• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PERENCANAAN PAJAK DALAM MENCIPTAKAN EFISIENSI BEBAN PAJAK PADA BAGIAN ACCOUNTING PT. XYZ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN PERENCANAAN PAJAK DALAM MENCIPTAKAN EFISIENSI BEBAN PAJAK PADA BAGIAN ACCOUNTING PT. XYZ"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PERENCANAAN PAJAK DALAM MENCIPTAKAN EFISIENSI BEBAN PAJAK PADA BAGIAN ACCOUNTING PT. XYZ

DWIYATMOKO PUJIWIDODO

Akademi Manajemen Keuangan Bina Sarana Informatika Jl. Kramat Raya No. 25 Jakarta Pusat, Indonesia

e-mail : dwiyatmoko_2005@yahoo.com ABSTRAK

Penerimaan Perpajakan untuk periode 2005-2010, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, yaitu dari Rp. 347,0 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 742,7 triliun pada tahun 2010. Dalam kurun waktu enam tahun tersebut, penerimaan perpajakan meningkat 114,0 persen atau rata – rata setiap tahun sebesar 22,8 persen. Peningkatan ini menunjukkan bahwa pajak telah menjadi tulang punggung dalam penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia.

Peningkatan penerimaan pajak ini juga tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat khususnya Wajib Pajak. Karena meskipun sudah termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan ketentuan serta tata caranya diatur oleh Undang-Undang, namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara wajib pajak dan pemerintah. Pemerintah berharap penerimaan pajak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sedangkan wajib pajak berusaha membayar pajak sekecil mungkin. Adanya perbedaan kepentingan inilah yang menyebabkan wajib pajak cenderung meminimalkan beban pajak mereka, baik itu dengan cara – cara yang masih ada dalam bingkai peraturan (tax avoidance), sampai dengan cara – cara yang dianggap ilegal atau melanggar peraturan perpajakan (tax evasion). Dalam hal inilah Perencanaan Pajak berperan menciptakan efiensi beban pajak yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak.

Kata Kunci : Penerimaan Perpajakan, Wajib Pajak, Perencanaan Pajak ABSTRACT

Tax Revenue for the period 2005-2010, has grown very considerably, from Rp347, 0 billion in 2005 to Rp742, 7 billion in 2010. Within six years, tax revenue increased 114.0 percent, or the average - average of 22.8 percent per year. This increase indicates that the tax has become the backbone in the acceptance of the State Budget of Indonesia.

Increased tax revenue is also inseparable from the active participation of the public, especially taxpayers. Because even though it was set forth in Article 23 paragraph (2) Act of 1945 and the provisions and procedures stipulated by the way the Act, but in practice there is a difference of interests between the taxpayer and the government. The government hopes the tax revenue continues to increase from year to year, while the taxpayer attempted to pay taxes as small as possible. The difference of interest is what causes the taxpayers tend to minimize their tax burden, be it in a way - a way that still exist in the frame regulations (tax avoidance), until by the way - a way that is considered illegal or in violation of tax laws (tax evasion). Tax Planning In this role creates efiensi tax burden to be borne by the taxpayer.

Keywords: Tax Revenues, Tax, Tax Planning I. PENDAHULUAN

Perencanaan pajak (tax planning) merupakan bentuk penghalusan atau eufimisme dari tax avoidance. Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa transaksi dan usaha wajib pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi dengan cara – cara yang diperkenankan dalam peraturan perpajakan atau masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Perencanaan pajak juga berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.

Secara tegas dan spesifik memang belum ada ketentuan Perundang – Undangan atau Peraturan Pemerintah atau Surat Edaran Dirjen Pajak yang

mengatur mengenai perencanaan pajak. Tetapi terlepas dari pemakaian istilah tax planning yang menimbulkan berbagai konotasi, perlu dipahami bahwa perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen dari beberapa fungsi lainnya yang saling berkaitan untuk menjaga kelangsungan hidup suatu perusahaan. Oleh karena itu perencanaan yang menyeluruh meliputi seluruh aspek finansial perusahaan, termasuk di dalamnya perencanaan pajak.

Keberhasilan perusahaan dalam mengelola keuangannya dapat diukur dengan tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Besar kecilnya laba sangat ditentukan oleh seberapa besar penghasilan yang diterima oleh perusahaan dan biaya yang dibebankan oleh perusahaan. Salah satu biaya yang dibebankan dan menjadi pengurang penghasilan adalah biaya pajak. Oleh karena itu biaya pajak

(2)

perlu direncanakan dengan baik sehingga beban pajak yang ditanggung menjadi paling minimal.

Perencanaan pajak diperlukan agar tujuan perusahaan dapat tercapai tanpa harus melakukan tindakan – tindakan yang melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu perencanaan pajak harus sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Keberhasilan perencanaan pajak sangat tergantung pada pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perencanaan

Setiap manusia pasti memerlukan rencana, apalagi sebuah organisasi atau perusahaan yang kegiatannya sangat kompleks, harus membuat suatu perencanaan dan berusaha mematuhinya agar kejadian diwaktu yang akan datang dapat sesuai dengan harapan. Segala hal tanpa suatu perencanaan yang baik tidak akan mandapatkan hasil yang maksimal.

Menurut Erly Suandi (2008,2), Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan dengan jelas strategi – strategi (program – program), taktik – taktik, (tata cara pelaksanaan program) serta tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.

Berdasarkan definisi perencanaan tersebut diatas, dapat diuraikan bahwa manajer suatu organisasi (badan usaha) dituntut untuk bisa merespon setiap perubahan kondisi lingkungan, dan menyajikanya secara jelas kedalam strategi – strategi, program dan taktik serta tindakan yang diperlukan. Perencanaan ini diperlukan untuk mencapai tujuan, karena walaupun terjadi perubahan lingkungan yang sangat kompleks dan dinamis, tujuan harus tetap terealisasi.

Menurut George R. Terry (2006,5), planning is the selecting and relating of fact and the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulating of proposed activities believed necessary to achieve desired result. (perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta, dan membuat dan menggunakan asumsi mengenai masa depan dalam visualisasi dan perumusan kegiatan yang diusulkan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan)

Berdasarkan definisi perencanaan menurut Terry, dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan kegiatan yang harus didasarkan pada fakta, data dan keterangan kongkret mengenai masa yang akan datang dan menyangkut tindakan – tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap hambatan yang mengganggu kelancaran usaha.

2.2. Pengertian Pajak

Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam Nugroho (2009:2), Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2006,1), Pajak adalah Iuran Rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat Dipaksakan) dengan tiada mendapat Jasa Timbal (Kontra Prestasi) yang langsung dapat Ditunjukkan dan yang Digunakan untuk membayar Pengeluaran Umum. Lebih lanjut definisi tersebut diperbaiki menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk publik saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment

Menurut Feldman dalam Resmi (2008:2) mengemukakan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh yang terutang kepada penguasa (menurut norma – norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Dari ketiga definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

1. Merupakan iuran rakyat atau peralihan kekayaan dari rakyat ke kas negara

2. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang serta aturan pelaksanaannya

3. Sifatnya dapat dipaksakan, artinya setiap pelanggaran atas aturan perpajakan akan dikenakan sanksi

4. Tidak ada timbal balik secara langsung (kontraprestasi)

5. Pajak diperuntukan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Pemerintah yang bersifat umum atau rutin. Jika ada surplus dijadikan sebagai Public Saving untuk membiayai public investment

Menurut Mardiasmo (2006:1), fungsi pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Fungsi Budgetair

Pajak adalah merupakan suatu alat / sumber untuk memasukkan uang sebanyak – banyaknya ke kas negara untuk membiayai pengeluaran Negara

2. Fungsi Regulerend

Pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan bidang sosial dan ekonomi

(3)

2.3. Pengertian Perencanaan Pajak A. Definisi Perencanaan Pajak

Pemerintah pusat maupun daerah terus berupaya untuk menggali potensi penerimaan pajak, termasuk pajak yang seharusnya berpotensi untuk diterima tetapi ternyata digelapkan oleh oknum – oknum tertentu. Di satu sisi, wajib pajak berupaya semaksimal mungkin untuk dapat meminimalkan biaya pajak, karena jika biaya pajak dapat diminimalkan maka akan diperoleh laba yang maksimal.

Meminimalkan pajak harus dengan perhitungan dan pertimbangan yang matang. Tanpa perhitungan dan pertimbangan yang baik justru akan menjerumuskan kedalam tindak pidana penggelapan pajak.. Disinilah diperlukan adanya suatu cara meminimalkan beban pajak secara cerdik sehingga tidak bertentangan dengan peraturan pajak (Penghindaran pajak). Salah satu cara untuk meminimalkan beban pajak adalah dengan penerapan perencanaan pajak (Tax Planning), dengan perencanaan pajak setiap transaksi / kontrak bisnis akan dapat diprediksikan beban pajak yang akan timbul sehingga dapat dicari cara yang paling menguntungkan dari segi bisnis dan perpajakannya. Perencanaan pajak juga berarti perencanaan pelaksanaan kewajiban perpajakan sehingga dapat menunaikan kewajiban perpajakan dengan baik, sehingga pajak dapat dibayar secara efektif dan terhindar dari sanksi perpajakan.

Menurut Hoffman dalam Ompungsunggu (2011:3), Perencanaan Pajak (tax planning) dikenal sebagai effektive tax planning, yaitu seorang Wajib Pajak (WP) berusaha mendapatkan penghematan pajak (tax saving) melalui penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai ketentuan Undang-undang perpajakan.

Menurut Lyons Susan M dalam Suandy (2008:7) menjelaskan bahwa Perencanaan pajak adalah suatu strategi yang dilakukan oleh perseroan atau firma dalam rangka meminimalkan kewajiban pajaknya, yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan.

Berdasarkan dua pengertian tesebut di atas, dapat dikatakan bahwa perencanaan pajak merupakan proses atas pembayaran kewajiban perpajakan, sehingga tercapai pembayaan pajak yang minimal tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

B. Tujuan Dan Manfaat Perencanaan Pajak Menurut Suandy (2008:7) bahwa perencanaan pajak bertujuan untuk merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat Undang – Undang. Maka perencanaan pajak di sini sama dengan tax

avoidance, karena hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return)

Adapun manfaat dari perencanaan pajak (tax planning) itu sendiri adalah untuk penghematan kas keluar, karena pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi sehingga dapat mengurangi aliran kas keluar. Perencanaan pajak yang matang dapat digunakan untuk mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran, sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

C. Ruang Lingkup Perencanaan Pajak

Ada tiga ruang lingkup perencanaan pajak menurut Ompungsunggu (2011:4), yaitu sebagai berikut :

1. Upaya legal untuk menghemat beban pajak dengan memanfaatkan hal – hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan (loopholes) dengan berbagai metode berikut ini :

a. Maximizing tax deductable yaitu upaya membebankan biaya – biaya usaha, baik yang dikeluarkan secara tunai maupun dalam bentuk non tunai semaksimal mungkin yang diperbolehkan oleh Undang –Undang.

b. Legal standing of corporate yaitu mencari bentuk usaha yang tepat seperti CV atau Fa atau PT, dengan tujuan menghemat pajak.

c. Melakukan konglomerasi usaha yaitu berupa penyatuan bentuk usaha secara vertikal dan horiszontal.

d. Tax deferred income yaitu menunda pengakuan penghasilan.

2. Mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sehingga utang pajak, baik PPh maupun pajak-pajak lainnya, dalam posisi sehemat mungkin sesuai ketentuan Undang – Undang pajak.

3. Mendeteksi cacat teoritis dari ketentuan Undang – Undang pajak untuk menemukan cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pembayaran pajak

D. Strategi Perencanaan Pajak

Menurut Karayan dalam Ompusunggu (2011:5) ada enam strategi umum untuk menghemat beban pajak yaitu sebagai berikut ini : 1. Creation yaitu merencanakan keuntungan dari

subsidi pajak dengan memindahkan operasi utama perusahaan ke Negara yang menerapkan tarif yang lebih rendah.

2. Conversion yaitu mengubah operasional usaha sehingga menghasilkan kategori jenis

(4)

Strategi Umum Penghematan Pajak

Tax evasion Tax evoidance

Cara yang tidak diperkenankan Undang –

Undang Perpajakan

Cara yang diperkenankan Undang

– Undang perpajakan

Merugikan Negara Tidak merugikan Negara

penghasilan yang menguntungkan dari segi perpajakan.

3. Shifting yaitu teknik menggeser jumlah beban pajak (tax base) ke periode akuntansi pajak yang lebih menguntungkan.

4. Splitting yaitu menyebarkan dasar pengenaan pajak di antara beberapa wajib pajak sehingga mendapatkan lapisan tarif PPh yang berbeda. 5. Tax evasion yaitu penghindaran pajak dengan

melanggar ketentuan peraturan perpajakan.

6. Tax evoidance yaitu penghindaran pajak dengan mematuhi ketentuan peraturan perpajakan.

Perbedaaan antara Tax evasion dan Tax evoidance, secara sistematik dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber : Ompusunggu (2011:6)

Gambar 1 : Perbedaan Tax evasion dan Tax evoidance E. Tahapan Dalam Membuat Perencanaan

Pajak

Ada lima tahap yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan pajak menurut Suandy (2008:14), yaitu sebagai berikut :

1. Menganalisis informasi (basis data) yang ada. Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.

Dalam tahp ini hal – hal internal maupun eksternal harus diperhatikan baik – baik, seperti :

a. Fakta yang relevan. b. Faktor pajak.

c. Faktor non pajak lainnya.

2. Buat satu model atau lebih rencana besarnya pajak

Tahap berikutnya dari pembuatan perencanaan pajak adalah merancang rencana untuk beban pajak yang harus dibayarkan, seperti memberikan batasan minimum dan maximum. 3. Evaluasi atas perencanaan pajak

Tahap berikutnya adalah dilakukannya evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap

beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas alternatif perencanaan.

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

Tahap berikutnya adalah dilakukannya perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Tindakan perubahan (up to date planning) harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang penghematan pajak masih besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian maksimal.

5. Memutakhirkan rencana pajak

Tahap terakhir adalah pemutakhiran dari suatu rencana dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, dan dengan begitu akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.

2.4. Pengertian Efisiensi Beban Pajak A. Definisi Efisiensi

(5)

Menurut Marbun (2010:101) mengemukakan pengertian umum dari efisiensi adalah menekan biaya serendah mungkin untuk meningkatkan keuntungan.” Secara luas pengertian “efisiensi adalah perbandingan terbaik antara masukan dan hasil, antara keuntungan dan sumber-sumber yang dipergunakan, serta hasil maksimal yang dicapai dengan mengunakan sumber yang terbatas.

B. Definisi Beban Pajak

Menurut Waluyo (2008:215) mengemukakan pengertian dari beban pajak (tax expanse) adalah jumlah agrerat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang diperhitungkan dalam perhitungan laba rugi akuntansi pada suatu periode berjalan dapat dianggap sebagai beban atau penghasilan.

C. Konsep Pengakuan Beban

Terdapat perbedaan konsep pengakuan beban antara Undang – Undang Pajak Penghasilan dengan akuntansi. Menurut akuntansi semua beban boleh sebagai pengurang penghasilan, sedangkan menurut Undang – Undang pajak penghasilan pengeluaran atau beban dibedakan menjadi 2 yaitu : (Ompungsunggu;2011:89)

1. Beban yang boleh didiperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expenses).

2. Beban yang tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto (non deductible expenses).

Dengan demikian beban atau biaya yang non deductible harus dikoreksi fiskal (positif). Karena sifatnya di satu sisi mengurangi biaya fiskal, sedangkan di sisi lain penambah penghasilan kena pajak.

Yang dimaksud dengan biaya – biaya yang boleh diperhitungkan sebagai pengurang bruto, untuk mendapatkan penghasilan neto adalah biaya – biaya yang dinamakan oleh Undang – Undang pajak penghasilan sebagai biaya atau beban untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai pajak bersifat tidak final dan beberapa pengurangan diperkenankan sesuai dengan ketentuan pasal 6 Undang – Undang pajak penghasilan.

Disamping itu Undang – Undang pajak penghasilan juga memberikan pengecualian dengan membolehkan bahwa imbalan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan dicatat sebagai pengurang penghasilan (tidak perlu dilakukan koreksi fiskal) dalam hal sebagai berikut menurut Ompusunggu (2011:93) :

1. Biaya karyawan dalam bentuk kenikmatan berupa premi pension / Tunjangan Hari Tua (THT), asuransi kecelakaan, kematian, dan

kesehatan yang ditanggung oleh pemberi kerja untuk para karyawannya.

2. Imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan oleh wajib pajak yang berusaha di daerah tertentu (terpencil) kepada karyawannya.

3. Imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan, sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaannya mengharuskan, misalnya pakaian dan peralatan kerja bagi pemadam kebakaran, karyawan proyek, pakaian seragam pabrik, pakaian seragam petugas keamanan (satpam) dan fasilitas antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal atau pesawat terbang dan sejenisnya.

4. Imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa penyedia makanan dan minuman oleh pemberi kerja di tempat kerja, bagi keseluruhan karyawan secara bersama – sama termasuk dewan direksi dan dewan komisaris. D. Standar Beban Pajak Yang Efisien

Dalam Muljono (2009:265) Adapun untuk menghitung besarnya penghematan pajak yang akan dilakukan dengan menggunakan rumus : T = P0 – Pi x 100 %

P0 Keterangan :

T = Besarnya % kenaikan (penurunan) perencanaan pajak

P0 = Besarnya pajak penghasilan sebelum perencanaan pajak

Pi = Besarnya pajak penghasilan sesudah perencanaan pajak

Dengan menggunakan rumus tersebut akan terlihat seberapa efisiennya penghematan yang dapat diperoleh melalui perencanaan pajak.

2.5. Pengertian PPh Pasal 21 A. Definisi PPh Pasal 21

Menurut Gunadi (2009:94) definisi dari Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak yang dibebankan atas dasar gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, kegiatan, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa (termasuk jasa ahli yang melakukan pekerjaan bebas) dipungut melalui sistem pemotongan (withholding system) pada saat penghasilan itu dibayarkan. B. Pengurang Penghasilan

Pengurang Penghasilan meliputi :

1. Pengurang yang terkait dengan Usaha atau Pekerjaan Bebas

(6)

Secara umum pengurang yang terkait dengan usaha diatur dalam Pasal 6 ayat 1 (Deductible Expense) dan Pasal 9 ayat 1 (Non Deductible Expense).

Setiap pengeluaran dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (Deductible Expense) jika berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam hal mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak kecuali biaya yang berkenaan dengan Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan secara Final

Termasuk ke dalam Deductible Expense (Pasal 6 ayat 1) :

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain :

– Biaya pembelian bahan

– Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang

– Bunga, sewa dan royalti – Biaya perjalanan

– Biaya pengolahan limbah – Premi asuransi

– Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan / berdasarkan Peraturan MenKeu

– Biaya administrasi – Pajak (kecuali PPh)

b. Penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan / atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11a

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta

e. Kerugian dari selisih kurs

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia g. Biaya bea siswa, magang dan pelatihan h. Piutang yang nyata – nyata tidak dapat

ditagih

Termasuk kedalam Non Deductible Expense (Pasal 9 ayat 1)

a. Pembagian Laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti Deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh Perusahaan Asuransi kepada Pemegang Polis dan Pembagian Sisa Hasil Usaha Koperasi

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota

c. Pembentukan atau pemupukan Dana Cadangan, kecuali :

– Cadangan Piutang Tak Tertagih untuk Usaha Bank dan Badan Usaha Lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, Perusahaan Pembiayaan Konsumen dan Perusahaan Anjak Piutang

– Cadangan untuk usaha Asuransi termasuk Cadangan Bantuan Social yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

– Cadangan Penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan

– Cadangan Biaya Reklamasi untuk Usaha Pertambangan

– Cadangan biaya Penanaman Kembali untuk Usaha Kehutanan

– Cadangan biaya Penutupan dan Pemeliharaan tempat Pembuangan Limbah Industri untuk usaha Pengolahan Limbah Industri

2. Pengurang yang terkait dengan pekerjaan a. Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan

bruto setinggi – tingginya Rp.6.000.000 setahun dan Rp.500.000 sebulan (sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.250/PMK.03/2008)

b. Iuran Pensiun dan THT, yang dibayar pegawai kepada Yayasan dana pensiun yang disetujui Menteri Keuangan dan jumlahnya tidak dibatasi.

c. Biaya Pensiun, khusus untuk penerima pensiun berkala atau bulanan, Besarnya 5% dari uang pensiun maksimum Rp2.400.000 pertahun atau Rp200.000 perbulan.\

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tabel 1 : Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Uraian Setahun (Rp)

Sebulan (Rp) Untuk Wajib Pajak 15.840.000 1.320.000 Tambahan untuk

pegawai yang kawin

1.320.000 110.000 Tambahan untuk setiap anggota keluarga yang menjadi tangungan sepenuhnya 1.320.000 110.000 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya yang digabung dengan suami

15.840.000 1.320.000

(7)

4. Zakat

Pengurang penghasilan berupa zakat berlaku jika:

a. Wajib Pajaknya adalah Pemeluk Agama Islam

b. Besarnya Zakat Maximal 2.5% dari Penghasilan Neto Fiskal

c. Merupakan penghasilan obyek pajak yang tidak final

d. Ada Surat Setoran Zakat kepada Badan / Lembaga Amil Zakat yang dibentuk / disahkan pemerintah, dengan mencantum – kan : nama, alamat, NPWP, jenis penghasilan yang dibayar adalah zakat, sumber / jenis penghasilan dan bulan / tahun, besarnya penghasilan, besarnya zakat

C. Penghitungan PPh Pasal 21 Karyawan Tetap

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi karyawan tetap diawali dengan mencari Penghasilan netto.

Besarnya Penghasilan Netto ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun dan THT dan biaya pensioun.

Setelah didapat besarnya penghasilan netto maka langkah selanjutnya adalah menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang ditentukan berdasarkan Penghasilan Netto setelah dikurangi PTKP.

Sedangkan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang adalah dengan menggunakan tarif pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi menurut Undang – Undang penghasilan

Tabel 2

Tarif Pajak PPh Pasal 21 UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp.50.000.000 5% Diatas Rp.50.000.000 sampai dengan

Rp.250.000.000 15% Diatas Rp.250.000.000 sampai dengan Rp.500.000.000 25% Diatas Rp.500.000.000 30% Sumber : Nugroho (2009:30)

Secara ringkas penghitungan PPh pasal 21 dapat digambarkan sebagai berikut :

= (Penghasilan Netto – PTKP) x tarif PPh pasal 17 UU PPh, atau

= {Penghasilan Bruto – (Biaya jabatan + Iuran Pensiun + Iuran THT / JHT yang dibayar Sendiri) – PTKP} x tarif PPh pasal 17 UU PPh. D. Pembayaran PPh Pasal 21

Menurut Muljono (2009:129), Pasal PPh 21 akan terutang pada karyawan yang mekanisme pembayarannya dilakukan dengan cara dipotong oleh pemberi kerja pada saat pembayaran gaji atau sejenisnya, dan harus dibayarkan oleh pemberi kerja paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya sesudah pemotongan PPh pasal 21 pembayaran gaji dan sejenisnya.

Pembayaran PPh 21 pada subjek pajak luar negeri berkaitan dengan pembayaran gaji dikenakan atas dasar penghitungan yang disetahunkan, sehingga jumlah pembayaran gaji beserta berbagai tunjangan yang diberikan pada awal tahun menjadikan PPh 21 yang dibayar lebih besar.

Walaupun pada dasarnya PPh pasal 21 yang lebih bayar dapat diminta kembali, tetapi paling tidak hal itu akan mengurangi cash flow perusahaan yang tentunya merugikan perusahaan.

Untuk membuat PPh pasal 21 di awal tahun tidak terlalu besar maka pembayaran tunjangan atau apapun yang akan diperhitungkan PPh pasal 21-nya, tidak dibayar pada awal tahun.

III. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Eksploratif, karena penelitian ini hanya dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang langkah – langkah yang ditempuh wajib pajak (PT. XYZ) dalam upaya meminimalkan beban pajak tanpa harus melanggar Undang – Undang Perpajakan.

Penelitian dilakukan di bagian bagian accounting PT. XYZ yang terletak di daerah Pondok Kelapa Jakarta Timur. Untuk keperluan pengambilan data penulis melakukan observasi dan Tanya jawab dengan 4 orang karyawan tetap bagian accounting PT XYZ tentang penghitungan PPh Pasal 21 karyawan tetap untuk tahun 2010

Adapun data yang penulis peroleh terdiri dari : 1. Data Primer

Data primer yang didapat berupa penghitungan PPh Pasal 21 karyawan tetap pada bagian accounting PT. XYZ

2. Data Sekunder

Data sekunder berupa buku – buku literatur dan data lain yang mendukung penelitian. 2. HASIL PEMBAHASAN

4.1. Penghitungan Gaji Karyawan Tetap Bagian Accounting Pada PT. XYZ Sebelum Menggunakan Perencanaan Pajak

Jumlah karyawan tetap pada Bagian Accounting PT. XYZ adalah sebanyak 5 orang, meliputi : 1 Orang Manajer Akuntansi dan 4 orang staf akuntansi. Adapun tugas dari keempat karyawan tersebut adalah sebagai berikut :

(8)

1. Bpk. A dan Bpk. D : bertugas menyusun laporan keuangan PT. XYZ

2. Ibu. C : bertugas menghitung, memotong dan melaporkan besarnya pajak terutang PT. XYZ 3. Bpk. B : bertugas sebagai internal auditor di

PT. XYZ

Untuk memudahkan penghitungan PPh Pasal 21 karyawan tetap di Bagian Accounting PT. XYZ, maka penulis hanya menghitung besarnya PPh Pasal 21 pada 4 orang staf akuntansi saja

Data penghitungan PPh 21 Karyawan Tetap untuk 4 orang staf akuntansi adalah sebagai berikut :

1. Bpk. A :

Gaji sebulan = Rp. 4.250.000, Status : menikah anak 2 (K/2), tunjangan makan siang = Rp. 300.000 / bulan, tunjangan kesehatan = Rp. 800.000 / bulan. Iuran Pensiun = Rp. 50.000 / bulan

2. Bpk. B :

Gaji sebulan = Rp. 4.250.000, Status : menikah anak 2 (K/2), tunjangan makan siang = Rp. 300.000 / bulan, tunjangan kesehatan = Rp. 800.000 / bulan. Iuran Pensiun = Rp. 50.000 / bulan

3. Ibu C :

Gaji sebulan = Rp. 4.250.000, Status : menikah anak 1 (K/1), tunjangan makan siang = Rp. 300.000 / bulan, tunjangan kesehatan = Rp. 500.000 / bulan. Iuran Pensiun = Rp. 50.000 / bulan

4. Bpk. D :

Gaji sebulan = Rp. 4.250.000, Status : belum menikah (TK), tunjangan makan siang = Rp. 300.000 / bulan, tunjangan kesehatan = Rp. 500.000 / bulan. Iuran Pensiun = Rp. 50.000 / bulan

Adapun penghitungan PPh 21 karyawan tetap dari 4 staf akuntansi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penghitungan PPh 21 : Bpk. A dan Bpk. B. Tabel 3

Penghitungan PPh Pasal 21 Bpk. A dan Bpk. B

Uraian Jumlah Penghasilan Bruto : Gaji Setahun : 12 x 4.250.000 51.000.000 Tunjangan Makan Siang :

12 x 300.000 3.600.000 Tunjangan Kesehatan : 12 x 800.000 9.600.000 Jumlah Penghasilan Bruto 64.200.000 Pengurang : Biaya Jabatan : 5% x 64.200.000 3.210.000 Iuran Pensiun : 12 x 50.000 600.000 Jumlah Pengurang 3.810.000 Penghasilan Netto Setahun 60.390.000 PTKP

Untuk Diri Sendiri 15.840.000 Untuk Istri 1.320.000 Untuk Anak 3 @ 1.320.000 3.960.000

Total PTKP 21.120.000

Penghasilan Kena Pajak 39.270.000 PPh 21 Terutang Setahun

5% x Rp. 39.270.000 1.963.500 Sumber : Bagian Accounting PT. XYZ

2. Penghitungan PPh 21 : Ibu C dan Bpk. D Tabel 4

Penghitungan PPh Pasal 21 Ibu C dan Bpk D

Uraian Jumlah Penghasilan Bruto : Gaji Setahun : 12 x 4.250.000 51.000.000 Tunjangan Makan Siang :

12 x 300.000 3.600.000 Tunjangan Kesehatan : 12 x 500.000 6.000.000 Jumlah Penghasilan Bruto 60.600.000 Pengurang : Biaya Jabatan : 5% x 60.600.000 3.030.000 Iuran Pensiun : 12 x 50.000 600.000 Jumlah Pengurang 3.630.000 Penghasilan Netto Setahun 56.970.000 PTKP

Untuk Diri Sendiri 15.840.000

Total PTKP 15.840.000

Penghasilan Kena Pajak 41.130.000 PPh 21 Terutang Setahun

5% x Rp. 41.130.000 2.056.500 Sumber : Bagian Accounting PT. XYZ

Berdasarkan data pada tabel 3 dan 4, maka besarnya PPh terutang yang harus dipotong oleh PT. XYZ terhadap ke 4 karyawan bagian accounting adalah sebesar :

= PPh terutang Bpk. A dan Bpk. B + PPh terutang Ibu. C dan Bpk. D

= (Rp. 1.963.500 x 2) + (Rp. 2.056.500 x 2) = Rp. 3.927.000 + Rp. 4.113.000

= Rp. 8.040.000

4.2. Penghitungan Gaji Karyawan Tetap Bagian Accounting Pada PT. XYZ Setelah Menggunakan Perencanaan Pajak

Berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh, dinyatakan bahwa pengeluaran untuk makan siang

(9)

dan kesehatan seluruh karyawan dapat dikeluarkan dari penghitungan laba perusahaan.

Untuk itu PT. XYZ menghitung kembali besarnya pajak terutang dari ke 4 karyawan bagian accounting dan didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Penghitungan PPh 21 : Bpk. A dan Bpk. B.

Tabel 5

Penghitungan PPh Pasal 21 Bpk. A dan Bpk. B

Uraian Jumlah Penghasilan Bruto : Gaji Setahun : 12 x 4.250.000 51.000.000 Jumlah Penghasilan Bruto 51.000.000 Pengurang : Biaya Jabatan : 5% x 51.00.000 2.250.000 Iuran Pensiun : 12 x 50.000 600.000 Jumlah Pengurang 2.850.000 Penghasilan Netto Setahun 48.150.000 PTKP

Untuk Diri Sendiri 15.840.000 Untuk Istri 1.320.000 Untuk Anak 3 @ 1.320.000 3.960.000

Total PTKP 21.120.000

Penghasilan Kena Pajak 27.030.000 PPh 21 Terutang Setahun

5% x Rp. 27.030.000 1.351.500 Sumber : Bagian Accounting PT. XYZ

3. Penghitungan PPh 21 : Ibu C dan Bpk. D Tabel 6

Penghitungan PPh Pasal 21 Ibu C dan Bpk D

Uraian Jumlah Penghasilan Bruto : Gaji Setahun : 12 x 4.250.000 51.000.000 Jumlah Penghasilan Bruto 51.000.000 Pengurang : Biaya Jabatan : 5% x 51.000.000 2.250.000 Iuran Pensiun : 12 x 50.000 600.000 Jumlah Pengurang 2.850.000 Penghasilan Netto Setahun 48.150.000 PTKP

Untuk Diri Sendiri 15.840.000

Total PTKP 15.840.000

Penghasilan Kena Pajak 32.310.000 PPh 21 Terutang Setahun

5% x Rp. 32.310.000 1.615.500 Sumber : Bagian Accounting PT. XYZ

Berdasarkan data pada tabel 5 dan 6, maka besarnya PPh terutang yang harus dipotong oleh PT. XYZ terhadap ke 4 karyawan bagian accounting adalah sebesar :

= PPh terutang Bpk. A dan Bpk. B + PPh terutang Ibu. C dan Bpk. D

= (Rp. 1.351.500 x 2) + (Rp. 1.615.500 x 2) = Rp. 2.703.000 + Rp. 3.231.000

= Rp. 5.934.000

Dari perhitungan PPh pasal 21 tahun 2010 tersebut terdapat selisih antara PPh pasal 21 terutang sebelum menggunakan perencanaan pajak dengan PPh Pasal 21 terutang setelah menggunakan perencanaan pajak sebesar : Rp. 8.040.000 – Rp. 5.934.000 = Rp. 2.106.000

Adapun besarnya Tax Saving (Penghematan Pajak) dapat dihitung sebagai berikut :

T = P0–Pi x 100 % P0 T = Rp. 8.040.000 – Rp. 5.934.000 x 100 % Rp. 8.040.000 T = Rp. 2.106.000 x 100 % Rp. 8.040.000 T = 26 %

Dari perhitungan di atas maka penghematan yang dapat dilakukan adalah sebesar 26 % atau sebesar Rp.2.106.000, atau hal ini menunjukkan telah terjadi efisiensi terhadap beban pajak PPh pasal 21 karyawan tetap yaitu dengan menurunnya jumlah beban pajak yang seharusnya terutang.

Untuk lebih jelasnya tampak dalam tabel dibawah ini

Tabel 7

Tax Saving Atas Penerapan Perencanaan PPh 21 Karyawan Tetap

Keterangan PPh 21

Terutang Sebelum Perencanaan pajak Rp. 8.040.000 Sesudah Perencanaan Pajak Rp. 5.934.000 Tax Saving Rp. 2.106.000

Dalam Persentase 26 %

Sumber : Sumber : Bagian Accounting PT. XYZ 3. KESIMPULAN

1. Secara umum penerapan perencanaan pajak (tax planning) yang dilakukan PT. XYZ sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari : a. Adanya karyawan di bagian accounting

yang bertugas menangani masalah perpajakan.

b. Adanya dukungan serta perhatian yang memadai dari manajemen dalam hal perencanaan pajak, seperti diberikannya pelatihan – pelatihan tentang peraturan perundang – undangan perpajakan

(10)

2. Penerapan Perencanaan pajak terhadap upaya mengefisienkan beban pajak PPh 21 yang dilakukan oleh PT. XYZ, sudah dapat menghasilkan beban pajak yang efisein, terlihat dari pengurangan besarnya pajak PPh pasal 21 terutang untuk karyawan tetap bagian accounting sebesar Rp. 2.106.000 atau adanya penghematan pajak (tax saving) sebesar 26% 3. Dengan melakukan perencanaan pajak yang

baik, maka akan diperoleh hal – hal sebagai berikut :

a. Penghematan pajak (tax saving).

b. Tingkat kepatuhan kewajiban perpajakan akan semakin meningkat, sehingga pengenaan sanksi administrasi oleh fiskus akan dapat dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Keuangan. 2010. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun 2010.

Diambil dari : http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/10

-01-06,%20NK%20APBN%202010.pdf (Desember 2009)

Direktorat Jenderal Pajak. 2010. Siaran Pers Dirjen Pajak : Penerimaan Pajak 1 Januari 2009 Sampai Dengan 31 Desember 2009 Dan Kinerja Lainnya. Diambil dari : http://www.pajak.go.id/dmdocuments/siaran% 20pers%202010-final-1.pdf (4 Januari 2010) Direktorat Jenderal Pajak. 2010. Siaran Pers Dirjen

Pajak : Penerimaan Pajak Sampai Dengan 15 November 2010. Diambil dari : http://www.pajak.go.id/dmdocuments/siaranpe rs-101125.pdf (25 November 2010)

Gunadi. 2009. Akuntansi Pajak. Grasindo Utama. Jakarta

Handoko, Hani. 2003. Manajemen, BPFE, Yogyakarta

Marbun, Rocky. 2010. Jangan mau diPHK begitu saja. Visi Media. Jakarta

Mardiasmo. 2006. Perpajakan. Andi Offset. Yogyakarta

Muljono, Djoko. 2009. Tax Planning menyiasati pajak dengan bijak. Penerbit Andi, Yogjakarta

Nugroho, Surya Dwianto Agung. 2009. Cara Mudah Menghitung Pajak Pribadi. Raih Asa Sukses. Jakarta

Ompusunggu, Arles P. 2011. Cara legal Siasati Pajak. Puspa Swara. Jakarta

Resmi, Siti. 2008. Perpajakan Teori dan Kasus. Salemba Empat. Jakarta

Suandy, Erly. 2008. Perencanaan Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Terry, George R. 2006. Azas – Azas Manajemen. Alumni. Bandung

Waluyo. 2008. Akuntansi Perpajakan. Salemba Empat. Jakarta

Gambar

Gambar 1 : Perbedaan Tax evasion dan Tax evoidance  E.  Tahapan Dalam Membuat Perencanaan

Referensi

Dokumen terkait

ini adalah membangun sebuah sistem berbasis mobile yang sesuai dengan teori Conten Based Filtering pada sistem operasi Android untuk mencatat data lahan pertanian

Setelah Anda melakukan registrasi Anda akan mendapatkan email notifikasi bahwa Anda mendaftar sebagai member, Setelah itu Anda bisa langsung masuk ke halaman Login

NAMA PARTAI, NOMOR DAN NAMA CALON ANGGOTA DPRD

Halaman single record test digunakan untuk membandingkan klasifikasi cuaca user dengan klasifikasi cuaca hasil dari algoritma C4.5 dengan hanya menggunaka satu

Perat Peraturan Pe uran Pemerin merintah N tah Nomor 2 omor 23 T 3 Tahun 2 ahun 2010 te 010 tentang ntang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Pelaksanaan Kegiatan

Hasil ini menunjukkan bahwa perbedaan biaya per-m 2 antara di lapangan dan sesuai RKS pada bekesting semi modern tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan bekisting

28 Tahun 2007 : pajak adalah kontribusi kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Berdasarkan hasil Finite Element Analysis (FEA) seperti yang diperlihatkan pada gambar 3 dan gambar 4, diperoleh komponen pencacah yang dipakai terdiri atas 14 buah shredder blade