• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar:"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren

Menurut Nandika dkk (2003) klasifikasi rayap subteran sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phyllum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Isoptera Family : Rhinotermitidae Genus : Coptotermes

Spesies : Coptotermes curvignathus Holmgren

Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar:

Gambar 1. Siklus Hidup Rayap

Sumber: www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=78&fnam...

Rayap adalah termasuk binatang Arthropoda, kelas insekta dari ordo isopteran yang dalam perkembangan hidupnya mengalami metamorphosa gradual atau bertahap. Kelompok binatang ini ini pertumbuhannya melalui tiga tahap, tahap telur, tahap nipha dan tahap dewasa (Hasan, 1986).

(2)

Rayap yang ditemukan di daerah tropis jumlah telurnya dapat mencapai ± 36000 sehari bila koloninya sudah berumur ± 5 tahun. Bentuk telur rayap ada yang berupa butiran yang lepas dan ada pula yang berupa kelompok terdiri dari 16-24 butir telur yang melekat satu sama lain. Telur-telur ini berbentuk silinder dengan ukuran panjang yang bervariasi antara 1-1,5 mm (Hasan, 1986). Telur

C. curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari (Nandika dkk, 2003).

Nimfa muda akan mengalami pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai

kemudian berkembang menjadi kasta pekerja, prajurit dan calon laron (Nandika dkk, 2003).

Kepala berwarna kuning, antenna, labrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antenna terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm. panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang

menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk, 2003).

Kasta Rayap

Rayap hidup sebagai serangga sosial dalam masyarakat yang disebut koloni. Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu kasta prajurit,kasta pekerja, dan kasta reproduktif (Anwar, 2006).

(3)

Gambar 2. Koloni Rayap Captotermes curvignathus Holmgren Sumber : http://tumoutou.net/biologi_perilaku_rayap.htm

1. Kasta Reproduktif

Terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer bersayap dari rayap dewasa atau laron yang bersayap dua pasang, berbentuk sama yaitu bulat memanjang bagian luar dari sayap sama dengan bagian dalamnya. Sayap – sayap ini terletak membujur diatas abdomen. Pnjangnya melebihi ukuran panjang tubuhnya. Warna tubuh coklat muda sampai coklat tua dan lebih gelap dari warna tubuh dari anggota kasta – kasta lainnya (Hasan, 1986).

Gambar 3. Ratu Rayap

Sumber : http://tumoutou.net/biologi_perilaku_rayap.htm

2. Kasta Prajurit

Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di

(4)

antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati (Tarumingkeng, 2001). .

Gambar 4. Kasta Prajurit

3. Kasta Pekerja

Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80%

populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja (Tarumingkeng, 2001). Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril,

memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa

sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil (Borror and De Long, 1971).

(5)

Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan (Nandika dkk, 2003).

Kasta pekerja jumlahnya jauh lebih besar dari seluruh kasta yang terdapat dalam koloni rayap. Nimfa yang menetas dari telur pertama dari sebuah koloni yang baru akan berkembang menjadi kasta pekerja. Waktu keseluruhan yang dibutuhkan dari keadaan telur sampai dapat bekerja secara aktif sebagai kasta pekerja pada umumnya adalah 6-7 bulan. Umur kasta pekerja dapat mencapai 19-24 bulan (Hasan, 1986).

Gambar 5. Kasta Pekerja

Gejala Serangan C. Curvignathus pada Kelapa Sawit

Pada tanaman kelapa sawit muda gejala serangan rayap diketahui dari adanya penumpukan tanah pada pangkal pelepah sampai ke pucuk tanaman. Di dalam lapisan tanah tersebut dapa ditemukan rayap prajurit yang melakukan

(6)

penggerekan ke dalam batang, mencapai titik tumbuh dan akhirnya tanaman tersebut mati (Andriaty, 2007).

Gejala serangan C. Curvignathus pada bagian luar tanaman kelapa sawit dewasa adalah berupa lapisan tanah mulai daru pangkal batang sampai ke tandan buah. Pada bagian dalam batang gejala tersebut adalah berupa libang besar dan adanya sarang kembara C. Curvignathus yang menyerupai lapisan karton yang bercampur dengan kotoran serta dikelilingi oleh kumpulan tanah liat. Sarang kembara tersubut hanya berisi rayap dari kasta prajurit, pekerja dan nimfa, sedangkan raja, ratu, telur berada pada sarang utama. Sarang utama biasanya berada di dalam kayu mati yang berada di bawah atau di atas permukaan tanah (Prasetiyo, 2006 ).

Perilaku Rayap

Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah atau humus (Tarumingkeng, 2004).

Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam

(7)

pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap (Tarumingkeng, 2001).

Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperluan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu (Tarumingkeng, 2004).

Sistem Sarang

Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran, dan sisa tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil > 2,00 mm, pasir kuarsa 2,0-0,2 mm, pasir halus 0,2-0,02 mm, Lumpur 0,02-0,002 mm,dan liat < 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan sarang (Nandika dkk, 2003).

Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari seramgga sosial. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong-lorong di dalam kayu atau lorong-lorong-lorong-lorong di dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu

(8)

sarangnya membentuk bukit bukit dengan konstruksi sarang yang yang sangat kokoh dan sangat luas (Nandika dkk, 2003).

Rayap Sebagai Hama

Kegagalan penyisipan tanaman kelapa sawi pada areal yang telah terkontaminasi C. Curvignathus pada tingkat populasi yang tinggi sering terjadi, karena tanaman sisipan segera diserang rayap tersebut dan akhirnya mati. Keadaan ini sering terjadi berulang kali, sehingga akhirnya perkebunan tidak memanfaatkan lagi areal tersebut (Christina dkk, 1998)

Bahan-bahan yang berkayu yang melimpah pada lahan gambut merupakan habitat yang ideal bagi rayap C. Curvignathus yang menyerang dan merusak jaringan-jaringan hidup hingga menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit di lahan gambut dapat terserang rayap pada berbagai tingkat perkembangannya. Rayap tersebut pada umumnya bersarang pada tunggul-tunggul kayuan yang melapuk di sekitar tanaman kelapa sawit, dimana mereka bertahan hidup dan berkembangbiak, dan dari sana mereka mulai merayap membentuk lorong-lorong kembara menuju tanaman kelapa sawit (Tarumingkeng, 2004).

Pengendalian Rayap

Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah.

(9)

Pemakaian teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain : tidak mencemari tanah, tepat sasaran, bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sample (French 1994 dalam Kadarsah, 2005).

Menurut Bakti (2004) nematoda Steinernema carpocapsae memiliki

efektifitas cukup baik untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk S. carpocapsae banyak ditemukan di dalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan

sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil menimbulkan mortalitas 38,16% dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80%.

Pegendalian hama terpadu (PHT) termasuk pengendalian rayap pada kelapa sawit berpedoman pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dan dalam sistem tersebut pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama seperti parasitoid, predator dan patogen menjadi komponen utama, sedangkan pengendalian kimiawi menggunakan pestisida merupakan pilihan (Kadarsah, 2005).

Penelitian mengenai pengaruh jamur Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dan Metarhizium anisopliae (Mets.) Sorokin terhadap rayap

Coptotermes curvignathus Holmgren telah dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi dan Toksikologi, Departemen Biologi ITB pada bulan November 2004 – April 2005. Rayap C. curvignathus diperoleh dari Pusat Studi Ilmu Hayati IPB Bogor dan jamur B. bassiana serta M. anisopliae diperoleh dari BALITROP Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa B. bassiana dan M. anisopliae dapat digunakan untuk mengendalikan rayap C. curvignathus (Novianty, 2005).

(10)

Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin

Menurut Barnett dan Berry (1972) jamur Beauveria bassiana dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Division : Eumycotina Class : Deuteromycotina Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Beauveria

Spesies : Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin.

Jamur B. bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya (Anonimus, 2008).

Jamur Beauveria bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melelui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga. jamur ini ternyata memiliki spectrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, B. bassiana efektif untuk mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak (Dinata, 2006).

Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih, didalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µm, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 µm. hifa fertile terdapat pada cabang (branchlests), tersusun melingkar (verticillate) dan biasanya

(11)

menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-cabangnya (Utomo dan Pardede, 1990).

Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu putih, dan beberapa jenis kumbang. Sebagai patogen serangga, B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat. Di beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai agensi hayati pengendalian sejumlah serangga hama mulai dari tanaman pangan, hias, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga tanaman gurun pasir (Sutopo. D, dan Indriyani, 2007).

Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih (Anonimus, 2008)

(12)

Serangga yang terinfeksi gerakannya lamban, nafsu makan berkurang bahkan berhenti, lama kelamaan diam dan mati. Tubuh mulai pucat dan mengeras serta permukaannya penuh dengan badan buah dan konidia berwarna putih (Riyatno dan Santoso, 1991)

Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin. Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm

Metarhizium anisopliae var anisopliae

Menurut Alexopoulus (1996), klasifikasi Metarhizium anasopliae adalah sebagai berikut : Division : Eumycotina Class : Deuteromycotina Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Metarhizium

Spesies : Metarhizium anisopliae var anisopliae

Jamur M. anisopliae ini pertama kali ditemukan oleh Metschikoff pada tahun 1879, jamur ini bersifat parasitik terhadap serangga termasuk kumbang kelapa (Jumar, 2000)

(13)

Jamur ini biasanya disebut Green Muscardine Fungus dan tersebar diseluruh dunia. Jamur ini pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan dibeberapa Negara termasuk Indonesia (Tanada dan Kaya, 1993).

Pada awal pertumbuhan, koloni jamur bewarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter 1,98 – 2,97 µm, kemudian tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm (Prayogo, dkk., 2005).

Konidiofor tersusun rapat dalam struktur seperti spodokium, mendukung beberapa “phialidae” yang sering kali tersusun seperti susunan lilin “phialidae” berbentuk silindris. Pada ujungnya dibentuk konidia dalam rantai konidia satu sel, berdinding halus, tidak bewarna dan berbentuk silindris “oval” (Rayati, 2000).

Jamur M. anisopliae terdiri dari dua jenis/bentuk, yang pertama adalah yang mempunyai spora pendek yaitu M. anisopliae var anisopliae dan yang mempunyai spora panjang yaitu M. anisopliae var major. Strain varietas M.

anisopliae yang memiliki spora pendek, konidia berukuran 9,0 – 9,9 µm

sedangkan varietas major memiliki spora yang panjang, konidia berukuran 9,0 – 18,0 µm. pada pengujian dengan enzim yang sama strain varietas major relative genusnya sama tetapi untuk strain varietas anisopliae genusnya sangat berbeda (Tanada dan Kaya. 1993).

Jamur M. anisopliae ini bersifat parasit pada serangga dan bersifat saprofit pada tanah atau bahan organic. Jamur ini mengadakan penetrasi ke dalam tubuh serangga melalui kontak dengan kulit di antara ruas-ruas tubuh. Mekanisme

(14)

penetrasinya di mulai dengan menempelkan konidia pada kutikula atau mulut serangga. Konidia ini selanjutnya berkecambah dengan membentuk tubuh kecambah. Apresorium mula-mula dibentuk dengan menembus epitikula, selanjutnya menembus jaringan yang lebih dalam (Situmorang, 1990).

Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat

saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman (Alexopoulus dan Mims, 1996). Cendawan ini pertama kali digunakan untuk

mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia. M. anisopliae telah lama digunakan sebagai agen hayati dan menginfeksi beberap jenis serangga, antara

lain ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera, dan Isoptera (Strack, 2003).

Gambar 7. Konidia Metarhizium anisopliae var anisopliae

Gambar

Gambar 1. Siklus Hidup Rayap
Gambar 2. Koloni Rayap Captotermes curvignathus Holmgren  Sumber : http://tumoutou.net/biologi_perilaku_rayap.htm
Gambar 4. Kasta Prajurit
Gambar 5. Kasta Pekerja
+3

Referensi

Dokumen terkait