• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah salah satu pendukung kebudayaan, dengan kebudayaan yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan lingkungannya. Pengetahuan masyarakat dalam memilih penyembuhan penyakitnya diperoleh dari pengalaman serta dorongan lingkungannya yang menghasilkan tingkah laku yang disebut juga dengan budaya (Spradley, 1980). Lebih lanjut Foster dan Anderson (1986) menjelaskan, bahwa pengetahuan masyarakat tentang kesehatan berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukannya. Selain usaha menghindari penyakit, usaha mengetahui cara penyembuhan juga merupakan salah satu pedoman tingkah laku manusia demi mencapai kesejahteraan hidupnya. Terbukti bahwa ada masyarakat yang menggunakan jasa sistem medis moderen dan ada juga yang menggunakan sistem medis tradisional. Atas pengetahuan yang dimiliki itulah yang mendasari mengapa mereka memilih pengobatan moderen atau tradisional.

(2)

16

Oleh sebab itu manusia juga dapat merubah alam dan lingkungannya tersebut, dan menjadikannya sesuatu yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pengetahuan kebudayaan yang dimiliki setiap manusia antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Sehingga dalam pemilihan pengobatan yang mereka pilih berbeda-beda pula. Setiap manusia pasti menginginkan kesehatan dan terhindar dari segala penyakit, karena itulah manusia menggunakan pengetahuan yang dimiliki demi mencapai kesehatan.

Suatu sistem perawatan kesehatan merupakan pranata sosial yang melibatkan interaksi antara sejumlah orang (sedikitnya interaksi antara pasien dan penyembuh), dimana sistem perawatan kesehatan memperhatikan cara-cara yang dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk merawat orang sakit dan untuk memanfaatkan “pengetahuan” mereka tentang penyakit yang meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat atau sakit, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan penyakit (Foster dan Anderson, 1986 : 46).

Dapat kita ketahui bahwa sistem medis tradisional juga merupakan pengobatan yang digunakan untuk memperoleh kesembuhan. Di mana pengobatan ini menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang masih ada disekitar lingkungan masyarakat. Ada yang menggunakan daun, batang, akar dan sebagainya. Pada masyarakat di daerah Maluku misalnya, penyakit beri-beri diobati dengan batang bagian dalam daun kamboja. Begitu juga pada masyarakat daerah Sumatera Utara penyakit gatal-gatal diobati dengan daun tuba, daun kayu, cabai rawit, bawang merah tembakau dan minyak makan. Penggunaan bahan

(3)

17

tanaman baik sebagai obat maupun sebagai bahan pemeliharaan serta peningkatan kesehatan akhir-akhir ini cenderung meningkat terlebih adanya isu-isu kembali kealam atau back to nature1. Selain itu mahalnya harga obat moderen juga mendorong masyarakat lebih memilih menggunakan tanaman obat tradisional.

Demikian juga dengan masyarakat Karo yang sampai sekarang masih menggunakan sistem medis tradisional yaitu kuning, erpangir dan patah tulang. Kuning ini dapat menyembuhkan penyakit seperti bisul, gatal-gatal, dan untuk memperoleh keturunan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kuning adalah tepung dan ramuan yang berkhasiat sebagai obat (akar, batang, daun, buang dan bunga). Erpangir adalah pensucian diri dengan cara berlimau atau mencuci kepala (keramas) dengan menggunakan ramuan dari berbagai macam jenis jeruk dicampur dengan lau meciho (air putih/bersih) di sungai lau oleh guru sibaso. Pembuatan pangir disertai dengan pengucapan doa dan mantra ( disebut tabas dalam masyarakat Karo). Begitu juga halnya dengan pengobatan tradisional patah tulang yang masih digunakan dalam mencapai kesehatan.

Di kota Medan, banyak terdapat sistem medis tradisional yang mana terdiri dari akupuntur, pijat refleksi dan dukun patah tulang. Dukun patah tulang ada berbagai jenis yaitu pergendangan, guru singa, kem-kem dan malumta. Dari salah satu pengobatan tradisional diatas yang diteliti adalah sistem medis tradisional patah tulang malumta. Malumta dipilih sebagai bahan penelitian karena telah memiliki izin dari Departemen Kesehatan dan Kejati Sumatera Utara No. 102/DSB/4/2005 dan mempunyai perbedaan diantara penyembuh-penyembuh

1

Back to Nature adalah kembali ke alam menunjukkan minimnya efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pengobatan herbal dan juga ekonomis, menarik minat masyarakat untuk kembali menggunakan obat-obatan dari bahan alami (Litbang Depkes hal 1).

(4)

18

lainnya. Salah satunya adalah proses penyembuhan yang awalnya dilakukan pemeriksaan terhadap lokasi yang sakit dan seberapa parah patah tulang yang dialami, kemudian guru malumta mulai memprediksikan berapa hari, minggu ataupun bulan patah tulang itu dapat sembuh. Akan tetapi guru malumta mengatakan jika luka tidak sembuh sesuai dengan yang diperkirakan maka akan diobati sampai dengan sembuh tanpa diminta biaya lagi.

Banyak warga masyarakat yang telah merasakan kesembuhan dari sistem medis tradisional patah tulang ini. Alasan mereka memilih dukun patah malumta ini yaitu pertama, biaya pengobatan. Pada sistem medis tradisional patah tulang biayanya ditentukan sesuai dengan luka yang diderita oleh pasien dan biasanya harga yang dibuat tidak begitu besar, tidak seperti pengobatan moderen biayanya yang cukup mahal membuat pasien berfikir untuk melakukan operasi. Kedua, cara pengobatannya, sistem medis tradisional menggunakan bahan-bahan yang masih ada disekitar kita sedangkan pengobatan modern harus menjalani operasi dan harus mengahadapi benda-benda tajam serta adanya benda lain yang akan masuk kedalam tulang yang patah yaitu pen2. Ketiga, interaksi sosial antara pasien dan penyembuh. Pada pengobatan tradisional dukun patah tersebut lebih melibatkan diri kepada pasiennya dengan cara rutin memeriksa bagian yang sakit, sedangkan pengobatan moderen seorang dokter hanya melihat dan memeriksa kondisi pasien baik atau tidak. Tidak sedikit pasien merasakan kedekatan dengan penyembuh. Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwasannya setiap masyarakat mempunyai pemikiran yang berbeda tentang jenis pengobatan, seperti halnya

2

Pen adalah Plat atau alat untuk menyambung tulang yang patah, biasanya terbuat dari logam seperti platinum atau yang lainnya.

(5)

19

dukun patah ini ada yang masih menggunakan dan ada juga yang sama sekali tidak mau menggunakannya. Pentingnya dukun patah dalam masyarakat tidak menyangkut aspek sosial tetapi juga aspek budaya. Disamping mereka mempunyai peranan sosial tertentu juga merupakan suatu sistem budaya masyarakat yang keberadaannya sesuai dengan kebutuhan dan pemikiran masyarakat.

Disini penulis ingin mengetahui asal mula atau sejarah berdirinya malumta dan bagaimana hubungan antara pasien dengan dukum patah tersebut, bagaimana proses pengobatannya, ramuan-ramuan apa saja yang digunakan serta sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang pengobatan dukun patah tersebut

1.2 Tinjauan Pustaka

Usaha peningkatan kesehatan mau tak mau melibatkan segenap unsur masyarakat. Adapun salah satu unsur yang terlibat dan sangat perlu diperhatikan adalah para pelayan kesehatan atau sering disebut sebagai penyembuh. Peranan penyembuh sangat diperlukan dalam rangka peningkatan kesehatan, baik itu penyembuh moderen maupun penyembuh tradisional.

Pengertian dari pengobatan tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturukan secara lisan maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia (Agoes, 1992:60). Kalangie (1994:25) menegaskan bahwa sistem perawatan kesehatan adalah untuk memelihara kesehatan mencakup berbagai kegiatan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan merupakan

(6)

respon-20

respon terhadap penyakit dan terorganisasi secara sosial budaya dalam setiap masyarakat, sedangkan menurut Foster dan Anderson (1986:46) sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh.

Foster dan Anderson (1986:63) membagi sistem kesehatan menjasi 2 (dua) bagian yaitu :

1. Sistem Medis Personalintik.

Sistam medis personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit (illness) oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Penyakit ini dapat diobati oleh tabib atau penyembuh tradisional. Contohnya penyakit guna-guna, pelet atau santet.

2. Sistem Medis Naturalistik.

Sistem medis naturalistik mengakui adanya suatu keseimbangan. Kesehatan ada karena unsur-unsur yang tepat dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan sosialnya. Apabila keseimbangan terganggu maka timbullah penyakit. Penyakit naturalistik inilah yang akan disembuhkan melalui cara moderen ataupun tradisional. Pada umumnya dilakukan dengan pengobatan tradisional karena menggunakan ramu-ramuan secara alami.

(7)

21

Dalam sistem naturalistik penyembuh cenderung untuk menjadi dokter, dalam arti bahwa mereka telah mempelajari keterampilan mereka melalui observasi dan praktek bukan melalui intervensi makhluk gaib. Dalam hal ini pengobatan tradisional termasuk dalam naturalistik karena penyakitnya disebabkan oleh gangguan ketidakseimbangannya di dalam tubuh manusia tetapi di dalam pengobatnnya terdiri dari pengobatan tradisional ditambah pengobatan lain yang bukan pengobatan barat moderen yang tidak menggunakan peralatan medis (Agoes, 1992:60). Keterlibatan para penyembuh tradisional dirasakan sangat penting karena penanggulangan penyakit tidak mungkin hanya dapat diselesaikan dari segi teknis semata-mata. Hal ini disebabkan karena masalah kesehatan masyarakat sangat erat berkaitan dengan masalah-masalah lain seperti agama, sistem kepercayaan, pendidikan, hukum adat, sistem peralatan hidup dan lain-lain.

Dapat kita lihat juga antara dukun patah dan pasien mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pengobatan agar terjalin kerjasama yang baik. Sama halnya dengan peranan penyembuh dan peranan pasien saling melengkapi dan saling tergantung yang satu dengan yang lainnya. Tanpa pasien tidak akan ada peranan penyembuh begitu juga sebaliknya, tanpa penyembuh tidak akan ada peranan pasien. Namun di luar dari ketergantungan tersebut, kedua peranan itu ditandai oleh ciri-ciri yang sangat berbeda yang dapat dianalisis dalam empat pasang dimensi dasar yaitu terbatas-universal adalah peranan penyembuh terbatas sedangkan peranan pasien universal dikarenakan setiap orang wajar mengalami kesehatan dalam hidupnya, permanen-temporer adalah bagi penyembuh peranan

(8)

22

sebagi penyembuh merupakan sepanjang hidupnya sedangkan pasien hanyalah sementara, atas-bawahan adalah menggambarkan hierarki antara yang menguasai dan yang mentaati dan sukarela-nonsukarela adalah peranan pasien ada yang menganggap sukarela atau yang diinginkan dan ada yang menganggap nonsukarela atau yang tidak diinginkan (Foster dan Anderson 1986:123).

Penyembuh adalah yang bertugas dan merupakan tangungjawabnyalah untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan. Pasien hanya berada di posisi pasif yang mempunyai kewajiban untuk mengikuti instruksi penyembuh yang merawatnya secara berkelanjutan. Disini dapat kita lihat macam-macam dukun sesuai dengan keahliannya masing-masing yaitu :

1) Dukun pijat yang bekerja untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan karena kurang berfungsinya urat-urat dan aliran darah (salah urat), sehingga orang yang merasa kurang sehat atau sakit pun perlu diurut supaya sembuh.

2) Dukun sangkal puntung/dukun patah tulang, misalnya akibat jatuh dari pohon, tergelincir atau kecelakaan.

3) Dukun petungan, yaitu dukun yang dimintai nasihat tentang waktu yang sebaiknya dipilih melakukan sesuatu usaha yang penting seperti saat mulai menanam padi, mulai panen, atau mengawinkan anak. Nasihat yang diberikan berupa perhitungan hari mana yang baik, dan mana yang tidak baik menurut numerologi Jawa.

4) Dukun-dukun yang pandai mengobati orang-orang yang digigit ular berbisa.

(9)

23

5) Dukun bayi, yaitu mereka yang memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yangberhubungan dengan pertolongan persalinan.

6) Dukun perewangan, yaitu dukun yang dianggap mempunyai kepandaian magis sehingga dapat memberi pengobatan ataupun nasehat dengan menghubungi alam gaib (mahluk-mahluk halus), atau mereka yang melakukan white magic dan black magic untuk maksud baik dan maksud jahat. Tradisional yang berlandaskan/berkaitan dengan kehidupan beragama.

Dukun dianggap sebagai orang yang memiliki kekuasaan karismatis3. Dukun adalah sebutan yang umum digunakan untuk menyebut tenaga penyembuh yang terdapat dalam masyarakat Indonesia yang bersumber dari dalam kebudayaan itu sendiri (Boedihartono 1980:2). Sebutan dukun diperoleh karena mereka dianggap memiliki pengetahuan yang mendetail mengenai berbagai hal yang berakaitan dengan penyakit. Koentjaraningrat (1982:30-40 ) berpendapat bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang terkenal dengan ilmu kedukunan yang sifatnya sangat kompleks dan beraneka warna. Kompleksitas ini dipengaruhi oleh sistem nilai budaya tradisional, adat istiadat, sistem religi, serta keyakinan yang dijaring dalam sistem nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.

3

Karismatis adalah kemampuan atau wibawa yang khusus terdapat dalam dirinya tanpa dipelajari, tetapi ada dengan sendirinya dan merupakan anugerah dari Tuhan (http://wapedia.mobi/id/Dukun).

(10)

24

Dukun adalah sebutan untuk mereka dalam bahasa Indonesia. Di luar negeri mereka disebut dengan macam-macam nama yaitu clairvoyant (Inggris), macumba atau xango (Brazil), obeah atau santeria (Jamaica), voodoo (Afrika bagian Barat, yang berkembang pula hingga Haiti di Kepulauan Karibia) (http://wapedia.mobi/id/Dukun).

Pengertian dukun patah versi Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 adalah:

“Orang yang pekerjaannya menolong orang susah dan sakit, mengobati, memberi jampi-jampi dan mantra, dan konon, diantaranya melakukan kegiatannya lewat kemampuan tenaga gaib”.

Definisi patah tulang secara umum adalah terputusnya kontinutas tulang. Gejala yang umum muncul adalah rasa nyeri yang terlokalisir pada bagian yang patah dan nyeri ini akan semakin memberat apabila digerakkan, bengkak di sekitar bagian yang cedera, deformitas atau kelainan bentuk. Patah tulang pada dewasa dan anak karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda yang akan berdampak pada penanganan patah tulang. Misalnya, reduksi tertutup patah tulang pada anak tidak perlu dilakukan secara agresif karena proses penyembuhan tulang anak lebih cepat dan lebih baik daripada dewasa. Selain itu beberapa jenis patah tulang pada anak dapat sembuh atau dapat menyambung spontan, hal ini dikarenakan anak masih dalam masa pertumbuhan. Pada orang dewasa, proses penyembuhan tulang tidak sebaik pada anak, lempeng pertumbuhan juga sudah menutup, oleh karena itu penanganan patah tulang orang anak-anak cenderung lebih agresif dibandingkan dengan penanganan patah tulang yang dialami orang dewasa (http://pengobatantradisionalpijatpatahtulang.blogspot.com).

(11)

25

Pengobatan tradisional dukun patah ini adalah salah satu dari sekian banyak pengobatan tradisional lainnya yang dapat dipercayai oleh banyak masyarakat pada umumnya. Lebih lanjut Foster dan Anderson (1986 : 332), mengatakan ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan pengobatan tradisional lebih dipilih yaitu pertama, penyembuh tradisional lebih melibatkan diri pada masalah yang dihadapi pasien. Kedua, pasien merasakan bahwa dia seperti bertemu dengan teman lama yang dapat menolongnya. Ketiga, penyembuh tradisional adalah pengobatan bersifat holistik (penyembuh memperhatikan kondisi psikis sosio-budaya pasien).

Jadi masalah kesehatan sama kompleksnya dengan masalah manusia itu sendiri, terkadang tidak dapat dipecahkan melalui ilmu kedokteran yang dianggap lebih canggih dan moderen karena derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu penelitian dan pemecahan masalah kesehatan harus dilakukan bersama oleh berbagai disiplin ilmu. Untuk itu sistem kesehatan yang terdapat dalam suatu masyarakat tertentu telah berkembang sebagai salah satu sasaran pengkajian antropologi, khususnya antropologi kesehatan (Foster dan Anderson 1986:3)

“……antropologi sebagai disiplin ilmu biobudaya yang memberikan perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dan tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara dikeduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit”.

Dengan kebudayaan yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan lingkungan. Kebudayaan sebagai sebuah sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk

(12)

26

menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka (Spradley, 1997). Lebih lanjut Keesing, (1999) menjelaskan pengetahuan yang berada di kepala seseorang merupakan hal yang sudah ada atau terlukiskan dibenak orang tersebut, dimana pengetahuan ini akan membantu orang tersebut untuk bertindak lebih lanjut dan menggantikan budaya sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari. Namun manusia juga dapat merubah alam dan lingkungannya tersebut menjadi sesuatu yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, sebab kebudayaan berisi seperangkat pengetahuan yang pada yang pada gilirannya dapat dijadikan alternatif untuk menanggapi dan menjawab seluruh tantangan alam dan lingkungan baik fisik maupun sosial.

Pengetahuan kebudayaan yang dimiliki setiap manusia antara satu dengan yang lain bergantung pada pengetahuan yang dimiliki warganya atau pendukunganya. Sehubungan dengan itu kita mengenal adanya masyarakat yang peradabannya masih sangat sederhana dan sebaliknya. Dari sekian banyak jumlah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia adalah pengetahuan yang menyangkut dengan usaha menghindari dancara penyembuhan suatu jenis penyakit secara tradisional yang berbeda jauh dengan sistem pengobatan dan penyembuhan secara modern yang memanfaatkan tenaga medis dan tenaga ahli serta mempergunakan peralatan kedokteran yang canggih.

WHO melalui resolusi tahun 1977 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak dapat merata tanpa mengikutsertakan sistem pengobatan tradisional. Pengobatan tradisonal dengan obat tradisionalnya

(13)

27

mempunyai latar belakang sosial budaya masyarakat dan dapat digolongkan sebagai teknologi tepat guna karena bahan-bahan yang dipakai terdapat disekitar masyarakat itu sendiri, sehingga mudah didapat, murah dan mudah menggunakannya tanpa memerlukan peralatan-peralatan yang mahal untuk mempersiapkannya.

Demikian pula dengan masyarakat yang mempunyai pemikiran yang berbeda-beda tentang jenis pengobatan tradisional tesebut. Seperti halnya dengan dukun patah ini, ada yang masih menggunakannya dan ada pula yang tidak menggunakannya itu semua tergantung pada pengetahuan yang mereka miliki. Sehingga manusia selalu berusaha untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Itu disebabkan karena keharusan dengan kata lain mau tidak mau senantiasa memberikan perhatian terhadap masalah-masalah kesehatan serta usaha mempertahankan kelangsungan hidup sejauh batas pengetahuannya mencari penyelesaian terhadap masalah penyakit (Foster dan Anderson, 1986). Oleh karena itu masyarakat akan betindak sesuai dengan apa yang dia ketahui tentang pengobatan-pengobatan yang ada disekitar mereka.

Untuk menghadapi dan mengatasi penyakitnya manusia mempunyai sistem medis yang menerangkan sebab terjadinya penyakit, metode pencegahan dan penyembuhan penyakit yang disesuaikan dengan konsep masyarakat terhadap penyembuh dan menangani penyakitnya. Sistem kesehatan pengobatan tradisional biasanya disertai dengan berbagai macam larangan dan pantangan selama proses pengobatan penyakit (Foster dan Anderson, 1986)

(14)

28 1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahannya adalah “Bagaimana Cara Penyembuhan Sistem Medis Tradisional Patah Tulang (Studi pada Pengobatan Patah Tulang Malumta di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor)”.

1.4 Ruang Lingkup Masalah

Dari uraian di atas maka penulis memfokuskan pada sistem medis tradisional patah tulang malumta. Mengingat ruang lingkup pembahasan yang akan luas sekali, maka peneliti hanya membatasi sekitar masalah proses penyembuhan malumta. Ruang lingkup masalah yang diteliti difokuskan kepada :

1. Asal mula atau sejarah berdirinya malumta ?

2. Bagaimana cara (proses) sistem medis tradisonal patah tulang dan apa-apa saja ramuan yang digunakan ?

3. Bagaimana konsep sembuh menurut penyembuh dan pasien ?

4. Sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang sistem medis tradisional patah tulang malumta ?

1.5 Tujuan dan Mafaat Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana cara penyembuhan sistem medis tradisional patah tulang malumta, sehingga masyarakat memilih pengobatan tradisional ini.

(15)

29

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat secara akademis dan praktis. Secara akademis dapat menambah pemahaman tentang pengobatan tradisional malumta, khususnya cara pengobatab yang dilihat dari sudut pandang penelitian Antropologi. Secara praktis hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat berbagai kebijakan yang terkait dengan pengobatan tradisional ataupun yang terkait dengan perkembangan pengobatan tradisonal di Kota Medan.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif mengenai “Malumta” (Sistem Medis Patah Tulang di Kelurahan Pangkal Masyhur, Kecamatan Medan Johor). Penelitian ini berusaha mendeskripsikan data kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan permasalahan yang dibahas nantinya. Penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara mendalam tentang perkembangan pengobatan tradisional patah tulang malumta. Dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara. Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer. Data sekunder diperoleh dari berbagai buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet yang berhubungan dengan masalah penelitian.

(16)

30 a. Observasi

Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi tanpa partisipasi4. Dalam observasi tanpa partisipasi, peneliti hanya mengamati dari luar tanpa melibatkan diri dalam segala kegiatan penyembuhan patah tulang. Dalam hal ini, peneliti mengadakan pengamatan pada saat diperlukan untuk memperoleh data. Peneliti terlibat secara pasif dengan arti kata peneliti hanya berada dalam arena kegiatan subjek untuk mengamati dan mempelajari realitas yang berhubungan dengan masalah yang ingin dikaji dengan tidak terlibat aktif atau terintegrasi kedalam hidup mereka. Observasi tanpa partisipasi dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai proses pengobatan malumta. Misalnya, dapat dilihat benda-benda apa saja yang akan digunakan selama proses penyembuhan, cara (tahap-tahap) penyembuhan yang dilakukan dan cara berkomunikasi antara dukun dengan pasien selama berlangsungnya proses pengobatan. Hasil pengamatan dituangkan ke dalam catatan lapangan. Hal tersebut dapat memudahkan peneliti untuk membaca kembali informasi yang sudah diamati. Data-data yang diperoleh dari hasil observasi dapat membantu memperjelas data-data yang didapat melalui wawancara. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain kamera untuk mengambil gambar yang berkaitan dengan penelitian serta interveiw guide (pedoman wawancara).

4

Observasi tanpa partisipasi adalah si peneliti atau si pengamat melakukan pemeriksaan tanpa melibatkan diri dengan yang diamatinya. Dalam hal ini si peneliti bertindak sebagai orang luar yang melihat gejala yang diamati tersebut dengan menggunakan kacamata atau referensi dengan standard tertentu (seorang peneliti/ahli ilmu social misalnya dengan menggunakan konsep dan teori-teori yang digunakan dalam penelitian).

(17)

31 b. Wawancara

Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, wawancara mendalam, dan wawancara sambil lalu. Dalam wawancara ini peneliti menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang dibantu dengan alat perekam (tape recorder) dan dituangkan ke dalam catatan lapangan. Wawancara tersebut dilakukan guna memperoleh keterangan sesuai masalah yang diteliti. Wawancara terstruktur ditujukan kepada informan pangkal, wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci sedangkan wawancara sambil lalu ditujukan kepada informan biasa.

Menurut J. Moleong (2004) informan pangkal adalah informan yang akan membuka wawancara dengan pengetahuan yang ia ketahui. Dalam hal ini, informan pangkal yakni pasien yang pernah berobat ke malumta. Informan kunci atau pokok adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai permasalahan yang diteliti yang dalam hal ini yakni guru malumta, murid serta pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan, sedangkan informan biasa adalah masyarakat setempat yang tinggal disekitar malumta tersebut.

Wawancara terstruktur ditujukan kepada informan pangkal, untuk memperoleh informasi tentang siapa orang-orang yang dapat memberikan informasi mengenai yang akan diteliti di lapangan. Wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci atau pokok dilakukan untuk memperoleh informasi asal mula atau sejarah berdirinya malumta di Kota Medan, hubungan antara pasien dengan dukun patah malumta tersebut serta mengetahui cara pengobatan dan ramuan yang digunakan selama proses penyembuhan, sedangkan

(18)

32

wawancara sambil lalu ditujukan kepada informan biasa dilakukan untuk menambah informasi yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diteliti nantinya.

Untuk memperlancar proses wawancara, terlebih dahulu dibangun hubungan baik dengan informan. Dalam hal ini, peneliti membangun hubungan dengan informan dengan cara datang berkunjung ke rumah informan yang berada di sekitar rumah malumta dan bercengkrama dengan pasien-pasien yang sedang menjalani pengobatan.

1.7 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah praktek sistem medis tradisonal patah tulang malumta yang berada di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor. Peneliti memilih tempat ini karena pusat pengobatan malumta tersebut berada di wilayah itu serta Guru malumta berada di lokasi tersebut. Untuk mendapatkan data pendukung maka praktek dukun patah tulang malumta yang lain juga didatangi seperti yang ada pada jalan karya cilincing dan simpang limun.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan masalah perumusan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah ingin mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana upaya Program MAMIKU dalam

Sesuai dengan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah yang dapat diambil dengan event (t0) pada tanggal 2 Maret 2020, dengan rentang tanggal

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah pengaruh literasi santri tentang asuransi syariah terhadap

Sesuai dengan batasan masalah yang sudah diuraikan di atas, maka permasalahan tersebut dapat diuraikan dengan kalimat, sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh Citra

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kualitas sumber daya

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka penelitian ini diberi judul “Membangun Word of Mouth dan Brand Awareness dalam menciptakan Brand Trust Pada Rumah

1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulisan membatasi masalah yang akan dibahas pada Sistem Informasi Pencatatan Pembayaran

Berdasarkan penjelasan kasus-kasus diatas mengenai kelainan refraksi yang sering terjadi yaitu miopia dan sehubungaan dengan latar belakang yang telah diuraikan dan keterbatasan waktu