• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. menyampaikan atau menyalurkan barang dari produsen ke konsumen atau pemakai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. menyampaikan atau menyalurkan barang dari produsen ke konsumen atau pemakai"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Distribusi

2.1.1 Saluran Distribusi

Saluran distribusi yaitu saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyampaikan atau menyalurkan barang dari produsen ke konsumen atau pemakai industri. Suatu perusahaan menghasilkan produk dengan harapan dapat dibeli oleh konsumen, agar produknya mudah didapatkan maka perusahaan harus menyediakan produknya pada tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh konsumen. Untuk itu, perusahaan perlu membentuk jaringan saluran distribusi yang tepat terarah.

Fungsi utama penyaluran distribusi, yaitu :

a. Menciptakan faedah (utility), baik faedah waktu (time utility), faedah tempat (place

utility), faedah kepemilikan (possesion utility).

b. Mengumpulkan, menyelaraskan dan menyebarkan produk dari produsen ke

konsumen. Mereka melaksanakan (fungsi concentration) produk-produk yang dihasilkan oleh para produsen, kemudian menyiapkan, menggolongkan dan menyajikan produk-produk tersebut dalam jumlah dan jenis yang diinginkan konsumen (fungsi uqualization), dan akhirnya menyebarkan ke konsumen (fungsi

(2)

6 2.1.2 Konsep Dasar Sistem Distribusi

Distribusi dari barang mengacu hubungan yang ada diantara titik produksi dan pelanggan akhir, yang terdiri dari beberapa macam inventory yang harus dikelola. Obyek dari manajemen persediaan distibusi adalah menempatkan distribusi dengan tempat dan waktu yang tepat dengan biaya yang sesuai sehingga dapat mencapai tingkat yang diinginkan oleh pelanggan (forgaty, dkk. 1991)

Menurut Vincent Gaspersz (2001) tujuan dari manajemen distribusi inventori adalah memperoleh inventori dalam tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, spesifikasi kualitas yang tepat , serta ongkos yang memadai. Tujuan tersebut untuk mencapai tingkat pelayanan pelanggan (Customer Service Level) yang diinginkan dibawah tingkat biaya yangtelah ditetapkan.

Keputusan-keputusan distribusi akan mempengaruhi : 1. Fasilitas

2. Transportasi 3. Inventasi inventori

4. Frekuensi kehabisan stok (Stockout) 5. Proses Manufaktur (Manufacturing) 6. Komunikasi dan pemrosesan data

Tujuan dari sistem distribusi dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu : 1. Pelayanan pelanggan

Waktu tunggu penyerahan menjadi tepat (timely delivery lead time) Pengamanan terhadap ketidakpastian permintaan.

(3)

2. Efisiensi

Ongkos tranportasi minimum.

Tingkat produksi dari pengisian pesanan. Ukuran dan lokasi penyimpanan.

Akutrsi data inventori. 3. Investasi inventori

Stok pengaman yang diperlukan minimum.

Kuantitas pesanan untuk mengendalikan cycle stock menjadi optimal.

Strategi dan kebijakan distribusi adalah bagian yang terintegrasi dengan strategi perusahaan. Keputusan yang dibuat oleh bagian perusahaan, masalah keuangan dan produksi haruslah saling berkait, sehingga keputusan yang diambil suatu bagian berpengaruh pada bagian lain.

(Pujawan,I Nyoman.Supply Chain Management. 2005)

2.1.3 Sistem Distribusi Banyak Eselon

Pada sistem ini terdapat satu atau lebih tempat penyimpanan antara pabrik sampai gudang. Ada beberapa alasan mengapa suatu perusahaan menerapkan sistem seperti ini, yaitu :

1. Pesanan pelanggan akan lebih cepat bisa dipenuhi bila gudang diusahakan sedekat mungkin dekat dengan lokasi pelanggan.

2. Ongkos-ongkos transportasi akan lebih hemat karena jarak pengangkutan akan bisa dipersingkat.

3. Pelanggan lebih yakin akan mendapatkan apa yang diinginkan pada toko atau gudang distribusi yang lebih dekat dibandingkan apabila harus pergi ke pusat distribusi yang lebih dekat letaknya.

(4)

Gudang-gudang cabang biasanya menyimpan produk akhir maupun suku cadang. Gudang akhir ini sering dikenal dengan Pusat Distribusi (Distribution Center, atau DC) dan gudang yang melayani sejumlah gudang regional (Regional Distribution Center

atau RDC).

Pabrik

DC 3

DC 1 DC 2

WC

WC = Warehouse Center (Gudang Pusat) DC = Distribution Center (Pusat Distribusi)

Gambar 2.1 Sistem Distribusi 2 Eselon

Gambar 2.1 menunjukkan sistem distribusi dengan 2 eselon. Produk dibuat di pabrik, disimpan pada gudang pusat pemasok, dan pusat-pusat distribusi dipasok dari gudang pusat ini. Pesanan pelanggan akan masuk dan dipenuhi dari tiap-tiap pusat distribusi.

WC = Warehouse Center (Gudang Pusat) DC = Distribution Center (Pusat Distribusi)

Pabrik DC 3 DC 1 DC 2 WC R3 R1 R2 R1 R2 R3 R1 R2 R3

R = Retail (Toko Eceran)

(5)

Sistem distribusi 3 eselon ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pada sistem ini pihak pembuat (pabrik memiliki toko-toko eceran (retail store). Barang-barang yang dibuat dipabrik disimpan pada gudang pusat pemasok. Gudang pusat ini memasok pusat-pusat distribusi dan setiap pusat distribusi akan melayani toko-toko eceran.

Banyak variasi yang bisa dibuat dalam merancang sistem distribusi. Misalnya dengan menggunakan pusat distribusi metropolitan. Toko-toko pada sistem ini memamerkan produk-produk yang akan ditawarkan. Para konsumen akan datang secara langsung ke toko ini. Bila ada pesanan maka toko akan mengirimkan berita ke pusat distribusi dan barang yang dipesan akan langsung dikirimkan dari pusat distribusi.

Pada sistem yang lain mungkin juga perusahaan mengirimkan produk-produk yang belum dikemas ke pusat distribusi. Kemasan ini akan dibeli secara desentralisasi oleh masing-masing pusat distribusi dari pemasok lokal. Beberapa pengerjaan akhir kadang-kadang juga dilakukan pada pusat distribusi.

Perencanaan sistem distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, ukuran dan nilai produk, tingkat keusangan dan kerusakan fisik dari produk, jarak transportasi, tarif transportasi, frekuensi pengiriman yang dibutuhkan, dan sebagainya.

Penggunaan alat-alat transportasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertimbangan tingkat pelayanan, ongkos tranportasi, dan ongkos-ongkos operasional juga termasuk dalam kriteria keputusan pemilihan alat-alat transportasi yang akan digunakan.

(http://www.google.co.id/)

2.2 Manajemen Persediaan

Persediaan merupakan asset yang sangat mahal yang dapat digantikan oleh asset yang lebih murah yaitu informasi. Untuk menggantikannya, informasi haruslah tepat

(6)

waktu, akurat, andal, dan konsisten. Jika ini terjadi, maka akan tersimpan lebih sedikit persediaan, mengurangi biaya dan mengirimkan produk lebih cepat ke pelanggan.

Sasaran manajemen persediaan adalah menggantikan asset yang sangat mahal yang disebut persediaan menjadi asset yang lebih murah yang disebut informasi. Manajemen persediaan menjawab pertanyaan berapa banyak persediaan yang perlu dicadangkan untuk mengatasi fluktuasi peramalan, permintaan pelanggan dan pengiriman pemasok. Alasan utama perlunya manajemen persediaan adalah untuk : 1. Memaksimalkan pelayanan pada pelanggan.

Semakin akurat peramalan penjualan setiap produk, maka akan semakin kecil kesalahan peramalan, dan sedikit persediaan yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat pelayanan tertentu. Dengan menyimpan lebih sedikit persediaan, kapasitas mesin yang diperlukan untuk menghasilkan produk akan terpakai lebih baik. Persediaan tidak akan sebelum dibutuhkan, sehingga mencagah kesalahan menentukan kapasitas mesin terlalu cepat.

2. Memaksimalkan efisiensi pembelian dan produksi

Bebagai barang dapat saja dibeli dalam jumlah yang lebih besar ketimbang yang dibutuhkan untuk mencapai efisiensi pembelian atau transportasi. Jika barang dibeli dengan alas an ini maka akan timbul persediaan. Meskipun demikian, bias ditetapkan kesepakatan yang disebut “order pembelian berdasarkan volume”. Dengan kesepakatan ini, diskon akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume pada saat yang sama ditetapkan kapan pengiriman perlu dilakukan.

3. Memaksimalkan profit

Profit dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan pendapatan atau menurunkan biaya. Salah satu cara adalah melakukan manajemen persediaan yang tepat.

(7)

4. Meminimalkan investasi persediaan

Persediaan akan mengikat uang yang seharusnya dapat digunakan perusahaan untuk berbagai hal lain dalam bisnis. Persediaan yang berlebihan dapat menciptakan aliran kas negative, dan hal ini harus dihindarkan. Hal ini menyebabkan bagian keuangan berusaha menjaga persediaan serendah mungkin.

Persediaan dapat dikategorikan menjadi 5 tipe dasar, yaitu : 1. Bahan baku

Bahan baku mencakup semua komponen dan bahan yang dibeli untuk menghasilkan produk akhir. Persedian jenis ini menambah nilai produk saat diproses menjadisubrakit, rakitan dan akhirnya menjadi produk yang siap dikirimkan.

2. Barang setengah jadi

Barang setengah jadi merupakan persediaan dalam proses dirakit menjadi produk skhir. Bahan baku dikeluarkan dari gudang dan dipindah ke tempat kerja. Karyawan (tenaga kerja langsung) dan atau mesin digunakan untuk menambah nilainya dengan cara memproses seluruh komponen menjadi subrakitan, rakitan dan kemudian menjadi produk akhir. Komponen-komponen ini dapat disimpan kembali sementara waktu hingga diambil untuk kegunaan lebih lanjut dalam proses produksi. Dalam kondisi ini, kompoenen tersebut dikatakan sebagai rakitan semi jadi (barang setengah jadi).

3. Barang jadi

Barang jadi merupakan persediaan yang siap dikirim ke pusat distribusi, pengecer, distributor atau langsung ke pelanggan.

(8)

4. Persediaan distribusi

Persediaan distribusi disimpan pada titik atau lokasi yang sedekat mungkin dengan pelanggan. Titik distribusi bias saja dimiliki dan dioperasikan secara terpisah. 5. Barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi

Sebagian besar perusahaan menyimpan barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi. Persediaan ini sering kali berbiaya rendah dan termasuk alat tulis kantor serta barang-barang untuk operasional dan pelayanan.

Persediaan dilakukan karena adanya permintaan, dimana permintaan ada 2 macam, yaitu permintaan independen (independent demand) dan permintaan dependen (dependent demand). Permintaan independen merupakan metode untuk mengelola produk yang permintaannya dipengaruhi oleh permintaan pelanggan atau permintaan pihak diluar kendali perusahaan. Dapat juga diartikan sebagai permintaan untuk semua item yang terjadi secara terpisah tanpa terkait dengan permintaan untuk item lain. Metode ini digunakan untuk perusahaan pengecer, distributor dan manufaktur. Contoh

independent demand adalah permintaan untuk produk akhir, parts, atau produk yang

digunakan untuk pengujian produk itu, dan suku cadang untuk pemeliharaan.

Sedangkan permintaan dependen adalah permintaan atas semua komponen yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan independen atau dapat juga diartikan sebagai permintaan untuk suatu item yang terkait dengan permintaan untuk item yang lain. Sebagai contoh, item-item yang ada dalam struktur produk (Bill Of Material /BOM) untuk membentuk produk akhir.

(9)

2.3 Manajemen Persediaan Distribusi

Manajemen persediaan logistik meliputi kegiatan menperoleh material, memindahkan material melalui lingkungan manufaktur (manufaktur produk) dan distribusi. Logistic dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning)

Serangkaian kegiatan untuk memenuhi pelanggan serta menerima dan menyimpan barang dengan biaya serendah mungkin.

2. Perencanaan sumber daya distribusi (Distribution Resource Planning)

Melanjutkan perencanaan kebutuhan distribusi kea rah perencanaan sumber daya penting yang terkandung dalam sistem distribusi : ruang gudang, tenaga kerja, biaya angkutan.

3. Persediaan distribusi meliputi semua persediaan dimanapun dalam sistem distribusi. Sistem distribusi dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Sistem Tarik (Pull System)

Sistem Pull adalah suatu sistem dimana operasi (produksi, pengadaan, pemindahan material, distribusi, produk, dan sebagainya) terjadi sebagai respon atau tanda atau isyarat yang diberikan oleh pemakai pada eselon yang lebih rendah dari sistem (distribusi). Tujuan sistem ini adalah untuk membeli, menerima, memindahkan, membuat dengan tepat apa yang dibutuhkan, kapan dibutuhkan, dan agar tidak terjadi penyimpanan atas item yang tidak dibutuhkan.

Walaupun sistem Pull lebih tua namun sampai saat ini masih tetap diaplikasikan secara luas. Pusat distribusi meramalkan permintaan pada kawasan geografi yang dilayani, menentukan, kapan, dan berapa banyak harus memesan, dan meminta pengiriman dari gudang pusat pemasok sebagai layaknya pemasok lepas. Pesanan

(10)

dikeluarkan tanpa mempertimbangkan persediaan atau kebutuhan pusat distribusi yang lain. Gudang pusat tidak akan mendapat informasi baik tentang tingkat persediaan maupun permintaan pada pusat distribusi. Gudang pusat akan memperlakukan permintaan-permintaan dari pusat distribusi seperti layaknya permintaan konsumen. Dari data-data permintaan inilah nantinya gudang pusat akan menentukan rencana pengiriman maupun persediaan pengaman.

Sistem Pull ini bisa dioperasikan secara manual dan tidak membutuhkan banyak komunikasi karena pertukaran informasi dari gudang pusat ke pusat distribusi memang tidak banyak. Namun pada sistem ini akan terjadi amplifikasi permintaan customer pada pusat distribusi sebelum sampai pada gudang pusat. Lebih dari itu, pusat-pusat distribusi biasanya memesan untuk kebutuhan beberapa minggu sehingga cukup ekonomis dipandang dari biaya transportasi. Hal ini mengakibatkan pada saat-saat tertentu tidak ada permintaan dari pusat distribusi ke gudang pusat dan pada saat-saat yang lain mungkin permintaan dari beberapa pusat distribusi akan datang sekaligus sehingga gudang pusat harus menyiapkan persediaan penganan yang cukup besar dan tetap akan menghadapi kemungkinan kekurangan stok.

Model-model persediaan yang termasuk dalam sistem tarik ini adalah : a. Sistem titik pemesanan kembali (Re-Order Poin)

Merupakan cara pemesanan yang dilakukan bila persediaan yang ada telah mencapai titik tertentu. Pusat distribusi pada tingkat yang lebih rendah menghitung kebutuhannya dan kemudian memesan pada pusat distribusi yang lebih tinggi apabila persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali atau Re-Order Point (ROP). Gudang cabang meminta barang ke gudang pusat bila jumlah persediaan di gudang cabang mencapai jumlah tertentu.

(11)

b. Sistem pemesanan secara periodic

Merupakan salah satu pemesanan dengan interval waktu antara pemesanan tetap, misalnya mingguan, bulanan atau tahunan. Jumlah pemesanan bervariasi tergantung pada permintaan, sehingga tidak memperhatikan kondisi persediaan yang ada.

Fixed order interval dari gudang cabang, safety stock di gudang lebih banyak

karena adanya fluktuasi demand pada periode yang fixed. c. Sistem titik pemesanan ganda

Pada sistem ini gudang pusat menerima laporan kapan persediaan gudang daerah mencapai titik pemesanan kembali ditambah permintaan normal selama waktu tenggang.

d. Sistem pengganti penjualan (sales replacement system)

Pada sistem gudang menentukan persediaan setiap item secara periodic berdasarkan permintaan local. Setiap produk terjual dilaporkan ke gudang pusat. Gudang pusat mengirim barang ke gudang cabang sejumlah yang terjual.

2. Sistem Dorong (Push System)

Sistem dorong adalah suatu sistem di mana operasi-operasi di atas terjadinya sebagai respon atas jadwal yang telah dibuat sebelumnya tanpa harus mempertimbangkan status nyata dari operasi tersebut. Tujuan sistem ini adalah untuk menjaga konsistensi jadwal yang telah dibuat.

Pada sistem dorong, keputusan-keputusan pengiriman ditentukan pada eselon yang lebih tinggi. Informasi yang berkaitan dengan permintaan dan tingkat persediaan pada eselon yang lebih rendah harus sering kali dikirim pada eselon yang lebih tinggi. Ini berarti keputusan pemgiriman ke eselon yang lebih rendah, dibuat pada eselon yang lebih tinggi. Lebih dari itu, pada sistem push ini harus dilakukan peramalan pada eselon

(12)

yang lebih tinggi sehingga kuantitas dan waktu pengiriman bisa direncanakan pada suatu periode perencanaan tertentu.

Sistem dorong yang paling umum adalah perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning/ DRP). Seperti halnya proses MRP, DRP menggunakan teknik titik pemesanan kembali berbasis waktu untuk mencerminkan permintaan dan rencana pesan yang akan dating disemua tingkatan sistem distribusi. Perencanaan dan pengendalian persediaan distribusi dengan sistem dorong, titik kendsali pusat seperti pabrik menetapkan jumlah persediaan yang akan diterima setiap pusat distribusi.

Sistem dorong layak digunakan apabila transmisi dan pemrosesan data dalam volume yang besar bisa dilakukan dengan relative mudah. Perusahaan-perusahaan yang memiliki ratusan pusat distribusi harus mengendalikan sistem distribusi dengan telekomunikasi dan sistem komputer.

Salah satu keunggulan sistem dorong adalah pengurangan persediaan pada gudang pusat karena MPS dan pengiriman bisa diselaraskan. Jumlah yang direncanakan dikirim akan segera dikirim begitu jumlah proses produksinya selesai. Sistem dorong hanya akan memberikan keunggulan apabila perusahaan dapat membuat produk berdasarkan ramalan permintaan yang akurat. Perusahaan yang tidak bisa membuat ramalan permintaan yang akurat dan rasional tidak akan bisa berharap banyak untuk memperoleh kelebihan dari sistem dorong disbanding sistem tarik.

(13)

2.4 Perencanaan Kebutuhan Distribusi 2.4.1 Sistem Order Point

Pada sistem Pull, masing-masing pusat distribusi akan mengevaluasi ketersediaan setiap item secara periodic. Apabila persediaan item-item tertentu berada pada atau kurang dari order point yang ditentukan maka pusat distribusi yang bersangkutan yang akan memesan item tersebut untuk dikirim dari gudang pusat. Penetapan order point harus mempertahankan permintaan selama lead time maupun persediaan pengaman. Besarnya pesanan mungkin juga harus mengikuti suatu aturan EOQ yang didasarkan pada kriteria biaya-biaya penyimpanan dan transportasi.

2.4.2 Sistem Base Stock

Sistem ini menggabungkan ciri yang terdapat pada sistem pull maupun sistem push. Keunggulan yang mendasarkan pada sistem base stock dibandingkan dengan sistem order point adalah bahwa suplai pada gudang pusat didasarkan pada permintaan customer pada pusat-pusat distribusi. Variasi permintaan selalu lebih kecil dari pada yang terjadi pada order point karena terhindar dari proses amplikasi pada pusat distribusi.

Aturan dasar sistem base stock dapat diurutkan sebagai berikut :

1. Informasi tentang permintaan maupun persediaan dikirim dari jaringan distribusi pada eselon yang lebih rendah ke eselon yang lebih tinggi dengan frekuensi tinggi. 2. Base stock dihitung tersendiri untuk masing-masing item pada tiap eselon

distribusi. Perhitungan ini didasarkan pada persediaan yang harus disimpan pada eselon tersebut dan eselon yng dibawahnya.

(14)

Secara periodik masing-masing eselon mengeluarkan pesanan yang besarnya adalah nilai base stock dikurangi jumlah dari posisi persediaan yang dimiliki pada semua eselon yang berada di bawahnya.

(Forgarty, Donald.1991.Production and Inventory Management)

2.4.3 Distribution Requirement Planning (DRP)

Persediaan produk oleh banyak perusahaan dianggap sangat perlu. Hal ini dikarenakan adanya fluktuasi permintaan sehingga menyebabkan kehilangan penjualan. Salah satu cara yang dapat menyelesaikan masalah pengendalian persediaan adalah perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning / DOP). Dalam hal ini DRP menyediakan informasi yang dibutuhkan distribusi dan manajemen manufaktur untuk mengefektifkan alokasi persediaan dan kapasitas produksi sehingga pelayanan konsumen dapat ditingkatkan

Perencanaan kebutuhan distribusi yang dikenal dengan nama DRP (Distribution

Requirement Planning) adalah metode yang mengikuti sistem dorong. Informasi

persediaan maupun permintaan mungkin harus dikirim setiap hari dari lokasi distribusi yang eselonnya lebih rendah ke eselon yang lebih tinggi. Pesanan dijadwalkan sesuai dengan ramalan permintaan, bukan dari permintaan aktual.

.Sistem DRP dimaksudkan untuk mengaitkan proses produksi kepada tingkatan persediaan yang lain, kenudian turun dalam saluran distribusi. Konsep DRP merupakan turunan konsep sistem MRP yang diterapkan untuk permasalahan distribusi, dimana perhitungan-perhitungan DRP juga menggunakan metode Time Phased sebagaimana MRP. Penggunaan DRP ini dapat dilakukan tanpa harus memperhitungkan sampai tahap manufakturnya.

(15)

2.5 Distribution Requirement Planning ( DRP)

2.5.1 Pengertian Distribution Requirement Planning (DRP)

Persediaan barang merupakan hal yang penting bagi perusahaan, sehinga bila terjadi kesalahan dalam pengelolaan barang akan menyebabkan peningkatan biaya dalam perusahaan dan adanya kemungkinan kehilangan penjualan dikarenakan kehabisan barang. Salah satu cara yang dapat menyelesaikan masalah pengendalian persediaan adalah perencanaan kebutuhan distribusi atau yang biasa dikenal dengan

Distribution Requirement Planning (DRP).

Menurut Buffa ang Sharin K. (1996), DRP adalah perluasan dari Material

Requirement Planning (MRP) yang digunakan dalam merencanakan kebutuhan

distribusi untuk berbagai gudang pusat, regional dan cabang. Sedangkan Forgaty dkk berpendapat bahwa DRP menyatakan rencana produksi dan distribusi dengan mempertimbangkan rencana perubahan persediaan pada semua tingkatan distribusi.

Kunci keberhasilan dari Distribution Requirement Planning ini terletak pada kemampuan perusahaan untuk melakukan peramalan terhadap kebutuhan barang dagangan, penentuan waktu senggang dan jumlah barang yang dipesan sebagai rencana kebutuhan di masa yang akan datang sehingga tingkat persediaan barang dagangan dapat diturunkan.

(http://www.google.co.id/)

2.5.2 Struktur Perencanaan Pengiriman Distribusi

Konsep Distribution Requirement Planning (DRP) mengikuti konsep Material

Requirement Planning (MRP), sehingga perhitungannya pun analog dengan

(16)

DRP hubungan diantara titik distribusi ditunjukkan oleh Bill of Distribution (BOD), yang dalam MRP disebut dengan Bill of Material (BOM).

Hubungan ketergantungan antara setiap mata rantai distribusi bersifat hierarki di mana jadwal induk pengadaan barang tidak hanya mensyaratkan adanya pasokan dari semua semua titik distribusi tetapi juga memperhitungkan waktu tenggang untuk semua titik distribusi tersebut.

Lokasi manufacturing (Pabrik)

Titik Distribusi Regional

Titik Distribusi Area

Titik Distribusi

Titik Distribusi Regional

Titik Distribusi Area Titik Distribusi Area Titik Distribusi Area

Titik Distribusi Titik Distribusi

Titik Distribusi

Gambar 2.3 Struktur Jaringan Distribusi (Bill of Distribution)

Bill of Distribution terdiri dari empat elemen utama yang dapat dilihat seperti

gambar di atas, antara lain :

1. Titik distribusi paling rendah (retail).

Lokasi retail biasnya dekat dengan pelanggan agar tingkat pelayanannya baik dan memberikan ongkos transportasi yang rendah.

2. Titik distribusi area (Sub Distributor).

Titik inisecara langsung memasok titik distribusi paling rendah. 3. Titik distribusi pusat (Central Distribution).

Titik ini secara langsung memasok titik distribusi area. 4. Titik manufacturing (Factory)

(17)

Biasanya perusahaan mendistribusikan pabriknya secara geografis di setiap wilayah strategi untuk memberikan pelayanan lebih baik kepada distribusi pusat.

Pada Gambar 2.3 keterkaitan antara distributor regional, sub distributor (titik distributor area), dan retail dimana retail memesan barang dari sub distributor memesan kepada distributor.

Masing-masing cabang memiliki kebebasan untuk meramalkan kebutuhan barang dagangannyadan diharapkan mampu untuk menyusun rencana kebutuhannya untuk beberapa periode ke depan. Masing-masing retail yang telah meramalkan kebutuhannya akan dijadikan kebutuhan kotor di setiap sub distributor. Kemudian rencana dari setiap distributor akanmenjadi kebutuhan dari distributor dan kebutuhan bersih dari distributor akan menjadi jadwal produksi bagi pabrik.

Jarak antara retail dengan pihaksub distributor mengakibatkan adanya waktu tunggu (lead time) di setiap mata rantai distribusi (Bill of distribution), mata rantai distribusi tersebut harus memiliki standar kuantitas pemesanan, tingkat persediaan (ketika tiba waktu pemesanan).

(http://www.google.co.id/)

2.5.3 Prosedur Perhitungan Distribution Requirement Planning (DRP)

Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan penjualan pada tingkat retail, dari hasil peramalan penjualan pada tingkat retail, dari hasil peramalan penjualan yang diperoleh kemudian dihitung kebutuhan bersih untuk tingkat retail dimana kebutuhan bersih ini akan menjadi planned order release. Planned order adalah selisih peramalan dengan persediaan di tengah periode sebelumnya. Planned

order release pada tingkat retail akan menjadi kebutuhan kotor pada tingkat retail akan

(18)

Menurut Vollman (1994) untuk menyelesaikan perhitungan Distribution

Requirement Planning, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menentukan kebutuhan bersih.

Besar kebutuhan bersih adalah selisih kebutuhan kotor dengan persediaan yang ada di tangan.

2. Menentukan jumlah persediaan.

3. Penentuan jumlah pesanan di setiap jaringan distribusi.

Penentuan jumlah pesanan di setiap jaringan distribusi berdasarkan pada kebutuhan bersih. Sistem penentuan jumlah pesanan yang biasa digunakan diantaranya adalah model Lot for Lot dan EOQ.

4. Menentukan Bill of distribution dan kebutuhan kotor disetiap jaringan distribusi. Jaringan distribusi dimana BoD ditentukan berdasarkan struktur jaringan distribusi, sedangkan ebutuhan kotor untuk setiap jaringan distribusi ditentukan berdasarkan

planned order release jaringan distribusi.

5. Menentukan dasar pemesanan.

Penentuan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan. Dipengaruhi oleh rencana penerimaan (planned order receipt) dan tenggang waktu pemesanan kembali (Lead

Time).

2.5.4 Asumsi Perencanaan Kebutuhan Distribusi

Asumsi yang dapat digunakan dalam mengoperasikan metode perencanaan kebutuhan produksi adalah sebagai berikut :

1. Lama waktu pemesanan (lead time) untuk setiap Bill of distribution (BoD) diketahui.

(19)

2. Jumlah persediaan, persediaan pada setiap Bill of distribution harus dikontrol dalam arti setiap transaksi yang terjadi harus dicatat kerana dapat menyebabkan perubahan pada setiap persediaan.

3. Pada setiap periode penjualan, semua barang dagangan harus tersedia.

Pengadaan dan pemakaian persediaan bersifat diskrit artinya pengadaan bang mampu memenuhi perencanaan penjualan pada periode penjualan.

Forgarty, Donald.1991.Production and Inventory Management)

2.5.5 Masukan Perencanaan Kebutuhan Distribusi

Menurut Tersine R.J 1991 masukan untuk kebutuhan distribusi antara lain : 1. Rencana Induk Penjualan

Merupakan pernyataan tentang berapa banyak barang yang akan dijual dalam suatu periode. Penentuan rencana induk penjualan didasari atas hasil peramalan yang telah dilakukan.

2. Catatan Persediaan

Merupakan catatan yang berisi informasi tentang persediaan yang dimiliki, lead time, rencana kedatangan barang, ukurang pemesanan dan sebagainya. Catatan persediaan harus diperbarui sesuai dengan kondisi persediaan, seluruh transaksi yang terjadi harus dicata karena dapat menyebabkan perubahan status persediaan. 3. Struktur Jaringan Pemasaran

Merupakan gambaran tentang kondisi jaringan suatu usaha. Dari struktur jaringan pemasaran ini dapat diketahui berapa banyak pengecer dan sub distribusi yang dimiliki, tingkatan dan hubungan keterkaitan antara retail, subdistributor dan distributor.

(20)

4. Pesanan-pesanan

Akan memberitahukan tentang berapa banyak setiap item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock-on-hand.

5. Kebutuhan-kebutuhan

(Tersine,RJ. 1994. Principles of Inventory and Material Management)

2.5.6 Proses Perencanaan Distribusi

Proses perhitungan Distribution Requirement Planning (DRP) menggunakan logika yang hampir sama dengan Material Requirement Planning (MRP). Sehingga langkah yang dilakukan pun sama dengan langkah MRP. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih)

Kebutuhan Bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus Jadwal Penerimaan (SR) minus Persediaan Ditangan (OH).

2. Lotting (Penentuan Ukuran Lot)

Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Terdapat 9 metode yang dapat digunakan untuk langkah ini. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah

Lot- for Lot (L-4-L).

3. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan)

Langkah ini bertujuan agar kebutuhan komponen dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan memperhitungkan lead time pengadaan komponen tersebut. 4. Implosion

Langkah ini perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat mata rantai diatasnya (dub distributor, distributor). Kebutuhan bersih atau planned order release retail (cabang)

(21)

didapat dari peramalan penjualan periode yang lalu. Kebutuhan kotor untuk tingkat atasnya didapat dari kebutuhan bersih tingkat jaringan distribusi jaringan dibawahnya.

(Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta)

2.5.7 Kebijakan Ukuran Lot

1. Fixed Order Quantity (FOQ)

FOQ merupakan alasan MRP untuk penambahan model pesanan yang serupa untuk kebutuhan bersihnya untuk interval tertentu. Ini menyerupai metode interval tertentu dalam pesanan. Intinya jumlah pemesanannya tetap.

2. Economic Order Quantity (EOQ)

EOQ adalah teknik cost trade off yang ditempatkan untuk meminimasi ongkos total pada setiap jumlah perdagangan ongkos angkut dan ongkos pesan pada setiap periodenya. Dalam EOQ telah ditentukan titik order untuk memenuhi penggunaan selama waktu yang dipergunakan untuk memesan produk (lead time), yaitu suatu order untuk suatu kuantisasi tertentu yang ditentukan akan dipesan pada saat itu.

(Elwood S. Buffa. Hal. 12) Asumsi-asumsi EOQ :

a. Demand diketahui dan cenderung konstan; b. Lead time diketahui dan cenderung konstan;

c. Instantanously : setelah memesan barang, barang diantar sesuai pesanan dan harus langsung dibayar.

(22)

3. Period Order Quantity (POQ)

Sama halnya dengan EOQ, tetapi teknik ini menunjukkan jumlah biaya periode pemesanan dibandingkan dengan jumlah pemesanan pada unit-unitnya. Hasilnya adalah fixed order interval atau fixed order size. POQ menentukan sejumlah periode permintaan, POQ merupakan improvisasi dari EOQ karena mengijinkan lot sizes bermacam-macam.

(Richard J. Tersine. Hal. 180) 4. Lot for Lot (L4L)

Dalam metode ini, permintaan mempengaruhi ukuran lot, spesifiknya ukuran lot dihasilkan untuk suatu periode dibandingkan dengan permintaan bersih untuk periode tersebut. Dengan tidak adanya batching pada lot ukuran besar, permintaan menjadi sering. Sementara kemungkinan ini mengakibatkan biaya proses tinggi, inventori rendah.

(Richard J. Schonberger daan Edward M Knod JR. Hal. 404-405)

Metode LFL merupakan metode yang paling sederhana diantara semua metode. Setiap pemesanan dijadwalkan untuk setiap periode dimana ada permintaan yang diminta. Metode LFL tidak memperhatikan biaya pesan dan melibatkan ukuran pesanan yang berbeda (trade off statis). Oleh karena itu, pendekatan ini menghilangkan biaya simpan, karena hanya ada nol inventory setiap akhir periode.

(Richard J. Tersine. Hal. 180)

5. Least Unit Cost (LUC)

Secara heuristik LUC sama dengan LTC / SMA kecuali LTC merata-ratakan biaya per periode sedangkan LUC merata-ratakan biaya per unit pesanan. Jika suatu

(23)

pesanan dimulai pada periode pertama dan menutupi persediaan pada akhir periode T, maka biaya total per unit :

T 1 k T 1 k T 1 k Rk Rk 1 k Ph C Rk ) T ( TRC ………. (2.1) Dimana

C = Biaya pesan TRC (T) = Biaya total per T periode

h = Biaya simpan T = Waktu persediaan replenishment setiap periode P = Unit purchase cost Rk = Permintaan di periode k

(Richard J. Tersine. Hal. 188-189) 6. Least Total Cost (LTC)

Edward Silver dan Harlan Meal mengembangkan algoritma heuristic lot sizing yang berdasarkan periode biaya terakhir. Heuristic ini menentukan biaya rata-rata per periode sebagai suatu periode dimana pesanan replenishment meningkat. Jika suatu pemesanan dimulai pada periode pertama dan menutupi persediaan sampai akhir T periode, jadi total biaya per periode :

T

Rk

1

k

Ph

C

T

)

T

(

TRC

T 1 k ……….. (2.2)

Dimana : C = Biaya pesan h = biaya simpan P = unit purchase cost

(24)

T = Waktu persediaan replenishment setiap periode Rk = permintaan di periode k

(Richard J. Tersine. Hal. 186-187)

7. Fixed Period Requirement (FPR)

Tidak terpengaruh dengan trade off (trade off statis), dan menetapkan satu periode yang tetap

8. Algoritma Wagner Within (AWW)

Model ini merupakan model pemrograman dinamis yang menambahkan beberapa kompleksitas kepada perhitungan ukuran lot. Prosedur ini mengasumsikan jangka waktu yang tidak pasti.

(Barry Render dan Jay Heizer. Hal. 370)

Suatu prosedur yang mempunyai solusi dari suatu masalah dengan proses yang berulang-ulang (repetitive process). AWW terdiri dari solusi yang optimum untuk menentukan ukuran pemesanan yang dinamik dengan horizon yang terbatas. Metode ini menggunakan beberapa teorema untuk menyederhanakan perhitungan, teorema tersebut terdiri dari :

1. Hitung matrik total variabel cost untuk semua kemungkinan permintaan alternatif untuk horizon waktu yang terdiri dari N periode. Variabel cost total termasuk biaya pesan dan biaya simpan.

e c i ce ci

Q

Q

hP

C

Zce

………. (2.3) untuk

1

c

e

N

(25)

Dimana : Zce = Variabel total cost di periode c melalui jadwal pemesanan e

C = Biaya pesan

h = Biaya simpan

P = unit purchase cost

e c

k k

ce

R

Q

Rk = Permintaan pada periode k

2. Hitung fe meminimasi kemungkinan biaya pada periode 1 sampai e. Algoritma

dimulai dengan fo = 0 dan menghitung f1, f2, …, fN setiap pemesanan.

Fe = Min (Zce + fc-1) ………. (2.4)

untuk c = 1, 2, …, e

3. Permintaan final yang tersedia pada periode w melalui N fN = ZwN + fw-1 ………. (2.5)

Pesanan tertentu sampai pesanan akhir pada periode v melalui w-1

fw-1= Zvw-1 + fV-1 ………. (2.6)

Pesanan pertama pada periode 1 melalui u – 1

fu-1= Z 1 u-1 + fc ………. (2.7)

(26)

9. Part Period Balancing (PPB)

Secara heuristik merupakan pendekatan pengukuran lot dengan menentukan ukuran pesanan dengan menyeimbangkan biaya pesanan dan biaya simpan.

C

Rk

1

K

hP

T 1 k ………. (2.8)

Ph

C

Rk

1

K

T 1 k ………. (2.9)

Dimana : C = biaya pesan per periode

h = biaya simpan fraksi per part periode

Ph = biaya simpan per part period

EPP

Ph

C

Economic part period

T 1 k

APP

Rk

1

k

Acumulated part period

PPB menghitung APP sebagai jumlah periode yang pesanan replenishment meningkat. Jika APP pertama lebih dari EPP, maka menunjukkan pemesanan yang dilakukan untuk periode tersebut. Langkah-langkah :

1. Hitung periode pemesanan tentative dengan menggunakan PPB.

2. Lihat permintaan yang berada pada periode berikutnya ( Metode Look ahead ) :  Jika permintaan periode berikutnya T + 2 lebih dari atau sama dengan nilai

(27)

1 T 2

T

TR

R

………. (2.10)

 Metode look ahead ini terus diulang sampai suatu periode gagal.

(Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta)

2.5.8 Biaya-biaya dalam kebijakan ukuran lot.

Dalam sistem pemesanan maupun sistem persediaan, semua pengeluaran dan kerugian yang timbul akibat adanya persediaan disebut biaya persediaan. Biaya sistem ini terdiri dari :

1. Biaya Pembelian (Purchase Cost)

Biaya pembelian yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, di mana besarnya biaya ini tergantung pada jumlah dan harga barang yang dibeli dan harga per unit barang yang dibeli tergantun pada ukuran pembelian atau dinamakan Quantity Discount.

2. Biaya Pemesanan (Order Cost/ Setup Cost)

Biaya yang berasal dari pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (Setup Cost) apabila item diproduksi di dalam perusahaan (biaya membuat daftar permintaan, menganalisa supplier, membuat pesanan pembelian, penerimaan bahan, inspeksi bahan, dan pelaksanaan proses transaksi).

3. Biaya Penyimpanan (Carriying Cost/ Holding Cost)

Biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupan investasi sarana fisik atau menyimpan persediaan (biaya modal, pajak asuransi, pemindahan persediaan, kekurangan dan semua biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan).

(28)

4. Biaya Kekurangan Persediaan (Stockout Cost)

Biaya kekurangan persediaan akan terjadi apabila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan. Biaya ini suatu bentuk kerugian perusahaan karena kehilangan kesempatan penjualan atau kesempatan mendapatkan keuntunan atau dapat diukur dari kuantitas barang yang tidak dapat dipenuhi, waktu pemenuhan, maupun biaya pengadaan darurat.

(Nasution,Arman H.1995.Perencanaan dan Pengendalian Produksi.Jakarta)

2.6 Stock Pengaman dalam Distribusi

Stock pengaman dalam DRP digunakan untuk mengantisipasi ketidakpastian permintaan relative terhadap ramalan-ramalan yang dibuat. Ketidakpastian ini paling mungkin terjadi apabila permintaan benar-benar independen pada pusat-pusat distribusi yang secara langsung melayani pelanggan. Sedangkan keadaan permintaan yang ditempatkan pada intermediate distribution center adalah dependent demand sehingga seharusnya dapat diperkirakan.

Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian permintaan dan penawaran adalah mengkombinasikan data yang menunjukkan rata-rata permintaan selama suatu rata-rata lead time dan membangun distribusi probabilitas tunggal. Hal ini akan menghasilkan ukuran variansi yang lebih besar, namum dapat diterapkan sebagaimana perhitungan dalam keadaan normal untuk menentukan stok pengaman guna mencapai tingkat pelayanan yang diinginkan, yaitu :

Lt z SS Di mana: SS = Safety Stock Z = Service Level

(29)

δ = Standar Deviasi Permintaan Lt = Lead Time

Gambar

Gambar  2.1  menunjukkan  sistem  distribusi  dengan  2  eselon.  Produk  dibuat  di  pabrik,  disimpan  pada  gudang  pusat  pemasok,  dan  pusat-pusat  distribusi  dipasok  dari  gudang  pusat  ini
Gambar 2.3 Struktur Jaringan Distribusi (Bill of Distribution)

Referensi

Dokumen terkait

Point penting dan menjadi sisi positif pelaksanaan sekolah rumah atau sekolah inspirasi (homeschooling) adalah memberikan layanan pendidikan kepada anak sepenuh hati dimana orang

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah responden (pengunjung) di Taman Wisata Alam Punti Kayu. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 100 pengunjung. Data

Hasil berbeda diperoleh pada penelitian Engko (2008), dan Supartini dkk (2016) yang menyatakan bahwa self esteem tidak berpengaruh positif pada kinerja individu.

Terkait dengan kesaksian gereja bagi konteks Indonesia, nampaknya GPIB telah dan terus berupaya menjadi gereja yang bukan saja menuntut orang lain untuk bersikap

Traffic Restraint Traffic Restraint ‰ TransJakarta Busway (BRT) ‰ Monorail – Light Rail Transit ‰ Waterways ‰ Mass Rapid Transit Mass Transit Mass Transit. STRATEGY FOR

Pada keberadaan lumbung pangan, harga belum merupakan suatu hal yang menarik bagi petani untuk melakukan kegiatan tunda jual karena tidak ada perbedaan harga yang menyolok pada

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Persepsi Partai Amanat Nasional

Enzim yang mampu mempercepat suatu reaksi kimia dan memiliki spesifitas yang sangat tinggi terhadap substratnya (Lehninger, 1988). Enzim dapat dihasilkan oleh mikroorganisme secara