• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan peradaban modern eksistensi suatu perusahaan atau dunia usaha terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian dunia usaha hingga saat ini adalah soal tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate

Social Responsibility) yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Sebagai

bagian dari konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan tanggung jawab sosial perusahaan mengalami rumusan konseptual yang terus berubah, sejalan dengan perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri. Pada awalnya dan untuk waktu yang sangat panjang, dunia usaha barang kali tidak perlu atau tidak pernah berfikir mengenai tanggung jawab sosial. Hal ini karena proposi teori klasik, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith tugas korporasi diletakkan semata-mata mencari keuntungan, “the only duty of the corporation is to

make profit.1 Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan.

Secara perlahan ideologi “ the only duty of the corporation is to make profit” yang dianut oleh korporasi telah berubah dengan munculnya kesadaran kolektif bahwa kontiunitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa dukungan yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya seperti, manajer, konsumen,

1

Sofyan Djalil, Kontek Teoritis dan Praktis Corporate Social Responsibility, Jurnal Reformasi Ekonomi Vol.4. No.1 Januari-Desember 2003, hal.4.

(2)

buruh dan anggota masyarakat. Inti dari pandangan ini adalah bahwa dunia usaha tidak akan sejahtera jika stakeholdernya juga tidak sejahtera.2

Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki sisi tangung jawab ekonomis kepada para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah, seperti membayar pajak, memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), dan ketentuan lainnya. Namun, jika perusahaan ingin eksis dan ekseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial.3

CSR pertama kali muncul dalam diskursus resmi-akademik sejak hadirnya tulisan Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen tahun 1953 (Harper and Row, New York). CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu kewajiban pelaku bisnis untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan berbagai tindakan yang harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Singkatnya, konsep CSR mengandung makna, perusahaan atau pelaku bisnis umumnya memiliki tanggung jawab yang meliputi tanggung jawab legal, ekonomi, etis, dan lingkungan. Lebih khusus lagi, CSR menekankan aspek etis dan sosial dari perilaku korporasi, seperti etika bisnis, kepatuhan pada hukum, pencegahan penyalahgunaan kekuasaan dan pencaplokan hak milik masyarakat, praktik tenaga kerja yang manusiawi, hak

2

Eddie Riyadi, Tanggung Jawab Bisnis Terhadap Ham, (diakses tanggal 16 Januari 2008, http://www.elsam.or.id.

3

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Surabaya : CV.Ashkaf Media Grafika, 2007), hal.xxiii.

(3)

asasi manusia, keamanan dan kesehatan, perlindungan konsumen, sumbangan sosial, standar-standar pelimpahan kerja dan barang, serta operasi antar negara.4

Wacana CSR semakin terasa dengan diterbitkannya buku ”Silent Spring” karangan Rachel Carson yang membahas pertama kalinya tentang persoalan lingkungan dalam tataran global. Karyanya menyadarkan bahwa tingkah laku korporasi mesti dicermati sebelum berdampak menuju kehancuran.Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian kian luas.Pemikiran korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam

The future Capitalism yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Menurutnya,

kapitalisme-yang menjadi mainstream saat itu tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang nantinya disebut sustainable society. 5

Di era 1970 an CSR dianggap sebagai isu marjinal tetapi kemudian para pebisnis dan pemimpin pemerintahan menyadari sepenuhnya bahwa mustahil membebankan seluruh pemecahan masalah kemiskinan dan kerusakan lingkungan dipundak pemerintah, sementara di lain sisi, pihak perusahaan punya kekuatan yang hampir sama dengan pemerintah karena kemampuan ekonominya.6

Di Indonesia kesadaran para pelaku bisnis dalam menerapkan CSR relatif baru, yaitu awal 1990. Adanya anggapan para pelaku bisnis di Indonesia bahwa tanggung

4

Eddie Riyadi, op.cit .,

5

Yusuf Wibisono, op.cit., hal. 5.

6

(4)

jawab sosial dipandang sebagai aktivitas yang bersifat buang-buang biaya. Padahal program CSR justru memberikan banyak keuntungan pada perusahaan.7

Secara perlahan dalam dunia usaha di Indonesia mulai muncul spektrum baru berkaitan dengan pentingnya dunia usaha mempertajam kesadaran mereka tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Korporasi harus memandang bahwa tanggung jawab sosial perusahaan perlu diupayakan di lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Dalam lingkup internal perusahaan, implementasi CSR merupakan keputusan strategis perusahaan yang secara sadar di desain sejak awal untuk menerapkan lingkungan kerja yang sehat, kesejahteraan karyawan, aspek bahan baku dan limbah yang ramah lingkungan, serta semua aspek dalam menjalankan usaha dijamin tidak menerapkan praktek-praktek jahat. Dalam lingkup eksternal implementasi CSR harus dapat memperbaiki dalam aspek sosial dan ekonomi pada lingkungan sekitar perusahaan pada khususnya serta lingkungan masyarakat pada umumnya. Tanggung jawab eksternal ini menjadi kewajiban bersama antar entitas bisnis untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan yang berkelanjutan. Maka tidak berlebihan seperti judul dalam konperensi CSR, bahwa dalam sebuah entitas bisnis, responsible business is good business. 8

Pembangunan industri sebenarnya memiliki dampak positif dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi aset pembangunan nasional maupun daerah. Namun kenyataan selama puluhan

7

http://www.masyarakatmandiri.org, (diakses tanggal, 11 September 2008) 8

(5)

tahun praktik bisnis dan industri korporasi Indonesia cenderung memarginalkan masyarakat sekitar, tetap tidak bisa ditampik. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, mengenai permasalahan dan agenda pembangunan, menegaskan bahwa telah terjadi ekses negatif dari pembangunan, yaitu kesenjangan antar golongan pendapatan, antar wilayah dan antar kelompok masyarakat.9

Masyarakat yang sejak awal telah miskin, kenyataannya semakin termarginalkan dengan kehadiran berbagai jenis korporasi. Korporasi tidak melaksanakan CSR secara baik terhadap masyarakat. Alih-alih melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar dengan melakukan community

development,10 korporasi cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Jika pun ada program yang dilakukan oleh korporasi, biasanya bersifat charity, seperti memberi sumbangan, santunan, sembako, dan lain-lain. Program charity ini menjadi dalih bahwa mereka juga memiliki kepedulian sosial. Dengan konsep charity, kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula, tetap marginal.

Charity menjadi program yang tidak tepat sasaran karena tidak bisa memutus rantai

kemiskinan.11

9

Oky Syaiful R.Harahap, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http: //www. sarwono. net/ artikel.php?id (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008)

10

Baca Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial,

Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains, 2007) hal.234 bahwa Arif Bidimanta

menyatakan Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna tercapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya.

11

(6)

Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi, dalam hal ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, dimana tanggung jawab moral ini dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut.12

Dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu sendiri, diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya punya tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral kepada orang banyak dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur masyarakat setempat dan seterusnya.Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer

12

I Nyoman Tjager, et al, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas

(7)

perusahaan tidak hanya tertuju kepada shareholders (pemegang saham) tetapi juga kepada stakeholders pada umumnya.13

Selain itu perusahaan sebagai subjek hukum seyogyanya juga menjadi mahluk sosial yang pemperhatikan lingkungan sosialnya sehingga perusahaan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang asing di lingkungannya. Hal ini sangat penting, terutama jika kita berbicara tentang perusahaan raksasa yang terkadang merupakan “negara dalam negara” karena besarnya. Banyak perusahaan raksasa yang justru berprilaku sebagai penguasa daerah dan mendikte pemerintah daerah. Satu dan lain hal karena pemerintahan daerah sangat bergantung pada perusahaan raksasa tersebut, baik itu pajak, retribusi, lapangan kerja, realisasi maupun pembangunan masyarakat

(Community Development).14

Mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial di dalam pengertian

good governance, yang subtansi dan pelaksanaanya menunjang pembangunan yang

stabil dengan syarat yang utama efisiensi dan pemerataan. Dalam pelaksanaannya,

good governance mengandalkan rule of law terutama yang mencakup bidang

ekonomi dan politik, penentuan kebijakan yang transparan, pelaksanaan kebijakan yang accountable, birokrasi yang berkualitas dan juga masyarakat yang capable.15

13

Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, (Bandung : CV. Alfabeta, 2007), hal.28

14

Todung Mulia Lubis, Corporate Responsibility, http://www.com.id.org, (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008)

15

Emil Salim, Good Governance dan Masyarakat Warga, Jurnal Transparansi Edisi 15/Des 1999, Jurnal Transparansi Online http://www.transparansi.or.id/ majalah/edisi15/15 berita (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008)

(8)

Mochtar Kusumaatmadja mencatat bahwa hukum sebagai sarana pembangunan bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan. Dalam konteks perusahaan, berarti hukum berperan penting tidak hanya terhadap pemegang saham (shareholders), tapi juga mengatur berbagai pihak (stakeholders) dalam kegiatan korporasi agar berjalan sesuai dengan koridor keadilan sosial, selain untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi secara teratur.16

Harapan adanya peraturan yang baik serta dijalankannya law enforcement. Peraturan yang baik berarti peraturan yang memenuhi nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law). Bukan saja masyarakat sekitar lokasi perusahaan, melainkan juga masyarakat dunia usaha itu sendiri. Beberapa korporasi mulai sadar akan pentingnya menjalankan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, tapi lebih banyak lagi korporasi yang mangkir dari kewajibannya itu. Karena itu perlu suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur konsep dan jenis CSR dalam rangka law enforcement dan peningkatan ekonomi lokal dan nasional. 17

Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai CSR diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Sebagai pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam Undang-Undang-undang PT Nomor 40 Tahun 2007, pasal 74 ayat (1) menyatakan perseroan yang

16

Oky Syaiful R. Harahap, op.cit.

17

(9)

menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan lingkungannya. Ayat (2) berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat (3) menyatakan perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa CSR, sangat dipandang perlu dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari korporasi.

Diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, mengisyaratkan bahwa CSR awalnya bersifat sukarela menjadi sebuah tanggung jawab yang diwajibkan. Namun Undang-undang Perseroan Terbatas secara eksplisit tidak mengatur berapa jumlah nominal dan atau berapa besaran persen laba bersih dari suatu perusahaan yang harus disumbangkan. Karena, pengaturan lebih lanjut merupakan domain daripada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai manifestasi dari Undang-undang, dan saat ini Peraturan Pemerintah tersebut masih dibahas oleh

pemerintah.18

Jauh Sebelum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan Terbatas ini diundangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menerapkan

18

Andi Firman, Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan, http://www. kutaikartanegara. com/ forum/ viewtopic (diakses tanggal, 18 Januari 2008)

(10)

CSR yang diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sebagai manipestasinya telah dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 dan Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003 tanggal 16 September 2003. Dengan demikian BUMN dapat dikatakan telah jelas aturan mainnya karena sudah ada Undang-undang tersendiri. BUMN merupakan perusahaan yang dimiliki oleh negara, bahkan pola CSR mereka sudah rinci aturan pelaksananya.

Praktik CSR oleh BUMN ini menarik untuk dikaji disebabkan oleh faktor pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan kedermawanan sosial BUMN ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena sifat dan statusnya sebagai perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh motif pengurangan pajak (tax

deduction) sebagaimana menjadi pengharapan perusahaan-perusahaan swasta.

Kendati pajak tetap merupakan kewajiban bagi BUMN, kewajiban ini tidak serta merta mempengaruhi kelancaran kegiatan atau operasi BUMN.Kedua, terdapat instrumen ”pemaksa” berupa kebijakan pemerintah; dimana melalui Kepmen BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003, perusahaan BUMN menjalankan Program Bina Lingkungan (PKBL). Sehingga dengan praktik derma yang imperatif tersebut

(11)

dimungkinkan bahwa potensi rata-rata sumbangan sosial perusahaan-perusahaan

BUMN lebih besar dari perusahaan-perusahaan swasta.19

BUMN merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi strategis negara-negara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai pengaruh utama dalam pembangunan negara-negara dunia ketiga. Setidaknya, BUMN diperlukan dalam pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan menempatkan dirinya untuk berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas ekonomi. 20

Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis tertarik menganalisis Implementasi

Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap masyarakat di lingkungan PTPN

IV (Studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan BUMN?

2. Bagaimanakah implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?

3. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?

19

Fajar Nussahid, Praktik Kedermawanan Sosial BUMN : Analisis terhadap Model

Kedermawanan PT.Krakatau Steel, PT.Pertamina dan PT.Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang

Vol.1 No.2, Januari 2006 hal.5

20

(12)

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, penelitian mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir belum pernah dilakukan. Namun penelitian yang membahas tentang Corporate Social Responsibility sudah pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Adapun yang membedakan penelitian penulis dengan peneliti sebelumya, adalah sebagai berikut :

1. Corporate Social Responsibility yang dianalisa dari Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, selanjutnya:

2. Corporate Social Responsibility, dengan landasan hukum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Tentang Penanaman Modal.

Secara subtansial yang membedakan penelitian penulis dengan peneliti terdahulu adalah sebagai berikut :

1. penelitian ini difokuskan pada BUMN, dengan landasan yuridis Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, Tentang Badan Usaha Milik Negara dan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep.236/MBU/2003, tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang wajib dilaksanakan oleh BUMN.

2. penelitian menitik beratkan pada aspek implementasi

Dengan demikian penelitian ini merupakan hal yang baru dan asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka

(13)

untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun terkait dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui peraturan-peraturan mengenai Corporate Social Responsibility yang berlaku pada BUMN.

2. Untuk mengetahui implementasi Corporate Social Responsibility dalam permberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun.

3. Untuk mengetahui dampak implementasi Corporate Social Responsibility pada masyarakat dan lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun.

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum perusahaan dan hukum bisnis di Indonesia. Diharapkan juga penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai CSR khususnya badan usaha yang berbentuk BUMN, umumnya dan bentuk badan usaha perseroan lainnya.

(14)

Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada kalangan pelaku bisnis di semua sektor usaha untuk dapat lebih membuka cakrawala berpikir berkaitan dengan CSR dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi yang dominan di masyarakat dan harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama, setiap keputusan yang dibuat. Setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut… demikian ungkapan Dr. David C. korten penulis Buku laris berjudul When Corporations Rule the World. Apa yang ditandaskan Korten itu melukiskan betapa nyata tindakan yang diambil korporasi membawa dampak terhadap kualitas kehidupan manusia, terhadap individu, masyarakat dan seluruh kehidupan di bumi ini. Fenomena ini kemudian bisa menjadikan wacana dan warna CSR.21

Kerangka teori tesis ini mengunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos= tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.22 Teori utilitas merupakan

21

http://www.bi.go.id (diakses pada tanggal 18 Januari 2008)

22

K.Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, (Yogyakarta : Kanisius, 1989), hal.67

(15)

pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatestnumber). Artinya, bahwa hal ini benar didefinisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berpotensi pada hasil perbuatan.23

Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam meniali baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan-baik buruknya-tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.24

Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan

23

Erni R. Ernawan, op.cit., hal.93

24

(16)

adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya merupakan tanggung jawab moril individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau

perusahaan. 25

Persoalannya adalah apakah perusahaan dengan sukarela atau dengan ikhlas menciptakan perubahan dalam lingkungan masyarakat di tempat perusahaan itu berada. Karena pada dasarnya dunia usaha memegang teguh adagium-bahwa tugas pokok pebisnis adalah mencari untung sebesar-besarnya. Di sinilah pentingnya moralitas dalam kegiatan ekonomi menurut Adam Smith dalam bukunya “Theory of Moral Sentiments”, mengungkapkan bahwa kegiatan ekonomi yang bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, maka perusahaan harus dapat mengimplementasikan nilai keadilan dalam

25

(17)

kebijakan perusahaan karena negara hanya berlaku sebagai ” impartial

spectator”.26

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith, Guru Besar dalam bidang Filsafat moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750,27 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan bahwa” tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of

justice to secure from injury).28 Prinsip keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan

yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama.29 Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu-individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekedar

26

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 17 April 2004, hal 11, menerangkan bahwa Adam Smith sekaligus sebagai ahli teori hukum “Bapak Ekonomi Modern” telah melahirkan ajaran mengenai keadilan

(justice).Dalam Prolog dari Neil Mac Cormick ”Adam Smith On Law”, bahwa yang dimakud “impartial Spectator” adalah bahwa peran Negara atau Pemerintah itu hanya sebatas fungsinya sebagai “penonton”

27

Ibid, hal.4-5.

28

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Sebagaimana dikutif dari D.W. Proh, “A. text-book of

Jurisprudence”, London: Sweet & Mazwell, 1966 hal 221, (Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan

ke-V , 2000

29

(18)

akumulasi bagian-bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan dapat membantu mencapai sasaran kolektif.30

Keberadaan suatu perusahaan akan selalu berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang kemudian menimbulkan kepentingan-kepentingan yang kadang saling bertentangan. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat, ini akan menimbulkan persoalan wajar tidak wajar, patut tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat.31

Pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat dalam kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi perusahaan dapat terjadi karenanya hukum diperlukan untuk melindungi hak masyarakat tersebut. Roscoe Pound menyatakan bahwa tugas pokok pemikiran modern adalah “rekayasa sosial”. Untuk memudahkan dan menguatkan tugas rekayasa sosial, Roscoe Pound menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial, untuk kesinambungan hukum yang berkembang melalui daftar kepentingan yang mengalami perkembangan, sehingga tiga kepentingan harus dilindungi, yaitu, kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan pribadi.32

Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung lama dan dalam jangka panjang bisnis harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat

30

Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi Bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 2007) hal. 114

31

Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, hal.1

32

Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Idealisme dan Problem Keadilan, Jilid 2 (terjemahan Achmad Nasir Budiman dan Sulemen Daqib) (Jakarta : Rajawali Pers, 1990) hal.140.

(19)

dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar, yang bertitik dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi definisi dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa kegiatan usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan yang lebih bermutu. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelola bisnis.33 Adanya konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk nyata perusahaan untuk memberi kesenangan dan kebahagiaan bagi masyarakat dan juga merupakan perbuatan etis. Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan bukan hubungan bisnis. Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atau CSR.34

CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi.35

Konsep CSR sebenarnya relatif baru. Bahkan dalam teori korporasi klasik, akar konsep CSR sulit ditemukan. Namun demikian persoalan CSR jika dicari

33

O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, September 2003), hal.55

34

Apoan Simorangkir, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep dan Wujud Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deliserdang, Disampaikan dalam rangka Focused Group

Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1

35

(20)

akar teoritisnya, konsep CSR mendapat pijakan yang relatif kuat karena dua perkembangan berikut ini:

Pertama, dalam realitasnya agen pemerintah tidak selamanya bisa menjalankan kesejahteraan masyarakat secara memuaskan. Kedua, pasar terkadang gagal mengalokasikan sumber daya secara efisien.36 Hal itu terjadi apabila, salah satu tindakan agen pasar, ternyata menimbulkan dampak bagi kesejahteraan atau kondisi pihak lainnya. Sayangnya, dampak ini terkadang tidak diperhatikan oleh agen yang bersangkutan. Kegiatan ekonomi atau perusahaan seyogyanya dapat memberikan dampak positif bagi perubahan masyarakat di lingkungan perusahaan itu sendiri.

Perubahan tersebut tentunya dilandasi oleh kemauan yang tulus yang lahir dari dalam diri pelaku usaha/perusahaan. Hal ini tentunya bertujuan pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial dalam pelaksanaanya menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama yaitu efisien dan pemerataan.37

Dalam Pengertian yang luas, CSR dipahami sebagai konsep yang lebih “manusiawi” dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas.38

Untuk itu terdapat tiga pilar penting dalam merangsang pertumbuhan CSR yang mampu mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan. Yang pertama adalah mencari bentuk CSR yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan (unsur

36

Sofyan Djalil, op.cit., hal.4.

37

Ibid

38

(21)

lokalitas), yang kedua mengkakulasi kapasitas SDM dan institusi untuk merangsang pelaksanaan CSR (masyarakat, pembuat UU, pekerja, pelaku bisnis), dan yang ketiga adalah peraturan dan perundangan serta kode etik dalam dunia usaha. Pada akhirnya tiga pilar ini tidak akan mampu bekerja dengan baik tanpa dukungan sektor publik untuk menjamin bahwa pelaksanaan CSR oleh perusahaan sejalan dan seiring dengan strategi pengembangan dan pembangunan sektor publik.39

Dalam konteks inilah CSR berusaha bagaimana korporasi sebagai agen ekonomi selalu patuh terhadap hukum dan peraturan, peduli terhadap persoalan sosial di sekitarnya, peduli terhadap perlindungan lingkungan hidup, kesehatan kerja dan sebagainya. Korporasi harus meminimalkan eksternalitas negatif yang harus ditanggung masyarakat. Dan korporasi harus bertindak sebagai good corporate

citizenship.40

Konsep CSR di Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru karena CSR sudah dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya yang kelasik CSR masih dipersepsikan sebagai idiologi yang bersifat amal (charity) dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan. Disamping itu masih banyak pihak yang mengidentikkan CSR dengan Community

Development (CD). CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community Development (CD) karena sesungguhnya secara historis keberadaan Community Development (CD) dan CSR sangat berbeda. Community Development (CD)

39

Dyah Pitaloka, Memperkuat CSR, Memberantas Kemiskinan, http:// www. suaramerdeka. com/ harian/0708/02/opi04.htm (diakses pada tangal 18 Januari 2008)

40

(22)

merupakan kerelaan perusahaan untuk memberikan berbentuk benefit bagi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, sedangkan CSR muncul sebagai sebuah reaksi atas tuntutan masyarakat yang didasarkan pemikiran bahwa keberadaan perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak-hak masyarakat setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha.41

Definisi CSR secara etimoligi di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR Madang juga disebut sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usa. Namun apabila disebut salah satunya darinya, konotasinya pastilah kembali kepada CSR. Kendati tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu kesinambungan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan, (konsep economic, sustainability,

environment sustainability dan social sustainability) . 42

Pandangan lebih komprehensif mengenai CSR dikemukakan oleh Carrol yang mengemukakan teori Piramida CSR. Menurutnya, tangung jawab perusahaan dapat dilihat berdasarkan empat jenjang (ekonomis, hukum, etis dan filantrofis) yang merupakan satu kesatuan.43

41

Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social

Responsibility (CSR) berbasis HAM, dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) oleh Sub komisi

Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1-2

42

Yusuf Wibisono, op.cit., hal.8

43

(23)

Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan hubungan baik dengan semua stakeholders.44

Implementasi CSR merupakan salah satu penerapan prinsip Good Corporate

Governance (GCG) yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada

publik.45 Intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang

mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi (perusahaan). Dan dalam arti luas, yaitu mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara proporsional. GCG juga, dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

Di Indonesia lebih dari sepuluh tahun terakhir hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar telah dipertanyakan. Terutama dalam konteks kontribusi dan peranannya dalam membantu penyelesaian masalah sosial masyarakat seperti kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakadilan. Hal ini didasari oleh sejumlah fakta berkenaan dengan banyaknya konflik antara perusahaan dan masyarakat, baik dalam

44

Badaruddin, Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR)

berbasis HAM oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel

Medan, hal.2

45

Muh Arief Effendi, CSR Melalui Community Development, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id, (diakses tanggal 18 januari 2008), Lihat juga Undang-undang No. 19 Tahun 2003, tentang BUMN Pasal 2 butir e .

(24)

soal hak-hak sumber daya, kesempatan kerja maupun ketimpangan sosial ekonomi. Dalam teori realitis (teori organ) yang menganggap bahwa keberadaan suatu perusahaan yang berbadan hukum dalam suatu tata hukum, sama saja layaknya dengan keberadaan manusia selaku subjek hukum. Jadi badan hukum bukanlah hanya hanyalan semata dari hukum sebagaimana diajarkan dalam teori fiksi akan tetapi benar adanya dalam kehidupan hukum. Dalam hal ini badan hukum tersebut bentindak lewat organ-organnya.46

Lebih jauh, Garriga dan Mele memetakan teori-teori dan konsep-konsep mengenai CSR. Dalam kesimpulannya, Garriga dan Mele menjelaskan CSR mempunyai fokus pada empat aspek utama, yakni mencapai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, kedua menggunakan kekuatan bisnis secara bertanggungjawab, ketiga, mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan sosial, keempat, berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang beretika. secara praktis dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok teori yang berdimensi profit, politis, sosial, dan nilai-nilai etis. 47

Dalam pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang menyatakan: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial ….” Selanjutnya juga tercermin dalam Pasal 33

46

Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya di dalam Hukum

Indonesia,, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal,4. 47

Teddy Lesmana, CSR Untuk Kesejahteraan Rakyat, http://www.media-indonesia.com , (diakses tanggal 18 Januari 2008)

(25)

ayat (3) UUD 1945, menyatakan, “ Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Lebih lanjut peran sosial BUMN dapat dilihat dari dimensi ganda yang melekat padanya. Menurut hasil diskusi Kelompok Tangiier pada 1981, sebuah institusi digambarkan sebagai BUMN jika mempunyai dua dimensi: dimensi publik (public

dimension) dan dimensi badan usaha. Dimensi publik, BUMN mengsyaratkan bukan

saja pemilikan dan pengawasan oleh publik, tetapi juga menggambarkan konsep mengenai public purpose (bertujuan publik, masyarakat). Sementara dimensi badan usaha bertautan dengan konsep komersial (bidang usaha).48

Sejalan dengan hal tersebut landasan hukum telah diterbitkan oleh Kementerian BUMN yaitu : Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/ 2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Pelaksanaan Bina Lingkungan. Dana dari program kemitraan ini diambilkan dari penyisihan 1-3 persen laba bersih yang diperoleh BUMN. Kita berharap agar kebijakan tersebut menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan kondisi lingkungan sosial masyarakat sekitar BUMN berdomisili. 49

Selanjutnya berdasarkan Lampiran Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/ 2003 tanggal 16 September 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan antara lain

48

Fajar Fajar Nussahid, op.cit., hal.8

49

(26)

diatur mengenai pembentukan Unit PKBL yang merupakan bagian dari organisasi perusahaan secara keseluruhan. Fungsi PKBL adalah melakukan pembinaan berupa evaluasi, penyaluran, penagihan, pelatihan, monitoring, promosi, dan fungsi administrasi dan keuangan. Masalah koordinasi telah diatur dalam Pasal 11 ayat (1) butir b keputusan Menteri BUMN tersebut, minimal dalam bentuk menyampaikan daftar calon mitra binaan yang akan diberikan dana pinjaman kepada BUMN koordinator untuk menghindari duplikasi pinjaman.

Apabila program ini dapat di implementasikan dengan sebaik mungkin dan dikelola secara optimal, maka keberadaan program kemitraan dapat menjangkau pengusaha kecil (mitra binaan) secara lebih luas, sehingga multiplier effect-nya dapat dinikmati secara nasional. Sudah saatnya perusahaan meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat sekitar sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap publik, sehingga perusahaan dapat mempertahankan

sustainable company. Akhirnya semoga program CSR tersebut dapat dikelola

secara profesional dan transparan sehingga CSR benar-benar bermanfaat bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat disekitar lokasi perusahaan. Yang pada akhirnya akan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas.

(27)

G. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian yaitu Implementasi Corporate Social

Responsibility (CSR), pada masyarakat di Lingkungan PTPN IV, maka lokasi

penelitian dilakukan di Unit Kebun Dolok Ilir yang berada di Kabupaten Simalungun. Dasar dari penelitian pada PTPN IV ini adalah bahwa PTPN VI adalah salah satu BUMN yang merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi strategis negara berkembang. Pemilihan lokasi ini didasarkan kepada keberadaan Unit Kebun Dolok Ilir merupakan salah satu unit terbesar dari PTPN IV. Dekatnya jarak dengan objek penelitian, tepatnya di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

2. Spesifikasi Penelitian

Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian ini adalah jenis, sifat dan pendekatan penelitian yang digunakan. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap populasi tertentu atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu,50

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Metode

yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji

peraturan-peraturan hukum mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR),

50

Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 36

(28)

terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV (studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun).

Penelitian tentang Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), pada masyarakat dan Lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun, ini bersifat deskriptif analisis karena akan menggambarkan dan menerangkan permasalahan hukum yang berkaitan dengan Implementasi CSR, kemudian akan dianalisis secara cermat apa saja yang menjadi dampak atau akibat yang timbul dari implementasi CSR terhadap masyarakat dan lingkungan pada PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun.

Menurut Hillway dalam bukunya introduction to Research, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.51

3. Sumber Data

Sumber Utama diperoleh dari data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

1. Bahan hukum primer, terdiri dari : Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep.236/MBU/2003, tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.

51

J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Bandung : PT.Rineka Cipta, 2003) hal.1

(29)

2. Bahan hukum sekunder, seperti: hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini. 3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang

memberi petunjuk mapun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier penunjang di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang ekonomi, filsafat dan lainnya yang dipergunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian.

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya dipilih guna memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian tentang kaedah-kaedah hukum yang mengatur masalah CSR BUMN dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, selanjutnya disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang ditelaah dalam tesis ini.

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan field research untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari informan, laporan-laporan perusahaan, dan lain-lain yang relevan dengan objek telaah penelitian ini.52

Selain itu peneliti juga melakukan observasi langsung, ke lokasi tempat dilaksanakannya CSR di PTPN IV Unit kebun Dolok Ilir.

52

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982) hal.24

(30)

Dalam penelitian ini nantinya mungkin saja akan bersinggungan dengan disiplin ilmu lainnya, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena persfektif disiplin lainnya hanya merupakan ilmu pembantu.

4. Alat Pengumpulan data

Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen, dan wawancara. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap narasumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dijelaskan. Sehingga dengan adanya wawancara diharapkan dapat memperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti.

5. Analisis Data

Setelah data sekunder diperoleh, maka dilakukan pengeditan data, sehingga keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan menjajaki kembali sumber datanya yang didukung oleh data primer dari beberapa informan.

Setelah proses pengeditan data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya pengolahan data baik primer maupun sekunder dianalisis dengan mempergunakan metode induktif melalui pendekatan kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban yang ada dalam penelitian ini .

Referensi

Dokumen terkait

Dalam jurnal ini, penulis mengemas hasil riset yang dilakukan penulis, dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi untuk perancangan desain karakter sebuah IP (intellectual

Berdasarkan penjabaran pada gambar 2, dapat dideskripsikan bahwa kemandirian anak di komunitas lingkungan pemulung yaitu menunjukkan inisiatifnya ketika memiliki keinginan

Terlihat pula bahwa frekuensi mutlak dan fekuensi relatif tertinggi untuk tingkat semai adalah pada Myristica sulcata Warb., dengan nilai sebesar 0,118 individu (39,716

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) Mengetahui pengaruh faktor internal dan faktor eksternal dari Beras Sachet merk “Kita”, dan (2) Menganalisis

23.677.850.000 (DUA PULUH TIGA MillAR ENAM RATUS TUJUH PULUH TUJUH JUTA DELAPAN RATUS LIMA PULUH RIBU RUPIAH).. Untuk keg i atan-kegiatan sebagai ber i kut : Kode dan Nama Fungsi

Berdasarkan paparan di atas dapat dikemukakan beberapa simpulan berikut. 1) Struktur kalimat diatesis hanya terdapat dalam kalimat verbal, yakni kalimat

interaksi berbagai determinan resisten pada sedangkan MRSA dengan genotip SCCmec tipe SCCmec atau interaksi determinan resistensi yang IV berhubungan dengan sifat

program (mengembangkan program pendidikan nilai). Dari pendapat Kirschenbaum ini maka para guru/dosen Pendidikan Agama termasuk para guru/dosen yang lain harus berusaha