• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap keluarga ingin menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap keluarga ingin menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, setiap keluarga ingin membangun keluarga bahagia dan penuh rasa saling mencintai secara lahir ataupun ataupun batin. Dengan kata lain bahwa setiap keluarga ingin menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Akan tetapi, tidak semua keluarga dapat berjalan mulus dalam mengarungi kehidupannya karena adanya rasa ketidaknyamanan, tertekan, atau kesedihan dan perasaan saling takut dan benci diantara sesamanya. Hal ini diindikasikan dengan masih dijumpainya sejumlah rumah tangga yang bermasalah. Bahkan terjadi ragam persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).1

Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran dalam rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.2

Ada pula yang berpendapat bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk kekerasan yang terjadi di dalam lingkup rumah tangga yang di dalamnya terdapat hubungan antara pelaku dan korban dalam ikatan rumah tangga atau perkawinan dan tidak dalam hubungan pekerjaan.

1 Dr. Adon Nasrullah Jamaludin. 2016. Dasar-dasar Patologi Sosial. CV Pustaka Setia. Bandung.

hlm. 177

(2)

Yang termasuk cakupan rumah tangga yaitu :3

1. Suami, istri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)

2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan (misalnya mertua, menantu, ipar, dan besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga.

3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan. Ada banyak kemungkinan yang menjadi penyebabnya, yaitu: pelaku kekerasan dalam rumah tangga benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah dilakukan adalah merupakan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Atau bisa jadi pula pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan kekerasan dalam rumah tangga, hanya saja pelaku mengabaikannya karna berlindung dibawah norma-norma tertentu yang telah ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu pelaku menganggap perbuatan kekerasan dalam rumah tangga sebagai hal yang wajar. Kekerasan tidak hanya muncul karena adanya kekuatan, tapi juga karena adanya kekuasaan.4

Bentuk dari kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut ;

1. Semua bentuk kekerasan dalam keluarga menyangkut penyalahgunaan kekuatan.

3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 4 Aroma Elmina Martha. 2003. Perempuan Kekerasan dan Hukum. UII Press. Yogyakarta. hlm. 20

(3)

2. Adanya tingkatan kekerasan, dari yang ringan sampai sangat berat maupun fatal.

3. Kekerasan dilakukan berkali-kali. Jika kendali untuk melakukan perbuatan kekerasan melemah atau menghilang, kekerasan akan terus berlangsung dan bertambah berat. Sasarannya pun bertambah meluas.

4. Kekerasan dalam keluarga umumnya berlangsung dalam konteks penyalahgunaan dan eksploitasi psikologi. Penghinaan verbal berupa ejekan atau sumpah serapah kerap mengawali terjadinya kekerasan fisik.

5. Kekerasan dalam keluarga mempunyai dampak negatif terhadap seluruh anggota keluarga atau rumah tangga, baik yang terlibat kekerasan maupun tidak. Setiap orang dalam keluarga ini merasa tidak tentram. Masalah ini merupakan unsur yang sangat merusak kehidupan keluarga. Beberapa diantara konsekuensi dari masalah ini adalah rasa takut, saling tidak percaya, kesenjangan emosional dan fisik, hambatan komunikasi dan ketidak sepakatan.

Berdasarkan penjelasan tersebut satu hal yang dapat di garisbawahi adalah kekerasan dalam keluarga terjadi karena penyalahgunaan kekuatan oleh yang kuat terhadap yang lemah.5

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat manusia serta bentuk diskriminasi yang harus di hapus. Korban kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah perempuan yang harus mendapatkan perlindungan dari negara

(4)

dan masyarakat agar terhindar dari kekerasan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bukan hal yang baru. Namun selama ini banyak istri yang tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya, bahkan cenderung menutup-nutupi masalah ini, karena takut akan cemoohan dari masyarakat maupun keluarga sendiri. Perempuan terpaksa bersikap mendiamkan perbuatan tersebut karena adanya budaya yang sudah melekat berabad-abad bahwa istri harus patuh, mengabdi dan tunduk pada suami.6

Perempuan merupakan salah satu individu yang mengemban misi ganda dalam kehidupan bermasyarakat. Misi pertama perempuan adalah pelanjut keturunan yang tidak dapat diganti oleh kaum laki-laki. Misi kedua perempuan adalah sebagai seorang ibu yang merupakan salah satu alasan mendasar mengapa perempuan perlu mendapat perhatian.

tian yang khusus untuk dilindungi dan di hormati hak-haknya. Itulah sebabnya semua perbuatan yang terkait dengan kejahatan terhadap perempuan termasuk dalam tindak pidana kekerasan dan mendapat perhatian dalam hukum pidana.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan perwujudan ketimpangan historis dari hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang telah mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap kaum perempuan oleh kaum laki-laki dan hambatan bagi kemajuan terhadap mereka.7

6 Fathul Jannah, Kekerasan Terhadap Istri, (Yogyakarta: LKIS-CIDAICIHEF Jakarta, 2003), hlm.

15.

(5)

Pada umumnya, tindak kekerasan fisik selalu didahului dengan tindak kekerasan verbal. Misalnya saling mencaci, mengumpat, mengungkit-ungkit masa lalu atau mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan salah satu pihak.8

Dampak kekerasan yang dialami oleh istri dapat menimbulkan akibat secara kejiwaan, seperti kecemasan, murung, stres, minder, kehilangan kepercayaan terhadap suami, menyalahkan diri sendiri dan sebagainya. Akibat secara fisik seperti memar, patah tulang, cacat fisik, gangguan menstruasi, kerussakan rahim, keguguran, terjangkit penyakit menular, bahkan kematian.

Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 pasal 10 menyebutkan bahwa korban KDRT berhak mendapatkan 5 hal, yaitu :

1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan pengadilan.

2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.

3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.

4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pelayanan bimbingan rohani.

Pentingnya korban mendapat pemulihan sebagai upaya penyeimbang kondisi korban yang mengalami gangguan, dikemukakan oleh Muladi, bahwa korban kejahatan perlu dilindungi karena9 :

8Moerti Hadiati Soeroso. 2010. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif

(6)

a. Masyarakat dianggap sebagai suatu wujud sistem kepercayaan yang melembaga (system of institutionalized trust). Kepervayaan ini terpadu melalui norma-norma yang diekspresikan dalam struktur kelembagaan, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya. Terjadinya kejahatan atas diri korban akan bermakna penghancuran sistem kepercayaan tersebut, sehingga pengaturan hukum pidana dan hukum lain yang menyangkut korban sebagai sarana pengendalian sistem kepercayaan tadi. b. Adanya argumen kontrak sosial dan solidaritas sosial karena negara boleh

dikatakan memonopoli seluruh reaksi sosial terhadap kejahatan dan melarang tindakan-tindakan yang bersifat pribadi. Karena itu jika terdapat korban kejahatan, maka negara harus memperhatikan kebutuhan korban dengan cara peningkatan pelayanan dan pengaturan hak.

c. Perlindungan korban yang biasanya dikaitkan dengan salah satu tujuan pemidanaan, yaitu penyelesaian konflik. Dengan penyelesaian konflik yang ditimbulkan oleh adanya tindak pidana akan memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kurang mendapatkan perhatian undang-undang, baik hukum pidana materil maupun hukum pidana formil dibandingkan dengan perlindungan hukum terhadap tersangka dan terdakwa. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

1) Faktor undang-undang 2) Kesadaran hukum korban

9Titon Slamet Kurnia. 2005. Reparasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM di Indonesia. Citra

(7)

3) Fasilitas pendukung 4) Sumber daya manusia

Perlindungan hukum terhadap korban Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) masih menimbulkan masalah terutama mengenai ketentuan dalam hukum pidana yang mensyaratkan suatu Tindak Pidana hanya dapat dilakukan penuntutan karena adanya pengaduan. Masalah pengaduan merupakan suatu hal yang sangat sulit dilakukan oleh korban karena dengan melaporkan tindakan kekerasan yang terjadi terhadap dirinya akan menimbulkan perasaan malu jika aib dalam keluarganya diketahui oleh masyarakat.

Di sisi lain aparat penegak hukum tidak dapat memproses kasus tindak pidana kekerasan jika tidak ada pengaduan dari pihak korban. Penegak hukum pidana dalam hal ini perlindungan korban belum bisa dilakukan secara optimal terutama dalam pemberian sanksi terhadap pelaku. Perlindungan terhadap korban membutuhkan suatu pengkajian yang lebih mendalam mengenai faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap korban perempuan, upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat serta kendala apa saja yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana kekerasan terhadap perempuan.

Penegakan hukum merupakan hal yang sangat esensial pada suatu Negara hukum yang mengutamakan berlakunya hukum Negara berdasarkan

(8)

Undang-Undang (state law) guna dapat mewujudkan tujuan hukum, yaitu keadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.10

Di Indonesia khususnya di Kota Salatiga banyak terjadi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), salah satunya kasus dalam perkara Nomor 17/Pid.Sus/2020/PN.Slt. Dalam perkara ini, seorang suami telah melakukan penganiayaan terhadap istrinya yang sedang mengandung 7 bulan. Akibatnya sang istri mengalami beberapa luka dan trauma di tubuhnya. Dalam perkara ini Jaksa menuntut terdakwa yang melanggar pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan penjara.

Sedangkan Hakim dalam perkara nomor 17/Pid.Sus/2020/PN.Slt menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan Kekerasan Fisik dalam Lingkup Rumah Tangga yang Tidak Menimbulkan Penyakit atau Halangan untuk Menjalakan Kegiatan Sehari-hari” dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 20 (dua puluh) hari.

Bahwa dalam praktik mengadili menurut hukum, ada 3 kemungkinan peran Hakim dalam menerapkan hukum yang akan digunakan dalam memutus suatu perkara, yaitu :

1. Hakim sekedar menjadi mulut Undang-Undang

Meskipun ajaran “Hakim sebagai mulut Undang-Undang” telah ditinggalkan, tetapi masih ada kemungkinan putusan Hakim yang sekedar

10Teguh Sulistia, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, Cetakan Ke-2, Raja Grafindo

(9)

melekatkan ketentuan Undang-Undang dalam suatu peristiwa konkrit. Perbedaanya, di masa paham legisme, Hakim sebagai mulut Undang-Undang merupakan suatu kewajiban. Sekarang, kalaupun Hakim menjadi mulut Undang-Undang semata-mata karena kebebasan menemukan hukum dalam kaitan dengan suatu peristiwa konkrit. Dalam praktik, hal semacam itu akan sangat jarang terjadi.

2. Hakim sebagai penerjemah aturan hukum yang ada

Sebagai penerjemah, Hakim bertugas menemukan hukum, baik melalui penafsiran, konstruksi, atau penghalusan hukum. Kewajiban ini timbul karena aturan yang tidak jelas, atau karena suatu peristiwa hukum tidak persis sama dengan yang ada di dalam Undang-Undang yang berlaku.

3. Hakim sebagai pembentuk hukum (rechtschepper, judge-made law)

Hukum yang dibentuk Hakim dapat berupa hukum baru, melengkapi hukum yang ada, atau memberi makna baru terhadap hukum yang sudah ada. Tugas membentuk hukum dapat terjadi karena hukum yang ada belum cukup mengatur, atau hukum yang ada telah usang.

Pertimbangan Hakim adalah pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim yang mengadili suatu perkara. Berdasarkan alat bukti yang ada, didukung dengan keyakinan Hakim yang berdasar kepada hati nurani dan kebijaksanaan, untuk memutus suatu perkara.

Karena permasalahan-permasalahan yang ditemukan didalam latar belakang tersebut, kemudian penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut

(10)

dengan judul “KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM

PERSPEKTIF PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 17/PID.SUS/2020/PN.SLT)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pokok-pokok permasalahan yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah :

Bagaimana pertimbangan yuridis, filosofis, dan sosiologis Hakim dalam memutus perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga pada perkara Nomor:17/Pid.SUS/2020/PN.Slt dikaitkan dengan perlindungan terhadap korban?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutus perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga pada perkara Nomor:17/Pid.SUS/2020/PN.Slt dikaitkan dengan perlindungan terhadap korban.

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu : Manfaat Teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum pidana terutama yang berkaitan dengan masalah perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

(11)

Manfaat Praktis

Bermanfaat untuk mengembangkan penalaran dan penerapan ilmu yamh diperoleh di bangku kuliah Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana dan sebagai bekal seorang profesional di bidang Hukum.

E. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun skripsi ini, maka penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Yaitu dengan menganalisa kasus dan norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan mengkaitkannya dengan Undang-Undang lain yang berkaitan dengan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang bertujuan menemukan kaidah dan asas-asas hukum. Dalam hal ini kaidah dan asas-asas hukum tersebut yaitu kaidah dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (state approach). State approach adalah mendekati peraturan perundang-undangan untuk mencari makna atau arti dalam peraturan perundang-undangan untuk menjelaskan permasalahan penelitian. Pendekatan kasus (case law approach) juga digunakan mengingat adanya Putusan Pengadilan Nomor 17/Pid.SUS/2020/PN.Slt.

(12)

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang didapat dari penelitian ini meliputi ; a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya dengan cara wawancara dengan Hakim yang menangani Perkara Nomor : 17/Pid.Sus/2020/PN.Slt.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan cara melakukan study dokumen dan study literature dalam mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin, serta isi kaedah hukum yang menyangkut perlindungan hukum terhadap perempuan di Indonesia. Data sekunder ini berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari : 1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat berkaitan dengan objek penelitia, antara lain : a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

c) Putusan Pengadilan Nomor : 17/Pid.Sus/2020/PN.Slt 2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang nmemberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain ;

(13)

a) Buku-buku literature yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

b) Makalah-makalah maupun karya tulis dari para ahli hukum, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia dan internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Survey, meliputi kegiatan pengamatan, kunjungan ataupun wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai perlindunga hukum terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam perkara nomor : 17/Pid.Sus/2020/PN.Slt

b. Studi pustaka (library research), yang mana penulis akan membaca berbagai literatur hukum dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan perlindunga hukum terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi Sungai dan Pantai (SISPA) Berbasis Web ini dikembangkan untuk membantu Kementerian Pekerjaan Umum dalam rangka melaksanakan pengelolaan data sumber daya air sungai

Agar penelitian ini lebih dapat terfokus pada tindakan berdasarkan kasus lapangan yang lebih spesifik, maka dalam penelitian ini dibatasi hanya meneliti tentang pengaruh

harga gabah adalah model hybrid ARIMA (0,1,[12]) BP dengan struktur jaringan 5-14-1 dengan transformasi mean-standar deviasi pada preprocessing dan fungsi aktivasi

Persahabatan Raya, Pisangan Timur, Pulogadung 46/BH/KWK.9/I/98 28/01/98 Tidak Aktif 144 Kopeg Kantor Pelayanan Pajak, Jatinegara Jl.. Slamet

pembelajaran, oleh sebagian guru mata pelajaran di sekolah tersebut. Pada dasarnya pembelajaran yang bervariasi seperti ini memang perlu diterapkan oleh guru dalam proses

e) Terminal cabang tanah, merupakan penghantar listrik berbentuk melingkar mengelilingi dinding gedung sebelah dalam, (ditanam dibawah lantai) menghubung antara distribusi induk

1) Menjamin ketersediaan consumable dan bila terjadi ketidaktersediaan maka MSM wajib menyediakan consumable yang kompatibel dan pembelian tersebut diperhitungkan di dalam target