• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 1. Latar belakang masalah

Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan pembangunan guna mencapai tujuan nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakanlah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Pada dasarnya suatu pemerintahan yang dalam masa pembangunan selalu memperhatikan masalah infrastruktur guna kepentingan publik, tentunya membutuhkan barang dan atau jasa dalam jumlah yang banyak/besar. Pemenuhan akan kebutuhan barang maupun jasa merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam rangka mempercepat tumbuh dan berkembangnya pembangunan di Indonesia. Setiap tahun anggaran yang dipakai untuk pengadaan barang/jasa pemerintah terus bertambah, bahkan jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah. Besarnya nilai anggaran itu antara lain disebabkan oleh semakin meningkatnya nilai proyek dan bertambahnya jenis-jenis paket pekerjaan sesuai dengan kebutuhan.

(2)

Kenaikan anggaran pengadaan barang dan jasa tersebut sudah sepatutnya dinikmati oleh peserta yang ikut tender atau lelang barang dan jasa pemerintah.Hal ini merupakan peluang bisnis yang besar bagi pengusaha, baik usaha kecil, mikro, koperasi kecil, maupun besar untuk ikut tender barang dan jasa pemerintah.

Begitu banyaknya dana yang dianggarkan oleh pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang dan atau jasa, maka timbul rasa khawatir dari para penyelenggara lelang pengadaan barang dan jasa. Sudah semestinya kekhawatir tersebut muncul, karena berbagai kemungkinan dapat saja terjadi, misalnya terdapat penyimpangan dan penyalahgunaan terhadap dana yang dibutuhkan dalam pengadaan barang dan atau jasa, baik oleh birokrat maupun dari kalangan pelaku usaha.

Birokrat maupun pelaku usaha perlu mengetahui dan mendalami secara seksama kebijakan serta pengaturan pengadaan barang dan atau jasa pemerintah, agar mereka dapat melaksanakan secara benar, efektif, dan efisien sesuai prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, dan perlakuan yang adil pada semua pihak sekaligus menghapus praktek persekongkolan tender yang kerap terjadi di sejumlah instansi pemerintah. Sebagai salah satu pelaku utama dalam pengadaan barang dan atau jasa, pemerintah harus mampu mewujudkan penyelenggaraan pengadaan barang dan atau jasa berdasarkan sistem dan prosedur penyelenggaraan yang baik (good governance) yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas belanja negara.

(3)

Dalam disertasinya Y. Sogar Simamora mengatakan bahwa pengadaan barang dan atau jasa merupakan suatu kegiatan ruti yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Jika diperhatikan obyek pengadaan barang dan jasa sangat beragam seiring dengan perkembangan jaman. Lebih lanjut Sogar mengatakan, bahwa kegiatan pengadaan barang dan atau jasa juga merupakan suatu proses yang didalamnya terdapat tahapan-tahapan yang diawali dengan tahapan penentuan kebutuhan hingga pada tahapan pembayaran kepada si pemasok atau kontraktor. Sementara itu dalam berbagai tahapan yang harus dilalui tersebut terdapat syarat, prosedur, serta standar tertentu yang harus di penuhi baik si pemasok maupun pemberi kerja1.

Sehubungan dengan diterapkanya sistem serta pengaturan pengadaan barang dan atau jasa yang dapat memberikan jaminan terciptanya persaingan usaha yang sehat, maka pelaku usaha dituntut untuk terus menerus meningkatkan kemampuan serta kompetensinya menghasilkan barang serta jasa yang berdaya saing. Oleh sebab itu dibutuhkan interaksi positif antara kedua pelaku utama dalam pengadaan barang dan atau jasa, yaitu pemerintah dan pelaku usaha.

Pengaturan mengenai pengadaan barang dan atau jasa diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa. Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 8 Tahun 2000 ini dimaksudkan agar pengadaan barang dan atau jasa instansi pemerintah dapat

1Y. Sogar Simamora,”Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Oleh

Pemerintah”,Disertai Program Studi Doktor Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Unair,Surabaya,

(4)

dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, serta adil.

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata Keppres No. 18 Tahun 2000 diganti dengan Keppres No. 80 Tahun 2003. Keppres No. 80 Tahun 2003 sudah mengatur tentang pemisahan pengadaan yang dilakukan oleh penyedia barang/jasa dengan pengadaan yang dilakukan sendiri secara swaklola. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara swakelola ini merupakan pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan serta diawasi sendiri, dan kriteria pekerjaan apa saja yang dapat dilaksanakan secara swakelola ini terdapat dalam Lampiran I Keppres No. 80 Tahun 2003 yang memberikan pedoman jelas dan terinci bagi pengguna barang/jasa dalam melakukan pengadaan secara swakelola. Sedangkan pada aspek pengadaan barang/jasa juga terjadi perubahan meliputi kebijakan, sistem pengadaan, dan metode pelaksanaan pengadaan, ruang lingkup, tugas pokok pengguna barang/jasa, panitia pengadaan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penyedia barang/jasa.

Kemudian diganti oleh Keppres ini digantikan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan dirubah kembali dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan

(5)

Barang/Jasa Pemerintah , yang merupakan pedoman terbaru dalam pengadaan barang dan jasa. Perpres ini mensyaratkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang dan jasa. Proses tender yang transparan, akuntabilitas, efisien dan efektif, menjamin pelaksanaan proses menjadi fair.

Perpres ini berisi tentang perencanaan umum pengadaan barang/jasa, tata cara pemilihan penyedia barang, pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi, pemilihan jasa konsultasi berbentuk badan usaha/perseorangan, pemilihan jasa lainnya dan tata cara swakelola.

Selama ini pengadaan barang/jasa dilakukan dengan langsung mempertemukan pihak-pihak yang terkait seperti penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa, proses yang dilakukan secara fisik ini memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan yang didapat yaitu para pengguna dan penyedia barang/jasa bertemu secara langsung dan melakukan tahapa-tahapan pengadaan barang/jasa bersama-sama. Kelemahan dari tahap-tahap pelaksanaan barang/jasa secara konvensional ini dinilai lebih banyak merugikan seperti mudahnya Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN), dan terjadinya persekongkolan tender antara penyedia barang/jasa dengan pengguna barang/jasa

Di era reformasi ini, kebutuhan akan transparansi pelayanan pemerintah sangatlah penting diperhatikan. Perkembangan teknologi informasi menghasilkan titik cerah bagi berbagai pihak dalam memperoleh informasi. Penggunaan teknologi informasi dalam pengadaan barang/jasa membangun suatu sistem antara masyarakat dengan pemerintah yang dikenal dengan

(6)

sebutan pengadaan barang/jasa secara elektronik (electronic procurement).

Electronic procurement (e-procurement) adalah suatu bentuk sistem baru

dalam pengadaan barang/jasa yang mampu membantu pemerintah dalam hal transparansi dan perlakuan yang adil pada semua pihak sekaligus untuk menghapuskan praktek persekongkolan tender serta praktek KKN.

Sejak adanya Keppres No. 80 Tahun 2003,E-procurement dimungkinkan, dan terhadap semua informasi, transksi elektronik pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik mengacu pada Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.Selanjutnya

e-procurement diinformasikan lebih jelas dalam Perpres Nomor 70 tahun 2012.2

Fenomena penerapan e-procurement tentu mendatangkan sejumlah perubahan. Perubahan tersebut antara lain memperluas akses pasar dan membantu menciptakan persaingan sehata (transparansi, harga yang lebih baik, dan pola interaksi yang lebih baik).

2. Perumusan Masalah

Berdasarakan uraian latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia?

2Diatur dalam Perpres No.70 tahun 2012, khususnya Bab XIII tentang Pengadaan Secara Elektronik.

(7)

b. Bagaimana peranan pengadaan barang/jasa secara elektronik

(e-procurement) untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam

proses pengadaan barang/jasa pemerintah?

3. Keaslian Penelitian

Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penelusuran penelitian pada referensi dan hasil penelitian serta dalam media cetak maupun elektronik. Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik antara lain :

a. Penelitian dengan judul Analisis Efektifitas Hukum Dalam Penerapan Pengadaan Barang dan jasa Secara Eektronik (e-Procurement) Serta Peranan Lembaga Pengawasan Terhadap Pengadaan Barang dan Jasa yang disusun oleh Susan Andriyani Mahasiswi Fakultas Hukum Program Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia.

b. Penelitian yang disusun oleh Deputi Pencegahan Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan judul Mencegah Korupsi Melalui Procurement Meninjau Kembali Keberhasilan

e-Procurement di Pemerintahan Kota Surabaya.

Dari beberapa penelitian yang berkaitan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik belum pernah diadakan penelitian tentang implementasi pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang dihubungkan dengan persaingan usaha yang sehat, dan dalam kesempatan ini

(8)

penulis akan menulis masalah tersebut, dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dijadikan penelitian hukum.

4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini meliputi dua hal yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif adalah tujuan yang hendak dicapai dalam melaksanakan penelitian untuk menyusun penulisan hukum. Tujuan penelitian ini meliputi dua hal, antara lain:

1. Untuk mengetahui pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

2. Untuk mengetahui peranan pengadaan barang/jasa secara elektronik

(e-procurement) untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam proses

pengadaan barang/jasa pemerintah.

Tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang berguna dalam penyusunan penelitian hukum sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.

Referensi

Dokumen terkait

Data yang telah didapatkan tentunya harus melalui proses pengolahan agar mudah untuk dianalisis. Data yang di kumpulkan mencakup data utama yaitu melalui tes dan

Peralatan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini meliputi perangkat lunak (software) dan perangkat keras (Hardware). Perangkat lunak yang digunakan yaitu Perangkat

Pandangan ini juga yang mendasari penelitian terhadap Program PKBM An Nur yang menjadi program CSR PT Pertamina Geothermal Energy Kamojang selama lebih dari 5 tahun

PIHAK KEDUA wajib menyerahkan hasil pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 kepada PIHAK KESATU dalam bentuk Laporan Akhir hasil pekerjaan yang harus memenuhi persyaratan

Pilihan Anda adalah apakah menggunakan aset yang anda miliki (defender) untuk jangka waktu N tahun lagi atau membeli barang baru (challenger) yang akan digunakan selama N

Pembelajaran yang ada lebih terpusat pada guru (teacher centered), bukan kepada siswa (student centered). Keadaan ini menyebabkan siswa menjadi pasif dan tidak mandiri.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penelitian melakukan peneliti dengan mengambil judul Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Penekanan Anggaran dan

Hasil analisis hubungan dukungan keluarga dengan perilaku senam hamil (tabel 5), diketahui dari 24 orang ibu hamil yang kurang dalam mendapatkan dukungan dari