• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. dinamakan dengan konformitas. 1. agar sesuai dengan norma sosial yang ada. 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. dinamakan dengan konformitas. 1. agar sesuai dengan norma sosial yang ada. 2"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

14

BAB II

LANDASAN TEORI A. Konformitas Teman Sebaya

1. Konformitas

a. Pengertian Konformitas

Jalaludin mengatakan bahwa bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecendrungan untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama maka itulah yang dinamakan dengan konformitas.1 Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial saat individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.2

Menurut David O’Sears yang disebut konformitas yaitu bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan oleh orang lain menampilkan perilaku tersebut.3 Sedangkan menurut Baron dan Byrne konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku.4

Conformity (konformitas) adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain, seperti kebanyakan remaja dianggap bebas memilih sendiri baju seperti orang lain dalam kelompok sosial mereka,

1 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,

2004), h. 148

2 Baron & Byerne, Psikologi Sosial, (Jakarta : Erlangga, 2004), h. 12-15 3

David O’Sears dan Peplau, L.A, Psikologi Sosial, Alih Bahasa: Michael. A, Jilid Kedua, (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 76

4 Robert A. Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial Jilid 1 Edisi Kesepuluh, (Jakarta:

(2)

dan karena mengenakan baju seperti orang lain dalam kelompok social mereka dan karenanya mengikuti tren busana terbaru.5 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah pengaruh sosial individu atau pengaruh kelompok individu sehingga individu bersikap dan berperilaku seperti kelompok sosialnya

b. Jenis Konformitas

Adapun jenis-jenis komformitas, dapat kita bedakan menjadi dua macam, diantaranya yaitu:

1) Compliance yaitu konformitas yang melibatkan tindakan secara umum untuk menuruti tuntutan social padahal secara individu ia tidak menyetujuinya.

2) Acceptance yaitu konformitas yang melibatkan baik tindakan maupun kepercayaan demi keserasian dalam sosial.6

Bentuk konformitas seseorang terhadap orang yang mempengaruhinya berbeda-beda bergantung pada siapa dan bagaimana proses pengaruh sosial itu dilakukan. Ada beberapa tipe konformitas, yaitu7:

1) Tipe konformitas membabi Buta. Jenis konformitas ini diwarnai sikap masa bodoh dalam arti meniru atau mengikuti apa yang menjadi kemauan orang lain tanpa pemahaman ataupun penghayatan, tanpa pertimbangan, pemikiran dan atau perasaan.

5 Shelly E. Taylor, dkk, Psikologi Sosial (Edisi Kedua belas), (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2009), h. 253

6 http://www.psikologis45.blogspot.com/2011/03/psokologi-sosial.html 28/01/2015 7 Prof. Dr. Prayitno, M.Sc., Ed, “Dasar teori dan praktis pendidikan”, Jakarta :

(3)

2) Tipe konformitas identifikasi. Jenis konformitas ini diwarnai dengan kharisma dari orang yang mempengaruhi sehingga seseorang yang dipengaruhi percaya, mengakui, menerima, tanpa rasa takut akan sanksi atas sikap non-konformitasnya, dan juga tanpa harapan akan imbalan atas sikap konformitasnya

3) Tipe konformitas internalisasi. Jenis konformitas ini diwarnai sikap kebebasan untuk menentukan konformitas atau non-konformitas dengan didasarkan pertimbangan rasio, perasaan , pengalaman, hati nurani, dan semangat untuk menentukan pilihan-pilihan dalam bersikap dan bertingkah laku

c. Sebab-sebab timbulnya konformitas

Menurut David O’Sears pada dasarnya, orang melakukan prilaku konformitas terhadap kelompoknya karena dua alasan, yaitu8 1) Perilaku orang lain (kelompok) memberikan informasi yang

bermanfaat.

Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengikuti suatu yang tidak kita ketahui, dengan melakukan apa yang mereka lakukan kita akan memperoleh manfaat pengetahuan mereka. Tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi, antara lain :

8 David O. Sears, Jonathan L. Freedman, L. Anne Peplau “ Psikologi Sosial “

(4)

a) Kepercayaan terhadap kelompok.

Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.

b) Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri.

Sesuatu yang meningkat kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas, begitu juga sebaliknya. Karena salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuan sendiri untuk menampilkan suatu reaksi.

2) Rasa takut terhadap celaan sosial.

Alasan utama konformitas yang kedua adalah demi memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Tingkat konformitas yang didasarkan pada rasa takut terhadap celaan sosial ditentukan oleh rasa takut terhadap penyimpangan. Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir pada semua situasi sosial. Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita. Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang ini diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku menyimpang. Orang tidak mau mengikuti apa yang berlaku dalam kelompok akan menanggung resiko mengalami akibat yang tidak menyenangkan.

(5)

Sedangkan menurut Baron dan Byrne menyatakan bahwa untuk dapat mengerti mengapa seseorang bisa conform terhadap kelompok, perlu diamati dua bentuk pengaruh sosial yaitu9:

a) Pengaruh sosial normatif.

Konformitas karena pengaruh sosial normatif, berarti bagaimana kita membuat orang lain menyukai kita. Sumber konformitas yang dikenal sebagai pengaruh sosial normatif (normative social influence), karena pengaruh sosial ini meliputi perubahan tingkah laku kita untuk memenuhi harapan orang lain. Jika kecenderungan kita untuk melakukan konformitas terhadap norma sosial berakar, paling tidak sebagian pada keinginan kita untuk disukai dan diterima oleh orang lain, maka masuk akal jika apapun dapat meningkatkan rasa takut kita akan penolakan oleh orang lain, maka masuk akal jika apapun yang dapat meningkatkan rasa takut kita akan penolakan oleh orang-orang ini juga akan meningkatkan konformitas kita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Janes dan Olson menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan konformitas. Temuan-temuan ini memberikan dukungan tambahan bagi pandangan bahwa salah satu alasan mengapa kita melakukan konformitas adalah agar disukai oleh orang lain atau paling tidak untuk menghindari penolakan mereka.

9

(6)

b) Pengaruh sosial informasional

Kita menggunakan opini dan tindakan mereka sebagai panduan opini dan tindakan kita. Ketergantungan terhadap orang lain semacam ini, pada gilirannya sering kali menjadi sumber yang kuat atas kecenderungan untuk melakukan konformitas. Tindakan dan opini orang lain menegaskan kenyataan sosial bagi kita, dan kita menggunakan semuanya itu sebagai pedoman bagi tindakan dan opini kita sendiri. Dasar dari konformitas ini dikenal sebagai pengaruh sosial informasional (informational social influence). Hal tersebut didasarkan pada kecenderungan kita untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi tentang aspek dunia sosial

d. Aspek-aspek Konformitas

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri yang khas. David O’Sears mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut:

1) Kekompakan

Kekuatan yang memiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara keanggotaanya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin

(7)

besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.

a) Penyesuaian Diri

Kekompokan yang tinggi, menimbulkan tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu.

b) Perhatian terhadap Kelompok

Peningkatan konformitas terjadi karena anggotanya enggan disebutkan sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah kita ketahui, penyimpangan menimbulkan pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan dan bahkan bias dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok.

(8)

2) Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapat dengan pendapat kelompok.

a) Kepercayaan

Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.

b) Persamaan Pendapat

Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurang kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi.

(9)

c) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok

Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain dia akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. Bila orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda, dia tidak akan dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan bahwa orang yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas.

3) Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.

a) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan intensif pokok untuk mengubah perilaku seseorang.

(10)

b) Harapan Orang Lain

Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir mungkin timbul.10

e. Sisi Positif Dan Sisi Negatif Konformitas

Konformitas memiliki sisi positif dan sisi negatif dalam penyesuaian yang terjadi didalam lingkungan kelompok. Menurut Camerena d.k.k dalam buku karangan John W. Santrack yang berjudul Adolescence mengemukakan bahwa konformitas terhadap tekanan kelompok pada remaja dapat menjadi positif dan negative. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai konformitas yang negatif yaitu dengan menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, mencoret-coret, dan mempermainkan orang tua dan guru. Namun, banyak konformitas pada remaja yang tidak ngatif dan merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu dengan anggota perkumpulan. Keadaan seperti itu, dapat melibatkan aktivitas sosial

10 David O’Sears dan Peplau, L.A, Psikologi Sosial, Alih Bahasa: Michael. A, Jilid

(11)

yang baik, misalnya ketika suatu perkumpulan mengumpulkan uang untuk alasan yang benar.11

Mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolah karena banyak teman dan mayoritas dikelas yang mengikutinya adalah bentuk konformitas yang membawa siswa ke arah hal yang positif. Misalnya, ikut OSIS dalam kegiatan Bakti Sosial dan membagikan sembako kepada warga kurang mampu atau mengikuti ekstrakulikuler tari untuk mengasah bakat tari. Hal negatif pula dapat terjadi akibat dari mayoritas dikelas dan teman terdekat siswa. Misalnya, siswa bersama-sama tidak mengerjakan tugas dan membolos sekolah karena diajak teman.

Masyarakat akan berfungsi lebih baik ketika orang-orang tahu bagaimana berperilaku pada situasi tertentu, dan ketika mereka memiliki kesamaan sikap dan tata cara berperilaku yang akan membawa hal positif dan membawa hasil yang positif juga bagi dirinya maupun orang lain. Sedangkan dari sisi negative konformitas bisa menghambat kreativitas berfikir kritis, pengaruh bahasa yang asal-asalan, mencuri, mencoret-coret, dan mempermainkan orang tua atau guru.12

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi konformitas

Menurut David O’Sears menyebutkan ada empat factor yang mempengaruhi konformitas, antara lain:

11 John W. Santrock, “ Adolescence: Perkembangan Remaja” , Jakarta : Erlangga,

2003, h. 221

12 Carole Wade dan Carol Tavris, “ Psikologi (edisi Kesembilan)”, Jakarta :

(12)

1) Kekompokan kelompok

Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antar individu dengan kelompoknya. Yang dimaksud dengan kekompakan kelompok adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain akan semakin menyenangkan bagi mereka mencela kita. Artinya kemungkinan untuk menyesuaikan diri atau tidak menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota kelompok tersebut. Bila melakukan sesuatu yang berharga konformitas yang dihasilkan kelompok akan meningkat. Peningkatan konformitas ini terjadi karena anggotanya enggan disebut orang yang menyimpang, penyimpangan menibulkan resiko ditolak oleh kelompoknya. Semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompoknya, semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompoknya.

2) Kesepakatan kelompok

Faktor yang sangat penting bagi timbulkan konformitas adalah kesepakatan pendapat kelompok. Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan

(13)

yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu, akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas. Saat terjadinya perbedaan pendapat bisa menimbulkan perpecahan. Bila orang menyatakan pendapat yang berbeda setelah mayoritas menyatakan pendapatnya, konformitas akan menurun. Penurunan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Kedua, bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat. Keyakinan yang kuat akan menurunkan konformitas. Ketiga, menyangkut keengganan untuk menjadi orang yang menyimpang. 3) Ukuran kelompok

Serangkaian eksperimen menunjukkan bahwa konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Aseh dalam eksperimennya menemukan bahwa dua orang menghasilkan tekanan yang lebih kuat daripada satu orang, tiga orang memberikan tekanan yang lebih besar daripada dua orang, dan empat orang kurang lebih sama dengan tiga orang. Aseh mendapat kesimpulan dari eksperimennya bahwa tekanan dari kelompok sangat besar

(14)

pengaruhnya dalam menetapkan penilaian pembuat keputusan individu dalam kelompok.

4) Keterikatan pada penilaian bebas

Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan sungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap perilaku kelompok yang berlawanan. Mungkin kita harus menanggung resiko mendapat celaan sosial karena menyimpang dari pendapat kelompok, tetapi keadaanya akan lebih buruk bila orang mengetahui bahwa kita telah mengorbankan penilaian pribadi sendiri hanya untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.13

Sedangkan Baron & Byrne mengungkapkan ada 3 faktor yang mempengaruhi konformitas, antara lain:

1) Kohesivitas (cohesiveness)

Kohesivitas dapat didefenisikan sebagai derajat ketertarikan yang dirasakan oleh individu terhadap suatu kelompok. Ketika kohesivitas tinggi, ketika kita suka dan mengagumi suatu kelompok orang-orang tertentu, tekanan untuk melakukan konformitas bertambah besar. Hasil penelitian Crandall mengindikasikan bahwa kohesivitas memunculkan efek yang kuat terhadap konformitas, sehingga hal ini jelas-jelas

13

(15)

merupakan suatu penentu yang penting mengenai sejauh mana kita akan menuruti tekanan sosial.14

2) Ukuran kelompok

Data dari penelitian pendahuluan lainya menemukan bahwa konformitas meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota tambahan, lebih dari itu tampaknya tidakakan berpengaruh atau bahkan menurun.15 Studi-studi terkini malah menemukan bahwa konformitas cenderung meningkatkan ukuran kelompok. Jadi tampak bahwa semakin besar kelompok tersebut, maka semakin besar pula kecenderung kita untuk ikut sera, bahkan meskipun itu berarti kita akan menerapkan tingkah laku yang berbeda dari yang sebenarnya kita inginkan.

3) Norma sosial deskriptif dan norma injungtif.

Norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma-norma ini mempengaruhi tingkah laku dengan cara member tahi ini mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau adaptif apada situasi tersebut. Sebaliknya, norma injungtif menetapkan apa yang harus dilakukan, tingkah laku apa yang terima atau tidak terima pada situasi tertentu. Kedua norma tersebut dapat memberikan pengaruh yang kuat pada tingka laku.16

14

Robert A. Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kesepuluh, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 56

15 Ibid, h. 56 16

(16)

2. Teman Sebaya

a. Pengertian teman sebaya

Teman sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya. Meskipun demikian perkembangan anak juga sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi dalam konteks sosial yang lain seperti relasi dengan teman sebaya. Teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pada masa-masa remaja. Penegasan Laursen dapat dipahami karena pada kenyataannya remaja dalam masyarakat modern seperti sekarang ini menghabiskan sebagian besar waktunya bersama dengan teman sebaya mereka.17

Teman sebaya atau peers adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga

17 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung, PT Remaja

(17)

karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya). Hubungan yang baik di antara teman sebaya akan sangat membantu perkembangan aspek sosial anak secara normal. Anak-anak yang agresif terhadap teman sebaya berisiko pada berkembangnya sejumlah masalah seperti kenakalan dan drop out dari sekolah. Mengungkapkan bahwa dalam interaksi teman sebaya memungkinkan terjadinya proses identifikasi, kerjasama dan proses kolaborasi. Proses-proses tersebut akan mewarnai proses pembentukan tingkah laku yang khas pada remaja.18

Piaget dan Sullivan dalam Santrock menekankan bahwa melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal balik secara simetris. Anak-anak mengeksplorasi prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan melalui pengalaman mereka ketika menghadapi perbedaan pendapat dengan teman-teman sebaya. Sebaliknya, terdapat sejumlah ahli teori yang menekankan pengaruh negatif dari teman-teman sebaya bagi perkembangan anak dan remaja. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan.19

b. Karakteristik Hubungan Remaja dengan Teman Sebaya

Perkembangan kehidupan social remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan

18 Ibid, h. 233 19

(18)

mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman sebaya mereka. Dalam suatu invertigasi, ditemukan bahwa anak berhubungan dengan teman sebaya 10% dari waktunya setiap hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40% para usia antara 7-11 tahun.20

Secara lebih rinci, Kelly dan Hansen menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu:

1) Mengontrol impuls-impuls agresif. Melalui interakasi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung.

2) Memperoleh dorongan emosional dan social serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambilkan peran dan tanggung jawab baru mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan kelurga mereka.

3) Meningkatkan keterampilan-keterampilan social, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan persaaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya, remaja belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan serta mengembangkan kemampuan mereka memecahkan masalah. 4) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingka laku peran

jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingka laku peran kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya. Remaja belajar mengenai tingkah laku dan sikap-sikap yang mereka asosiasikan dengan menjadi laki-laki dan perempuan muda.

5) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang dewasa mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang benar dan apa yang salah. Dalam kelompok teman sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar. Proses mengevaluasikan ini dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka.

20 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung, PT Remaja

(19)

6) Meningkatkan harga diri (self seteem). Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang tentang dirinya.21

B. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Sebelum lebih jauh penulis memaparkan tentang hasil belajar, terlebih dahulu kita bahas mengenai belajar.

1. Hakikat Belajar

Belajar merupakan suatu proses untuk mengembangkan potensi siswa melalui interaksi aktif dengan lingkungan. Interaksi yang dimaksud adalah interaksi edukatif yang memungkinkan terjadi proses belajar mengajar baik yang terjadi dalam lingkungan yang bersifat formal, seperti sekolah maupun proses belajar yang dilakukan siswa di rumah untuk memperoleh perubahan tingkah laku, penguasaan ilmu pengetahuan dan memiliki keterampilan-keterampilan tertentu sehingga menciptakan individu yang berkualitas. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Aktifitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar dan lancar, adakalanya terjadi hambatan-hambatan yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Ada siswa

21

(20)

yang cepat menangkap atau menerima materi pelajaran dan ada juga siswa yang lambat dalam menerima materi pelajaran. Ada siswa yang memiliki semangat yang tinggi dalam belajar dan ada yang memiliki semangat yang rendah dalam belajar. Ada yang merasa sulit untuk konsentrasi dan ada yang tidak.

Agar kegiatan tersebut berlangsung secara efektif, siswa perlu memiliki pandangan dan sikap yang positif terhadap pelajaran yang diikutinya, menyiapkan diri secara baik untuk dapat mengikuti kegiatan belajar, menerapkan berbagai sikap dan keterampilan tertentu yang diperlukan dalam mengikuti kegiatan belajar dan melakukan berbagai aktifitas setelah kegiatan belajar itu berlangsung.

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru. Konsep ini mengandung dua hal pokok, yaitu (a) usaha untuk “menguasai”, dan (b) sesuatu yang baru. Usaha menguasai merupakan aktivitas belajar yang sesungguhnya dan sesuatu yang baru merupakan hasil yang diperoleh dari aktifitas belajar itu.22

Menurut Slameto Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri dalam

22

(21)

interaksi dengan lingkungannya.23 Sejalan dengan itu, Nana Sudjana mengutarakan bahwa:

“Belajar merupakan suatu proses ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan.”24

Sementara menurut Hamzah mengatakan bahwa belajar umumnya diartikan sebagai proses perubahan perilaku seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap atau keterampilan) tertentu. Hal ini identik dengan pandangan Good dan Brophy, yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman belajar. Perubahan perilaku tersebut tampak dalam penguasaan siswa pada pola-pola tanggapan (respon) baru terhadap lingkungannya berupa keterampilan (skill), kebiasaan (habit), sikap atau pendirian (understanding), emosi (emosional), apresiasi (appreciation), jasmani dan etika atau budi pekerti serta hubungan sosial.25

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah pemerolehan pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk

23 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2003), h. 2

24

Nana Sudjana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Sinar Baru Algesindo 2004), h. 22

25 Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta: Bumi Aksara,

(22)

interaksi belajar terhadap suatu objek (pengetahuan) atau melalui suatu penguatan (reinforcement) dalam bentuk pengalaman terhadap suatu objek yang ada dalam lingkungan belajar.

Dalam system pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni:

a) Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b) Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c) Ranah Psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perceptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai isi bahan pengajaran. 26

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar a. Faktor Intern

1) Faktor jasmaniah

26 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja

(23)

a) Faktor kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajar, proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Selain itu cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, badan lemah, ngantuk, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan fungsi alat indra. Agar seseorang dapat belajar dengan baik harus berupaya agar kesehatan badannya tetap tinggi

b) Cacat tubuh

Cacat pada tubuh juga mempengaruhi belajar siswa, siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindarai atau mengurangi pengaruh kecacatan itu.

2) Faktor psikologis a) Inteligensi

Inteligensi adalah kecakapan seseorang untuk menghadapi, menyesuaikan diri ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui cara menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui dan mempelajarinya secara tepat. Menurut Mudjiran diperkirakan sekitar 25% keberhasilan belajar disumbangkan oleh faktor inteligensi, sedangkan faktor lainnya adalah 75%.27

27

(24)

b) Perhatian

Menurut Slameto perhatian adalah “meningkatnya keaktifan jiwa, semata-mata tertuju kepada suatu objek untuk dapat menjamin hasil belajar yang diperoleh seseorang”.28

c) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan beberapa kegiatan yang diminati seorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar karena bila bahan pelajarannya tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada daya tarik baginya.

d) Bakat

Bakat adalah kemampuan untuk belajar, kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Artinya jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya maka hasil belajarnya tergantung dari cara belajar yang diterapkannya tentunya siswa akan lebih giat lagi untuk belajar.

e) Motif

Berbicara tentang motif, motif erat sekali kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu

28

(25)

berbuat sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif sebagai daya penggerak.

f) Kematangan

Kematangan merupakan suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru melalui latihan-latihan dan pelajaran. Seorang anak dikatakan matang bisa dilihat dari segi fisik contohnya dari segi pertumbuhan anak tersebut kemudian kematangan dari segi psikis dilihat dari cara berpikir, serta tingkah laku yang ditampilkannya. Dengan kata lain, anak yang sudah matang belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Jadi kemajuan baru untuk memiliki kacakapan itu tergantung dari kematangan dalam belajar.

g) Kesiapan

Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi, kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan berarti siap untuk melaksanakan kecakapan.

h) Keterampilan belajar

Dalam keterampilan belajar terakomodasi berbagai kemampuan yang sudah dimiliki oleh siswa, selain itu keterampilan belajar lebih inklusif karena mencakup berbagai aspek perkembangan kepribadian manusia yang terdiri dari aspek

(26)

intelektual, moral, dan keterampilan. Dalam belajar orang sering menyamakan istilah keterampilan belajar dan kebiasaan belajar, akan tetapi kedua hal tersebut jelas perbedaannya. Keterampilan belajar merupakan suatu keahlian yang dimiliki oleh seseorang dalam belajar yang perlu dilatihkan, dengan latihan terus menerus sehingga menghasilkan kebiasaan belajar yang baik.

3) Faktor kelelahan

Kelelahan pada seseorang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: a) Kelelahan jasmani, terlihat dengan lemahnya tubuh dan timbul

kecenderungan untuk membaringkan tubuh karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh

b) Kelelahan rohani, terlihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu jadi hilang.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu:

1) Faktor keluarga yaitu cara orang tua mendidik anaknya, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang budaya.

2) Faktor sekolah yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, dan tugas rumah

(27)

3) Faktor masyarakat yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa dan teman bergaul.

C. Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan hasil belajar

Konformitas adalah pengaruh sosial individu atau pengaruh kelompok individu sehingga individu bersikap dan berprilaku seperti kelompok sosialnya. Surwono menjabarkan konformitas sebagai bentuk prilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri. Adanya konformitas dapat dilihat perubahan prilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja.29

Konformitas terjadi pada remaja karena pada perkembangan sosialnya, remaja melakukan dua macam gerak yaitu remaja mulai memisahkan diri dari orang tua dan menuju teman-temannya. Kelompok teman sebaya adalah kelompok yang terdiri dari temaja yang terdiri dari remaja yang mempunyai banyak kesamaan seperti usia, sifat, tingkah laku dan ciri-ciri utamanya adalah timbulnya persahabatannya.

Teman sebaya juga dapat memengaruhi motivasi pada peserta didik melalui perbandingan sosial, konpetensi dan miotivasi sosial pembelajaran bersama teman sebaya, serta pengaruh kelompok teman sebaya.

Peserta didik membandingkan diri mereka dengan teman sebaya mereka untuk mengetahui dimana posisi mereka secara akademis dan secara sosial. Remaja cendrung untuk terlibat dalam perbandingan sosial dibandingkan anak-anak lebih muda, meskipun remaja cenderung menyangkal bahwa mereka

29 Sarwono, Psikologi Sosial:Psikologi kelompok dan Psikologi Terapan (Jakarta:

(28)

perna membandingkan diri mereka dengan orang lain. Perbandingan sosial yang positif biasanya menghasilkan harga diri yang lebih tinggi, sedangkan perbandingan negatif menghasilkan harga diri yang lebih rendah. Peserta didik lebih sering membandingkan diri mereka dalam umur, kemampuan dan minat.

Teman sebaya dapat saling membantu satu sama lain untuk mempelajari bahan pelajaran melalui diskusi dalam kelompok-kelompok kecil. Bimbingan belajar oleh teman sebaya sering kali membawa keuntungan prestasi baik pembimbingnya maupun kepada peserta didik yang dibimbing.

Karya awal pada peran kelompok teman sebaya dalam prestasi peserta didik berfokus pada peran negatifnya dalam mengalihkan perhatian remaja dari komitmennya terhadap pembelajaran akademis. Akhir-akhir ini, kelompok teman sebaya telah dipandang sebagai pengaruh yang positif atau negatif bergantung pada orientasi motivasinya. Jika kelompok teman sebaya mempunyai standar prestasi tinggi, kelompok tersebut akan mendukung prestasi akademis peserta didik. Jika seorang peserta didik berprestasi rendah bergabung dengan kelompok atau teman sebaya yang berprestasi rendah, karya akademis peserta didik tersebut dapat memburuk bahkan lebih buruk.30

Belajar merupakan suatu proses untuk mengembankan potensi peserta didik melalui interaksi aktif dengan lingkungan. Interaksi yang dimaksud adalah interaksi edukatif yang memungkinkan teradi proses belajar mengajar baik yang terjadi dalam lingkungan yang bersifat formal, seperti sekolah maupun proses belajar yang dilakukan peserta didik dirumah untuk

30 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan,(Jakarta : Salemba Humanika, 2009), h

(29)

memperoleh perubahan tingkah laku penguasaan ilmu penetahuan dan memiliki keterampilan keterampilan tertentu sehingga menciptakan individu yang berkualitas. Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil aau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik didik sebagai anak didik.

Aktifitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya berlangsung secara wajar, adakalahnya menjadi hambata hambatan yang sangat mempengaaruhi keberhasilan peserta didik dalam belajar ada peserta didik yang cepat menangkap maupun menerima materi pelajaran dan ada juga peserta didik yang lambat menerimah materi pelajara. Ada peserta didik yang memiliki semngat yang tinggi dalam belajar dan ada juga dan ada juga peserta didik yang rendah dalam belajar ada yang merasa sulit kosentrasi ada juga yan tidak.

Agar kegiatan tersebut berlangsung secara efektif, peserta didik perlu diikutinya, menyapkan diri secara baik untuk mengikuti kegiatan belajar, menerapkan berbagai sikap dan keterampilan tertentu yang diperlukan dalam mengikuti kgian belajar dan melakukan berbagai aktifitas setelah kegiatan itu berlangsung.

Lingkungan belajar juga sangat penting memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan peserta didik dalambelajar, terutama hubungan sosialnya dengan teman sebaya. Seperti yang tertuang dalam buku John W santrock, bahwa hubungan perta didik dengan orang tua, teman sebaya dan

(30)

teman-teman mempunyai dampak yang sangat besar pada kehidupan mereka interaksi mereka dengan guru, dan yang lainnya juga dapat sangat mempengaruhi motivasi, prestasi dan sosial mereka.

Hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu keberhasilan peserta didik dapat dilihat dari hubungan sosialnya dengan teman sebaya dan lingkungan belajar yang ada disekitar peserta didik tersebut.

D. Konformitas Teman Sebaya Menurut Islam

Ikut-ikutan atau yang disebut dengan konformitas sama dengan orang yang tidak mempunyai pendirian dan hal tersebut bisa dikatakan dengan orang munafik. Di antara tanda-tanda lain kemunafikan ialah bahwa seorang munafik tidak memiliki satu kepribadian dan identitas yang kokoh dan mandiri. Di lingkungan manapun ia akan menyesuaikan diri dengan warna lingkungan tersebut. Ketika ia berada di kalangan orang-orang Mukmin maka ia menunjukkan keimanan dan kebersamaan. Dan ketika ia berada di kalangan musuh-musuh agama dan umat serta pemimpin Islam, maka ia pun akan bersatu suara dengan mereka dan berbicara tentang hal-hal yang anti orang-orang beriman. Untuk menarik perhatian mereka ia pun menertawakan serta melecehkan kaum mukmin. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 14.



































Artinya: dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya

(31)

Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok."(QS. Al-Baqarah ayat 14).31

Ayat-ayat ini juga memperingatkan kita agar jangan sampai tertipu oleh sikap lahir seseorang. Siapapun yang mengaku sebagai orang yang beriman, janganlah kita menerimanya begitu saja dan memperlakukannya sebagai seorang mukmim. Tetapi hendaknya kita lihat terlebih dahulu dengan siapa ia bergaul dan siapa teman-teman dekatnya. Adalah hal yang tak dapat diterima, bahwa seseorang beriman tetapi ia juga bersahabat baik dengan musuh-musuh agama. Iman tak dapat bercampur dengan sikap bersahabat dan berdamai dengan musuh-musuh agama. Ayat tersebut mengungkap 3 poin pelajaran yang dapat dipetik:

1) Setan, tidak terbatas pada setan yang merupakan makhluk halus.Manusia pun dapat menjadi penyebab tersesatnya orang lain dapat disebut sebagai setan. Untuk itu kita harus menjauhkan diri dari manusia yang seperti itu. 2) Rencana rahasia, pertemuan secara sembunyi-sembunyi anti pemerintahan

Islam, menunjukkan tidak adanya keberanian menyatakan akidah dan keyakinan.Munafikin yang selalu menghina dan melecehkan ahli iman. Mereka manusia pengecut dan tak memiliki mental yang lurus.

3) Munafikin adalah kaki tangan musuh yang ada di dalam masyarakat. Di depan musuh, mereka mengatakan: Inna ma'akum, sesungguhnya kami bersama kalian, bukan bersama orang-orang mukmin.

31

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Bandung: Sigma, 2010), h. 24

(32)

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.32 Maka hipotesis yang penulis ajukan adalah “adanya hubungan yang signifikan antara hubungan konformitas teman sebaya terhadap hasil belajar peserta didik di SMP Negeri 2 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan”. Untuk kepentingan uji statistik diperlukan sesuatu untuk membandingkan hipotesis kerja, maka hipotesa kerja (Ha) di atas dirubah menjadi hipotesa nihil (Ho) sebagai berikut:

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya terhadap hasil belajar peserta didik di SMP Negeri 2 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya terhadap hasil belajar peserta didik di SMP Negeri 2 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan.

32 Team Pustaka Phoemik, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rieneka Cipta

Referensi

Dokumen terkait

Kadir (2008) menjelaskan bahwa untuk mengungkap kemampuan siswa dalam berbagai spek komunikasi, dapat dilakukan dengan melihat kemampuan siswa dalam mendiskusikan

Menurut (Muawanah & Poernawati, 2015:407) “Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau

Karakter tinggi tanaman antar varietas lokal dengan kultivar introduksi memiliki perbedaan yang nyata, namun pada Kanesia 20 tidak berbeda nyata dengan CRIS

banyak dipengaruhi oleh pengalaman panjang yang telah dilaluinya.. 9 Disamping itu, kemampuan sosial guru, khususnya dalam berinteraksi dengan peserta didik merupakan suatu hal

Protein Cry1Ab, PAT, dan mEPSPS dihasilkan dalam jumlah yang sedikit oleh tanaman jagung PRG event Bt11 x GA21, sehingga untuk keperluan pengujian

Namun secara lebih complicated definisi Internet Protocol adalah protokol lapisan jaringan (network layer dalam OSI Reference Model) atau protokol lapisan

Dalam Sistem PLTS-PV, baterai biasanya digunakan untuk menyimpan energi yang dihasilkan oleh modul PV pada siang hari yang kemudian digunakan untuk memasok listrik yang

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai bilangan peroksida susu kambing yang diberi perlakuan ultraviolet dosis 6,75 kGy (3 reaktor) kombinasi HPEF frekuensi 15 Hz