kartu rekam medis tersebut kemudian dilakukan pencatatan dan pengelompokan.

Pencatatan dilakukan dalam lembar pengumpul data meliputi nomor rekam medis, nama pasien, umur, jenis kelamin, dan terapi obat hipoglikemik oral (nama obat, dosis, jumlah, aturan pakai dan jenis sediaan). Hasil penelitian ini kemudian disajikan dalam bentuk diagram dan tabel. Skema jalannya penelitian dapat dilihat dari alur berikut ini :

Gambar 2. Skema jalannya penelitian Pembuatan proposal

Perizinan

Pengambilan data

Identifikasi DRPs kategori dosis berlebih

dan sub dosis

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(47)

H. Analisa Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel for Windows tahun 2007, diidentifikasi dan dianalisa meliputi karakteristik pasien dan DRPs kategori ketidaktepatan dosis.

1. Karakteristik pasien meliputi umur dan jenis kelamin Cara perhitungan adalah sebagai berikut :

a. Untuk umur dihitung berdasarkan perbedaan rentang umur 60-74 tahun, 75-90 tahun dan lebih dari 90 tahun. Persentase dihitung dengan cara jumlah pasien dengan rentang usia tertentu dibagi jumlah total pasien dikalikan 100%.

b. Untuk jenis kelamin, dibedakan berdasarkan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan). Persentase dihitung dengan cara jumlah pasien berdasarkan perbedaan jenis kelamin dibagi jumlah total pasien dikalikan 100%.

2. Identifikasi DRPs kategori ketidaktepatan dosis. Cara perhitungan angka kejadian sebagai berikut :

a. Persentase dosis berlebih dihitung dari jumlah obat yang mengalami dosis berlebih, dibagi jumlah total obat yang mengalami DRPs selama periode yang telah ditentukan dikalikan 100%.

b. Persentase sub dosis dihitung dari jumlah obat yang mengalami sub dosis, dibagi jumlah total obat yang mengalami DRPs selama periode yang telah ditentukan dikalikan 100%.

(48)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Proses Penelusuran Data

Penelitian ini berdasarkan pada proses penulusuran data yang diperoleh dari berkas rekam medis penderita DM tipe 2 geriatrik di RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret 2012 yang dikumpulkan secara retrospektif sesuai kriteria inklusi. Data yang diamati meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, dan terapi obat hipoglikemik oral(nama obat, dosis, jumlah, dan aturan pakai).

B. Gambaran Subyek Penelitian 1. Jumlah pasien geriatrik

Jumlah pasien geriatrik yang menderita diabetes mellitus tipe 2 di Instalasi rawat jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret 2012 adalah 99 pasien, dan yang masuk kriteria inklusi berjumlah 46 pasien.

2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil dari distribusi pasien geriatrik penderita DM tipe 2 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

30 commit to user

(49)

Berdasarkan pada Gambar 3 diketahui prevalensi kejadian DM tipe 2 pasien geriatrik lebih umum terjadi pada laki-laki (59%) daripada perempuan (41%). National Health and Nutrition Evaluation Survey (NHANES) melaporkan bahwa kecenderungan prevalensi diabetes meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Dipiro et al., 2005). Namun tidak ada kecenderungan secara pasti bahwa perempuan lebih rentan menderita DM tipe 2 dibandingkan laki-laki karena jenis kelamin bukan merupakan salah satu faktor resiko dari penyakit DM. Faktor resiko penyakit DM antara lain adalah riwayat diabetes dalam keluarga, mengalami obesitas, hipertensi, hiperlipidemia dan faktor lain diantaranya kurang olah raga dan pola makan rendah serat.

3. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia

Hasil dari distribusi pasien penderita DM tipe 2 berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Distribusi pasien berdasarkan usia

Berdasarkan hasil Gambar 4, diketahui bahwa DM tipe 2 paling banyak terjadi pada rentang usia 60-74 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor resiko penyakit DM. Resiko menderita DM commit to user

(50)

meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Anonim, 2011). Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas memproduksi insulin sehingga kadar gula darah meningkat (Rochmah, 2006). Selain itu faktor resiko timbulnya DM pada usia lanjut antara lain adalah berkurangnya aktivitas fisik dan adanya penyakit lain misalnya hipertensi dan hiperlipidemia.

4. Distribusi Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral

Obat Hipoglikemik Oral adalah obat yang digunakan untuk pengobatan DM. berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan yaitu pemicu sekresi insulin (metformin dan thiazolidindion), penghambat glikoneogenesis (metformin), dan penghambat absorbsi glukosa (penghambat glukoasida alfa/acarbosa). Tujuan pendistribusian ini adalah untuk mengetahui penggunaan OHO dalam pengobatan DM tipe 2 pasien geriatrik.

Pasien geriatrik penderita DM tipe 2 mendapat terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dari golongan OHO dan macam OHO yang bervariasi sesuai dengan keadaan pasien saat berobat baik diberikan secara tunggal maupun kombinasi. OHO tunggal adalah OHO yang diberikan dalam dosis tunggal. Pemberian OHO selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap. Apabila pemberian OHO tunggal sasaran glukosa darah tidak tercapai maka dapat diberikan OHO kombinasi. Bila sasaran kadar gula darah tidak tercapai juga dengan kombinasi dua macam, OHO, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda. Hasil penelitian jumlah penggunaan OHO dapat dilihat pada Tabel V.

(51)

Tabel V. Persentase jumlah penggunaan OHO No. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) jumlah Persentase (%)

1 Metformin 36 48,65 2 Glibenclamid 14 18,92 3 Glikazid 2 2,70 4 Glikuidon 8 10,82 5 Acarbose 14 18,91 Total 74 100%

Dari Tabel V diketahui bahwa obat yang paling banyak digunakan adalah metformin golongan biguanid. Keuntungan dari penggunaan metformin adalah tidak menimbulkan efek samping kenaikan berat badan sehingga aman bagi pasien yang mengalami obesitas dan metformin tidak dimetabolisme dalam hati, diekskresikan dalam bentuk yang tidak banyak berubah dalam urin atau feses. 5. Identifikasi Drug Related Problem’s (DRPS)

Penatalaksanaan DM dengan terapi obat dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat (drug related problems) yang dialami oleh penderita. Masalah terkait obat merupakan keadaan terjadinya ketidaksesuaian dalam pencapaian tujuan terapi sebagai akibat pemberian obat. Dosis standar yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis berdasarkan Drugs For Geriatric tahun 2007. Persentase sub dosis dan dosis berlebih dapat dihitung dari jumlah obat yang mengalami dosis terlalu tinggi atau rendah, dibagi jumlah total penggunaan obat selama periode yang telah ditentukan dikalikan 100%.

a. Dosis Lebih

Pemberian dosis yang melebihi standar pemberian pada pasien dapat menyebabkan over dosis dan membahayakan bagi pasien. Data penggunaan OHO dan kesesuaian dengan standar Drug for Geriatric tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel VI.

(52)

Tabel VI. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Nama

Obat

Dosis Standar*

No. Kasus Dosis Pemakaian Kesesuaian Metformin 500 mg 2x sehari Maksimal 2500 mg 2, 3, 4, 5, 8, 11, 12, 13, 14, 19, 25, 28, 29, 31, 32, 33, 38, 44, 46 500 mg 2 x sehari Sesuai 6, 15, 17, 27, 36, 39, 40, 45 500 mg 3 x sehari Tidak Sesuai (Frekuensi lebih) 850 mg 1 x sehari Maksimal 2500 mg 10, 34, 42 850 mg 2 x sehari ½ tablet Tidak Sesuai (Frekuensi lebih, dosis kurang) 1, 7, 9, 23, 24, 26 850 mg 1 x sehari Sesuai Glibencla mid 1.25-2.5 mg/ hari Maksimal 12 mg 2, 11, 19, 24, 29 2,5 mg 2 x sehari Sesuai 44 2,5 mg 2 x sehari ½ tablet Sesuai 35 2,5 mg 3 x sehari ½ tablet Sesuai 40, 45 2,5 mg 3 x sehari 1 tablet Sesuai 43, 41, 13, 22 5 mg 1 x sehari 1 tablet Sesuai Acarbose 50 mg 3 x sehari 4, 30, 31, 37 50 mg 2 x sehari Tidak Sesuai (Frekuensi kurang) 5, 9, 12, 17, 20, 22, 36, 42 50 mg 3 x sehari Sesuai 7 ,33 50 mg 1 x sehari Tidak Sesuai (Frekuensi kurang) Glikuidon - 6 2 x sehari 30 mg - 10, 21, 34 3 x sehari 15 mg - 15, 16 3 x sehari 50 mg - 8, 18 1 x sehari 50 mg -

Glikazid - 33, 38 3 kali sehari

Pagi 80 mg Siang, sore 40 mg

-

(53)

Total penggunaan obat (perhitungan pada Lampiran 2) adalah 74. Berdasarkan Tabel VI tidak ditemukan adanya dosis lebih pada peresepan OHO di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo. Namun terdapat beberapa obat yang memiliki frekuensi pemberian melebihi frekuensi standar. Dosis lebih mencakup besaran dosis yang berlebih, serta frekuensi obat yang melebihi dosis standar. Persentase Obat yang mengalami frekuensi lebih dapat dilihat pada Tabel VII.

Tabel VII. Persentase obat yang mengalami frekuensi lebih Nama Obat Dosis Standar No kasus Dosis Pemakaian Persentase Metformin 500 mg 2x sehari Maksimal 2500 mg 6, 15, 17, 27, 36, 39, 40, 45 500 mg 3 x sehari 10,81% 850 mg 1 x sehari Maksimal 2500 mg 10, 34, 42 850 mg 2 x sehari ½ tablet 4,05%

Total persentase obat yang mengalami dosis lebih 0% dan frekuensi lebih adalah 14,86%. Pemberian dosis berlebih dapat menimbulkan efek hipoglikemi yang serius. Gejala hipoglikemik antara lain pasien merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang bahkan dapat mengalami kehilangan kesadaran. Penanganan awal untuk pasien hipoglikemik adalah pemberian larutan glukosa (± 400 gram glukosa dalam segelas air). Dosis berlebih dapat disebabkan oleh konsentrasi obat dalam plasma penderita di atas rentang terapi yang dikehendaki.

b. Sub Dosis

Pemberian dosis kurang (sub dosis) menyebabkan ketidakefektifan terapi obat. Hal ini disebabkan oleh dosis yang digunakan terlalu rendah untuk

(54)

menghasilkan respon yang dikehendaki. Frekuensi kurang adalah frekuensi pemberian obat pada pasien kurang dari standar yang telah ditetapkan.

Dari Tabel V diketahui bahwa dari data yang diperoleh tidak ditemukan adanya sub dosis, namun terdapat beberapa obat yang mengalami frekuensi kurang pada peresepan OHO di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo. Persentase obat yang mengalami frekuensi kurang dapat dilihat pada Tabel VIII.

Tabel VIII. Persentase obat yang mengalami dosis kurang dan frekuensi kurang Nama Obat Dosis Standar No kasus Dosis Pemakaian Persentase Acarbose 50 mg 3 x sehari 4, 30, 31, 37 50 mg 2 x sehari 5,40% 7 ,33 50 mg 1 x sehari 2,70% Metformin 850 mg 1 x sehari Maksimal 2500 mg 10, 34, 42 850 mg 2 x sehari ½ tablet 4,05%

Total persentase obat yang mengalami dosis kurang 4,05% dan frekuensi kurang adalah 8,10%.Kejadian DRPs akibat dosis yang tidak adekuat atau efektif merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menambah biaya terapi bagi pasien. Sebaik apapun diagnosis dan penilaian yang dilakukan hal itu tidak akan ada artinya apabila pasien tidak menerima dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Secara garis besar, suatu regimen obat dianggap sesuai dengan indikasinya, tidak mengalami efek samping akibat obat, akan tetapi tidak memperoleh manfaat terapi yang diinginkan

Dalam penelitian ini terdapat beberapa obat yang tidak terdapat pada literatur Drug for Geriatric diantaranya Glikuidon dan Glikazida yang termasuk dalam golongan sulfonilurea. Berdasarkan standar dosis menurut commit to user

(55)

PERKENI 2011 dosis maksimal untuk glikuidon 30 mg dan glikazid 80 mg masing-masing adalah 120 mg dan 320 mg. Berdasarkan Tabel V diketahui bahwa tidak terdapat obat yang melebihi standar dosis maupun dosis kurang. Namun standar dosis PERKENI merupakan standar dosis untuk dewasa, sehingga tidak bisa memenuhi kriteria dosis untuk pasien geriatrik. Untuk persen obat yang tidak diketahui atau persen obat yang tidak dapat diidentifikasi sebesar 13,51%.

C. Keterbatasan Penelitian

Tidak adanya data laboratorium pasien yang mendukung sehingga tidak dapat mengkaji lebih dalam mengenai fungsi organ pasien. Serta adanya data obat yang tidak tercantum dalam standar Drugs for Geriatric tahun 2007 sehingga obat tidak bisa diidentifikasi.

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Persentase Drug Related Problems (DRPs) kategori sub dosis dan dosis lebih pada peresepan obat hipoglikemik oral di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo periode Januari-Maret 2012 dengan standar Drugs for Geriatric tahun 2007, persentase DRPs kategori sub dosis 4,05%, frekuensi kurang 8,10%, dosis lebih 0%, frekuensi lebih 14,86% dan obat yang tidak diketahui sebesar 13,51%.

B. Saran

1. Perlu diadakan penelitian selanjutnya di Instalasi Rawat Jalan RSUD Sukoharjo secara prospektif dengan pasien yang lebih banyak dan cakupan yang lebih luas mengenai Drug Related Problems.

2. Perlu diadakan penelitian selanjutnya di Instalasi Rawat Inap RSUD Sukoharjo secara prospektif maupun retrospektif mengenai Drug Related Problems.

3. Penambahan data laboratorium pasien terkait fungsi organ untuk mendukung besaran dosis jika terjadi penurunan fungsi organ.

4. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan parameter atau literatur lain agar semua obat dapat diidentifikasi.

Gambar

Tabel I .  Penyebab-Penyebab Drug Related Problems (DRPs)………………6  Tabel II.   Kriteria Penegakan Diagnosis DM………………………………….8   Tabel III
Tabel I. Penyebab-Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle et al., 1998).
Tabel II. Kriteria Penegakan Diagnosis DM (Anonim, 2005)
Tabel III. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja  Jenis Sediaan  Insulin  Mula Kerja (jam)  Puncak (jam)  Masa  Kerja  (jam)  Contoh Sediaan  Massa kerja  singkat (short  acting insulin)  0.5  1-4  6-8  Actrapid HM,  Massa kerja  sed
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setak dan Yang et.al memberikan beberapa metode untuk pemilihan supplier, diantaranya AHP ( Analytical Hierarchy Process ), ANP ( Analytic Network Process ),

[r]

Pemerintah telah menerapkan kebijakan mengenai pemanfaatan limbah peternakan dengan menganut sistem zero waste product , yaitu mengurangi atau meminimalisasi

Latar belakang : Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara

Data yang digunakan adalah data sekunder yang di dukung dengan data primer yang di dapat dari observasi langsung di lapangan. Data sekunder meliputi:, peta jaringan sungai,

Tujuan dari Total Productive Maintenance (TPM) dan Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah untuk meminimalisir tingginya nilai six big losses yang menjadi

Kesepuluh prinsip tersebut adalah: (1) Inovatif, yaitu apakah sebuah produk membuka kesempatan baru atau tidak; (2) Kegunaan, yaitu apakah sebuah produk dibeli untuk

&#34;The Language Styles among my co-workers in Advertising Agency of Prima.. Cipta