Kisah
suKses
Berkontribusi pada Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan
dari Perserikatan Bangsa Bangsa melalui
Program Produksi Kakao Berkelanjutan (Sustainable
Cocoa Production Program - SCPP) telah membuat
kemajuan yang luar biasa dalam kaitannya dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals - SDG) dari Perserikatan Bangsa Bangsa di sektor kakao di Indonesia.
Dari awal, pendekatan SCPP yang berkelanjutan telah menyatukan aspek masyarakat, profit, dan lingkungan sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Dengan dukungan donor swasta dan publik, SCPP telah berkontribusi pada 11 tujuan dari total 17 tujuan SDG dengan menciptakan industri kakao yang mendukung inovasi, keberlanjutan dan kesejahteraan petani.
Pada halaman-halaman di edisi ini, anda akan dibawa mengenal sosok - sosok luar biasa yang didukung SCPP dan membuat perubahan di masyarakat. Ada Muhajar dan Halimah, pasangan yang berkomitmen untuk meningkatkan
pengetahuan komunitas mereka mengenai nutrisi dan ketahanan pangan. Individu luar biasa lainnya
adalah Muhammad Iqbal, seorang petani muda yang berhasil menjadi pemimpin koperasi dan menjadi inspirasi untuk kaum muda lainnya untuk bertani kakao.
Edisi Kisah Sukses kali ini juga mengenalkan Petrus Pedro, petani yang sangat menjanjikan dari wilayah SCPP yang paling muda di Flores, yang berpotensi untuk menjadi Pemimpin Petani dan mendorong konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Dan terakhir, kami juga menyoroti pendekatan inovatif yang dilakukan Koperasi Koka Jaya dengan membuat skema voucher pupuk, yang memastikan anggota koperasi yang paling kurang beruntung tetap bisa mendapatkan pupuk sehingga mereka bisa meningkatkan produksi dan keluar dari kemiskinan. Selamat membaca!
KaTa PeNGaNTaR
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
Manfred Borer Country Director Swisscontact Indonesia
DaFTaR isi
Tim PeNyusuN
PeNDiDiKaN DaN PeLaTihaN yaNG
BeRKuaLiTas DaLam meNiNGKaTKaN
PRODuKsi DaN PeNDaPaTaN
memBuKa JaLaN uNTuK
masyaRaKaT yaNG iNKLusiF DaN
BeRKeLaNJuTaN
KeRJasama masyaRaKaT DaLam
meNiNGKaTKaN NuTRisi DaN
KeTahaNaN PaNGaN
TumPaNGsaRi uNTuK meNDuKuNG
KONsumsi DaN PRODuKsi yaNG
BeRTaNGGuNG JaWaB
PeNGeTahuaN DaN KeTeKuNaN
aDaLah CaRa KeLuaR DaRi
KemisKiNaN
sOsOK PeTaNi muDa memimPiN
masa DePaN seKTOR KaKaO
meNiNGKaTKaN PRODuKsi KaKaO
DaN meNGaTasi PeRuBahaN
iKLim
KeBiJaKaN POsiTiF uNTuK
meNiNGKaTKaN aKses LayaNaN
KeuaNGaN
Novalinda : ID 130500797, Desa Sumanik, Kecamatan
Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat
I Putu Kariana: ID 720803998, Desa Labagu, Kecamatan
Balinggi, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah
Muhajar: ID 732202412, Desa Tamboke, Kecamatan
Sukamaju, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan
Petrus Pedro Corebima: ID 530600065, Desa Hokeng Jaya,
Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Haeruddin: ID 731200927, Desa Gattareng, Kecamatan
Marioriwawo, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan
Muhammad Iqbal: ID 111000009, Desa Juli Meunasah Teungoh,
Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh
Mangngoy: ID 760401221, Desa Guliling, Kecamatan
Kalukku, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat
Koperasi Koka Jaya: ID 007, Desa Paru Cot, Kecamatan
Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh
04
08
12
16
06
10
14
18
Cargill
Cargill
TM PENERBIT Swisscontact Indonesia EDITOR Denny Herlambang Slamet Enggi Dewanti Meg Phillips Megan King Megi Wahyuni DESAIN & ARTWORKING Roy Prasetyo Rendy Syahputra Tammi SuryaniNovalinda (53) adalah seorang petani kakao
otodidak, yang percaya bahwa pengetahuan
dan pendidikan penting dalam mencapai
sukses bertani kakao. Hanya berbekal
beberapa buku dasar tentang budidaya
kakao, Novalinda memulai usaha kakao nya
dan sekarang sudah berhasil memproduksi
lima ton kakao dari hanya sekitar 1,5 hektar
kebun miliknya.
PeNDiDiKaN DaN
PeLaTihaN yaNG
BeRKuaLiTas DaLam
meNiNGKaTKaN
PRODuKsi DaN
PeNDaPaTaN
ID 130500797 | Desa Sumanik, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat
Guru yang Belajar
Pada tahun 2007, Novalinda dan suaminya memutuskan untuk mengubah 1,5 hektar area kebun bagi hasil mereka menjadi kebun kakao, dan ditanami 800 pohon kakao. Sambil menunggu kakao mereka berbuah, mereka menanam tanaman jangka pendek seperti pisang
dan jeruk diantara pohon-pohon kakao untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setahun berikutnya, Novalinda menambahkan 700 bibit kakao lagi melalui subsidi dari pemerintah lokal. Setelah 22 bulan, panen pertama ternyata hasilnya sangat sedikit karena mereka telah memangkas cabang-cabang pohonnya dengan tidak benar. Mereka menyadari bahwa mereka perlu meningkatkan keterampilan budidaya kakao mereka dan memutuskan untuk bergabung dalam 10 hari pelatihan SL untuk Petani di bulan Oktober 2014. “Melalui Sekolah Lapangan untuk Petani, kami dapat berlatih secara langsung teknik-teknik seperti sambung samping dan sambung pucuk di kebun percontohan. Sebelumnya kami hanya membaca saja mengenai hal ini. Sekarang kami sudah melakukan sambung samping terhadap tanaman yang kurang produktif dengan jenis superior seperti BL-50 untuk hasil produksi yang lebih baik” kata Novalinda.
Dari Satu ke Lima Ton
Hanya dalam waktu dua tahun, mereka telah mampu menggandakan produksi mereka hingga lima kali lipat, dari satu ton di tahun 2014 menjadi lima ton di tahun 2016. Novalinda dan suaminya berbagi tugas dalam mengerjakan kebun mereka. Jamaan fokus untuk memelihara kebun dengan standar yang tinggi, dibantu oleh dua orang pekerja pada saat pemupukan dan musim panen. Novalinda bertanggung jawab untuk penanganan paska panen seperti fermentasi sampai penjualan biji kakao kepada pembeli berikutnya di rantai nilai. Novalinda masih terus mengajar, sehingga suaminya membuatkan membuatkan area belajar di kebunnya agar Novalinda dapat secara sukarela melatih petani lainnya di desa mereka.
Banyak petani lain datang ke kebun mereka untuk meminta saran dan entris dengan gratis agar mereka juga dapat memperbaiki kebun mereka. Berdasarkan catatan penjualan di bulan Desember 2016, pasangan ini mendapatkan Rp. 9 juta (USD 676) per bulan setelah dipotong ongkos pekerja, pupuk, dan zakat (2.5% pembayaran wajib keagamaan). Berkat kakao juga, anak perempuan mereka, Jumiatul Janovia (27) dapat menyelesaikan pendidikan S1 jurusan kebidanan. Keberhasilan Novalinda tidak hanya memberikan manfaat untuk keluarganya, tapi juga bermanfaat untuk komunitas kakao disekitarnya.
BaseLiNe (2013)
POsT-LiNe (2016)
FaKTa PeTaNi
KaKaO
PELATIHAN TANGGAL
GAP Basic 7-Okt-2014
GNP 16-Des-2014
GFP 1-Nov-2016
“Kami BeRhaRaP BahWa PROGRam iNi DaPaT BeRLaNJuT meNDuKuNG
PeTaNi KeCiL sePeRTi Kami KaReNa masih BaNyaK PeTaNi Di LuaR
saNa yaNG BeRNiaT uNTuK BeLaJaR DaN meNCaPai PRODuKTiViTas
yaNG LeBih TiNGGi”
PaRTisiPasi PeLaTihaN
PRODuKTiViTas KeBuN
FaKTa FOTO
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR1,5 ha
1.500 kg
1.000 kg
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
1.500
1 kg
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR1,5 ha
4.937 kg
3.291 kg
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
1.900
2,6 kg
Novalinda, yang masih aktif menjadi guru SMA ini, harus pintar
membagi waktu untuk mengajar, berkebun, dan bergabung
dalam Sekolah Lapangan (SL) untuk Petani dari Barry Callebaut
dan Swisscontact. Dia menyampaikan pengetahuan yang
dipelajari dari Sekolah Lapangan (SL) ke suaminya, Jamaan,
agar mereka juga dapat bersama-sama mengelola kebun.
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN YANG BERKUALITAS DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN
N O V a L i N D a
Farmer Field School
Novalinda (kanan) memperlihatkan pada Duta Besar Raymond Furrer, Kepala Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi negara Swiss, biji kakao yang sudah difermentasi pada saat kunjungan SECO di Tanah Datar pada bulan Desember 2016
Ketika Haeruddin (49) berjuang dengan kondisi
kesehatannya yang kurang baik, pendapatan
yang tidak cukup dan keluarga yang makin
besar, dia beralih pada budidaya kakao untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan
bantuan dari Cargill, Mond
elēz International
dan Swisscontact, Haeruddin behasil menjadi
Petani Andalan untuk melatih petani kakao
lainnya di Soppeng, Sulawesi Selatan.
ID 731200927 | Desa Gattareng, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan
PeNGeTahuaN
DaN KeTeKuNaN
mODaL KeLuaR
DaRi KemisKiNaN
HaeruddiN
Cargill
Cargill
TMMeningkatkan Produksi dan Berkontribusi pada Keberlanjutan
Haeruddin memutuskan untuk menjadi peserta Sekolah Lapang (SL) untuk Petani di bulan Oktober 2014. Dengan pengetahuan dan keterampilan teknis yang baru dipelajarinya, dia saat ini menjadi Pemimpin Petani SCPP dan
memfasilitasi sesi Budidaya Tanaman Kakao (Good Agricultural Practices /
GAP). Dia terjun langsung melatih
30 petani lainnya yang berada di bawah kelompok petani Harapan Areppae. Seperti telah diajarkan di Sekolah Lapang, dia memangkas dan memupuk pohon kakaonya dengan pupuk kandang dari
kambing-kambing miliknya dan pupuk lainnya yang sesuai.
Seperti halnya petani kakao lain di daerah itu, Haeruddin menggabungkan sistem kebun dan ternak. Dia memberi makan kambingnya dengan dedaunan dari pohon-pohon pelindung dan hanya mengeluarkan tambahan Rp. 40,000 (USD 3,1) selama setahun untuk biaya-biaya tambahan lain yang diperlukan untuk ternak kambingnya. “Dengan sistem terpadu kebun-ternak ini, saya mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp. 7 juta (USD 525) setahun dan mendapatkan sistem yang berkelanjutan dan berdikari” kata Haeruddin.
Menetapkan Standar
Pada tahun 2014, hasil panennya hanya 450 kg, tapi setelah pelatihan naik menjadi 896 kg di bulan Desember
2016, yang berarti menggandakan pendapatannya dari kakao.
Haeruddin tetap antusias dan percaya bahwa hasil kebunnya akan lebih besar lagi setelah semua pohonnya disambung samping.
Selain dari pelatihan GAP, istrinya Rahimawati (37), juga mengikuti
pelatihan Pengelolaan Gizi Keluarga (Good
Nutritional Practices/ GNP)
dan Pengelolaan keuangan Keluarga (Good Financial Practices/GFP). Dengan semua dukungan yang di dapatkan oleh Haeruddin dan keluarganya, hanya dalam waktu setahun, penghasilannya mencapai sebesar Rp. 30 juta (USD 2.308) hanya dari kebun kakao.
Kesuksesannya dalam budidaya kakao memotivasi beberapa tetangganya untuk berkebun kakao. Haeruddin yang terlibat aktif dalam kelompok tani Harapan Areppae, mencatat bahwa penjualan dari kelompok tani ke unit pembelian Cargill dan Mondelēz adalah yang tertinggi di daerahnya. Berkat kerja keras dan kemampuannya untuk memimpin, Haeruddin mendapatkan kesempatan untuk menghadiri ulang tahun ketiga Hari Kakao Indonesia di Jogjakarta pada bulan September 2015. “Ketika berada di Jogjakarta, saya mendapatkan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan pengetahuan dan petunjuk yang sangat berharga dari sesama petani sukses lainnya dari seluruh penjuru Indonesia. Saya percaya bahwa keberhasilan akan didapatkan oleh mereka yang tekun dan saya sangat bersyukur atas kesempatan yang diberikan kepada saya” kata Haeruddin.
BaseLiNe (2014) POsT-LiNe (2016)
FaKTa PeTaNi
KaKaO
PaRTisiPasi PeLaTihaN
FaKTa FOTO
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR1 ha
450 kg
450 Kg
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
1.000
0,45 kg
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR1 ha
896 kg
896 KG
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
1.000
0,90 kg
Pada tahun 2009, Haeruddin melakukan penanaman ulang kembali
800 pohon kakao di satu hektar kebunnya, dibawah rimbunan
pepohonan, meniru petani kakao sukses lainnya di daerah tempat
tinggal nya. Tetapi, pendapatan dari panen yang dihasilkan tidaklah
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, oleh karena itu
dia bertekad untuk mencari pendekatan lain dalam budidaya kakao
PENGETAHUAN DAN KETEKUNAN ADALAH CARA KELUAR DARI KEMISKINAN
h a e R u D D i N
Farmer Field School
“isTRi DaN aNaK saya saNGaT BeRsemaNGaT memBaCa mODuL
PeNGeLOLaaN BuDiDaya KaKaO yaNG saya GuNaKaN seBaGai
PeTaNi aNDaLaN. saya seNaNG BahWa saya NaNTiNya DaPaT
meNeRusKaN KeBuN iNi KePaDa aNaK saya DaN meNuNJaNG
KehiDuPaN KeLuaRGa uNTuK GeNeRasi-GeNeRasi BeRiKuTNya”
PELATIHAN TANGGAL GNP 18-Feb-15 GFP 4-Mar-15 GAP Basic 23-Okt-14 GBP - Koordinasi dan SL 12-Nov-14 GAP - Paska Panen dan Akses Pasar 7-Jan-15 GAP Basic 25-Jul-16 GBP - Koordinasi & SL 15-Agu-16
Haeruddin dan Rahimawati sedang membantu pekerjaan rumah anak mereka diantara pohon-pohon kakao di kebun.
i Putu Karia
Na
ID 720803998 | Desa Labagu, Kecamatan Balinggi, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah
I Putu Kariana (37) berhasil menjadi seperti
sekarang ini dengan meneladani petani kakao
lainnya. Dia menjadi petani kakao panutan
dan inspirasi untuk generasi muda karena
ia memilih tinggal di desa dan mendukung
masyarakatnya, daripada pindah ke kota
besar untuk mencari kerja.
memBuKa
JaLaN uNTuK
masyaRaKaT yaNG
iNKLusiF DaN
Belajar mengenai Keberlanjutan
Tidak mau tinggal diam melihat kesuksesan orang lain, pada tahun 1999, I Putu menanam 2.000 pohon kakao di lahan seluas dua hektar. Dalam 15 tahun, kebunnya berkembang menjadi 6 hektar, 3 hektar diantaranya ditanami pohon kakao muda yang menjanjikan.Sejak bergabung dalam Sekolah Lapangan (SL) dari ECOM dan Swisscontact di bulan Oktober 2014, produksi kebunnya telah naik secara signifikan. Berdasarkan catatannya di bulan Desember 2016, dia sekarang mampu memproduksi 6 ton biji kakao setiap tahunnya, menghasilkan pendapatan per tahun sebesar Rp. 186 juta (USD 14,307).
Salah satu aspek paling penting dari SL adalah mengajarkan petani bahwa pupuk dan pestisida bukanlah metoda satu-satunya untuk pengendalian hama dan penyakit. “Ancaman penyakit pembuluh kayu atau Vascular-Streak Dieback menurun ketika saya menerapkan apa yang sudah dipelajari di Sekolah Lapangan untuk Petani. Ternyata kuncinya adalah memangkas sekitar 20cm dari area yang terkena infeksi, dimana solusi ini tidak pernah saya ketahui sebelum mengikuti Sekolah Lapangan untuk Petani,” I Putu menjelaskan.
I Putu dan petani lainnya juga belajar mengenai pengaturan dari tanaman pelindung, penanaman kembali pohon kakao, kebersihan dan pemupukan yang aman sebagai bagian dari SL untuk Petani. Dikarenakan lahan yang miring, dia juga harus mengeluarkan uang Rp. 30 juta (USD 2,308) setiap tahun untuk ongkos pekerja. “Saya memerlukan pekerja tambahan untuk terasering, sanitasi dan pemupukan. Pada musim puncak, saya bahkan harus menambah 20 orang pekerja harian untuk memetik
pucuk yang matang dan membawa biji kopi turun dari bukit” katanya.
Membangun Masyarakat yang Berkelanjutan
Berkat pengetahuan dan pelatihan kepemimpinan di Sekolah Lapangan untuk Petani, I Putu telah menjadi penyelia untuk kelompok tani lokal “Jaya Makmur”. Dia juga mengawasi 120 petani yang tersebar di 4 kelompok petani yang berbeda.
Kelompok tani Jaya Makmur berencana memperluas dan mendirikan koperasi sehingga petani kecil di daerahnya dapat meningkatkan akses terhadap pasar dan meningkatkan pendapatan. “Sebagai contoh, kami mempunyai pembibitan kakao yang hanya untuk keperluan anggota, tetapi karena semakin banyak petani yang ingin merehabilitasi
kebunnya, pangsa pasar semakin besar,” kata I Putu.
Mereka berharap bahwa petani di daerahnya didukung untuk mendapatkan sertifikasi agar bisa meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar. “Melalui anak perusahaan ECOM – TMCI, petani mendapatkan harga yang layak. Ada saat dimana saya menerima harga premium sebesar Rp. 200 per kg untuk biji kakao yang saya jual ke TMCI, karena mereka melebihi standar TMCI. Ketika semua petani dapat mencapai standar yang sama, maka tidak diragukan lagi kita bisa mengembalikan kejayaan kakao” I Putu menyimpulkan.
BaseLiNe (2014)
POsT-LiNe (2016)
FaKTa PeTaNi
KaKaO
PELATIHAN TANGGAL
GAP Basic 15-Okt-14
GBP 17-Okt-16
FaKTa FOTO
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR4,5 ha
2.210 kg
491 Kg
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
3.000
0,74 kg
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR6 ha
6.010 kg
1.002 KG
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
5.000
1,2 kg
I Putu Kariana memboyong keluarganya dari pulau dewata Bali ke
Kabupaten Parigi Moutong di Sulawesi Tengah pada tahun 1996.
Setelah bekerja di sektor konstruksi untuk beberapa tahun, dia
memutuskan untuk berkebun kakao ketika dia melihat kesuksesan
petani kakao lainnya.
MEMBUKA JALAN UNTUK MASYARAKAT YANG INKLUSIF DAN BERKELANJUTAN
i P u T u K a R i a N a
Farmer Field School
“seTeLah meNeRima PeLaTihaN, saya DaPaT memBaNTu KeLuaRGa
LaiNNya DaN memBaGi PeNGeTahuaN meNGeNai BeRKeBuN
yaNG BeRKeLaNJuTaN uNTuK meNCiPTaKaN masyaRaKaT yaNG
seJahTeRa DaRi usaha KeBuN KaKaO”
I Putu (kanan) sedang memper-lihatkan kepada petani lain cara yang benar memangkas cabang-cabang yang kecil
PaRTisiPasi PeLaTihaN
MuHaMM
ad iqbal
ID 111000009 | Desa Juli Meunasah Teungoh, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh
Muhammad Iqbal (26) melalui hari-harinya di District
Cocoa Clinic (DCC) Bireuen, lokasi Koperasi Perkebunan
Kakao Bireuen (KPKB) berada. Dia menyelesaikan
pelatihan Praktik Budidaya Kakao (Good Agricultural
Practices/ GAP) pertamanya di tahun 2010 dan
seyogyanya menyelesaikan kuliahnya di tahun 2015.
Setelah menunda kuliahnya untuk mendukung
keluarganya melalui kebun kakao, dia baru-baru ini
melanjutkan kuliah di bidang agri-bisnis dan
perkebunan yang berkelanjutan.
sOsOK
PeTaNi muDa
memimPiN
masa DePaN
seKTOR KaKaO
Melangkah pada Ketidakpastian
Pada tahun 2010, Igbal bergabung dengan Swisscontact melalui Program Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh (PEKA) dan berpartisipasi dalam kelompok pertama Pelatihan untuk Pelatih (ToT) yang dilaksanakan di desanya Juli Mee Teungoh, Bireuen. Setelah pelatihan, dia bertekad untuk merehabilitasi pohon kakao nya yang sudah tua yang ditanam di tahun 1992 oleh orang tuanya. “Pada saat itu, rekan-rekan petani merespon negatif atas apa yang saya lakukan karena tidak mengerti mengenai praktik pertanian ini. Saya yakini bahwa usaha saya akan berhasil dan kebun saya akan menghasilkan,” papar Iqbal.
Produksi tahunannya sebelum intervensi PEKA hanya 350 kg/ tahun. Sejak saat itu, berdasarkan catatan di bulan Desember 2016, kebunnya mengasilkan 910 kg/ tahun. Sekarang banyak rekan petani yang datang dan meminta entris untuk disambung samping ke pohon kako mereka untuk peningkatan produksi.
Lebih lanjut lagi, dia juga memproduksi bibit kakao berdasarkan permintaan dan menjualnya dengan harga bervariasi, mulai dari Rp.3000 sampai Rp.7.000 per bibit.
Kepemimpinan dan Kerjasama
Keterlibatan Iqbal dengan Swisscontact diteruskan melalui SCPP, setelah PEKA selesai di tahun 2012. Dia kemudian menjadi fasilitator di proyek penjangkauan SCPP di Bireuen Pada tahun 2013, Iqbal terpilih untuk menjadi anggota Sistem Manajemen Internal (Internal
Management System -IMS) di program
sertifikasi UTZ. Dua tahun kemudian, Iqbal menjadi manajer Koperasi Perkebunan Kakao Bireuen (KPKB), yang didirikan
pada bulan Mei 2015.
Saat ini, Iqbal mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk aktivitas IMS dan membina unit bisnis koperasinya. Dia jua berperan sebagai pengendali kualitas, dimana menambahkan pendapatannya sebesar Rp. 75 per kg. Di tahun 2016, dengan dukungan dari JeBe Koko, Iqbal mendapatkan pelatihan Good Business
Practices (GBP) untuk IMS, kemampuan
penelusuran, dan sertifikasi
Perdagangan biji kakao telah menjadi sumber pendapatan utama baik untuk KPKB maupun Iqbal sendiri. Sebagai manager, dia juga layak menerima 13% dari keuntungan tahunan yang dihasilkan oleh koperasi. Dia memperikirakan menerima penghasilan sekitar Rp. 15 – 20 juta (USD 1,126 – 1,500) dari total penjualan di tahun 2016.
Kualitas kakao KPKB yang tinggi menarik perhatian PT. Pipiltin di Jakarta, yang akhirnya Pipiltin menyetujui kontrak khusus pembelian biji kakao. Pipiltin membayar harga premium sekitar 60% per kg dari biji kakao yang dihasilkan di area yang sama. Pada tahun ini, Iqbal berhasil mendapatkan Rp. 14,8 juta dari hasil penjualan 315,5 kg biji kualitas tinggi miliknya, dimana ini belum termasuk penjualan biji yang biasa, berikut tambahan pendapatan dari penjualan bibit, pengendalian kualitas, dan perannya sebagai manajer. Berkat pemahamannya tentang kompleksitas penanaman kakao, Iqbal menerima undangan ke Jakarta pada tanggal 22 November 2016, Iqbal dianugerahi penghargaan peringkat tiga terbaik dalam kompetisi nasional memperingati Hari Kakao Indonesia ke-4 dalam kategori kualitas biji kakao terbaik.
POsT-LiNe (2016)
FaKTa PeTaNi
KaKaO
FaKTa FOTO
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR1 ha
910 kg
910 KG
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
450
2,02 kg
Dia memulai dari hanya 400 pohon kakao dan 56 pohon kelapa yang
berfungsi sebagai pohon pelindung. Meskipun tidak memiliki lahan
yang luas, namun menurutnya, ukuran lahan tidak menentukan
tingginya hasil dan kualitas, tetapi yang penting adalah bagaimana
pohon-pohon tersebut dipelihara. Dia membuktikan bahwa budidaya
kakao tidak hanya untuk generasi tua dan mencontohkan apa yang
dapat dicapai melalui cara budidaya kakao yang professional.
SEORANG PETANI MUDA MEMIMPIN MASA DEPAN UNTUK SEKTOR KAKAO
m u h a m m a D i q B a L
“saya seKaRaNG mamPu uNTuK memBiayai KuLiah aDiK saya, saya
seNDiRi, DaN meNyOKONG seLuRuh KeLuaRGa”
Muhammad Iqbal (kedua dari kiri) baru saja menerima penghargaan ketiga pada kategori kakao terbaik pada Hari Kakao Indonesia 2016
Farmer Field School
PELATIHAN TANGGAL GAP Basic 3-Nov-10 GNP 24-Apr-13 GBP - IMS, Traceability and
Certifi-cation 1-Okt-14 GAP Basic 28-Sept-10 GAP Basic 18-Feb-14 GBP - IMS, Traceability and
Certifi-cation 9-Sept-14 GFP 24-Feb-15 GBP - Group and Cooperative Development 7-Mei-15 GBP - Group and Cooperative Development 14-Agu-15 GBP - IMS, Traceability and
Certifi-cation 25-Agu-15 GBP - IMS, Traceability and
Certifi-cation 5-Okt-15 GBP - IMS, Traceability and
Certifi-cation 8-Jun-16
PaRTisiPasi PeLaTihaN
BaseLiNe (2010) uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR1 ha
352 kg
352 Kg
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
400
0,88 kg
PRODuKTiViTas KeBuN
Muhammad Iqbal (26) melalui hari-harinya di District
Cocoa Clinic (DCC) Bireuen, lokasi Koperasi Perkebunan
Kakao Bireuen (KPKB) berada. Dia menyelesaikan
pelatihan Praktik Budidaya Kakao (Good Agricultural
Practices/ GAP) pertamanya di tahun 2010 dan
seyogyanya menyelesaikan kuliahnya di tahun 2015.
Setelah menunda kuliahnya untuk mendukung
keluarganya melalui kebun kakao, dia baru-baru ini
melanjutkan kuliah di bidang agri-bisnis dan
ID 732202412 | Desa Tamboke, Kecamatan Sukamaju, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan
MuHajar
incorporatedGOTONG
ROyONG uNTuK
meNiNGKaTKaN
NuTRisi DaN
KeTahaNaN PaNGaN
Di banyak belahan dunia, perkebunan kakao
seringkali dihubungkan dengan kemiskinan
dan kurang gizi. Muhajar (56) dan keluarganya
merupakan salah satu dari 48.000 petani kecil kakao
di Program Produksi Kakao Berkelanjutan (SCPP)
yang telah mendapatkan Praktik Pengelolaan Gizi
(Good Nutritional Practices/GNP). Saat ini, Muhajar
dan istrinya, Halimah (53), mendidik masyarakat
di desanya untuk meningkatkan pola makan
masyarakat.
PRODuKsi saaT iNi
iNFORmasi NuTRisi
FaKTa PeTaNi
KaKaO
PELATIHAN TANGGAL
GAP Basic 3-Apr-15
GNP 5-Agu-15
GBP - Coordination Field Days 28-Apr-15
GEP 26-Apr-16
FaKTa FOTO
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR1,6 ha
1.704 kg
1.065 kg
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO2
684
2,49 kg
sKOR KeRaGamaN DieT iNDiViDu ke Dari6/9
9/9
ke Dari0 M
2
150 M
2
uKuRaN KeBuN sayuRMars dan Swisscontact menyadari bahwa peningkatan produksi
kebun produksi dari kebun kakao bukan satu-satunya cara dalam
meningkatkan penghidupan. Sebagai bagian dari kolaborasi mereka,
SCPP memberikan pelatihan pengelolaan gizi di kabupaten Luwu
Utara, Sulawesi Selatan. Para petani juga mendapatkan pelatihan
untuk mengembangkan kebun sayuran di rumah mereka selain
benih untuk mulai ditanam. Halimah mengikuti pelatihan selama
dua hari di bulan Agustus 2015 dengan bersemangat. Sekarang
dia mengerti cara menyiapkan makan dengan benar dan cara
menyimpan makanan untuk mencegah hilangnya vitamin dan
mineral.
KERJASAMA MASYARAKAN DALAM MENINGKATKAN NUTRISI DAN KETAHANAN PANGAN
m u h a J a R
Farmer Field School
Muhajar disamping kolam ikannya di tempat tinggalnya di Luwu Utara, Sulawesi Selatan
Menanam Benih untuk Pertumbuhan
Muhajar dan Halimah mengembangkan kebun di rumah, dimana mereka menanam berbagai macam sayuran yang kaya nutrisi seperti sawi, bayam, kangkung, dan mentimun. Halimah memelihara kebunnya secara organik dengan hanya menggunakan pupuk buatan rumahan yang dibuat Muhajar dari materi organik yang terdapat di kebun kakao miliknya.
Hanya 20 hari setelah mendapatkan pelatihan Praktik Pengelolaan Gizi (Good Nutritional Practices/ GNP), dia sudah mendapatkan panen dan menikmati bayam yang bernutrisi (Amaranth) dan dikembangkan secara organik, dan menjual kelebihan panen ke pedagang toko di dekat rumahnya.
“Ketika saya pertama datang ke toko, penjaga toko menyambut baik bayam yang saya bawa dan bahkan berkata bahwa saya bisa menjadi pemasok rutin karena sayuran organik jarang ada di daerah kami,” kata Halimah. Menjual hasil sayuran organik yang ditanam sendiri sangat menyenangkan dan memotivasi Halimah untuk memproduksi lebih banyak lagi sayuran dan mempertahankan pasokan kebunnya. Halimah sudah memasok toko lokal beberapa kali sejak memulai kebun sayurannya dan bahkan memenuhi kebutuhan pembeli secara langsung di daerahnya. “Saat ini kami akan menanam lebih banyak sayuran karena permintaannya lebih banyak dari yang kami bayangkan,” tambah Muhajar.
Mengatasi Malnutrisi bersama Komunitas
Halimah dan Muhajar memotivasi tetangga-tetangga mereka untuk mulai menanam sayuran di rumah, tidak hanya untuk mendapatkan penghasilan tambahan, tapi juga untuk meningkatkan kualitas asupan makanan mereka. Muhajar menawarkan pupuk buatannya sendiri secara cuma-cuma kepada mereka yang baru memulai menanam sayuran
dan menyarankan kepada keluarga petani untuk tidak selalu bergantung pada pedagang lokal karena harga dan ketersediaan selalu berubah.
Muhajar tahu bahwa masyarakat akan ragu untuk membeli sayuran yang mahal, yang dapat mengakibatkan malnutrisi dan terhambatnya tumbuh kembang pada anak-anak. Halimah berbagi pengetahuan nutrisi dengan penduduk lainnya di desa dan dia selalu senang ketika melihat bahwa keluarga lainnya, terutama ibu-ibu dan anak-anak, mulai mengkonsumsi lebih banyak sayuran.
Kelompok tani Muhajar membuat kolam ikan masyarakat untuk memastikan asupan protein yang lancar, dimana hal ini seringkali terlupakan dalam nutrisi di asupan makanan masyarakat. Mereka memulai dengan hanya tiga kolam ikan, dan sekarang telah menjadi enam kolam. Ada juga kolam-kolam ikan yang dimiliki perorangan. “Anggota kelompok belajar dari kolam ikan bersama dan menerapkan apa yang sudah dipelajari di kolam ikan milik mereka,” Muhajar menjelaskan. Meskipun kelompok ini belum secara komersial menjual hasil ikannya, panen bisa dilakukan secara teratur dan cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka. Bahkan pemerintah lokal pun sudah mendengar mengenai inisiatif masyarakat ini dan ingin bekerjasama dengan Mars dan Swisscontact untuk mengatasi kekurangan gizi di keluarga petani kakao.
“KeBuN sayuRaN Bisa meNJaDi
BisNis yaNG meNJaNJiKaN!
BuKaN haNya uNTuK memeNuhi
KeBuTuhaN seNDiRi, TeTaPi Bisa
DiTaWaRKaN Ke PeDaGaNG LOKaL
DaN meNDaPaTKaN KeuNTuNGaN
DaRi KeBuN KiTa”
PaRTisiPasi PeLaTihaN
tahun 2015 tahun 2015 tahun 2016 tahun 2016PRODuKTiViTas KeBuN
Di banyak belahan dunia, perkebunan kakao
seringkali dihubungkan dengan kemiskinan
dan kurang gizi. Muhajar (56) dan keluarganya
merupakan salah satu dari 48.000 petani kecil kakao
di Program Produksi Kakao Berkelanjutan (SCPP)
yang telah mendapatkan Praktik Pengelolaan Gizi
(Good Nutritional Practices/GNP). Saat ini, Muhajar
dan istrinya, Halimah (53), mendidik masyarakat
di desanya untuk meningkatkan pola makan
masyarakat.
MaNgNgo
Y
ID 760401221 | Desa Guliling, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat
meNiNGKaTKaN
PRODuKsi KaKaO
DaN meNGaTasi
PeRuBahaN iKLim
Mari bertemu Mangngoy (70), pensiunan guru yang telah
menjadi petani kakao selama lebih dari dua puluh dua tahun.
Karena kenaikan suhu global, produk kakao berkualitas
tinggi semakin sulit dihasilkan. Melalui Nestlé dan Sekolah
Lapang (SL) dari Swisscontact, selain belajar meningkatkan
teknik penanaman kakao, Mangngoy juga belajar dampak
perubahan iklim dan bagaimana efeknya terhadap hasil
panen. Dia mencoba untuk meminimalkan jejak karbonnya
dan mengajak petani lainnya untuk melakukan hal yang
serupa.
Belajar mengenai Kompleksitas Iklim
Naiknya temperatur global, emisi karbondioksida dan kelembaban menyebabkan berkembangbiaknya hama dan penyakit dengan cepat yang mempengaruhi kebun kakao di daerahnya. “Penggerek buah kakao (Cocoa pod borer), buah busuk hitam (black pod) dan vascular
streak dieback (VSD) merusak sebagian
besar kebun saya yang menyebabkan pertumbuhan yang lambat dan kualitas yang rendah,” Mangngoy menjelaskan. Pada tahun 2013, Nestlé dan Sekolah Lapang Swisscontact mulai beroperasi di daerah ini. Bersama-sama dengan petani lokal lainnya, dia menerima pelatihan mengenai Praktik Budidaya Kakao yang Baik (Good Agricultural Practices/ GAP), Penanganan Hama Terpadu
(Integrated Pest Management /IPM) dan
penggunaan yang bertanggungjawab input tanaman seperti pupuk. Ketika petani dilatih untuk memakai pupuk secara benar, meningkatkan penggunan materi organik untuk pemeliharaan tanah dan pada saat yang bersamaan menanam tanaman pelindung yang tepat, total jejak karbon mereka akan berkurang secara signifikan. Dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan,
Mangngoy dapat mengatasi masalah di kebunnya dan meningkatkan produksi dari 1,2 menjadi 2 ton/hektar/tahun. Berdasarkan catatannya di tahun 2015, dia mendapatkan penghasilan sekitar Rp. 69 juta (USD 5,307) dalam setahun dari penjualan biji kakao ke BT Cocoa.
Teladan dalam Aksi Memerangi Perubahan Iklim
Mangngoy tidak berhenti disana. Dia juga mengikuti sesi pelatihan Training of Trainers dalam Pengelolaan Lingkungan Yang baik (Good Environmental
Practices/GEP) yang diselenggarakan
oleh Swisscontact dan Nestlé sehingga dia dapat mengajar petani lainnya tentang cara menurunkan emisi gas rumah kaca dari kebun mereka. Dia tau bahwa banyak petani masih meragukan dampak akibat dari perubahan ikilm terhadap produktivitas kebun mereka, tetapi Mangngoy sudah mengalaminya sendiri. Dia telah mengalami bagaimana anomali cuaca mengakibatkan terlambatnya musim panen, menurunkan hasil
panennya sampai hanya sebesar 800kg di tahun 2016.
Tahun ini dia mengamati bahwa pola cuaca juga berubah, tetapi dia tetap optimis untuk melanjutkan usahanya dalam membuat kebunnya lebih ramah lingkungan. “Untuk memanfaatkan limbah hasil pertanian, saya membuat lubang kompos tempat menimbun limbah organik untuk memperkaya organisme mikro di dalam tanah, agar penggunaan pupuk dapat berkurang. Saya juga sedikit demi sedikit telah mengurangi penggunaan pupuk pabrikan yang tidak alami dan akhirnya akan mencoba untuk hanya menggunakan pupuk alami yang saya, ”jelas Mangngoy. BaseLiNe (2013) POsT-LiNe (2015)
FaKTa PeTaNi
KaKaO
FaKTa FOTO
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR2 ha
1.180 kg
590 Kg
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
700
1,69 kg
uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR2 ha
1.960 kg
980 KG
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
1.000
1,96 kg
Mangngoy mulai menanam 700 pohon kakao di area kebunnya
seluas satu hektar tanpa pengetahuan mengenai budidaya
kakao. Pada awalnya, pohon-pohonnya menghasilkan panen
yang baik, namun hal ini tidak berlanjut lama dikarenakan
oleh perubahan iklim yang menyebabkan anomali cuaca dan
perkembangbiakan hama dan penyakit secara cepat.
MENINGKATKAN PRODUKSI KAKAO DAN MELAWAN PERUBAHAN IKLIM
m a N G N G O y
Farmer Field School
“aDaNya PeLaTihaN meNGeNai PRaKTiK PeNGeLOLaaN LiNGKuNGaN
yaNG BaiK DaPaT memBuKa JaLaN uNTuK PeRKeBuNaN yaNG
BeRKeLaNJuTaN yaNG PaDa aKhiRNya meNGhasiLKaN sumBeR
PeNGhasiLaN yaNG BeRKeLaNJuTaN uNTuK PeTaNi KaKaO Di
iNDONesia”
PELATIHAN TANGGAL GAP Basic 9-Apr-13 GNP 15-Jul-13 GAP - Pasca Panen dan Akses Pasar 2-Jan-14 GBP - IMS, ketertelusuran dan
Sertifikasi 9-Jun-15 GBP - IMS, ketertelusuran dan
Sertifikasi 15-Apr-15 GBP - IMS, ketertelusuran dan
Sertifikasi 28-Apr-15 GBP - Pengembangan Kelompok dan Koperasi 21-Mei-15 GBP - IMS, ketertelusuran dan
Sertifikasi 5-Agu-15 GBP - IMS, ketertelusuran dan
Sertifikasi 12-Okt-15 GBP - IMS, ketertelusuran dan
Sertifikasi 30-Okt-15 GEP - ToT 20-Agu-16
Mangngoy memperlihatkan Kartu identitas Cocoa Trace Farmer miliknya ketika dia menjual biji kakaonya kepada unit pembelian lokal di Mamuju
PaRTisiPasi PeLaTihaN
Bulan Agustus 2016, Petrus Pedro Corebima (63) bergabung
dalam Sekolah Lapangan (SL) yang di implementasikan
oleh VECO yang sudah aktif di Flores sejak tahun 2010.
Program ini melebarkan operasinya di Flores melalui
Green Prosperity – Sustainable Cocoa Production Program
(GP-SCPP). GP-SCPP adalah kerjasama antara Konsorsium
Swisscontact dan Millennium Challenge Account-Indonesia
untuk mempromosikan praktik-praktik lingkungan yang
berkelanjutan dan meningkatkan
pendapatan dan penghidupan petani kakao.
TumPaNGsaRi
uNTuK meNDuKuNG
KONsumsi DaN
PRODuKsi yaNG
BeRTaNGGuNG
JaWaB
Petrus Pedr
o
CorebiM
a
ID 530600065 | Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Ekosistem Berkelanjutan yang Mengurangi Produksi Limbah
Kemampuan untuk melakukan tumpang sari dari beberapa komoditas tanaman adalah salah satu keuntungan dari menanam kakao. Seperti saran yang pernah diterimanya, Petrus sudah memulai menumpangsarikan kebun kakaonya dengan pohon kelapa dan gamal yang menaungi pohon kakaonya. Tanaman jangka pendek seperti nanas, ubi, dan singkong menghasilkan secara cepat, sehingga dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari keluarga. Selain itu, dia juga memelihara ternak seperti babi dan kambing. Keputusan untuk memadukan ternak dan kebun juga berarti mengu-rangi produksi limbah, mengumengu-rangi biaya pekerja untuk pengendalian gulma dan akses terhadap produk peternakan seperti susu dan daging. Sisa-sia kulit kakao (cacao pod husks) mengandung serat, protein, lemak dan juga asam organik yang cocok untuk dijadikan pakan ternak. Pupuk kandang dari ternak dapat digunakan sebagai bahan pupuk sehing-ga menurunkan biaya agri-input. Petrus juga menjual hasil sampingan dari pohon kakao untuk penghasilan tambahan. Selain menjual biji kakao kering, dia juga menjual batang entris dan bibit kakao. “Kakao adalah tanaman yang sangat menguntungkan, apalagi adanya kesempatan bisnis sampingan yang memberikan penghasilan tambahan untuk keluarga saya.” Berkat keterampilan melakukan sambung pucuk, Petrus telah berhasil membuat bisnis pembibitan kakao. Bibit unggul hasil sambung pucuknya sudah dipasarkan tidak hanya di kabupaten-kabupaten Flores Timur, di-mana dia tinggal tetapi juga dipasarkan ke kabupaten terdekat lainnya.
Usaha pembenihan ini memberikan penghasilan tambahan sebesar Rp. 7,5 juta (USD 560) setahun. Dari seluruh usahanya
ini, Petrus mendapatkan Rp. 43.850,000 (USD 3.300) di tahun 2016.
Produksi yang Berkelanjutan untuk Masa Depan Industri Kakao
Petrus telah mendapatkan Rp. 35,3 juta (USD 2.600) dari hasil penjualan biji kakaonya ke koperasi lokal, KSU Jantan, dimana dia juga menjadi anggota aktif. Sebagai petani andalan, Petrus membantu memfasilitasi pelatihan Budidaya Kakao yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) dan Pengelolaan Lingkungan Yang baik (Good Environmental Practices/GEP) untuk 37 rekan petani lainnya di dalam kelompok tani Tali Tulun. KSU Jantan juga memproduksi produk kakao yang sudah mereka olah sendiri seperti mentega kakao dan bubuk kakao.
Koperasi ini menyadari pentingnya keberlanjutan dan Petrus ingin melihat berlanjutnya kerjasama antara KSU Jantan dan GP-SCPP yang didanai MCA-Indonesia. Petrus berencana untuk meneruskan pengetahuannya tentang budidaya yang berkelanjutan kepada anak-anaknya “Anak lelaki saya sudah menunjukkan ketertarikan untuk melanjutkan mengurus kebun saya, dia sudah lulus menyandang sarjana pertanian perguruan tinggi disini. Sementara ini, saya akan terus meningkatkan kualitas kebun saya dan membuatnya lebih ramah lingkungan”. Pelatihan GEP merupakan tahap pertama untuk menjadi petani yang tersertifikasi. Mitra swasta dari Swisscontact sedang mempertimbangkan opsi untuk memberikan harga yang tinggi untuk kakao yang tersertifikasi yang dihasilkan di Flores. Hal ini sebagai penghargaan atas jerih payah dan ketekunan petani seperti Petrus dalam memperhatikan ekosistem dan memberikan insentif petani lainnya untuk mengikuti jejaknya.
BaseLiNe (2016) POsT-LiNe
FaKTa PeTaNi
KaKaO
PELATIHAN TANGGAL GAP 24-Mei-16 GEP 1-Des-16 uKuRaN KeBuN PRODuKsi RaTa-RaTa PRODuKsi/heKTaR2 ha
1.208 kg
604
JumLah KeBuN JumLah POhON KaKaO yaNG meNGhasiLKaN RaTa-RaTa PRODuKsi/POhON KaKaO1
800
1,51 kg
Post-line
aKaN DI aMBIL
DI TahUN 2017
Setelah mengikuti Sekolah Lapang, Petrus menerapkan Praktik
Pengelolaan Lingkungan yg Baik (Good Environmental Practices/
GEP) di seluruh kebunnya. Hasilnya, dia melihat lebih sedikit
hama dan penyakit dan pohon-pohon kakao-nya terlihat lebih
sehat. Berdasarkan catatan hasil panennya selama Januari sampai
Desember 2016, dia berhasil memproduksi 1.208 kg biji kakao.
TUMPANGSARI UNTUK MENDUKUNG KONSUMSI DAN PRODUKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB
P e T R u s P e D R O C O R e B i m a
Farmer Field School
“PemahamaN saya TeNTaNG eKOsisTem TaNamaN DaN PRaKTiK -
PRaKTiK yaNG Ramah LiNGKuNGaN TeLah meNiNGKaT. saya TeLah
mamPu memBuaT KOmPOs seNDiRi DaN memuPuK TaNamaN saya
DeNGaN PuPuK ORGaNiK yaNG saya BuaT seNDiRi”
FaKTa FOTO
Petrus sedang menunjukkan kepada istrinya, Yasinta, bagaimana cara memanen buah kakao dari salah satu pohon kakao nya. Hal ini juga akan dia lakukan ketika melatih rekan-rekan petani lainnya di Flores.
PaRTisiPasi PeLaTihaN
Pupuk sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan
pohon kakao dan hasilnya. Ketika praktik-praktik yang
direkomendasikan dilakukan (termasuk menambahkan
materi organik yang cukup), hal ini akan berkontribusi pada
keberlanjutan kebun kakao dengan cara memperbaiki
kondisi tanah dan meningkatkan persediaan karbon di
dalam tanah, yang artinya menurunkan gas rumah kaca
yang dilepaskan. Tetapi, seringkali petani mempunyai
akses yang terbatas pada jasa layanan keuangan yang
memungkinkan mereka untuk membeli pasokan
input dan mengikuti petunjuk pemupukan yang benar.
ID 007 | Desa Paru Cot, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh
KoPerasi
KoKa jaY
a
KeBiJaKaN
POsiTiF uNTuK
meNiNGKaTKaN
aKses LayaNaN
KeuaNGaN
FaKTa PeTaNi
KaKaO
DaTa KOPeRasi
FaKTa FOTO
Para petani di Pidie Jaya - Aceh, mengalami keterbatasan yang
serupa, mengeluhkan bahwa potensi produksi tidak maksimal
karena keterbatasan mereka mendapatkan pupuk. Petani harus
mengeluarkan uang untuk kebutuhan utama lainnya seperti biaya
pendidikan, makanan, dan pengeluaran utama lainnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Koka Jaya, salah satu koperasi petani
pertama yang didukung Program Produksi Kakao Berkelanjutan
(SCPP), mencoba melakukan skema voucher pupuk untuk para
anggotanya, dimana pada akhirnya akan meningkatkan produksi
petani dan meningkatkan penjualan kakao dari koperasi.
KEBIJAKAN POSITIF UNTUK MENINGKATKAN AKSES LAYANAN KEUANGAN
K O K a J a y a
Ini adalah salah satu contoh voucher pupuk yang diberikan kepada anggota koperasi Koka Jaya
Skema Voucher Pupuk
Koka Jaya didirikan pada bulan November 2013 dan saat ini mempunyai 208 anggota (yang tersertifikasi UTZ maupun petani konvensional) di 62 desa di Kabupaten Pidie Jaya. Modalnya didapatkan dari tabungan anggota, sumber dana dari kreditor dan pembagian hasil dari unit bisnis nya. Hanya tiga tahun setelah didirikan, Koka Jaya telah berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp. 434 juta (USD 32.600) sebagai modal. Koperasi ini mengelola kegiatan yang menguntungkan seperti memasok bibit kakao, kompos, batang entris yang tersertifikasi, dan juga memfasilitasi penjualan biji kakao (yang tersertifikasi UTZ maupun konvensional) untuk anggota dan non-anggota. Koka Jaya seudah membuktikan bahwa dia layak kredit ketika koperasi ini sudah mengembalikan pinjaman pertamanya ke Rabobank sesuai dengan perjanjian dan mendapatkan kredit lainnya di akhir tahun 2016. Pinjaman dari Rabobank digunakan untuk modal kerja untuk usaha perdagangan biji kakao dari koperasi.
Seperti dianjurkan oleh SCPP, Koka Jaya meluncurkan pendanaan bersyarat untuk agri-input di bulan Mei 2016, dimulai dengan mengalokasikan voucher untuk anggota yang menjual biji kakao mereka secara aktif ke koperasi. Skema ini pada dasarnya adalah pinjaman tanpa syarat kepada petani yang membutuhkan. Untuk melaksanakan hal ini, koperasi bekerjasama dengan pedagang agri-input yang terpercaya dimana voucher pupuk ini bisa dicairkan. Untuk memastikan pembayaran, Koka Jaya mendaftarkan unit pembelian biji kakao yang terkait dengan koperasi. Petani mempunyai opsi untuk membayar cicilan selama enam bulan, yang artinya bahwa ketika mereka menjual kakao mereka, unit pembelian menyisihkan sebagian pembayaran untuk dibayarkan ke Koka Jaya.
Petani juga mempunyai opsi untuk membayar pinjaman sekaligus pada akhir
bulan ke-enam. Seluruh pihak termasuk petani penerima pinjaman, unit pembelian, dan ketua kelompok tani yang anggotanya menerima pinjaman harus bertanggungjawab untuk memastikan pengembalian pinjaman.
Hasil yang Terbukti
Pada bulan November 2016, seperti telah dituliskan dalam perjanjian, tujuh anggota dari “Kelompok Tani Reuleut”, yang menerima pendanaan pertama di bulan Mei 2016, telah berhasil mengembalikan pinjaman dalam bentuk voucher pupuk secara penuh sejumlah Rp. 6 juta (USD 450). Pengembalian dari Reuleut telah didistribusikan kembali kepada empat anggota koperasi lainnya dari kelompok yang sama. Sementara itu, dua kelompok tani lainnya yang menerima pendanaan di bulan Juni dan Agustus 2016, telah menunjukkan komitmen mereka untuk membayar cicilan setiap kali mereka melakukan transaksi. Mereka diharapkan untuk dapat melunasi cicilannya pada bulan Desember 2016 dan Februari 2017. Secara keseluruhan, Koka Jaya telah menyalurkan Rp. 27,2 juta (USD 2.000) dalam bentuk voucher pupuk kepada 29 petani. Koperasi juga menerima sedikit bagi hasil dari voucher, dimana berarti jumlah uang yang dikembalikan ke Koka Jaya di bulan Pebruari 2017 seharusnya sebesar Rp. 28,4 juta (USD 2.130).
Di waktu yang akan datang, Koka Jaya berencana untuk menyediakan pasokan agri-input kepada petani yang lebih luas dengan menjadi sub-distributor sendiri melalui kerjasama dengan Dinas Koperasi dan Perdagangan Kabupaten Pidie Jaya. Dengan demikian, Koka Jaya dapat meningkatkan keuntungannya untuk mempertahankan skema yang mereka buat. Model bisnis ini sangat menjanjikan dan harus direplikasi unutk jenis agri-input lainnya seperti bibit kakao dan direplikasi oleh koperasi petani kakao lainnya di seluruh area SCPP ketika mereka sudah mempunyai cukup modal untuk menerapkannya.
NoveMBer 2013
TaNGGaL DiDiRiKaN aNGGOTa208
KeaNGGOTaaN POsisi KePemimPiNaN Di isi OLeh PeRemPuaN10%
PaRTisiPasi PeRemPuaN BiJi BeRseRTiFiKaT yaNG TeRJuaL PaDaTahuN 2016
452 ToNs
PRODuKsi
DaLam eKuiTas TOTaL iDR