BAB 2
DASAR TEORI ALIRAN DAYA 2.1 Umum (1,2,3,4)
Sistem tenaga listrik (Electric Power System) terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : sistem pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi tenaga listrik, dan sistem distribusi tenaga listrik .
Komponen dasar yang membentuk suatu sistem tenaga listrik adalah generator, transformator, saluran transmisi dan beban. Untuk keperluan analisis sistem tenaga, diperlukan suatu diagram yang dapat mewakili setiap komponen sistem tenaga listrik tersebut. Diagram yang sering digunakan adalah diagram satu garis dan diagram impedansi atau diagram reaktansi. Gambar 2.1 merupakan diagram satu garis sistem tenaga listrik yang sederhana.
Gambar 2.1 Diagram Satu Garis Sistem Tenaga Listrik 2.2 Studi Aliran Daya (1,2,3,4)
Studi aliran daya di dalam sistem tenaga merupakan studi yang penting. Studi aliran daya mengungkapkan kinerja dan aliran daya (nyata dan reaktif) untuk keadaan tertentu tatkala sistem bekerja saat tunak (steady state). Studi aliran daya juga memberikan informasi mengenai beban saluran transmisi di sistem, tegangan di setiap lokasi untuk evaluasi regulasi kinerja sistem tenaga dan bertujuan untuk menentukan besarnya daya nyata (real power), daya reaktif
(reactive power) di berbagai titik pada sistem daya yang dalam keadaan berlangsung atau diharapkan untuk operasi normal.
Studi aliran daya merupakan studi yang penting dalam perencanaan dan desain perluasan sistem tenaga listrik dan menentukan operasi terbaik pada jaringan yang sudah ada. Studi aliran daya sangat diperlukan dalam perencanaan serta pengembangan sistem di masa-masa yang akan datang. Karena seiring dengan bertambahnya konsumen akan kebutuhan tenaga listrik, maka akan selalu terjadi perubahan beban, perubahan unit-unit pembangkit, dan perubahan saluran transmisi.
2.3 Persamaan Aliran Daya (1)
Persamaan aliran daya secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah, untuk sistem yang memiliki 2 rel. Pada setiap rel memiliki sebuah generator dan beban, walaupun pada kenyatannya tidak semua rel memiliki generator. Penghantar menghubungkan antara rel 1 dengan rel 2. Pada setiap rel memiliki 6 besaran elektris yang terdiri dari : PD, PG, QD, QG, V, dan δ.
1 1 V 1 1 1 G G G P jQ S 1 1 1 D D D P jQ S 2 2 V 2 2 2 G G G P jQ S 2 2 2 D D D P jQ S
Gambar 2.2 Diagram Satu Garis sistem 2 rel
Pada Gambar 2.2 dapat dihasilkan persamaan aliran daya dengan menggunakan diagram impedansi. Pada Gambar 2.3 merupakan diagram impedansi dimana generator sinkron direpresentasikan sebagai sumber yang
memiliki reaktansi dan transmisi model π (phi). Beban diasumsikan memiliki impedansi konstan dan daya konstan pada diagram impedansi.
Gambar 2.3 Diagram impedansi sistem 2 rel Besar daya pada rel 1 dan rel 2 adalah
1 1
1 1
1 1 1 SG SD PG PD jQG QD S (2.1)
2 2
2 2
2 2 2 SG SD PG PD jQG QD S (2.2)Pada Gambar 2.4 merupakan penyederhanaan dari Gambar 2.3 menjadi daya rel (rel daya) untuk masing-masing rel.
1 S 1 ˆ I S S Z y 1 p y 2 ˆ I 1 ˆ V Vˆ2 p y 2 S S jX S R
Gambar 2.4 rel daya dengan transmisi model π untuk sistem 2 rel Besarnya arus yang diinjeksikan pada rel 1 dan rel 2 adalah :
1 1 1 ˆ ˆ ˆ D G I I I (2.3) ˆ ˆ ˆ I I I (2.4)
Semua besaran adalah diasumsikan dalam sistem per-unit, sehingga :
1 * 1 1 1 1 1 * 1 1 1 VˆIˆ P jQ P jQ Vˆ Iˆ S (2.5)
2 * 2 2 2 2 2 * 2 2 2 VˆIˆ P jQ P jQ Vˆ Iˆ S (2.6) 1 ˆ I S S Z y 1 p y 2 ˆ I 1 ˆ V Vˆ2 p y S jX S R " ˆ 1 I ' ˆ 1 I " ˆ 2 I ' ˆ 2 IGambar 2.5 Aliran arus pada rangkaian ekivalen
Aliran arus dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana arus pada rel 1 adalah :
1 1 1 ˆ ˆ ˆ I I I
S p V V y y V Iˆ1 ˆ1 ˆ1 ˆ2
1
2 1 ˆ ˆ ˆ y y V y V I p S S (2.7) 2 12 1 11 1 ˆ ˆ ˆ Y V Y V I (2.8) Dimana :Y11 adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 1 = y P yS (2.9) Y12 adalah admitansi negatif antara rel 1 dengan rel 2 = yS (2.10) Untuk aliran arus pada rel 2 adalah :
2 2 2 ˆ ˆ ˆ I I I
S p V V y y V Iˆ2 ˆ2 ˆ2 ˆ1
1
2 2 ˆ ˆ ˆ y V y y V I S p S (2.11)2 22 1 21 1 ˆ ˆ ˆ Y V Y V I (2.12) Dimana :
Y22 adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 2 = y P yS (2.13)
Y21 adalah admitansi negatif antara rel 2 dengan rel 1 = yS Y12 (2.14)
Dari Persamaan (2.8) dan (2.12) dapat dihasilkan Persamaan dalam bentuk matrik, yaitu : 2 1 22 21 12 11 2 1 ˆ ˆ V V Y Y Y Y I I (2.15)
Notasi matrik dari Persamaan (2.15) adalah ::
bus bus bus Y V
I (2.16)
Persamaan (2.5) hingga (2.16) yang diberikan untuk sistem 2 rel dapat dijadikan sebagai dasar untuk penyelesaian Persamaan aliran daya sistem n-rel.
Gambar 2.6.a menunjukan sistem dengan jumlah n-rel dimana rel 1 terhubung dengan rel lainya. Gambar 2.6.b menunjukan model transmisi untuk sistem n-rel.
1
ˆ
I
1
ˆI
12 p y yp21 12 s y ys21 13 p y yp31 13 s y ys31 1 pn y n p y1 n s y1 ysn1Gambar 2.6.b model transmisi π untuk sistem n-rel Persamaan yang dihasilkan dari Gambar 2.6.b adalah :
S
S
n
Sn n P P P Vy Vy V V y V V y V V y y V Iˆ1 ˆ1 12ˆ1 13... ˆ1 1 ˆ1ˆ2 12 ˆ1 ˆ3 13... ˆ1ˆ 1
yP yP yPn yS yS ySn
Vn yS V yS V ySnVn Iˆ1 12 13... 1 12 13... 1 ˆ 12ˆ2 13ˆ3... 1 ˆ (2.17) n nV Y V Y V Y V Y Iˆ1 11ˆ1 12ˆ2 13ˆ3 ... 1 ˆ (2.18) Dimana : n S S S n P P P y y y y y y Y11 12 13... 1 12 13... 1 (2.19) = jumlah semua admitansi yang dihubungkan dengan rel 1n S n S S Y y Y y y Y12 12; 13 13; 1 1 (2.20)
Persamaan (2.21) dapat disubtitusikan ke Persamaan (2.5) menjadi Persamaan (2.22), yaitu :
n j j ijV Y I 1 1 ˆ ˆ (2.21)
n j j jV Y V I V jQ P 1 1 * 1 1 * 1 1 1 ˆ ˆ ˆ (2.22)
n j j ij i i i jQ V YV P 1 * ˆ ˆ i1,2,...,n (2.23)Persamaan (2.23) merupakan representasi persamaan aliran daya yang
nonlinear. Untuk sistem n-rel, seperti Persamaan (2.15) dapat dihasilkan
Persamaan (2.24), yaitu : n nn n n n n n V V V Y Y Y Y Y Y Y Y Y I I I ˆ : ˆ ˆ ... : ... : : ... ... ˆ : ˆ ˆ 2 1 2 1 2 22 21 1 12 11 2 1 (2.24)
Notasi matrik dari Persamaan (2.24) adalah :
bus bus bus Y V I (2.25) Dimana : nn n n n n bus Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y ... : ... : : ... ... 2 1 2 22 21 1 12 11
matrik rel admitansi (2.26)
2.4 Klasifikasi Rel (4)
Jenis rel pada sistem tenaga, yaitu : 1. Rel Beban
Setiap rel yang tidak memiliki generator disebut dengan Rel beban. Pada rel ini daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) diketahui sehingga sering juga disebut rel PQ. Daya aktif dan reaktif yang dicatu ke dalam sistem tenaga adalah mempunyai nilai positif, sementara daya aktif dan reaktif yang di konsumsi bernilai negatif. Besaran yang dapat dihitung pada rel ini adalah V dan δ (sudut beban).
2. Rel Generator
Rel Generator dapat disebut dengan voltage controlled bus karena tegangan pada
rel ini dibuat selalu konstan atau rel dimana terdapat generator. Pembangkitan daya aktif dapat dikendalikan dengan mengatur penggerak mula (prime mover) dan nilai tegangan dikendalikan dengan mengatur eksitasi generator. Sehingga rel ini sering juga disebut dengan PV rel. Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah Q dan δ (sudut beban).
3. Slack Bus
Slack Bus sering juga disebut dengan swing bus atau rel berayun. Adapun besaran
yang diketahui dari rel ini adalah tegangan (V) dan sudut beban (δ). Suatu sistem tenaga biasanya didesign memiliki rel ini yang dijadikan sebagai referensi yaitu besaran δ = 00. Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah daya aktif dan reaktif.
Secara singkat klasifikasi rel pada sistem tenaga terdapat pada Tabel 2.1 yaitu besaran yang dapat diketahui dan tidak diketahui pada rel tersebut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Rel Pada Sistem Tenaga Jenis rel Besaran yang
diketahui
Besaran yang tidak diketahui Rel beban (atau rel PQ) P, Q V ,
Rel generator atau rel dikontrol tegangan (atau rel PV)
P , V Q,
Rel pedoman atau rel slack atau rel swing
2.5 Metode Aliran Daya
Pada sistem multi-rel, penyelesaian aliran daya dengan metode Persamaan aliran daya. Metode yang digunakan pada umumnya dalam penyelesaian aliran daya, yaitu metode : Newton-Raphson, Gauss-Seidel, dan Fast Decoupled. Tetapi
metode yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah metode Newton-Raphson dan metode Gauss-Seidel.
2.5.1 Metode Newton-Raphson (2,3)
Dalam metode Newton-Raphson secara luas digunakan untuk permasalahan Persamaan non-linear. Penyelesaian Persamaan ini menggunakan permasalahan yang linear dengan solusi pendekatan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk satu Persamaan atau beberapa Persamaan dengan beberapa variabel yang tidak diketahui.
Untuk Persamaan non-linear yang diasumsikan memiliki sebuah variabel seperti Persamaan (2.27).
) (x
f
y (2.27)
Persamaan (2.27) dapat diselesaikan dengan membuat Persamaan menjadi Persamaan (2.28).
0 ) (x
f (2.28)
Menggunakan deret taylor Persamaan (2.28) dapat dijabarkan menjadi Persamaan (2.29).
... ! 2 1 ! 1 1 ) ( 20 0 2 2 0 0 0 x x dx x df x x dx x df x f x f
0 ! 1 0 0 n n n x x dx x df n (2.29)Turunan pertama dari Persamaan (2.29) diabaikan, pendekatan linear menghasilkan Persamaan (2.30)
0 ) ( 0 0 0 x x dx x df x f x f (2.30) Dari :
x dx df x f x x 0 0 0 1 (2.31)Bagaimana pun, untuk mengatasi kesalahan notasi, maka Persamaan (2.31) dapat diulang seperti Persamaan (2.32).
x dx df x f x x (0) ) 0 ( ) 0 ( ) 1 ( (2.32)Dimana : x(0) = Pendekatan perkiraan X(1) = pendekatan pertama
Oleh karena itu, rumus dapat dikembangkan sampai iterasi terakhir (k+1), menjadi Persamaan (2.33).
x
dx df x f x x k k k k ) ( ) ( ) ( ) 1 ( (2.33)
( ) ) ( ) ( ) 1 ( ' k k k k x f x f x x (2.34) Jadi,
( ) ) ( ' k k x f x f x (2.35) ) ( ) 1 (k k x x x (2.36)Metode Newton-Raphson secara grafik dapat dilihat pada Gambar 2.8 ilustrasi metode Newton-Raphson.
Gambar 2.8 Ilustrasi metode Newton-Raphson
Pada Gambar 2.8 dapat dilihat kurva garis melengkung diasumsikan grafik Persamaan y F( x). Nilai x0 pada garis x merupakan nilai perkiraan awal kemudian dilakukan dengan nilai perkiraan kedua hingga perkiraan ketiga.
2.5.1.1 Metode Newton-Raphson dengan koordinat polar
Besaran-besaran listrik yang digunakan untuk koordinat polar, pada umumnya seperti Persamaan (2.37)
i i i V
V ; Vj Vjj ; dan Yij Yijij (2.37) Persamaan arus (2.21) pada Persamaan sebelumnya dapat diubah kedalam Persamaan polar (2.38).
n j j ij i Y V I 1 j ij n j j ij i Y V I
1 (2.38)Persamaan (2.38) dapat disubtitusikan kedalam Persamaan daya (2.22) pada Persamaan sebelumnya menjadi Persamaan (2.39).
i i i i jQ V I P * i i i V V* V = conjugate dari i* Vi
j ij n j j ij i i i i jQ V Y V P
1 j i ij n j j ij i i i jQ V Y V P
1 (2.39) Dimana :
j i ij j i ij j j Cos e ij i j sin (2.40)Persamaan (2.39) dan (2.40) dapat diketahui Persamaan daya aktif (2.41) dan Persamaan daya reaktif (2.42).
( ) ( )
1 ) ( ) ( ) ( cos ij ik jk n j k j ij k i k i V Y V P
(2.41)
( ) ( )
1 ) ( ) ( ) ( sin ij ik jk n j k j ij k i k i V Y V Q
(2.42)Persamaan (2.41) dan (2.42) merupakan langkah awal perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya menggunakan proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama (1) nilai k = 0, merupakan nilai perkiraan awal (initial estimate) yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya.
Hasil perhitungan aliran daya menggunakan Persamaan (2.41) dan (2.42) dengan nilai ( k)
i
P dan (k)
i
Q . Hasil nilai ini digunakan untuk menghitung nilai
) (k i P dan ( k) i Q .
Menghitung nilai Pi( k) dan Qi(k) menggunakan Persamaan (2.43) dan (2.44). k calc i spec i k i p P P , , (2.43) k calc i spec i k i Q Q Q , , (2.44)
Hasil perhitungan Pi( k) dan
) (k
i
Q
digunakan untuk matrik Jacobian pada Persamaan (2.45). ) ( ) ( ) ( 2 ) ( 2 ) ( 2 ) ( ) ( 2 ) ( ) ( 2 2 ) ( 2 ) ( 2 2 ) ( 2 ) ( 2 ) ( ) ( 2 ) ( ) ( 2 2 ) ( 2 ) ( 2 2 ) ( 2 ) ( ) ( 2 ) ( ) ( 2 : : ... ... : : : : : : ... ... ... ... : : : : : : ... ... : : k n k n k k n k n k n n k n k n n k k n k k n k n k n n k n k n n k k n k k k n k k n k V V V Q V Q Q Q V Q V Q Q Q V P V P P P V P V P P P Q Q P P (2.45)
Persamaan (2.45) dapat dilihat bahwa perubahan daya berhubungan dengan perubahan besar tegangan dan sudut phasa.
Secara umum Persamaan (2.45) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (2.46). ) ( ) ( 4 3 2 1 ) ( ) ( k k k k V J J J J Q P (2.46)
Besaran elemen matriks Jacobian Persamaan (2.46) adalah : J1
i j k j k i ij ij k j k i k i i V V Y P ( ) ( ) ( ) ( ) ) ( sin (2.47)
( ) ( )
) ( ) ( ) ( sin jk k i ij ij k j k i k j i Y V V P i j (2.48) J2
( ) ( )
) ( ) ( ) ( cos cos 2 ij ik jk i j ij k j ii ii k i k i i V Y V Y V P
(2.49)
( ) ( )
) ( ) ( cos k j k i ij ij k i k j i V Y V P j i (2.50) J3
i j k j k i ij ij k j k i k i i Y V V Q ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) cos (2.51)
( ) ( )
) ( ) ( ) ( cos ij ik jk ij k j k i k j i V V Y Q i j (2.52) J4
i j k j k i ij ij k j ii ii k i k i i V Y V Y V Q ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) sin sin 2 (2.53)
( ) ( )
) ( ) ( sin k j k i ij ij k i k j i V Y V Q j i (2.54)Setelah nilai matrik Jacobian dimasukan kedalam Persamaan (2.46) maka nilai (k) i dan ( k) i V
dapat dicari dengan menginverskan matrik Jacobian seperti Persamaan (2.55). ) ( ) ( 1 4 3 2 1 ) ( ) ( k k k k Q P J J J J V (2.55)
Setelah nilai i(k) dan V i( k) diketahui nilainya maka nilai i( k 1) dan
) 1 (
k
i
V dapat dicari dengan menggunakan nilai i(k) dan V ( ki )ke dalam Persamaan (2.56) dan (2.57). k i k i k i 1 (2.56) k i k i k i V V V 1 (2.57)
Nilai i( k 1) dan V ( ik 1) hasil perhitungan dari Persamaan (2.56) dan (2.57) merupakan perhitungan pada iterasi pertama. Nilai ini digunakan kembali untuk perhitungan iterasi ke-2 dengan cara memasukan nilai ini ke dalam Persamaan (2.41) dan (2.42) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya.
Perhitungan aliran daya pada iterasi ke-2 mempunyai nilai k = 1. Iterasi perhitungan aliran daya dapat dilakukan sampai iterasi ke-n. Perhitungan selesai apabila nilai ( k) i P dan (k) i Q mencapai nilai 2,5.10-4.
Perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson 1. Membentuk matrik admitansi Yrel sistem
2. Menentukan nilai awal V(0), δ(0), Pspec, Qspec
3. Menghitung daya aktif dan daya reaktif berdasarkan Persamaan (2.41) dan (2.42) 4. Menghitung nilai (k) i P dan ( k) i Q
beradasarkan Persamaan (2.43) dan (2.44)
5. Membuat matrik Jacobian berdasarkan Persamaan (2.46) sampai Persamaan (2.54)
6. Menghitung nilai ( k 1)
dan V( k 1) berdasarkan Persamaan (2.56) dan (2.57)
7. Hasil nilai ( k 1)
dan V( k 1) dimasukan kedalam Persamaan (2.41) dan
(2.42) untuk mencari nilai dan P Q. Perhitungan akan konvergensi jika nilai P dan Q≤ 10-4.
8. Jika sudah konvergensi maka perhitungan selesai, jika belum konvergensi maka perhitungan dilanjutkan untuk iterasi berikutnya.
2.5.2 Metode Gauss-Seidel (1)
Persamaan aliran daya (2.23) yang telah dituliskan sebelumnya, yaitu :
n j j ij i i i jQ V YV P 1 * ˆ ˆ i1,2,...,n
n i j j j ij i i ii i i i jQ V YV V YV P , 1 * * ˆ ˆ ˆ ˆ (2.58)
n i j j j ij i i i i ii iY V P jQ V Y V V , 1 * * ˆ ˆ ˆ ˆ (2.59)
n i j j j ij i i i i ii Y V V jQ P V Y , 1 * ˆ ˆ ˆ (2.60)Sehingga Persamaan (2.60) menjadi :
ii n i j j j ij i i i i Y V Y V jQ P V
1, * ˆ ˆ ˆ (2.61)
n i j j j ij i i i ii i Y V V jQ P Y V , 1 * ˆ ˆ 1 ˆ (2.62)Dari Persamaan (2.58) juga didapatkan :
n i j j j ij i i ii i i V YV V Y V P , 1 * * ˆ ˆ ˆ ˆ Re (2.63)
n i j j j ij i i ii i i ag V YV V YV Q , 1 * * ˆ ˆ ˆ ˆ Im (2.64)Langkah-langkah perhitungan algoritma dengan menggunakan metode
Gauss-Seidel adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan matrik admitansi bus (Ybus) dalam per unit.
2. Menentukan bus referensi (slack bus) untuk besaran tegangan dan sudut phasa yang tidak diketahui, yaitu :
V 1.0, 03.a Untuk bus beban (load bus), tentukan Vˆi dari Persamaan (2.62)
n i j j k j ij k i i i ii k i Y V V jQ P Y V , 1 ) *( ) 1 ( ˆ ˆ 1 ˆdimana k = jumlah iterasi
Untuk bus generator (voltage controlled), menentukan Vˆi dengan menggunakan Persamaan (2.64) dan (2.62) secara bersama. Sehingga besar daya reaktif yang diketahui terlebih dahulu, yaitu :
n i j j k j ij ii k i k i k i ag V V Y YV Q , 1 ) ( ) ( ) ( * ) 1 ( ˆ ˆ ˆ ImKemudian setelah itu, hitung Vˆi dengan :
n i j j k j ij k i i i ii k i Y V V jQ P Y V , 1 ) *( ) 1 ( ˆ ˆ 1 ˆBagaimanapun, Vˆi telah ditetapkan untuk bus generator. Sehingga,
) 1 ( , , ) 1 ( ˆ ispec ikcalc k i V V .
3.b Untuk konvergensi yang cepat, menggunakan faktor akselerasi untuk bus beban ) ( , ) ( ) ( , ) 1 ( , ( ˆ k acc i k i k acc i k acc i V V V V (2.65)
dimana α = faktor akselarasi (biasanya = 1,6) 4. Konvergensi besaran nilai
ˆ( 1)
Re
ˆ( ) Re ik
k
i V
Hal ini adalah perbedaan nilai absolut bagian nyata tegangan dengan hasil iterasi yang berturut-turut harus lebih kecil dari nilai toleransi ε. Biasanya ≤ 10-4, dan juga :
ˆ( 1)
Im
ˆ( ) Im ik k i V V (2.67)Hal ini adalah nilai absolut bagian imaginer tegangan yang dihasilkan iterasi secara berturut seharusnya lebih kecil dari nilai toleransi ε.
Apabila perbedaannya lebih besar dari toleransi maka kembali ke langkah 3, dan apabila perbedaan lebih kecil dari toleransinya maka hasil solusinya sudah konvergensi dan lanjutkan langkah 6.
5. Menentukan daya PG dan QG dari Persamaan (2.23)
6. Menentukan aliran arus pada jaringan.
i
Vˆ Vˆj
s Iˆ
ij
Iˆ Iˆpi Iˆpj Iˆji
pi
y ypj
Gambar 2.7 Ilustrasi aliran pada line dengan sistem 2 bus
Perhitungan besaran arus pada jaringan (line) merupakan langkah terakhir dari perhitungan aliran daya setelah diketahui hasil perhitungan tegangan pada masing-masing bus. Ilustrasi perhitungan arus jaringan dapat dilihat dari gambar 2.7 yang merupakan sistem dengan 2 bus. Arus jaringan, Iˆij, pada bus i didefinisikan sebagai positif karena mengalir dari i menuju j.
i j
s i pi pis
ij I I V V y Vy
Sehingga besaran daya Sij dan Sji bernilai positif pada bus i dan j secara berturut-turut.
* *
* 2 * * ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ pi i s j i i ij i ij ij ij P Q VI V V V y V y S (2.69)
* *
* 2 * * ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ pj j s i j j ji j ji ji ji P Q V I V V V y V y S (2.70)Rugi-rugi daya pada jaringan (i-j) adalah penjumlahan daya yang telah dihitung pada Persamaan (2.69) dan (2.70) yang kemudian dijumlahkan ke dalam Persamaan (2.71).
ji ij Lij S S