• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi,"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA

2.2 Konsep

Konsep gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

2.2.1 Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Suatu peristiwa tindak tutur peran penutur dan pendengar dapat berganti-ganti. Pihak yang tadinya menjadi pendengar sesudah mendengar dan memahami ujaran yang diucapkan oleh penutur akan segera bereaksi melakukan tindak tutur, sebagai pembicara atau penutur. Sebaliknya yang tadinya berperan sebagai pembicara atau penutur berubah menjadi pendengar.

Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L. Austin. Dia menyebutkan ada tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi (Inggris: lociotionary act); (2) tindak tutur ilokusi (Inggris: illocutionary act); (3) tindak tutur perlokusi (Inggris: perlocutionary act).

(2)

kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau lambang kata, atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the performance of speech act). Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual.

Tindak tutur dapat berupa pernyataan, pertanyaan dan perintah (Suwito, 1983:33). Tindak tutur cendrung sebagai gejala individu yang bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi peristiwa tertentu. Peristiwa tutur lebih menitikberatkan pada tujuan peristiwanya (eventnya), sedangkan tindak tutur lebih melibatkan arti tindakan (act) dalam suatau proses. Tindak tutur merupakan gejala berbahasa pada suatu proses, yakni proses komunikasi.

2.2.2 Pekawinan Batak Karo

Perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang diikat dalam tali pernikahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456), perkawinan adalah hal yang berurusan dengan kawin ( membentuk keluarga dengan lawan jenis).

Suku Batak Karo sebagaimana halnya dengan suku lain mempunyai tata cara perkawinan yang khas. Perkawinan pada masyarakat Karo bersifat religius dengan menganut sistem eksogami, yakni seseorang harus kawin dengan orang dari luar marganya, dengan kekecualian pada marga sembiring dan perangin-angin.

(3)

Sifat religius dari perkawinan pada masyarakat karo terlihat dengan adanya perkawinan, maka tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang menikahi dan yang dinikahi saja, tetapi juga mengikat keseluruhan keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka. Dengan demikian, perkawinan adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, termasuk keseluruhan keluarga dan arwah para leluhurnnya.

Pada perkawinan yang sesuai dengan adat (arah adat) dahulu biasanya peranan orang tua yang dominan. Artinya bahwa pihak orang tualah yang mengusahakan agar perkawinan itu dapat berlangsung, mulai dari perkenalan calon mepelai (petandaken), meminang (maba belo selambar), nganting manuk dan pesta adat (kerja adat).

Dalam menyelenggarakan perkawinan menurut Adat Karo dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan yang sudah baku berdasarkan kebiasaan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah adalah sebagai berikut:

2.2.2.1. Nangkih

Nangkih adalah tahapan perkawinan bagi suku Karo. Dalam konteks dahulu kala, nangkih adalah tahapan kawin lari, karena calon mempelai laki-laki tidak meminang impal (putri paman) atau tidak meminang putri kalimbubu. Dalam proses nangkih terdapat tahapan sebagai berikut:

a. Ngendesken

Proses dalam nangkih ini adalah calon mempelai laki-laki membawa calon mempelai perempuan ke rumah anak beru guna ngendesken (menyerahkan). Dalam konteks adat Karo, ngendesken berarti calon mempelai laki-laki

(4)

menyerahkan segala masalah yang sedang dihadapinya, yakni membawa anak gadis orang lain tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dalam proses nangkih ini, biasanya terjadi kekalutan khususnya bagi orang tua calon mempelai wanita, karena kepergian putrinya dengan calon kela (menantu laki-laki) tidak diketahuinya.

b. Nehken Kata

Nehken kata dapat diartikan menyampaikan informasi tentang keberadaan calon mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, dan solusi bahwa putrinya yang sebentar lagi dilamar oleh keluarga calon mempelai laki-laki.

2.2.2.2. Ngembah Belo Selambar

Secara harfiah, ngembah belo selambar artinya membawa sirih selembar, memiliki makna atau simbol bahwa, sirih, kapur, tembakau dan pinang di dalamnya. Tembakau adalah interaksi antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam konteks ini sekapur sirih dan rokok adalah simbol penghormatan dari pihak tamu kepada tuan rumah atau penyampaian rasa hormat dari pihak keluarga calon pengantin laki-laki kepada keluarga calon pengantin perempuan. Tahap ngembah belo selambar ini adalah tahapan pertama dalam sistem perkawinan suku Karo. Ngembah belo selambar ini adalah makna esensialnya, menanyakan keikhlasan para calon pengantin, orang tua calon pengantin, sirembah kulau (bibi calon pengantin perempuan) dan singalo ulu emas (paman calon pengantin laki-laki). Setelah keikhlasan pihak tercapai, maka pembicaraan runggu (musyawarah) dilanjutkan kepada hal-hal yang bersifat adat dan seremonial, yaitu:

(5)

- Penentuan pelaksanaan nganting manuk

- Membicarakan Gantang Tumba/ batang unjuken yang akan dibayar kepada: 1. Singalo bere-bere 2. Singalo perkempun 3. Singalo perbibin 4. Perkembaren 5. Sirembah kulau

- Menentukan Gantang Tumba (besar kecilnya) batang unjuken (uang mahar bagi pihak keluarga perempuan).

2.2.2.3 Nganting Manuk

Secara harfiah, nganting manuk diartikan “menenteng ayam”. Tahap nganting manuk menanyakan tentang kesenangen ate (keikhlasan) pihak kalimbubu tapi sifatnya hanya bunga-bunga ranan (basa-basi) karena sudah dibicarakan sebelumnya pada tahap ngembah belo selambar. Pada umumnya pembicaraan pada nganting manuk ini tetap sama dengan apa yang dibicarakan pada ngembah belo selambar.

2.2.2.4 Mata Kerja (Hari-H Pesta Perkawinan)

Mata kerja atau hari-H pesta perkawinan yang telah dimusyawarahkan ketika tahap mbaba belo selambar dan tahap nganting manuk, merupakan inti acara proses perkawinan adat Karo. Dikatakan inti, karena dalam penyelenggaraan pesta inilah dilaksanakan pembayaran hutang adat yang harus disampaikan oleh

(6)

pihak orang tua laki-laki dan orang tua perempuan. Orang tua laki-laki membayarkan hutang adat kepada singalo ulu emas, sedangkan orang tua calon mempelai perempuan membayar hutang adat kepada singalo bebere. Pelaksanaan pesta perkawinan ini diselenggarakan di tempat tinggal perempuan.

2.2.3 Masyarakat Batak Karo

Etnik Batak Karo terdapat di seluruh Indonesia yang pusat administratifnya di Kabanjahe yang disebut Kabupaten Karo. Kabupaten Karo memiliki ketinggian 140 sampai 1400 meter dari permukaan laut. Iklimnya berkisar antara 16º sampai 27º Celsius, serta mempunyai curah hujan 1000 mm sampai 1400 per tahun. Ibu Kota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe, yang berjarak 76 kilometer dari Kota Medan (Pemerintahan Kabupaten Karo 1997).

Masyarakat Batak Karo mempunyai sistem kekerabatan, yaitu merga silima, rakut sitelu. Sistem kekerabatan merga silima ini adalah pengelompokan masyarakat kedalam lima merga (klen) besar, yaitu: (1) Ginting, (2) Sembiring, (3)Karo-karo, (4) Tarigan, dan (5) Perangin-angin. Setiap merga ini terbagi lagi ke dalam merga-merga kecil.

Istilah merga berasal dari kata meherga, yang artinya adalah mahal dan berharga. Istilah ini melekat pada laki-laki yang berstatus penerus keturunan dan mewarisi nama merga. Bagi perempuan istilah yang dipergunakan adalah beru, yang berasal dari kata mberu yang artinya cantik.

Sistem kekerabatan masyarakat Karo rakut sitelu, yaitu pengelompokan struktur sosial: (1) kalimbubu (pihak pemberi istri), (2) senina (orang satu marga), (3) anak beru (pihak penerima istri)

(7)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu semiotika. Semiotika mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, serta perefrensian dan pemakaiannya dalam wahana kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungaan pemakaian bahasa dengan pemakai/penutur (Pangaribuan, 1990:33). Menurut Kridalaksana (1982:137), pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya penakaian bahasa dalam komunikasi.

Purwo (1990:16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks sedangkan memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi.

Levinson 1980:1 (dalam Tarigan, 1990:33) menyatakan pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain, telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

Pragmatik erat sekali hubunganya dengan tindak ujar (tindak tutur) atau speech act, karena tindak tutur merupakan kajian pragmatik.

(8)

2.2.2 Teori Tindak tutur 2.2.2.1 Austin

Menurut Austin (dalam Siregar, 1966:16) mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu. Bahasa dapat dipakai untuk membuat kejadian. Ini karena kebanyakan ucapan mempunyai daya ilokusi.

Austin (dalam Chaer 1995:69-70) membedakan tiga tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi (Inggris: locutionary act); (2) tindak tutur ilokusi (Inggris: illocutionary act); (3) tindak tutur perlokusi (Inggris: perlucotionary act).

a. Lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

b. Ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan dan menjanjikan. c. Perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang

lain sehubung dengan sikap dan prilaku non linguistik dari orang lain itu.

2.2.2.2 Searle

Searle, kemudian mengembangkan tindak tutur berdasarkan kategorinya menjadi lima, yaitu tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92-94).

(9)

b. Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kusus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian.

c. Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebenciaan, kesenangan, atau kesengsaraan.

d. Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif.

e. Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan pada masa yang akan datang. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, dan ikrar.

Jika Austin melihat tindak tutur dalam pembicaraan, maka Searle (dalamYule, 2006) berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami pendengar.

Pada penelitian Tidak Tutur dalam Adat Perkawinaan Batak Karo ini yang akan dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Austin dan teori Searle.

(10)

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk ditinjau dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah:

Hasibuan (2005) mengkaji perangkat tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa dalam Bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis tindak tutur versi Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Juga dibahas mengenai kesantunan bahasa dan tidak tutur, ia menyebutkan ada dua aspek dalam kesantunan, yaitu aspek positif dan aspek negative dan menyimpulkan dalam masyarakat Mandailingprinsip kesantunan diperoleh melalui pembelajaran agama dan norma adat setempat, baik formal dan informal.

Saragih (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Peristiwa Tutur pada Seminar Internasional Tradisi Lisan Indonesia-Malaysia”, menganalisis peristiwa tutur dan menympulkannya dengan membagi peristiwa tutur ke dalam delapan komponen, yaitu setting (menunjuk kepada unsur-unsur material yang ada disekitar peristiwa interaksi tempat dan waktu terjadinya sebuah tuturan), participants ( pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan), act sequences (mengacu pada bentukujaran atau pada pokok tuturan), key ( mengacu pada nada dan semangat dimana suatu pesan dengan berbagai cara), instrumentalities norm of interaction (mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi), genres (jenis bentuk penyampaian).

Nainggolan (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Verba Tindak Tutur dalam Bahasa Simalungun” menyimpulkan bahwa Verba Tindak Tutur dalam Bahasa Simalungun diklasifikasikan berdasarkan tipe polisimi. Tipe polisemi itu meliputi: (1) tipe mengatakan/terjadi, (2) tipe mengatakan/melakukan, (3) tipe

(11)

mengatakan/mengetahui, tipe mengatakan/memikirkan, (4) tipe mengatakan /merasakan, (5) tipe mengatakan/mengatakan.

Siagian (2007) dalam skripsinya yang berjudul “ Strategi Percakapan Bahasa Batak Toba dalam Acara Jou-jou Tano Batak ”. ia menganalisis percakapan baik lisan maupun tulisan dengan hanya membahas bagaimana pengolahan data suatu percakapan agar tercapai tujuannya.

Maharani (2007) dalam skripsinya “Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix” menganalisis tentang percakapan yang terdapat dalam komik Asterix dari segi tindak tutur percakapannya yang terbagi atas tiga jenis tindak tutur yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Maharani menyimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan tindak lokusi karena ini mengacu pada makna denotasinya, sedangkan tindak ilokusi dan perlokusi tidak semua tuturan memiliki kedua tindak tersebut. Di samping tindak lokusi, maka tindak yang paling dominan yang terdapat dalam percakapan komik Asterix adalah tindak ilokusi yang berbentuk memberitahukan/ menginformasikan sesuatu.

Hutapea (2010), dalam sekripsinya yang berjudul “Tuturan dalam Upacara Adat Perkawinan Batak Toba” menyimpulkan, bahwa dalam upacara adat perkawinan Batak Toba hanya ada empat jenis tindak tutur seperti yang dikemukakan Searle, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, dan tindak tutut ekspresif. Hutapea menyimpulkan bahwa dalam penelitiannya jenis tindak tutur yang paling dominan adalah jenis tindak tutur direktif dan jenis tindak tutur yang tidak ditemukan adalah tindak tutur deklaratif.

(12)

Pada penelitian ini, peneliti akan menghubungkan penelitiannya dengan skipsi Maharani (2007) yang berjudul “ Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix” dan skripsi Vera Nurcahaya Hutapea yang berjudul “ Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba”, yang menganalisis datanya berdasarkan teori tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin dan Searle.

Referensi

Dokumen terkait

Yang bukan termasuk perilaku demokrasi yang perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut .... Memaksakan pendapat dalam

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana

baru yaitu Datum Geodesi Nasional (DGN-95). Datum ini ditentukan dengan pengamatan GPS dan menggunakan ellipsoid referensi WGS-84. Berkaitan dengan batas maritim, Datum

Analisis Kandungan Protein Terlarut Daun Kedelai Edamame (Glycine max (L.) Merr) Hasil fermentasi Oleh Aspergillus niger.. Noni Anwar

• Jangan biarkan kabel jaringan listrik bersentuhan atau mendekati pintu peralatan atau ditempatkan di rongga bawah peralatan, terutama saat beroperasi atau pintu peralatan

– Cantumkan semua attribute dari relationship R sebagai attribute biasa dalam skema relasi – Primary key dari S biasanya berupa kombinasi dari semua FK yang terbentuk di atas.

Kontras lainnya adalah bahwa penganut teori struktural fungsional melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh nilai-nilai, norma-norma, dan moralitas