• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan – peraturan yang mengatur mengenai hak – hak seorang warga Negara. Salah satu hak yang diatur di dalam UUD 1945 sebagai konstitusi tertinggi Pasal 27 ayat 2 mengatur mengenai hak setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Perlindungan Negara terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak jika ditarik kepada bahasan yang lebih luas mencakup masalah kesejahteraan warga negara atau rakyat. Sehingga Pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan harus benar – benar memperhatikan kesejahteraan warga negara atau rakyat.

Di masa sekarang ini pembangunan di Indonesia menuju pada era industrialisasi yang membutuhkan peran serta semua pihak yang merupakan penggerak maupun sebagai pelaksana mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai sebuah peningkatan perekonomian Pemerintah harus mengoptimalkan segala aspek ekonomi yang ada di Indonesia. Sehingga potensi – potensi ekonomi dapat untuk memperbaiki ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunan, pekerja/buruh merupakan salah satu pihak yang mempunyai peranan yang penting sebagai suatu unsur penunjang untuk keberhasilan pembangunan nasional. Pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan mempunyai kegiatan usaha yang produktif

(2)

sehingga sudah sewajarnya apabila kepada mereka diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan terhadap kesejahteraannya.

Dalam suatu proses produksi barang dan jasa akan terjadi adanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, satu sama lain mempunyai kesamaan kepentingan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada umumnya ikatan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh terjalin apabila kedua belah pihak masih saling membutuhkan dan saling patuh dan taat akan perjanjian yang telah disepakatinya pada saat mereka (pekerja dan pengusaha) mulai menjalin kerjasama, karena perjanjian tersebut timbul hubungan kerja.

Hubungan kerja yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.1

Sedangkan pengertian Hubungan kerja menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Dari beberapa unsur yang terdapat dalam sebuah hubungan kerja, permasalahan upah menjadi permasalahan yang paling menjadi sorotan, bahkan sering menjadi konflik antara pihak pekerja dan pihak majikan yang dalam hal ini disebut sebagai pengusaha.Besaran upah sangat penting bagi kehidupan para

(3)

pekerja atau buruh, karena dengan upah yang layak pihak pekerja dapat melangsungkan hidup dengan lebih baik dan sejahtera.

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 30 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Sehubungan dengan perumusan itu maka mengenai upah dapat dibagi beberapa komponen upah, antara lain:2

1. Termasuk Komponen Upah :

a. Upah Pokok; merupakan Imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian.

b. Tunjangan Tetap; suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok seperti tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan, tunjangan kehamilan. Tunjangan makan, dalam tunjangan pokok asalkan tidak dikaitkan dengan kehadiran buruh, dengan kata lain

2

(4)

tunjangan tersebut diberikan tanpa mengindahkan kehadiran buruh dan diberikan bersamaan dengan dibayarnya upah pokok.

c. Tunjangan tidak tetap suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan buruh dan diberikan secara tidak tetap bagi buruh dan keluarganya serta dibayarkan tidak bersamaan dengan upah pokok.

2. Tidak Termasuk Komponen Upah :

a. Fasilitas; kenikmatan dalam bentuk nyata/natura karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, seperti fasilitas kendaraan antar jemput, pemberian makanan secara cuma-cuma, sarana ibadah, tempat penitipan bayi, koperasi, kantin, dan sejenisnya;

b. Bonus; pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan perusahaan atau karena buruh berprestasi melebihi target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas;

c. Tunjangan Hari Raya (THR), dan pembagian keuntungan lainnya. Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi buruh atau pekerja di dalam Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan memberikan sebuah batasan minimun upah yang harus diberikan pengusaha kepada pihak pekerja atau buruh. Batasan tersebut kemudian dinamakan upah minimum.

Upah minimum sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 21 Permenaker Nomor :

(5)

Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum menetapkan beberapa jenis upah minimum yang dapat dibagi sesuai dengan Propinsi, Kota maupun Kabupaten serta upah minimum sektoral yang juga disesuaikan dengan administrasi pemerintahan dan kebutuhan hidup layak pada tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota.

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah yang menjadi dasar utama Dewan Pengupahan dalam menentukan usulan Upah Minimum. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam Pasal 1 angka (1) disebutkan bahwa “Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.” Dalam Pasal 2 Ayat (1) menegaskan bahwa “KHL sebagai dasar dalam penetapan upah minimum merupakan peningkatan dari kebutuhan hidup minimum.” Untuk mendapatkan nilai KHL maka harus dilakukan survey harga seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3 Ayat (1) yang berbunyi “Nilai KHL diperoleh melalui survei harga.”

Dalam rangka mencapai nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) maka di setiap propinsi maupun kabupaten harus dibuat lembaga yang bertugas untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah adalah Dewan Pengupahan. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (1) bahwa “Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartite.” Anggota Dewan

(6)

Pengupahan terdiri dari Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, Organisasi Pengusaha, Pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Pakar.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak Pasal 1 Ayat (2) berbunyi “Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan bertugas memberikan saran serta pertimbangan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam penetapan upah minimum”. Pasal ini menegaskan bahwa lembaga yang berwenang memberikan saran dan pertimbangan tentang upah minimum adalah Dewan Pengupahan.

Upah Minimum tidak muncul begitu saja, namun melalui suatu proses yang terdiri atas tahapan-tahapan yang sudah ditentukan undang-undang harus dijalani dan dipatuhi ketentuannya. Dalam menentukan usulan nilai upah minimum Dewan Pengupahan mempunyai standar penentuan. Dasar hukum penetapan Upah Minimum dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah salah satu bahan pertimbangan Dewan Pengupahan dalam menentukan Upah Minimum seperti yang dijelaskan dalam Pasal 2 Ayat (1) PER-17/MEN/VIII/2005 di atas. Penetapan Upah Minimum harus mempertimbangkan beberapa hal seperti produktivitas, pertumbuhan ekonomi, dan usaha yang paling tidak mampu (Marginal) yang

(7)

dijelaskan pada Pasal 4 ayat (5) yang berbunyi “Dalam hal Gubernur menetapkan upah minimum Provinsi, maka penetapan upah minimum didasarkan pada nilai KHL Kabupaten/Kota terendah di Provinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi dan usaha yang paling tidak mampu (marginal).” Selanjutnya mempertimbangkan Produk Domestik Regional Bruto seperti Pasal 4 Ayat (6) yang menjelaskan “Produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama.”

Pertimbangan penetapan Upah Minimum seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah penegasan dan penambahan bahan pertimbangan penetapan Upah Minimum yang dijelaskan dalam Permenaker Nomor PER-01/MEN/1999 Jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 21 Permenaker Nomor : Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum dalam Pasal 6 disebutkan bahwa Upah Minimum Propinsi/Kabupaten/Kota ditetapkan dengan mempertimbangkan :

1. Kebutuhan

2. Indeks harga konsumen (IHK)

3. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan.

(8)

5. Kondisi pasar kerja

6. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita. Untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta upah minimun yang digunakan adalah upah minimum propinsi. Sehingga untuk penetapan upah minimum ditentukan oleh dewan pengupahan pada tingkat propinsi. Dewan Pengupahan sangat penting untuk menentukan nasib kesejahteraan buruh atau pekerja, walaupun pada akhirnya penetapannya dilakukan oleh Gubernur apabila upahnya berada pada tingkatan Propinsi. Besaran upah yang ditetapkan muncul dari tim survei dewan pengupahan, untuk mengetahui biaya hidup minimal dalam waktu sebulan pada suatu wilayah tertentu.

Untuk tahun 2010 penetapan upah minimun Provinsi daerah istimewa Yogyakarta ditetapkan sebesar Rp 745.694 (tujuh ratus empat puluh lima ribu enam ratus sembilan puluh empat rupiah). Hal ini sesuai dengan keputusan keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 21/Kep/2009 tentang penetapan Upah Minimum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 4 Kabupaten dan satu Kota. Sebagian besar penduduk Yogyakarta bergerak dalam bidang pertanian akan tetapi tidak sedikit yang bekerja pada Industri baik industri jasa maupun manufaktur. Di Daerah Istimewa yogyakarta sendiri terdapat 12.011 tenaga kerja indonesia yang bekerja pada perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang tersebar dalam 114 perusahaan dan 22.702 tenaga kerja indonesia yang bekerja pada Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) yang tersebar pada 116 perusahaan.

(9)

Untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri penentuan upah minimum diambil dari rata – rata hasil survey yang dilakukan di 4 kabupaten dan 1 Kota. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh dewan pengupahan untuk Kota Yogyakarta nilai KHL (kebutuhan hidup layak) sebesar Rp809.170, Kulon Progo Rp781.114, Sleman Rp790.839, Gunung Kidul Rp750.490, Bantul Rp793.091.

Berdasarkan Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pasal 4 yang berbunyi ” dalam hal gubernur menetapkan Upah minimum provinsi maka penetapan upah minimum didasarkan pada nilai KHL ( Kebutuhan Hidup Layak ) kabupaten/kota terendah di provinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi dan usaha yang paling tidak mampu. Sehingga jika kita melihat berdasarkan aturan tersebut seharusnya penetapan UMP ditetapkan berdasarkan hasil survey pada daerah yang nilai KHL nya terendah yaitu kabupaten Gunung Kidul sebesar Rp 750.490.

Usulan angka kebutuhan hidup yang layak sebesar Rp 750.490 banyak mengalami penolakan dari buruh/pekerja.3 Hal ini terjadi karena adanya penurunan angka kebutuhan hidup layak dibandingkan pada tahun 2009 yang mencapai Rp820.250. sehingga terjadi penurunan sebesar Rp 69.760.

Pada tahun 2009 upah minimum yang ditetapkan di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 700.000 dengan Nilai KHL sebesar Rp 820.250 sedangakan berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada tahun 2010 besaran

3

(10)

Nilai KHL untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan sebesar Rp 69.760 seperti yang telah diungkapakan di atas. Hal ini mengakibatkan timbulnya sebuah keanehan. Padahal setiap tahunnya terjadi inflasi yang mempengaruhi harga kebutuhan–kebutuhan pokok. Yang menjadi sebuah pertanyaan dari hal diatas adalah apakah proses penentuan Upah minimum yang salah satunya ditentukan oleh nilai KHL telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan jika melihat fenomena yang telah terjadi pada saat penentuan Nilai KHL yang mengalami penurunan pada tahun 2010 walaupun dari segi upah minimum mengalami kenaikan. Dari fenomena tersebut juga dapat memunculkan sebuah pertanyaan baru apakah dasar yang digunakan untuk menentukan Upah minimum di Daerah Istimewa Yogyakarta dan bagaimanakah peran dari pemerintah dalam penetapan Upah minimum tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah proses Penetapan Upah Minimum tahun 2010 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai dengan peraturan Perundang – undangan yang berlaku ?

2. Apakah yang digunakan untuk menentukan Upah Minimum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

3. Bagaimanakah peran Pemerintah Daerah dalam Penetapan UMP Daerah Istimewa Yogyakarta 2010?

4. Apakah Upah Minimum Provinsi ( UMP ) 2010 Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai dengan KHL?

(11)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses Penetapan Upah Minimum tahun 2010 Daerah Istimewa Yogyakarta

2. Untuk mengetahui Dasar pertimbangan yang digunakan untuk menentukan Upah Minimum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

3. Untuk mengetahui peran Pemerintah Daerah dalam Penetapan UMP Daerah Istimewa Yogyakarta 2010

4. Untuk mengetahui sinkronisasi Upah Minimum Propinsi (UMP) 2010 Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) D. Tinjauan Pustaka

Manusia adalah manusia dengan semua hak dasar yang melekat padanya karena kemanusiaannya. Jika hal ini dimengerti dengan tulus, maka gagasan hak-hak asasi manusia seharusnya merupakan paham bahwa ada hak-hak-hak-hak tertentu yang harus dihormati dan dilindungi oleh semua manusia pada semua zaman dan semua tempat karena hak tersebut bersifat universal dan merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa.4

Isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, ditentukan pada Pasal 27 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, yang menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini memberi pengertian bahwa

4

(12)

Undang-undang dasar 1945 menjamin setiap warga negara Indonesia untuk mendapat perlindungan dalam bekerja untuk hidup secara layak.

Menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa pengertian Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Sedangkan menurut Iman Soepomo, hukum perburuhan/hukum ketenagakerjaan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.5

Dalam suatu proses produksi barang dan jasa akan terjadi adanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, satu sama lain mempunyai kesamaan kepentingan dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan kerja menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 15 yaitu hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Seseorang sebelum melakukan hubungan kerja dengan orang lain, terlebih dahulu akan diadakan suatu perjanjian kerja, baik dalam bentuk yang sederhana yang pada umumnya dibuat lisan ataupun dibuat secara formal yaitu dalam bentuk tertulis. Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 14, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

(13)

Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum baru lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang pada dasarnya menunjukkan kedudukan masing-masing pihak dan menggambarkan hak dan kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh secara timbal balik. Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan atau perjanjian kerja bersama (PKB) yang ada.6

Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 54 ayat (2) menyebutkan bahwa ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f tentang perjanjian kerja mengenai besarnya upah dan cara pembayarannya, dan perjanjian kerja mengenai syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan/perjanjian kerja bersama mempunyai manfaat yang besar bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Hal ini hendaknya harus disadari karena dengan perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan yang dibuat dan ditaati secara baik akan dapat menciptakan suatu ketenangan kerja, jaminan kepastian hak dan kewajiban baik bagi pihak pekerja/buruh maupun pengusaha. Akibat lebih jauh nanti produktifitas akan

(14)

semakin meningkat, sehingga pengusaha akan dapat mengembangkan perusahaannya, dan lebih luas lagi dapat membuka lapangan kerja baru.7

Motivasi utama seorang pekerja atau buruh bekerja di perusahaan adalah mendapatkan upah atau nafkah dan upah merupakan hak bagi pekerja atau buruh yang bersifat sensitif. Karenanya tidak jarang pengupahan menimbulkan perselisihan.8 Upah adalah imbalan yang berupa uang atau dapat dinilai dengan uang karena telah atau akan melakukan pekerjaan atau jasa.9 Oleh karena itu perlu ditetapkan standar pengupahan agar tidak terjadi pertentangan kepentingan antara pengusaha dan pekerja. Standar pengupahan selama ini dikenal dengan upah minimum.

Upah minimum menurut Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 dapat terdiri atas :

a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota; b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau

kabupaten/kota.

Tujuan ditetapkannya upah minimum adalah sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, mengurangi kesenjangan upah terendah dan tertinggi dan meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah.

Sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam penentuan upah minimum maka dibentuklah Dewan Pengupahan dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan

7 Zainal Asikin et.al Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Ctk. Keempat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 52

8

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,,Citra Aditya Bakti, Bandung , 2003, hlm 25

(15)

disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (1) bahwa “Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartite” Jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER-17/MEN/VIII/2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak Pasal 1 Ayat (2) berbunyi “Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan bertugas memberikan saran serta pertimbangan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam penetapan upah minimum”. Penjelasan yang ada dalam Keppres Nomor 107 Tahun 2004 memberikan pengertian bahwa Dewan Pengupahan adalah lembaga yang dibuat berdasarkan yang bertugas untuk melakukan survey pasar, menentukan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan membuat rekomendasi untuk diserahkan ke Bupati/Walikota dan Gubernur sebagai pertimbangan dalam penetapan upah minimum. Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartite. Anggota dewan pengupahan terdiri dari unsur pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah ditambah dari unsur perguruan tinggi dan pakar.

E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian

Penetapan Upah Minimum Provinsi Tahun 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta

2. Subjek Penelitian

1. Dewan Pengupahan Propinsi Daerah Istimewa Yogykarta Yogyakarta 2. Disnakertrans Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(16)

3. Sumber Data a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari penelitian dari subjek penelitian yang dapat berupa hasil wawancara

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yaitu literatur, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang menunjang penelitian atau berkaitan dengan masalah yang diteliti seperti dokumen. 4. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer dilakukan dengan cara : Wawancara

Pengumpulan data dengan metode tanya jawab secara langsung dengan subyek-subyek penelitian di lapangan yang dapat berupa wawancara bebas maupun terpimpin

b. Data sekunder dilakukan dengan cara :

a) Studi kepustakaan yakni dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang – undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

b) Studi Dokumen , yakni dengan mencari , menemukan dan mengkaji berbagai dokumen seperti risalah atau hal – hal lain yang berhubungan dengan penelitian.

(17)

Pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan dari sudut pandang ketentuan hukum atau perundang – undangan yang berlaku

6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan mengklasifikasikan jenis data yang didapat. Untuk data kualitatif dilakukan dengan proses editing, coding dan penyajian dalam bentuk yang bersifat narasi. Sedangkan untuk data kuantitatif proses pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding dan tabulating.10

Editing adalah meniliti data yang diperoleh untuk mengetahui atau menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Editing dilakukan dengan [pembetulan data yang keliru dan menambah data yang kurang. Coding adalah mengkategorisasikan data dengan memberikan kode atau simbol untuk dapat ditabulasikan. Tabulating kegiatan memindahkan data dari daftar pertanyaan kedalam bentuk tabel.11 Analisa data dilakukan dengan kegiatan menguraikan , membahas menafsirkan temuan – temuan penelitian dengan perspektif atau sudut pandang tertentu baik yang disajikan dalam bentuk narasi untuk dta kualitatif maupun dalam bentuk tabel – tabel untuk data kuantitatif.12 Kegiatan analisis ini merupakan proses untuk merumuskan kesimpulan atau generalisasi dari pertanyaan penilitian yang diajukan.

10

Tim penyusun Universitas Islam Indonesia, Pedoman penyusunan Tugas Akhir Fakultas Hukum 2008, hal. 12

11

Referensi

Dokumen terkait

untuk menghasilkan produk yang disertifikasi halal dan produk yang tidak disertifikasi yang mengandung bahan dari babi atau turunannya... Fasilitas dan peralatan yang pernah

Permeabilitas kapiler yang bertambah terjadi bila protein plasma keluar dari kapiler sehingga tekanan osmotik koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan

Saran yang dapat diberikan: (1) berdasarkan hasil validitas media pembelajaran berbasis Autoplay yang dikembangkan, media pembelajaran sudah valid digunakan untuk

Pengukuran yang dimaksud di sini adalah proses membandingkantingkat keberhasilan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yangtelah ditentukan

Sama seperti kartu kredit kebanyakan, ketika printed circuit (lempengan emas) dimasukkan ke dalam card reader, lempengan ini akan menyediakan energi listrik untuk microprocessor

Kondisi yang rawan tehadap ancaman bencana tsunami di Kecamatan Samatiga adalah seluruh Desa yang berada dekat dengan pantai (10 Desa) yakni Desa Suak Timah,

(5) Pelaporan terhadap pelaksanaan pengendalian penyembelihan sapi dan kerbau betina produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c untuk tingkat

Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Utara, Mirza Aryadi, mengatakan dengan diberlakukan sistem ini nantinya kendaraan dari arah Jl Pluit Utara Raya sudah