• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini gambaran perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini gambaran perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Tinjauan Umum Subjek Penelitian

Perusahaan pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berikut ini gambaran perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini:

1. ATPK Resources. Tbk (ATPK)

PT ATPK Resources Tbk (dahulu PT Anugrah Tambak Perkasindo Tbk) (ATPK) didirikan tanggal 12 Januari 1988. Kantor Pusat ATPK beralamat di Wisma GKBI Lantai 39, Jl Jenderal Sudirman No. 28, Jakarta 10210 dan kantor operasional berlokasi di AXA Tower Lantai 29, suite 01 Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. 18, Kuningan City Jakarta 12940. Kemudian pada tanggal 7 Juni 2006 diadakan RUPSLB kembali, dan menyetujui; (1) Perubahan nama dari PT Anugrah Tambak Perkasindo Tbk. menjadi PT ATPK Resources Tbk., (2) Perubahan domisili dari Medan ke Jakarta, dan (3) Diversifikasi bidang usaha ke bidang usaha pertambangan umum dan pembangunan infrastruktur. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan usaha utama ATPK adalah bergerak dalam usaha pertambangan, minyak dan gas bumi, infrastruktur tambang, perdagangan yang berkaitan dengan produk tambang, transportasi di bidang tambang, perkebunan dan kehutanan. Pada tanggal 28 Maret 2002, ATPK memperoleh pernyataan efektif dari

(2)

Bapepam-LK untuk melakukan melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ATPK (IPO) kepada masyarakat sebanyak 135.450.000 saham dengan nilai nominal Rp200,- per saham dengan harga penawaran perdana Rp300,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) tanggal 17 April 2002.

2. Golden Energy Mines.Tbk (GEMS)

PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) didirikan dengan nama PT Bumi Kencana Eka Sakti tanggal 13 Maret 1997 dan memulai aktivitas usaha komersialnya sejak tahun 2010. GEMS berkedudukan di Sinar Mas Land Plaza, Menara II, Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin Kav. 51, Jakarta 10350.GEMS tergabung dalam kelompok usaha Sinarmas. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan GEMS bergerak dalam bidang pertambangan melalui penyertaan pada entitas anak dan perdagangan batubara. Pada tanggal 09 Nopember 2011, GEMS memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham GEMS (IPO) kepada masyarakat sebanyak 882.353.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham saham dengan harga penawaran Rp2.500,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 17 Nopember 2011.

3. Garda Tujuh Buana.Tbk (GTBO)

PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) didirikan tanggal 10 Juni 1996 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 2007. Kantor pusat GTBO berkedudukan di Gedung Menara Hijau lantai 9, Jl. M.T. Haryono Kav. 33,

(3)

Jakarta Selatan. Sedangkan daerah penambangan berlokasi di Pit Bajau (area of interest), Bulungan, Propinsi Kalimantan Timur. Pemegang mayoritas saham GTBO adalah PT Garda Minerals (26,21%) dan SGBT s/a Green River Pte.Ltd (33,919%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan GTBO adalah dibidang pertambangan batubara, pembangunan pertambangan, pemasaran dan perdagangan, serta usaha industri khususnya batubara dan tambang lainnya. Pada tanggal 30 Juni 2009, GTBO memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham GTBO (IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.834.755.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp115,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 9 Juli 2009.

4. Perdana Karya Perkasa (PKPK)

Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) didirikan 7 Desember 1983 dengan nama PT Perdana Karya Kaltim dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1983. Kantor pusat PKPK berlokasi di Graha Perdana, Jalan Sentosa 56 Samarinda, Kalimantan Timur. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan PKPK adalah berusaha dalam bidang pembangunan, perdagangan, industri, pertambangan, pertaian, pengangkutan darat, perbengkelan dan jasa-jasa melalui divisi-divisi usaha pertambangan batubara, konstruksi, dan persewaan peralatan berat. Saat ini, kegiatan usaha yang dijalankan PKPK adalah jasa konstruksi dan land clearing. Pada tanggal 27 Juni 2007, PKPK memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk

(4)

melakukan Penawaran Umum Perdana Saham PKPK (IPO) kepada masyarakat sebanyak 125.000.000 dengan nilai nominal Rp200,- per saham dengan harga penawaran Rp400,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 11 Juli 2007.

5. Bukit Asam. Tbk (PTBA)

PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA) didirikan tanggal 02 Maret 1981. Kantor pusat PTBA terletak di Menara Kadin Indonesia Lt. 9 & 15. Jln. H.R. Rasuna Said X-5, Kav. 2-3, Jakarta 12950. Pada tahun 1993. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan PTBA adalah bergerak dalam bidang industri tambang batubara, meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan perdagangan, pemeliharaan fasilitas dermaga khusus batubara baik untuk keperluan sendiri maupun pihak lain, pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap baik untuk keperluan sendiri ataupun pihak lain dan memberikan jasa-jasa konsultasi dan rekayasa dalam bidang yang ada hubungannya dengan industri pertambangan batubara beserta hasil olahannya. Pada tanggal 03 Desember 2002, PTBA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham PTBA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 346.500.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp575,- per saham disertai Waran Seri I sebanyak 173.250.000. Saham dan Waran Seri I tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 23 Desember 2002.

(5)

6. Elnusa.Tbk (ELSA)

PT Elnusa Tbk (ELSA) didirikan tanggal 25 Januari 1969 dengan nama PT Electronika Nusantara dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1969. Kantor pusat ELSA berdomisili di Graha Elnusa Lt. 16, Jl. T.B. Simatupang Kav. 1B, Jakarta Selatan. Pemegang saham mayoritas ELSA adalah PT Pertamina (Persero), dengan persentase kepemilikan sebesar 41,10%. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ELSA dan anak usahanya beroperasi di bidang jasa hulu migas dan penyertaan saham pada entitas anak serta entitas ventura bersama yang bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu jasa dan perdagangan penunjang hulu migas, jasa dan perdagangan hilir migas, jasa pengolahan dan penyimpanan data migas, pengelolaan aset lapangan migas dan jasa telekomunikasi. Pada tanggal 25 Januari 2008, ELSA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ELSA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.460.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp400,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 06 Februari 2008.

7. Aneka Tambang.Tbk (ANTM)

PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) didirikan dengan nama "Perusahaan Negara (PN) Aneka Tambang" tanggal 05 Juli 1968 dan mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 5 Juli 1968. Kantor pusat ANTM berlokasi di Gedung Aneka Tambang, Jl. Letjen T.B. Simatupang No. 1,

(6)

Lingkar Selatan, Tanjung Barat, Jakarta, Indonesia. Pemegang saham pengendali ANTM adalah Pemerintah Republik Indonesia, dengan memiliki 1 Saham Preferen (Saham Seri A Dwiwarna) dan 65% di saham Seri B. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ANTM adalah di bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian, serta menjalankan usaha di bidang industri, perdagangan, pengangkutan dan jasa lainnya yang berkaitan dengan galian tersebut. Saat ini, Kegiatan utama Perusahaan meliputi bidang eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian serta pemasaran bijih nikel, feronikel, emas, perak, bauksit, batubara dan jasa pemurnian logam mulia. Pada tanggal 27 Nopember 1997, ANTM memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ANTM (IPO) kepada masyarakat sebanyak 430.769.000 saham (Seri B) dengan nilai nominal Rp500,- per saham dan Harga Penawaran Perdana sebesar Rp1.400,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Nopember 1997.

8. Timah.Tbk (TINS)

Timah (Persero) Tbk (TINS) didirikan pada tanggal 02 Agustus 1976. TINS berdomisili di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung dan kantor pusat terletak di Jl. Medan Merdeka Timur No.15 Jakarta 10110 serta memiliki wilayah operasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara serta Cilegon, Banten. Pemegang saham utama / pengendali TINS adalah Pemerintah Republik Indonesia.

(7)

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan TINS meliputi bidang pertambangan, perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan jasa. Kegiatan utama TINS adalah sebagai perusahaan induk yang melakukan kegiatan operasi penambangan timah dan melakukan jasa pemasaran kepada kelompok usaha. Pada tanggal 27 September 1995, TINS memperoleh persetujuan dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham TINS sebanyak 176.155.000 saham Seri B dan Global Depositary Receipts (GDR) milik Perusahaan. Terhitung mulai tanggal 12 Oktober 2006, Perusahaan melakukan penghentian pencatatan atas GDR milik Perusahaan di Bursa Saham London.

9. SMR Utama.Tbk (SMRU)

SMR Utama Tbk (SMRU) didirikan dengan nama PT Dwi Satria Jaya pada tanggal 11 November 2003. Kantor pusat SMRU berlokasi di Gedung Citicon Jl. Letjen S. Parman Kav. 72 Lt. 9, Slipi, Palmerah, Jakarta Barat 11410. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, kegiatan usaha SMRU yang dijalankan melalui PT Ricobana yang merupakan sebuah perusahaan investasi terutama di bidang tambang batubara dan kontraktor batubara. Pada tanggal 30 September 2011, SMRU memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham SMRU (IPO) kepada masyarakat sebanyak 500.000.000 dengan nilai nominal Rp100, per saham dengan harga penawaran Rp600,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 10 Oktober 2011.

(8)

10. Citatah.Tbk (CTTH)

PT Citatah Tbk (CTTH) didirikan tanggal 26 September 1968 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1976. Kantor pusat Citatah beralamat di Jl. Tarum Timur No. 64, Desa Tamelang, Kecamatan Cikampek, Karawang. Pabrik-pabrik pengolahan Citatah berlokasi di Pangkep (Sulawesi Selatan) dan Karawang. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CTTH terutama meliputi usaha produksi dan penjualan marmer, kerajinan tangan marmer, dan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan. Saat ini kegiatan usaha CTTH adalah menjalankan usaha dalam bidang penambangan dan pengolahan marmer dari tambang, hingga pendistribusian marmer untuk proyek-proyek bangunan komersial dan residensial di pasar domestik dan luar negeri. Pada tanggal 10 Juni 1994, CTTH memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham CTTH (IPO) kepada masyarakat sebanyak 44.000.000 dengan nilai nominal Rp500, per saham dengan harga penawaran Rp2.375,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 03 Juli 1996

11. Mitra Investindo.Tbk (MITI)

Mitra Investindo Tbk (MITI) didirikan 16 September 1993 dengan nama PT Minsuco International Finance dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1994. Kantor pusat MITI berlokasi di Gedung Menara Karya Lt. 7 Unit A. Jl. HR. Rasuna Said Blok. X5 Kav. 1 dan 2, Jakarta. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MITI adalah di bidang

(9)

pertambangan, perindustrian, pertanian, pembangunan (pemborongan), perdagangan dan jasa. Pada tanggal 20 Juni 1997, MITI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MITI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 58.800.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp600,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16 Juli 1997.

12. Adaro Energy.Tbk (ADRO)

PT Adaro Energy Tbk (ADRO) didirikan dengan nama PT Padang Karunia tanggal 28 Juli 2004 dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Juli 2005. Kantor pusat ADRO berlokasi di Gedung Menara Karya, Lantai 23, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 1-2, Jakarta Selatan. Pemegang saham mayoritas dari Perusahaan adalah PT Adaro Strategic Investments, dengan kepemilikan 43,91 persen. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ADRO bergerak dalam bidang usaha perdagangan, jasa, industri, pengangkutan batubara, perbengkelan, pertambangan, dan konstruksi. Entitas anak bergerak dalam bidang usaha pertambangan batubara, perdagangan batubara, jasa kontraktor penambangan, infrastruktur, logistik batubara, dan pembangkitan listrik. Pada 04 Juli 2008, ADRO memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ADRO (IPO) kepada masyarakat sebanyak 11.139.331.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp100,- per

(10)

saham dan Harga Penawaran Rp1.100,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16 Juli 2008.

13. Berau Coal Energy (BRAU)

PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) didirikan dengan nama PT Risco tanggal 07 September 2005. Kantor pusat BRAU berlokasi di Sampoerna Strategic Square, North Tower, Lantai 15 dan 16, Jl. Jend. Sudirman Kav. 45, Jakarta 12930, Indonesia. Induk usaha BRAU adalah Vallar Investments UK Limited, sedangkan induk usaha utama BRAU adalah Asia Resource Minerals plc (dahulu Bumi Plc), keduanya perusahaan yang didirikan di Inggris. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan BRAU bergerak di bidang usaha perdagangan, pertambangan, perkebunan, konstruksi, real-estate, agrikultural, percetakan, industri, transportasi dan jasa. Saat ini, kegiatan usaha BRAU adalah sebagai perusahaan induk dari entitas anak yang beroperasi dibidang pertambangan. Pada tanggal 06 Agustus 2010, BRAU memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham BRAU (IPO) kepada masyarakat sebanyak 3.400.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham saham dengan harga penawaran Rp400,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 19 Agustus 2010.

14. Bumi Resources.Tbk (BUMI)

Bumi Resources Tbk (BUMI) didirikan 26 Juni 1973 dengan nama PT Bumi Modern dan mulai beroperasi secara komersial pada 17 Desember 1979. Kantor pusat BUMI beralamat di Lantai 12, Gedung Bakrie Tower, Rasuna

(11)

Epicentrum, Jalan H. R. Rasuna Said, Jakarta Selatan 12940. BUMI tergabung dalam kelompok usaha Bakrie (PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan Long Haul Holdings Ltd.). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan terakhir, ruang lingkup kegiatan BUMI meliputi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kandungan batubara (termasuk pertambangan dan penjualan batubara) dan eksplorasi minyak. Saat ini, BUMI merupakan induk usaha dari anak usaha yang bergerak di bidang pertambangan. BUMI memiliki anak usaha yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia, yakni PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS). Pada tanggal 18 Juli 1990, BUMI memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham BUMI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 10.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp4.500,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 30 Juli 1990

15. Darma Henwa.Tbk (DEWA)

PT Darma Henwa Tbk (dahulu PT HWE Indonesia) (DEWA) didirikan tanggal 8 Oktober 1991 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1996. Kantor pusat DEWA berlokasi di Gedung Bakrie Tower Lantai 8, Rasuna Epicentrum, Jl. HR. Rasuna Said, Kuningan Jakarta, 12940 dan proyek berlokasi di Bengalon dan Binungan Timur, Kalimantan Timur dan Asam Asam, Kalimantan Selatan. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan DEWA terdiri dari jasa kontraktor pertambangan, umum, serta pemeliharaan dan perawatan peralatan pertambangan. Saat ini

(12)

kegiatan usaha DEWA adalah di bidang jasa kontraktor pertambangan umum. Pada tanggal 12 September 2007, DEWA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham DEWA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 3.150.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp335,- per saham dan disertai 4.200.000.000 Waran seri I dan periode pelaksanaan mulai dari 26 Maret 2008 sampai dengan 24 September 2010 dengan harga pelaksanaan sebesar Rp340,- per saham. Saham dan Waran Seri I tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 26 September 2007.

16. Indo Tambang Raya Megah (ITMG)

PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) didirikan tanggal 02 September 1987 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1988. Kantor pusat ITMG berlokasi di Pondok Indah Office Tower III, Lantai 3, Jln. Sultan Iskandar Muda, Pondok Indah Kav. V-TA,Jakarta Selatan 12310. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ITMG adalah berusaha dalam bidang pertambangan, pembangunan, pengangkutan, perbengkelan, perdagangan, perindustrian dan jasa. Saat ini, kegiatan utama ITMG adalah bidang pertambangan dengan melakukan investasi pada anak usaha dan jasa pemasaran untuk pihak-pihak berelasi. Pada tanggal 7 Desember 2007, ITMG memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ITMG (IPO) kepada masyarakat sebanyak 225.985.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham

(13)

dengan harga penawaran Rp14.000,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 18 Desember 2007. 17. Petrosea.Tbk (PTRO)

PT Petrosea Tbk (PTRO) didirikan tanggal 21 Februari 1972 dalam rangka Penanaman Modal Asing “PMA” dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1972. Kantor pusat PTRO terletak di Jl. Taman Kemang No. 32B, Jakarta dan memiliki kantor pendukung di Tanjung Batu dan Gedung Graha Bintang, Jl. Jend. Sudirman No. 423, Balikpapan, Kalimantan Timur. PTRO tergabung dalam kelompok usaha INDY / PT Indika Energy Tbk. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan PTRO terutama meliputi bidang rekayasa, konstruksi, pertambangan dan jasa lainnya. Saat ini, PTRO menyediakan jasa pertambangan terpadu: pit-to-port maupun life-of-mine service di sektor industri batubara, minyak dan gas bumi di Indonesia. Pada tahun 1990, PTRO memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham PTRO (IPO) kepada masyarakat sebanyak 4.500.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp9.500,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 21 Mei 1990.

18. Vale Indonesia (INCO)

PT Vale Indonesia Tbk (dahulu PT International Nickel Indonesia Tbk) (INCO) didirikan tanggal 25 Juli 1968 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1978. Kantor pusat INCO terletak di Plaza Bapindo,

(14)

Citibank Tower, Lantai 22, Jln. Jend. Sudirman Kav. 54-55, Jakarta 12190. Pabrik INCO berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INCO adalah dalam eksplorasi dan penambangan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran nikel beserta produk mineral terkait lainnya. Saat ini, INCO memproduksi nikel dalam matte dari bijih lateritik dengan penambangan dan pengolahan terpadu di dekat Sorowako di Pulau Sulawesi. Pada tahun 1990, INCO memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham INCO (IPO) kepada masyarakat sebanyak 49.681.694 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp9.800,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16 Mei 1990.

4.1.2 Analisis Deskriptif Data Variabel Penelitian

Deskripsi mengenai masing – masing variabel yang diteliti dijelaskan sebagai berikut :

4.1.2.1 Struktur Modal

Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri (Bambang Riyanto: 2001 : 22). Penentuan struktur modal sangat penting bagi perusahaan, kesalahann dalam menentukan struktur modal akan mempunyai dampak yang luas terutama apabila perusahaan terlalu besar dalam menggunkan utang, maka beban perusahaan semakin besar pula. Hal itu juga berarti akan meningkatkan resiko

(15)

finansial, yaitu resiko saat perusahaan tidak dapat membayar beban bunga atau angsuran – angsuran utangnya.

Struktur modal dapat diformulasikan dalam salah satu rasio leverage yaitu debt to equity ratio (DER). Rasio ini membandingkan total utang perusahaan dan total modal sendiri. DER digunakan untuk mengetahui berapa bagian setiap nilai modal pemilik yang digunkan untuk menjamin utang. Semakin besar rasio ini maka semakin besar proporsi utang terhadap modal sendiri, hal ini pun berarti jaminan modal sendiri terhadap utang semakin kecil. Berikut ini deskripsi dari variabel pertumbuhan penjualan selama kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun 2013:

Tabel 4.1

Struktur modal (DER) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

N Minimum Maximum Mean Struktur Modal 2011 18 ,1409 3,2724 ,9861 Struktur Modal 2012 18 ,1163 7,8666 1,3071 Struktur Modal 2013 18 ,0830 23,9657 2,2503 Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015 Berdasarkan deskripsi diatas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata struktur modal pada perusahan pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2011 adalah sebesar 0.9861 atau proporsi utang terhadap ekuitas (modal sendiri) sebesar 99%. Nilai DER terendah pada periode 2011 yaitu sebesar 0.1409 atau 14% yaitu pada PT.SMR Utama.Tbk, hal ini menunjukkan perusahaan tersebut mempunyai rasio penggunaan utang paling rendah dibandingkan dengan modal sendiri. Sedangkan perusahaan dengan penggunaan utang tertinggi selama periode 2011 adalah

(16)

3.724 atau 327% dibandingkan dengan modal sendiri. Kemudian pada tahun 2012 rata rata nilai DER adalah 1.3071 atau 131% proporsi penggunaan utang dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri. Nilai DER terendah adalah 0.1163 atau 12% besaran utang dibandingkan dengan modal sendiri yaitu pada PT.Perdana Karya Perkasa.Tbk. sedangkan perusahaan dengan penggunaan utang paling tinggi selama periode 2012 adalah PT.Berau Coal Energy.Tbk dengan nilai sebesar 7.8666 atau 787% dibandingkan dengan modal sendiri. Kemudian pada tahun 2013 rata rata nilai DER adalah 2.2503 atau 225% proporsi penggunaan utang dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri. Nilai DER terendah adalah 0.0830 atau 8% besaran utang dibandingkan dengan modal sendiri yaitu pada PT.SMR Utama.Tbk sedangkan perusahaan dengan penggunaan utang paling tinggi selama periode 2013 adalah PT.Berau Coal Energy.Tbk dengan nilai sebesar 23.9657 atau 2397% dibandingkan dengan modal sendiri. Besarnya persentase utang terhadap modal sendiri disebabkan berkurangnya nilai modal sendiri (equitas) karena akumulasi kerugian yang semakin besar. Dari tabel diatas pula dapat disimpulkan bahwa tren Penggunaan utang dibandingkan dengan modal sendiri memiliki porsi yang besar dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan kegiataan usaha pertambangan menggunakan dana yang besar, dimana modal sendiri tidak cukup menutupi semua kegiatan usaha pertambangan.

(17)

4.1.2.2 Struktur Aktiva

Struktur aktiva merupakan perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva untuk menentukan berapa besar alokasi dana dalam masing-masing aktiva. Penting bagi perusahaan untuk menentukan berapa besar alokasi untuk masing-masing aktiva serta bentuk-bentuk aktiva yang harus dimiliki. Pengukuran struktur aktiva dapat dilakukan dengan melihat proporsi aktiva tetap perusahaan terhadap total aktiva perusahaan secara keseluruhan. Berikut ini deskripsi dari variabel pertumbuhan penjualan selama kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun 2013:

Tabel 4.2

Struktur Aktiva Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

N Minimum Maximum Mean Struktur Aktiva 2011 18 ,0015 ,6739 ,2463 Struktur Aktiva 2012 18 ,0057 ,6963 ,2556 Struktur Aktiva 2013 18 ,0615 ,7641 ,3012 Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015

Berdasarkan deskripsi data diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan Pertambangan dengan nilai struktur aset tertinggi yaitu sebesar 0,7641 (76%) dimiliki oleh PT. ATPK Resources.Tbk, pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan proporsi aset tetap pada perusahaan tersebut adalah paling besar selama periode penelitian. Sedangkan struktur aset yang terendah selama periode penelitian adalah PT. ATPK Resources.Tbk pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,0015 (0,15%) yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai proporsi aset tetap

(18)

yang paling kecil dibandingkan perusahaan lain. Adapun nilai rata-rata struktur aset pada perusahaan Pertambangan yang diteliti tahun 2011-2013 terus menerus mengalami peningkatan dengan nilai pada tahun 2011 sebesar 0.2463 (24,6%), tahun 2012 sebesar 0.2556 (25.6%) dan pada tahun 2013 sebesar 0.3012 (30.1%), Nilai ini menunjukkan nilai Aset tetap perusahaan pertambangan pada perusahaan yang diteliti terus mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan persentase dengan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan.

4.1.2.3 Pertumbuhan Penjualan

Menurut Ali Kesuma (2009), pertumbuhan penjualan adalah Kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penjualan dalam penelitian ini dinilai dari presentase perubahan dalam total penjualan, Berikut ini deskripsi dari variabel pertumbuhan penjualan selama kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun 2013:

Tabel 4.3

Pertumbuhan Penjualan (PP) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

N Minimum Maximum Mean Pert. Penjualan 2011 18 -,0266 2,0865 ,5061 Pert. Penjualan 2012 18 -,3097 1,0465 ,0764 Pert. Penjualan 2013 18 -,7795 1,2558 -,0232 Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015.

Berdasarkan deskripsi data diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan Pertambangan dengan nilai pertumbuhan penjualan tertinggi yaitu sebesar 2.0865 (209%) dimiliki oleh PT. Golden Energy Mines.Tbk pada tahun 2011. Hal ini

(19)

besar selama periode penelitian. Pertumbuhan penjualan yang terendah selama periode penelitian juga terdapat pada PT SMR Utama.Tbk pada tahun 2013 yaitu sebesar -0,7795 (-78%) yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mengalami penurunan penjualan yang paling besar dibandingkan perusahaan lain. Adapun nilai rata-rata struktur aset pada perusahaan Pertambangan yang diteliti tahun 2011-2013 terus menerus mengalami penurunan dengan nilai pada tahun 2011 sebesar 0.5061 (50.6%), tahun 2012 sebesar 0.0764 (7.6%) dan pada tahun 2013 sebesar -0.0232 (-2.3%), Nilai ini menunjukkan peningkatan maupun penurunan nilai penjualan dibandingkan tahun sebelumnya. Menurunnya nilai penjualan rata rata perusahaan yang diteliti karena harga komoditas pertambangan terutama batu bara terus mengalami penurunan, ditambah regulasi pemerintah yang menghambat ekspor komoditas pertambangan.

4.1.2.4 Pertumbuhan Aset

Berikut ini deskripsi dari variabel pertumbuhan aset selama kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun 2013:

(20)

Tabel 4.4

Pertumbuhan Aset (PA) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

N Minimum Maximum Mean Pert. Aset 2011 18 -,3520 1,9718 ,2927 Pert. Aset 2012 18 -,2012 ,4040 ,0755 Pert. Aset 2013 18 -,2034 8,8743 ,4965 Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015.

Berdasarkan deskripsi data diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan Pertambangan dengan nilai Pertumbuhan Aset tertinggi yaitu sebesar 8.8743 (887%) dimiliki oleh PT.ATPK Resources.Tbk. Hal ini menunjukkan Pertumbuhan Aset tetap pada perusahaan tersebut adalah paling besar selama periode penelitian. Sedangkan Pertumbuhan Aset yang terendah selama periode penelitian adalah PT.ATPK Resources.Tbk yaitu sebesar -0,3520 (-35%) yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai penurunan nilai aset tetap yang paling besar dibandingkan perusahaan lain. Adapun nilai rata-rata struktur pertumbuhan aset pada perusahaan Pertambangan yang diteliti dari tahun 2011 hingga tahun 2012 mengalami penurunan pertumbuhan dan kembali meningkat pada tahun 2013. Nilai pertumbuhan aset rata – rata perusahaan sampel penelitian pada tahun 2011 sebesar 0.2927 (29.2%), tahun 2012 sebesar 0.0755 (7.6%) dan pada tahun 2013 sebesar 0.4965 (49.7%), Nilai ini menunjukkan peningkatan pertumbuhan aset dibandingkan tahun sebelumnya.

4.1.2.5 Non debt Tax Shield

(21)

menentukan penghasilan kena pajak. Berikut ini deskripsi dari variabel pertumbuhan penjualan selama kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun 2013:

Tabel 4.5

Non Debt Tax Shield (NDT) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

N Minimum Maximum Mean

NDT 2011 18 ,0031 ,1243 ,0528

NDT 2012 18 ,0061 ,1019 ,0514

NDT 2013 18 ,0081 ,1225 ,0481

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015.

Berdasarkan deskripsi data diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan Pertambangan dengan nilai NDT tertinggi yaitu sebesar 0.1243 (12%) dimiliki oleh PT. Darma Henwa.Tbk pada tahun 2011 Hal ini menunjukkan proporsi Depresiasi dan Amortisasi terhadap Aset Tetap, Semakin Besar NDT maka semakin besar penghematan pajak penghasilan dan semakin besar cash flow. Sedangkan nilai NDT yang terendah selama periode penelitian adalah PT Berau Coal Energy.Tbk pada tahun 2011 yaitu sebesar 0.0031 (0.31%) yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai proporsi Depresiasi dan amortisasi terhadap aset tetap yang paling kecil dibandingkan perusahaan lain. Adapun nilai rata-rata NDT pada perusahaan Pertambangan yang diteliti tahun 2011-2013 terus menerus mengalami sedikit penurunan dengan nilai pada tahun 2011 sebesar 0.0528 (5.3%), tahun 2012 sebesar 0.0514 (5.1%) dan pada tahun 2013 sebesar 0.0481 (4.8%).

(22)

4.1.3 Uji Asumsi Klasik 4.1.3.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas ini dilakukan karena data yang diuji dengan statistik parametrik harus berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah data yang memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas data dalam penelitian ini mengunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov. Dalam uji Kormogrov-Smirnov, pedoman yang digunakan dalam pengambilan keputusan yaitu:

a. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribisi data tidak normal, b. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka distribusi data normal.

Berikut adalah hasil tes dengan menggunakan software SPSS 20.0 For Windows.

Tabel 4.6 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

COS

N 54

Normal Parametersa,b Mean ,3972 Std. Deviation ,54519 Most Extreme Differences Absolute ,135 Positive ,135 Negative -,106 Kolmogorov-Smirnov Z ,988

Asymp. Sig. (2-tailed) ,283 a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

(23)

Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh tes Kolmogorov-Smirnov dimana hasilnya menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.283. Karena nilai tersebut lebih besar dari 0.05, maka data tersebut dinyatakan berdistribusi normal.

4.1.3.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) data yang diolah. Besarnya tingkat multikolinearitas yang masih dapat ditolerir, yaitu: Tolerance > 0.10, dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10. Berikut disajikan tabel hasil pengujian:

Tabel 4.7

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3,398 1,020 3,331 ,002 STRUKTUR AKTIVA -3,643 2,828 -,211 -1,288 ,204 ,699 1,430 PERT. PENJ -1,015 1,101 -,149 -,922 ,361 ,720 1,390 PERT. ASET ,264 ,481 ,098 ,548 ,586 ,589 1,697 NDT -15,652 16,073 -,150 -,974 ,335 ,788 1,269

a. Dependent Variable: STRUKTUR MODAL

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015. Berdasarkan pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolonieritas antara variabel independen yang diindikasikan dari nilai tolerance setiap variabel lebih besar dari 0,1. Nilai tolerance struktur aktiva

(24)

adalah 0.699, pertumbuhan penjualan 0.720 dan pertumbuhan aset 0.589 dan non debt tax shield 0.788. nilai VIF dari keempat variabel independen juga lebih kecil dari 10 yaitu struktur aktiva adalah 1.430, pertumbuhan penjualan 1.390 dan pertumbuhan aset 1.697 dan non debt tax shield 1.269 .Maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut tidak mengalami multikolonieritas.

4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Imam Ghozali (2012:139), uji heteroskedastisitas bertujuan “apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain”. Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah menggunakan Uji Gletser yaitu dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independent. Dengan menggunakan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

a. Jika nilai Sig variabel independent < 0,05 : terjadi heteroskedastisitas. b. Jika nilai Sig variabel independent > 0,05 : tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. uji heteroskedastisitas antara pengaruh Struktur Aktiva, pertumbuhan penjualan dan Pertumbuhan Aset dapat dilihat di tabel 4.8.

(25)

Tabel 4.8 Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 3,001 ,870 3,448 ,001 STRUKTUR AKTIVA -1,546 2,413 -,105 -,641 ,525 PERT. PENJ -,843 ,939 -,145 -,897 ,374 PERT. ASET -,030 ,411 -,013 -,074 ,941 NDT -18,971 13,712 -,214 -1,384 ,173 a. Dependent Variable: STRUKTUR MODAL

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015.

Dapat dilihat pada tabel 4.8, kolom Sig untuk setiap variabel independen penelitian ini menunjukkan struktur aktiva 0.525, pertumbuhan penjualan: 0.374 dan pertumbuhan aset: 0.941 dan non debt tax shield 0.173. Dengan demikian, berdasarkan data hasil analisis dan ketentuan pengujian heteroskedastisitas diketahui bahwa keempat variabel independen yaitu struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aset, dan non debt tax shield memiliki nilai Sig untuk setiap variabel lebih besar dari 0,05. Maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.1.3.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada

(26)

data time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson. Dimana terdapat kriteria untuk menentukan adanya autokorelasi atau tidak dengan menggunakan kriteria:

Kurang dari 1,10 Ada Korelasi 1,10 – 1,54 Tanpa Kesimpulan 1,55 – 2,45 Tidak ada autokorelasi 2,46 – 2,90 Tanpa Kesimpulan Lebih dari 2,91 Ada Korelasi

Berikut adalah output SPSS dari pengujian autokorelasi:

Tabel 4.9

Uji Durbin-Watson (DW) Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,288a ,083 ,008 3,32899 2,201

a. Predictors: (Constant), NDT, PERT. ASET, PERT. PENJ, STRUKTUR AKTIVA

b. Dependent Variable: STRUKTUR MODAL

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 2.201. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut tidak ada autokorelasi.

4.1.4 Hasil Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis linear berganda, dengan hasil perhitungan sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini

(27)

Tabel 4.10

Output SPSS Regresi Linear Berganda Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 3,398 1,020 3,331 ,002 STRUKTUR AKTIVA -3,643 2,828 -,211 -1,288 ,204 PERT. PENJ -1,015 1,101 -,149 -,922 ,361 PERT. ASET ,264 ,481 ,098 ,548 ,586 NDT -15,652 16,073 -,150 -,974 ,335

a. Dependent Variable: STRUKTUR MODAL

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS versi 20.0, tahun 2015. Mengacu pada tabel 4.10, hasil pengujian hipotesis dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Koefisien beta dari variabel struktur aktiva terhadap struktur modal memiliki arah negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa Hipotesis nol (H0)

diterima yang artinya struktur aktiva memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal dapat diterima.

2. Koefisien beta dari variabel pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal memiliki arah negatif. Hasil ini menunjukkan hipotesis nol (H0)

dalam penelitian ini diterima yang artinya pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal dapat diterima.

3. Koefisien beta dari variabel pertumbuhan aset terhadap struktur modal memiliki arah positif. Hasil ini menunjukkan hipotesis kerja (H1) dalam penelitian ini diterima yang artinya pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal dapat diterima.

(28)

4. Koefisien beta dari variabel non debt tax shield terhadap struktur modal memiliki arah negatif. Hasil ini menunjukkan hipotesis kerja (H1) dalam penelitian ini diterima yang artinya pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal dapat diterima.

Selanjutnya berdasarkan pengujian hipotesis tersebut, persamaan regresi dari struktur modal pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI adalah :

Y = 3.398 – 3.643X1 – 1.015X2 +0.264X3 – 15.652X4

Persamaan regresi tersebut kemudian dapat dimaknai bahwa setiap kenaikan senilai satu satuan nilai struktur aktiva yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan berkurangnya struktur modal sebesar 3,643 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol, begitu juga sebaliknya setiap penurunan nilai struktur aktiva senilai satu satuan yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan meningkatnya komposisi struktur modal sebesar 3,643 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol.

Selain ditentukan oleh struktur aktiva, perubahan struktur modal juga dapat ditentukan oleh pertumbuhan penjualan dimana setiap kenaikan senilai satu satuan pertumbuhan penjualan yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan berkurangnya struktur modal sebesar 1,015 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol , begitu juga sebaliknya setiap penurunan nilai pertumbuhan penjualan senilai satu satuan yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan meningkatnya komposisi struktur modal sebesar 1,015 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol.

(29)

Kemudian variabel lain yang mempengaruhi perubahan struktur modal adalah pertumbuhan aset. dimana setiap kenaikan senilai satu satuan pertumbuhan aset yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan bertambahnya struktur modal sebesar 0.264 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol, begitu juga sebaliknya setiap penurunan nilai pertumbuhan aset senilai satu satuan yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan menurunnya komposisi struktur modal sebesar 0.264 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol.

Non debt tax shield adalah variabel selanjutnya yang mempengaruhi struktur modal. dimana setiap kenaikan senilai satu satuan Non debt tax shield yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan berkurangnya struktur modal sebesar 15.652 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol, begitu juga sebaliknya setiap penurunan nilai Non debt tax shield senilai satu satuan yang dimiliki perusahaan akan menyebabkan meningkatnya komposisi struktur modal sebesar 15.652 satuan dengan asumsi bahwa variable bebas lainnya bernilai nol.

4.1.5 Koefisien Determinasi

Guna menentukan derajat kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan koefisien determinasi. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yaitu terdapat pengaruh Struktur Aktiva, pertumbuhan penjualan dan Pertumbuhan Aset terhadap struktur modal. Untuk melihat lebih jauh tentang besar pengaruh dari

(30)

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, besaran pengaruh dari masing – masing variabel dependen terhadap independen adalah sebagai berikut:

1. Struktur Aktiva(X1) berpengaruh terhadap struktur modal dengan total

pengaruh sebesar (-0,181)2 x 100% = 3.24% selebihnya struktur modal dipengaruhi oleh faktor - faktor lain

2. Pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap struktur modal dengan total pengaruh sebesar (-0,131)2 x 100% = 1.7161% selebihnya struktur modal dipengaruhi oleh faktor - faktor lain

3. Pertumbuhan Aset berpengaruh terhadap struktur modal dengan total pengaruh sebesar (0,078)2 x 100% = 0.6084% selebihnya struktur modal dipengaruhi oleh faktor - faktor lain.

4. Non debt tax shield berpengaruh terhadap struktur modal dengan total pengaruh sebesar (-0,138)2 x 100% = 1.9044% selebihnya struktur modal dipengaruhi oleh faktor - faktor lain.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Struktur Aktiva terhadap Struktur modal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah pengaruh Struktur Aktiva terhadap Struktur Modal pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Data yang digunakan diperoleh dari laporan keungan tahunan yang telah di audit yang diakses dari www.idx.co.id. Perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah 18 perusahaan. Untuk

(31)

mengetahui arah pengaruh antara variabel tersebut, peneliti menggunakan analisis regresi berganda.

Dalam penelitian ini struktur aktiva diukur dengan mengunakan proksi tangibility of asset dengan perbandingan total aktiva tetap terhadap total aktiva, yang artinya jika nilai struktur aktiva semakin mendekati satu maka aktiva tetap lebih besar jumlahnya dibandingkan asset tidak tetap. Dan struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan proksi debt to equity ratio (DER). Rasio ini menggambarkan perbandingan jumlah total hutang dan total ekuitas dalam pemenuhan modal perusahaan.

Hasil analisis regresi dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang negatif, artinya setiap penambahan struktur aktiva, pada bagian lain berdampak terhadap berkurangnya struktur modal perusahaan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan teori trade off yang ada dan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Glenn, Herliana dan Rini (2011) dan Werner (2011) yang menemukan bukti empiris bahwa rasio struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal.

Namun demikian hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ali Kesuma (2009), dan I Putu & I Made (2014) yang menemukan hubungan negatif antara struktur aktiva dengan struktur modal perusahaan.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahan pertambangan yang terdaftar di BEI yang memiliki struktur aktiva yang tinggi akan memenuhi kebutuhan modalnya dengan sumber pendanaan internal lebih dahulu sedangkan pendanaan eksternal (penerbitan saham dan penambahan utang) sifatnya hanya

(32)

pelengkap jika dana internal tidak mencukupi. Adanya perbedaan hasil penelitian dengan teori juga didukung dengan pernyataan Bambang Riyanto (2001 : 298) yang menyatakan bahwa :

“Perusahaan industri dimana sebagian besar modalnya tertanam dalam aset tetap, akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal sendiri, sedangkan utang sifatnya hanya pelengkap”.

Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya struktur finansial konservatif yang horizontal yang menyatkan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutupi jumlah aktiva tetap yang sifatnya permanen, dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan utang jangka pendek.

Kemudian pernyataan dari Riyanto, Harnanto (1991 : 303) menguatkan hasil penelitian ini dengan menyebutkan bahwa :

Modal Sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat diinvestasikan pada aktiva tetap – yang bersifat permanen dan pada investasi – investasi yang mengahdapi resiko kerugian/kegagalan yang relative besar. Karena suatu kerugian/kegagalan investasi tersebut dengan alasan apapun, tidak akan membahayakan kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan.

4.2.2 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Struktur modal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap Struktur Modal pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Data yang digunakan diperoleh dari laporan keungan tahunan yang telah di audit yang diakses dari www.idx.co.id. Perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah 18 perusahaan.

(33)

Untuk mengetahui arah pengaruh antara variabel tersebut, peneliti menggunakan analisis regresi berganda.

Dalam penelitian ini pertumbuhan penjualan diukur dengan mengunakan persentase penambahan atau pengurangan jumlah penjualan tahun berjalan dibandingkan dengan penjualan tahun lalu Dan struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan proksi debt to equity ratio (DER). Rasio ini menggambarkan perbandingan jumlah total hutang dan total ekuitas dalam pemenuhan modal perusahaan.

Hasil analisis regresi dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang negatif, artinya setiap penambahan penambahan pertumbuhan penjualan, pada bagian lain berdampak terhadap berkurangnya struktur modal perusahaan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan teori trade off yang digunakan pada penelitian ini dan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Glenn, Herliana dan Rini (2011) dan Werner (2011) yang menemukan bukti empiris bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap struktur modal.

Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ali kesuma. (2009) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan teori trade off dan menolak kerangka pemikiran yang dibentuk, Namun hasil penelitian ini sesuai dengan toeri Pecking order yang menjelaskan bahwa perusahaan lebih menyukai pendanaan internal yang berasal dari laba daripada

(34)

menggunakan dana eksternal yang berasal dari utang, dengan urutan pertama adalah laba ditahan, lalu utang, dan menerbitkan saham baru.

Hasil pebelitian ini pun mengindikasikan bahwa semakin besar pertumbuhan penjualan maka keuntungan dari penjualan dapat ditanamkan kembali ke dalam perusahaan untuk menambah modal sendiri, maka akan semakin kecil penggunaan utang dalam struktur modal. Dengan perumbuhan penjualan yang tinggi maka laba yang dihasilpun akan tinggi, maka akan semakin besar dana yang diakumulasikan sebagai laba ditahan sehingga kebutuhan pendanaan perusahaan dapat ditunjang oleh sumber dana internal yang berasal dari laba ditahan tersebut.

4.2.3 Pengaruh Pertumbuhan Aset terhadap Struktur modal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah pengaruh pertumbuhan Aset terhadap Struktur Modal pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Data yang digunakan diperoleh dari laporan keungan tahunan yang telah di audit yang diakses dari www.idx.co.id. Perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah 18 perusahaan. Untuk mengetahui arah pengaruh antara variabel tersebut, peneliti menggunakan analisis regresi berganda.

Dalam penelitian ini pertumbuhan aset diukur dengan mengunakan persentase penambahan atau pengurangan jumlah Total Aset tahun berjalan dibandingkan dengan Total Aset tahun lalu Dan struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan proksi debt to equity ratio (DER). Rasio ini menggambarkan

(35)

perbandingan jumlah total hutang dan total ekuitas dalam pemenuhan modal perusahaan.

Hasil analisis tersebut menunjukkan pengaruh positif dimana semakin tingginya pertumbuhan aset , maka akan menaikkan struktur modal perusahan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kartini dan Tulus arianto (2008), Glenn, Herliana dan Rini (2011) dan Farah Margaretha dan Aditya Ramadhan (2010) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara pertumbuhan aset dengan struktur modal. Hasil ini berarti konsisten dengan teori Pecking order yang menyatkan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan melakukan ekspansi dengan cara menggunakan dana eksternal berupa hutang. Terjadinya peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditor) terhadap perusahaan, maka proporsi hutang akan semakin lebih besar daripada modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditor atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya asset yang dimiliki perusahaan (Robert Ang, 1997).

4.2.4 Pengaruh Non debt Tax Shield terhadap Struktur modal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah pengaruh Non Debt tax shield (penghematan pajak selain dari pembayaran bunga hutang) terhadap Struktur Modal pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Data yang digunakan diperoleh dari laporan keungan

(36)

tahunan yang telah di audit yang diakses dari www.idx.co.id. Perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah 18 perusahaan. Untuk mengetahui arah pengaruh antara variabel tersebut, peneliti menggunakan analisis regresi berganda.

Dalam penelitian ini Non debt tax shield diukur dengan rasio deperesiasi ditambah amortisasi dan dibagi total asset, dimana depresiasi dan amortisasi adalah penghematan pajak selain dari pembayaran bunga akibat penggunaan utang. dan struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan proksi debt to equity ratio (DER). Rasio ini menggambarkan perbandingan jumlah total hutang dan total ekuitas dalam pemenuhan modal perusahaan.

Hasil analisis regresi dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh negatif antara Non debt tax shield dengan Struktur modal, dimana semakin tingginya Non debt tax shield, maka akan menurunkan struktur modal perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ramlall (2009), Tirsono (2008) dan Jemmi, Werner, dan Bertha (2011) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh negatif antara Non debt tax shield, terhadap Struktur Modal.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin besar depresiasi dan amortisasi akan menyebabkan semakin besar penghematan pajak penghasilan dan semakin besar cash flow perusahaan. Dengan demikian, suatu perusahaan yang memiliki non debt tax shield yang tinggi cenderung akan menggunakan tingkat hutang yang rendah yang berarti struktur modal perusahaan pun rendah. Hasil penelitian ini pun konsisten dengan teori pecking order dimana nila mencukupi maka pendanaan internal yang berasal dari laba ditahan menjadi pilihan pertama

(37)

karena pendanaan internal terbebas dari biaya modal yang biasa yang ditimbulkan dalam penerbitan saham baru maupun penggunaan utang baru.

Gambar

Tabel 4.6  Uji Normalitas
Tabel 4.8  Uji Heteroskedastisitas  Coefficients a Model  Unstandardized  Coefficients  Standardized Coefficients  t  Sig

Referensi

Dokumen terkait

Bagi saya tanggung jawab pekerjaan saya cukup besar, sehingga saya tidak sanggup menerima tanggung jawab.. yang

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peningkatan motivasi belajar IPS materi perkembangan teknologi melalui strategi Team Quiz

Penata Dokumen Keuangan Pengolah Data Ketatalaksanaan Pengolah Data Barang Milik Negara Pengadministrasi Barang Milik Negara Pengelola Laman. Pengadministrasi Kerumahtanggaan

1. Untuk mendapatkan daya maksimal pada kincir dibutuhkan kecepatan angin yang besar dengan keadaan yang stabil. Sebaiknya dilakukan pengambilan data lebih banyak,

Reksa Dana jenis ini kurang cocok untuk investasi jangka menengah atau jangka panjang karena tingkat pengembalian yang diperoleh merupakan tingkat pengembalian

diharapkan dapat membuat deskripsi secara lebih mikro tentang bentuk- bentuk korupsi pada masyarakat Jawa Kuna yang terjadi sekitar abad ke-8 sampai dengan ke-16

work station untuk memas tikan bahwa operator dapat beradaptas i dengan tugas penjahitan yang baru. Setelah dilakukan identifikas i waste inventory , didapatkan beberapa

[r]