• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. percaya atau to believe atau to trust. Oleh karena itu, dasar pemikiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. percaya atau to believe atau to trust. Oleh karena itu, dasar pemikiran"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori

1. Kredit

a. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere”, yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Oleh karena itu, dasar pemikiran persetjuan pemberian kredit oleh bank pada seseorang atau badan usaha adalah kepercayaan. Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha yang berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan pada kreditur (bank) setelah jangka waktu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dan debitur.

Menurut Pasal 1 butir (11) UU No. 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan menurut Hasibuan (2001:87), “Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati”. Menurut Rivai dan Veithzal (2006:4), “ kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak

(2)

(kreditur/atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain(nasabah atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.”

Komaruddin (2004:151) menyebutkan, “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang dalam hal ini peminjam berkewajiban melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan (biasanya) sejumlah bunga yang ditetapkan lebih dahulu”.

Menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (2001:II.8A.1) mengartikan kredit sebagai, “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi hutangnya stelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Berdasarkan pengertian-pengertian kredit di atas, dapat diketahui bahwa kredit mempunyai beberapa unsur, yaitu:

1) adanya dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit (nasabah). Hubungan pemberi kredit dan penerima kredit merupakan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan,

2) adanya kerjasama pemberi kredit kepada penerima kredit, yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu pada masa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh kreditor, dimana sebelumnya sudah melakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun dari ekstern,

(3)

pemberi kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing,

4) adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kredit kepada penerima kredit,

5) adanya unsur waktu, setiap kredit yang diberikan memilki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati,

6) adanya unsur resiko (degree of risk), baik di pihak pemberi kredit maupun di pihak penerima kredit. Suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit, semakin besar resiko gagal bayar atau ketidakmampuan membayar. Resiko di pihak nasabah adalah kecurangan pihak kreditor, antara lain keinginan dari pihak pemberi kredit untuk mencaplok perusahaan yang diberi kredit atau tanah yang dijaminkan,

7) adanya unsur bunga sebagai kompensasi kepada pemberi kredit.

b. Jenis-jenis Kredit

Pengelompokkan kredit menurut Kasmir (2003:99) dapat dilihat dari tujuannya, jangka waktunya, lembaga yang menerima kredit, sektor ekonomi, sifat, bentuk, sumber dana, akad jaminan, fasilitasnya, dan menurut wewenang putusannya.

(4)

a. Jenis Kredit Berdasarkan Jangka Waktu Kredit 1) Short term credit (kredit jangka pendek)

2) Intermediate term credit (kredit jangka menengah). 3) Long term credit (kredit jangka panjang)

b. Jenis Kredit Berdasarkan Lembaga yang Menerima Kredit 1) Kredit untuk badan usaha pemerintah/daerah 2) Kedit untuk badan usaha swasta

3) Kredit perorangan

4) Kredit untuk bank koresponden

c. Jenis Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaanya 1) Kredit Modal Kerja (KMK)

2) Kredit Investasi 3) Kredit Konsumtif

d. Jenis Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi

Kredit menurut sektor ekonomi didasari atas kebutuhan untuk menentukan kebijakan pengarahan kredit bank secara kualitatif yang dititikberatkan pada sektor ekonomi yang diutamakan dalam pembiayaan dengan kredit bank itu. Sektor ekonomi yang dimaksud antara lain adalah sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, konstruksi, jasa sosial, jasa dunia usaha, dan lain-lain.

e. Jenis Kredit Berdasarkan Sifat

1) Kredit atas dasar transaksi satu kali (eenmalig) 2) Kredit atas dasar transaksi berulang (revolving 3) Kredit atas dasar plafon terikat

4) Kredit atas dasar plafon terbuka

5) Kredit atas dasar penurunan plafon secara berangsur (aflopend plafond)

f. Jenis Kredit Berdasarkan Bentuk

1) Cash Loan, adalah pinjaman uang tunai yang diberikan bank kepada nasabahnya sehingga dengan pemberian fasilitas ini, bank telah menyediakan dana (fresh money) yang dapat digunakan oleh nasabah berdasarkan ketentuan yang ada dalam perjanjian kredit.

2) Non Cash Loan, adalah fasilitas yang diberikan bank kepada nasabahnya, tetapi atas fasilitas ini bank belum mau mengeluarkan uang tunai.

g. Jenis Kredit Berdasarkan Sumber Dana 1) Kredit dengan dana bank sendiri

2) Kredit dengan dana bersama-sama dengan bank lain (sindikasi, konsorsium)

3) Kredit dengan dana dari luar negeri. a. Kredit Berdasarkan Wewenang Pemutusan

Berdasarkan wewenang putusannya, kredit dibedakan atas wewenang kantor cabang dan wewenang kantor pusat (kepala

(5)

b. Kredit Berdasarkan Sifat Fasilitas

1) Committed Facility, adalah suatu faslitas yang secara hukum, bank diperjanjikan kecuali terjadi suatu peristiwa yang memberikan hak kepada bank untuk menarik kembali/menangguhkan fasilitas tersebut sesuai surat atau dokumen lainnya.

2) Uncommitted Facility, adalah suatu fasilitas yang secara hukum, bank tidak mempunyai kewajiban untuk memenuhinya sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

c. Kredit Berdasarkan Akad

1) Pinjaman dengan akad kredit, adalah pinjaman yang disertai dengan suatu perjanjian kredit tertulis antara bank dengan nasabah, yang antara lain mengatur besarnya plafon kredit, suku bunga, jangka waktu, jaminan, cara pelunasan, dan sebagainya.

2) Pinjaman tanpa akad kredit, adalah pinjaman yang tidak disertai suatu perjanjian tertulis.

c. Tujuan dan Fungsi Kredit

Rivai and Veithzal (2006:6) mengatakan bahwa ” pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari kredit, yaitu profitability dan safety”. Profitability yaitu, tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan dari bunga yang harus dibayar nasabah. Sedangkan safety merupakan keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat tercapai tanpa hambatan yang berarti.

Adapun tujuan kredit bagi setiap pihak yang terkait antara lain: a. Bagi Kreditur (bank)

1) Perkreditan Merupakan sumber utama pendapatannya.

2) Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas bank.

(6)

3) Kredit dapat memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada.

b. Bagi Debitur

1) Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha semakin lancar dan perfomance (kinerja) usaha semakin baik daripada sebelumnya.

2) Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.

3) Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan.

c. Bagi Otorita (pemerintah)

1) Kredit sebagai instrumen moneter.

2) Kredit dapat menciptakan kesempatan berusaha dan kesemoatan kerja yang memperluas sumber pendapatan negara.

3) Kredit dapat sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efesiensi dan mengurangi pemborosan di semua lini. d. Bagi Masyarakat

1) Kredit dapat mengurangi pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja dan pemerataan pendapatan. 2) Kredit dapat meningkatkan fungsi pasar, karena ada

(7)

Sedangkan Abdullah (2005:84), “ melihat tujuan pemberian kredit dari pendekatan mikro ekonomi guna mendapatkan suatu nilai tambah bagi nasabah (debitur) maupun bank sebagai kreditur, dan dari pendekatan makro ekonomi melihat pemberian kredit merupakan salah satu instrument untuk menjaga keseimbangan jumlah uang beredar di masyarakat”.

Menurut Suyatno (2003:16) fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut :

a. Kredit pada hakekatnya dapat meningkatkan daya guna uang dimana para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uang kepada pengusaha yang memerlukannya.

b. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

c. Kredit dapat sebagai salah satu niat stabilitas ekonomi dalam hal ini untuk mengendalikan inflasi, peningkatan eksport dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

d. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha. e. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

f. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Fungsi kredit ini juga erat hubungannya dengan siklus perekonomian, dan perdagangan lintas moneter. Abdullah (2005:84) menyatakan fungsi-fungsi kredit secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) uang. b. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) barang. c. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. d. Kredit adalah salah satu alat stabilisasi ekonomi. e. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.

f. Kredit adalah jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. g. Kredit adalah juga sebagai alat hubungan ekonomi internasinal.

2. Pengertian Usaha Mikro

Sejalan dengan dikeluarkannya kebijakan oleh pemerintah untuk dapat membangun sektor usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia, dalam hal

(8)

ini dibantu oleh sektor perbankan, maka para pengusaha sektor usaha mikro, kecil dan menengah tidak perlu khawatir lagi dalam masalah permodalan, karena sekarang ini banyak bank yang dapat menyalurkan kredit dengan plafond maksimal kredit yang dapat dijangkau oleh para pengusaha mikro, kecil dan menengah melalui bermacam – macam kredit, yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam hal ini, pemerintah menginginkan bahwa peranan Perbankan Nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya menghimpun dana dan menyalurkanya kepada masyarakat dengan tetap memperhatikan pembiayaan terhadap sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Selain itu, sejalan dengan perkembangan yang terjadi baik dibidang sosial maupun ekonomi, maka perlu adanya penyesuaian kebijakan dalam rangka penyaluran kredit kepada para pengusaha sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Pemerintah dengan dibantu oleh Bank Indonesia pada khususnya dan bank – bank lain pada umumnya, berupaya untuk terus memberdayakan dan ikut mensejahterakan para pengusaha mikro, kecil dan menengah. Sektor usaha mikro, kecil dan menengah memegang peranan yang sangat penting, terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap. Usaha ini memiliki arti strategis bagi pembangunan, yaitu dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran, memerangi kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan juga pemerataan bagi hasil – hasil pembangunan.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/1/PBI/2001, yang dimaksud dengan usaha mikro yaitu :

(9)

Usaha Mikro adalah usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin yang mempunyai ciri – ciri :

1. dimiliki oleh keluarga,

2. mempergunakan teknologi sederhana, 3. memanfaatkan sumber daya lokal,

4. lapangan usahanya mudah dimasuki dan ditinggalkan.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 29 Januari 2003, usaha mikro yaitu

Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah ) per tahun dan dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak 50.000.000,00 ( lima puluh juta rupiah ).

Adapun tujuan dari kegiatan sektor usaha mikro, kecil dan menengah ini adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja, termasuk meningkatkan peranan wanita dalam aktivitas pembangunan serta menanggulangi kemiskinan, dan untuk mengembangkan kegitan usaha mikro, kecil dan menengah baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan karakteristik sektor usaha mikro, kecil dan menengah, adalah sebagai berikut : 1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikat

kaidah administrasi pembukuan standar.

2. Margin usaha yang cenderung tipis, mengingat persaingan yang sangat tipis.

3. Adanya modal yang terbatas.

4. Pengalaman manajerial dalam mengelola kegiatan usahanya masih sangat terbatas.

(10)

5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan untuk mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.

6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar yang sangat terbatas.

7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal relatif rendah, mengingat keterbatasan sistem administrasinya.

3. Pengawasan Pemberian Kredit

a. Pengertian dan Tujuan Pengawasan Kredit

Salah satu fungsi manajemen yang penting dalam kegiatan usaha yaitu tahap “pengawasan”, begitu juga didalam perkreditan, karena kegiatan pengawasan akan merupakan penjagaan dan pengamanan terhadap kekayaan bank yang disalurkan dibidang perkreditan. Dalam rangka pengamanan terhadap fasilitas kredit, maka bank melakukan pengawasan yang seksama atas perjalanan kredit yang telah diberikan. Pengawasan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam semua kegiatan usaha termasuk dalam perbankan. Semakin maju dan berkembangnya suatu bank, maka akan semakin dibutuhkan pula suatu pola pengawasan yang efektif dan efisien, termasuk pengawasan dalam perkreditan. Pengawasan kredit mempunyai hubungan yang sangat erat dengan perencanaan, karena dapat dikatakan bahwa rencana itulah sebagai standar alat pengawasan bagi pekerjaan yang dikerjakan. Pada umumnya, semua bank memiliki

(11)

suatu bagian atau divisi pengawasan intern yang selalu memantau dan mengawasi jalannya kegiatan operasinal sehari–hari.

Definisi pengawasan kredit menurut Warman (2000:17) adalah : Salah satu fungsi manajemen dalam usahanya untuk penjagaan dan pengamanan atas pengelolaan kekayaan bank ke arah fortofolio perkreditan yang lebih baik dan efesien guna menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaaan-kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkan.

Secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dari pengawasan perkreditan itu sendiri adalah sejalan dengan batasan atau pengertian pengawasan tersebut diatas.

Dengan demikian, yang menjadi tujuan dalam pengawasan kredit yang dirumuskan oleh Rivai dan Veithzal ( 2006:566 ) adalah agar :

1) Sistem/prosedur dan ketentuan-ketentuan sebagai dasar kredit operation dapat dilaksanakan semaksimal mungkin. 2) Penjagaan dan pengamanan kredit sebagai kekayaan bank

harus dikelola dengan baik agar tidak timbul resiko yang diakibatkan oleh penyimpangan-penyimpangan (devisiasi)baik oleh nasabah maupun oleh intern bank. 3) Administrasi dan dokumentasi kredit harus terlaksanakan

sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan sehingga ketelitian, kelengkapan,keaslian dan akurasinya dapat menjadi informasi bagi setiap lini manajemen yang terlibat dalam perkreditan.

4) Efektifitas dan efisiansi meningkat dalam setiap tahap pemberian kredit sehingga perencanaan kredit dapat dilaksanakan dengan baik.

5) Pembinaan portofolio, baik secara individual maupun secara keseluruhan dapat dilakukan sehingga bank mempunyai kualitas aktiva yang produktif dan mendukung menjadi bank yang sehat.

Dalam melaksanakan pengawasan kredit yang efektif dan efesien membutuhkan teknik pengawasan yang baik dan handal, oleh sebab itu

(12)

ruang lingkup perkreditan itu sangat luas ditambah lagi dengan keterbatasan waktu dan tenaga kerja. Teknik pengawasan kredit merupakan pendekatan yang digunakan bank dalam melakukan pengawasan.

Rivai dan Veithzal (2006:643-647) mengemukakan ada beberapa teknik-teknik pengawasan kredit yang terdiri dari :

1. monitoring perkreditan,

2. pengawasan terhadap hal-hal yang masih menyimpang (control by exrception),

3. pemeriksaan atas hal-hal yang saling berhubungan (verband control),

4. budgetary control, 5. inspeksi on the spot.

Untuk penjelasan setiap teknik pengawasan kredit tersebut di atas akan diuraikan di bawah ini.

1. Monitoring perkreditan

Pelaksanaan pengawasan ini senantiasa ditujukan untuk mengamankan kepentingan bank yang berarti mengurangi, bahkan apabila memungkinkan menghindari resiko atau mengurangi kerugian yang dapat menimpa bank dikemudian hari, untuk itu jauh-jauh dari bank berusaha mendapatkan informasi dan keterangan yang dibutuhkan tenntang debitur diantaranya sebagai berikut.

a. External Information

1) Nasabah diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala yang meliputi laporan realisasi usaha, laporan keuangan beserta lampirannya.

(13)

2) Inspeksi on the spot ke lokasi usaha nasabah yang tujuannya untuk membandingkan data laporan yang disampaikan nasabah dengan kondisi yang sesungguhnya di proyek. Dengan adanya on the spot ini, nasabah tidak akan memanipulasi angka laporannya dan Account officer yang melakukan on the spot dengan cepat mendeteksi bila terdapat kejanggalan atau gejala memburuknya keadaan usaha nasabah dan kredit yang diberikan.

b. Internal information

1) Teliti apakah laporan realisasi usaha yang disampaikan oleh nasabah sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dan harus mencerminkan mutasi rekeningnya.

2) Awasi pada tanggal pelunasan apakah dapat dipenui oleh nasabah,

3) Periksa kembali apakah nilai jaminan masih mengcover jumlah kredit.

4) Teliti apakah nasabah memenuhi kewajiban pelunasan angsuran dan pembayaran bunga dengan baik atau apakah nasabah tidak menungggak angsuran maupun bunga.

2. Control By Exception (pengawasan terhadap hal-hal yang masih menyimpang)

(14)

Berdasarkan atas prinsip control by exception, maka sasaaran utama dan intensitas di titikberatkan pada hal-hal yang masih lemah dalam bank itu sendiri dan hal-hal yang dapat membahayakan di luar bank. 3. Pemeriksaan atas hal-hal yang saling berhubungan (Verband

Controll)

Dalam situasi dan kondisi tertentu, pihak bank membutuhkan informasi yang benar tentang debitur. Untuk mendapatkan informasi tersebut dengan cara menguji kebenarannya, maka dibutuhkan teknik pengawasan Verband Control. Teknik ini dilakukan oleh aparat perbankan dengan cara menyamar, misalnya bank merasa juga atas volume laporan penjualan nasabah yang dianggap terlalu besar, maka untuk mengetaui volume penjualan yang sebenarnya dari usaha nasabah, pihak akan menurunkan pengawas dengan cara menyamar atau cara lain ke perusahaan nasabah untuk menguji informasi tersebut.

4. Budgetary Control

Anggaran merupakan rencana kerja yang dimanifestasikan dalam kesatuan nilai uang, dengan demikian anggaran ini mempunyai arti penting yang lebih penting lagi sebagai alat pengawasan. Melalui anggaran secara kuantitatif dapat dilihat kemungkinan-kemungkinan baik bagi bank maupun bagi nasabah yaitu dengan membandingkan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam anggaran dengan realisasinya.

(15)

5. Inspeksi On The Spot atau pengawasan fisik adalah pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan langsung ditempat perusahaan nasabah, tujuannya untuk mengecek kebenaran seluruh keterangan ataupun data serta laporan yang disampaikan oleh nasabah dengan membandingkan jumlah dan kondisinya secara fisik. Ada 2 (dua) jenis pengawasan fisik, yaitu :

a) pengawasan fisik rutin, b) pengawasan mendadak.

b. Sarana dan Aspek–Aspek Pengawasan Kredit

Sarana pengawasan dalam perkreditan adalah sama dengan sarana administrasi perkreditan, namun mempunyai tinjauan yang berbeda-beda. Sarana perkreditan mempunyai tingkatan tertentu mulai dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah, secara umum dimulai dengan perangkat perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan dan kegiatan perdagangan, dan secara khusus mengatur mengenai perkreditan. Agar ketentuan-ketentuan diatas dapat berjalan dengan baik, maka perlu dibuat dalam bentuk sarana pengawasan yang berupa hardware dan software. Secara lebih terperinci sarana pengawasan tersebut meliputi :

a. Sarana Perangkat Keras ( Hardware ), meliput i :

1). berbagai bentuk standart – standart yang dipakai oleh bank yang bersangkutan dibidang perkreditan,

(16)

3). alat–alat perkantoran, peralatan–peralatan untuk mendeteksi dokumen palsu, pembuatan stempel “paid” atas dokumen-dokumen yang telah selesai pembayarannya,

4). mesin–mesin tik baik manual maupun elektronik dengan mengadakan perubahan sedikit pada hurufnya,

5). mesin-mesin/alat–alat hitung, komputer dan sejenisnya yang diharapkan akan didapatkan ketelitian yang tinggi, serta kecepatan kerja yang tinggi pula,

6). filling Cabinet yang memadai untuk perlindungan terhadap dokumen–dokumen perkreditan dari bahaya kebakaran, pencurian, dan lain–lain,

7). alat–alat komunikasi seperti telepon, teleks, mesin faks, dan alat-alat ekspedisi lainnya untuk penyampaian informasi secara cepat, aman dan rahasia,

8). alat–alat transportasi untuk pelaksanaan inspeksi ke proyek nasabah yang tersebar lokasinya.

b. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia sebagai tenaga pelaksana, sebagai tenaga operator yang melaksanakan (mengoperasikan), maupun yang mengelola agar perangkat–perangkat keras tersebut dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya.

(17)

Agar perangkat keras dan sumber daya manusia tersebut dapat bekerja dengan baik dan terarah, maka perlu adanya sekumpulan aturan– aturan yang disusun secara sistematis yang berlaku didalam organisasi bank yang bersangkutan maupun yang berlaku secara khusus pada bagian perkreditan. Perangkat–perangkat lunak yang diperlukan sebagai alat pengawasan tersebut terdiri dari :

1) manual of operation, yaitu buku–buku pedoman kerja untuk segala jenis kegiatan usaha perbankan pada umumnya maupun dibidang perkreditan pada khususnya,

2) surat–surat Edaran dan Instruksi–instruksi, 3) struktur organisasi dan pembagian kerja,

4) struktur dari sistem dan prosedur kerja yang baik, 5) pendidikan pegawai,

6) job rotation ( mutasi pegawai ), 7) cuti pegawai,

8) anggaran.

Sedangkan aspek–aspek yang harus diperhatikan dalam perkreditan adalah :

a. Pengawasan Syarat-syarat Materiil

Salah satu ciri pokok dari syarat materiil yang harus dipertahankan antara lain bahwa data–data dan informasi yang diperoleh dari calon debitur yang disajikan sebagai dasar pengambilan keputusan harus diuji kebenarannya atau dengan kata lain data dan informasi

(18)

tersebut benar–benar objektif atau data tersebut dapat diverifikasikan pada bukti yang otentik dan nyata menurut keadaan yang sebenarnya.

b. Pengawasan Administrasi Perkreditan

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa salah satu tujuan dari pengawasan kredit adalah untuk memastikan kebenaran dan ketelitian data administratif. Hal ini sangat penting, karena data administratif sangan mempermudah untuk mengetahui penyimpangan–penyimpangan operasional yang terjadi, selain itu data administratif juga merupakan umpan balik bagi manajemen dalam menentukan kebijakan di kemudian hari. Untuk keperluan pengawasan perkreditan ini, maka ruang lingkup kegiatan pengawasan administrasi akan dibagi dalam 2 ( dua ) kelompok, yaitu :

1) Kegiatan Administrasi Nasabah Secara Individual, meliputi : a) laporan kegiatan nasabah,

b) prima note debitur ( mutasi rekening koran ), c) buku debitur,

d) arsip map debitur,

2) Kegiatan Nasabah Secara Keseluruhan, meliputi : a) tingkat collectibility

b) laporan perkreditan c) pendapatan perkreditan

(19)

d) data pembukuan/accounting e) asuransi perkreditan

c. Prosedur Pemberian Kredit

Sebagai lembaga kredit, bank harus dapat menentukan kebijaksanaan umum yang harus ditempuhnya. Bank harus telah dapat menyelami dengan sungguh-sungguh kondisi perekonomian dan perdagangan yang merupakan landasan usahanya. Berbicara soal perkreditan tidak lepas dari masalah-masalah yang ada dalam suatu kegiatan perbankan. Dalam perkembangan bisnis perbankan permasalahannya akan semakin rumit, karena perkreditan itu sendiri akan saling berkaitan dengan kegiatan-kegiatan lainnya dan akan membentuk jaringan kerja yang terus menerus. Untuk mengatasi berbagai kerumitan serta dalam upaya kegiatan perkreditan tersebut dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan rangkaian peraturaperaturan yang ditetapkan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan perkreditan itu sendiri berlangsung. Rangkaian peraturan itu disebut kebijakan kredit. Karena kebijakan ini akan merupakan pedoman kerja di bidang perkreditan maka kebijakan tersebut harus mengandung keputusan yang bersifat teknis operasional. Pada kebijakan kredit perbankan, dibuatlah prosedur di dalam pemberian kredit oleh bank. Prosedur pemberian kredit tersebut dibagi atas beberapa tahap sebagai berikut:

(20)

a. Tahap Permohonan Kredit

Tahap ini merupakan persyaratan awal yang harus dipenuhi oleh nasabah apabila hendak mengajukan kredit, yaitu dengan mengajukan terlebih dahulu surat permohonan dan mengisi daftar isian yang disediakan oleh bank.

b. Tahap Analisa Kredit

Permohonan kredit yang sehat harus didasarkan pada suatu analisa yang cermat atas permohonan kredit yang dimaksud. Biasanya kriteria penilaian yang umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan, dilakukan dengan 5C. Penilaian dengan 5C ini berisi penilaian mengenai:

1) Character, merupakan keadaan watak/sifat, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Ini dapat dilihat dengan meneliti riwayat hidup nasabah, reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usaha, dan dengan meminta bank to bank information. Hal ini merupakan ukuran kemauan untuk membayar.

2) Capital, adalah jumlah modal/danasendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Ini dapat melihat apakah penggunaan modal yang efektif dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas.

3) Capacity, adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Ini

(21)

digunakan mengetahui/mengukur sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi hutang-hutangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya.

4) Collateral, adalah barang-barang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Ini digunakan untuk menilai sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank.

5) Condition, yaitu situasi politik, ekonomi, sosial, budaya yang mempengaruhi kelancaran perusahaan calon nasabah.

Selain dengan menggunakan prinsip 5C ini, pihak perbankan juga akan mempertimbangkan beberapa aspek yang mempengaruhi dalam pemberian kredit, diantaranya:

1) Aspek hukum, yang dinilai adalah masalah legalitas badan usaha serta izin-izin yang dimiliki perusahaan yang mengajkan kredit. Penilaian ini akan meniliti akte pendirian perusahaan, Surat Izin Usaha, Tanda daftar perusahaan, NPWP dan keabsahan surat yang dijaminkan. Aspek hukum sangat penting karena walaupun semua aspek yang ada cukup layak, tetapi apabila secara hukum dokumen yang diberikan tidak sah, maka semua perjanjian dianggap batal. 2) Aspek pemasaran, yang dinilai adalah permintaan terhadap produk

yang dihasilkan sekarang ini dan di masa yang akan datang prospeknya bagaimana, misalnya pemasaran produknya minimal 3 tahun yang lalu, rencana penjualan dan produksi untuk 3 tahun

(22)

yangakan datang, peta kekuatan pesaing, dan prospek produk secara keseluruhan.

3) Aspek keuangan, yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan data tersebut. Penilaian ini dapat dilihat dari cash flow, payback period, dan break even point.

4) Aspek teknis, yang dinilai adalah masalah yang berkaitan dengan produksi, seperti lokasi dan mesin yang digunakan.

5) Aspek manajemen, yang dinilai adalah struktur organisasi perusahaan, sumber daya manusia yang dimiliki serta latar belakang pengalaman sumber daya manusianya dan pengalaman perusahaan dalam mengelola berbagai proyek yang ada.

6) Aspek sosial ekonomi, menganalisis dampak terhadap perekonomian dan masyarakat umum, seperti mengurangi pengangguran, meningkatkan ekspor dan lain-lain.

7) Aspek amdal, menyangkut analisis apakah kredit yang diberikan tersebut nantinya akan digunakan untuk proyek yang dapat mengalami pencemaran lingkungan atau tidak.

Setelah pihak bank melakukan analisis seperti yang tersebut di atas, maka selanjutnya mereka akan melakukan wawancara. Wawancara ini akan dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, bertujuan untuk mendapatkan keyakinan apakah berkas-berkas tersebut sudah sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak

(23)

bank, sekaligus untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. Sebelum dilakukannya wawancara tahap kedua, maka akan dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan lapangan.

Pada tahap ini, pihak bank akan melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan dengan meninjau berbagai obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Data yang diperoleh dari pemeriksaan lapangan nantinya akan dicocokkan dengan hasil dari wawancara tahap pertama. Biasanya, dalam melakukan pemeriksaan lapangan, calon nasabah tidak akan diberitahu sebelumnya agar dapat dilihat langsung kondisi yang sebenarnya. Setelah itu, akan dilakukan wawancara tahap kedua. Pada tahap ini dilihat apakah ada kesesuaian dan mengandung kebenaran antara wawancara tahap pertama dengan pemeriksaan lapangan.

c. Tahap Keputusan Kredit

Setelah melalui tahapan tersebut dan melalui proses rekomendasi dari pejabat bank yang terkait, maka akan ada keputusan kredit akan disetujui atau ditolak. Jika permohonan ditolak, maka akan dikirimkan surat penolakan yang disertai alasannya. Dan jika kredit disetujui, maka akan dibuat persetujuan kredit yang berisi jenis kredit, jumlah kredit yang diterima, jangka waktu, biaya-biaya yang harus dibayar, suku bunga, jaminan kredit dan ketentuan lainnya.

(24)

Setelah dilakukan penandatangan surat-surat yang diperlukan, maka kredit dapat direalisasikan. Realisasi kredit ini dapat dilakukan secara bertahap ataupun sekaligus, sesuai dengan ketentuan dan tujuan kredit.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Rizky Wahyuni (2008) Analisis Sistem Pengawasan Pemberian Kredit pada PT. Bank Bumi Putra, Tbk Cabang Medan Pengawasan pemberian kredit Pengawasan dilakukan dengan memisahkan tugas antara bagian yang menerima, melakukan, dan membukukan kredit dengan tingkat suku bunga efektif Melinda Sinulingga (2006) Analisis Pelaksanaan Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja pada PT. BRI (Persero), Tbk Cabang Medan Puteri Hijau Prosedur pemberian kredit Prosedur pemberian kredit menerapkan prinsip kehati-hatian ( Prudential Banking Practice ) dan peninjauan langsung ( on the spot )

Sumber : Hasil Olahan Peneliti

C. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan antara

(25)

variabel-variabel penelitian (Maya, 2009).Berdasarkan latar belakang masalah dan penjelasan di atas maka pengawasan pemberian kredit usaha mikro dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

PT. Bank Mandiri adalah bank dari program restrukturisasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia yang berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998. Pada bulan Juli 1999, empat bank milik Pemerintah yaitu Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) yang bergabung menjadi Bank Mandiri. PT. Bank Mandiri sebagai bank milik pemerintah mempunyai

PT. Bank Mandiri (PERSERO), Tbk Cabang Medan

Evaluasi Terhadap Pengawasan Pemberian

Kredit Usaha Mikro

Meningkatkan Kualitas Pemberian Kredit Pengawasan Sebelum Penerimaan Kredit Pengawasan Saat Pemberian Kredit Pengawasan Setelah Penerimaan Kredit

(26)

kewajiban dalam meningkatkan serta mengembangkan usaha produktif maupun konsumtif skala mikro dan usaha rumah tangga baik berbentuk perusahaan, kelompok usaha, dan perorangan (seperti pedagang, petani, peternak, dan nelayan dan merupakan bagian dari strategi perekonomian nasional). Peranan usaha mikro, kecil dan menengah khususnya usaha kecil sangat besar terutama untuk mengurangi jumlah pengangguran, memerangai kemiskinan, dan pemerataan pendapatan.

Salah satu jenis kredit yang diberikan oleh PT. Bank Mandiri dalam rangka menunjang kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah adalah Kredit Usaha Mikro (KUM). Kredit Usaha Mikro merupakan salah satu jenis kredit yang dibutuhkan masyarakat dalam bentuk Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja dalam pengembangan usaha skala produktif maupun konsumtif skala mikro yang dikeluarkan oleh PT. Bank Mandiri dengan pembentukan unit Micro Business pada awal tahun 2005 yang menyediakan layanan Mandiri Kredit Usaha Mikro , yang bertujuan untuk meningkatkan peran bank dalam usaha memberdayakan pengusaha mikro yang berusaha mandiri dan berkembang untuk menjadi tuan rumah di negaranya sendiri melalui fasilitas kredit. Sebagai solusi pengembangan usaha, maka kecepatan, kemudahan dan kedekatan menjadi hal yang diutamakan oleh bank Mandiri. Untuk mewujudkan hal tersebut bank Mandiri terus meningkatkan jangkauan dan dukungan pembiayaan bagi usaha mikro yang tersebar luas. Saat ini terdapat 600 Mandiri Unit Mikro yang siap melayani pengusaha mikro diseluruh Indonesia. Selanjutnya bank mandiri akan membuka 200 unit hingga total menjadi 800 unit pada akhir tahun 2009. Jumlah nasabah

(27)

Kredit Usaha Mikro pada Bank Mandiri per September 2009 mencapai 437.872 nasabah, yang pada tahun sebelumnya baru mencapai 272.879 nasabah. Sementara total penyaluran kredit ke sektor tersebut meningkat 18,6% menjadi 25,51 triliun sampai September 2009. Bank Mandiri kini harus diakui, yang semula terdiri dari bank-bank BUMN yang keropos kini menjadi bank yang sangat solid. Terbukti dari total asetnya per September 2009 telah naik menjadi Rp 366,5 triliun, naik Rp 50 triliun dibanding posisi per September 2008. Sementara kredit yang disalurkan mencapai Rp 188,3 triliun (naik 15,7%). Dengan demikian sektor usaha mikro merupakan hal yang sangat penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan pembiayaan. Walaupun baru menyentuh sebagian, sektor usaha mikro dapat menjadi alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan klasik pengembangan usaha mikro ditanah air. Banyaknya calon debitur dari kalangan pemilik usaha mikro yang mengajukan kredit ini memungkinkan pihak bank untuk selektif dalam memilih calon nasabah. Walaupun kredit yang disalurkan tersebut merupakan kredit tanpa agunan, tetap saja pihak bank harus melakukan pemeriksanaan serta melakukan pengawasan yang memadai. Banyak calon debitur yang mengajukan kredit usaha mikro, tetapi tidak layak dan tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan kredit tanpa agunan tersebut. Umumnya, para pengusaha mikro, kecil dan menengah belum dapat memenuhi bank teknis yang berlaku, serta adanya kesan bahwa para pengusaha mikro, kecil dan menengah hanya melihat bahwa penyaluran kredit kepada mereka adalah merupakan program / bantuan dari pemerintah semata yang tidak perlu dikembalikan.

(28)

Oleh karena itu perlu diadakannya evaluasi terhadap pengawasan pemberian kredit, baik sebelum penerimaan, saat penerimaan, dan setelah penerimaan kredit. Berdasarkan kenyataan yang ada, maka setiap bank selalu berusaha untuk lebih meningkatkan kualitas pengawasan terhadap kredit dan pelayanan kepada nasabah agar tercapai tujuan yang diharapkan melihat betapa pentingnya kefektifan pengawasan kredit.

BAB III

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pada lembaran check list pengadaan dimana elemen persyaratan permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten

Faktor-faktor yang mempengaruhi ancaman pendatang baru antara lain proses industri tidak dilindungi pemerintah atau paten, pembeli memiliki loyalitas yang rendah,

Friedlander Pneumonia dengan konsolidasi alveolus yang luas konsolidasi alveolus yang luas pada lobus superior kanan (dikutip dari pada lobus superior kanan (dikutip dari

Hasil dari pengujian model yang dilakukan adalah memprediksi penyakit jantung dengan support vector machine dan support vector machine berbasis particle swarm

Untuk mengetahui apakah perilaku konsumsi tersebut berorientasi pada satisfying wants (pemuasan keinginan) atau meeting needs (pemenuhan kebutuhan), haruslah diketahui

Peraturan Menteri Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan Draft dipersiapkan oleh Ditjen KP3K 32. Peraturan Menteri Tata Cara Perlindungan Jenis dan Genetik Ikan

%ika pada u$ung/ * D B tidak terdapat tahanan, panel plat dapat dianggap sebagai balok dengan tumpuan sederhana dalam arah bentang l  n.