• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

101

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI

STEREOPLOTTING

INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG

DENGAN KAMERA DIGICAM

(Digital Elevation Model Development from Interactive Stereo-plotting

of Medium Format Aerial Photo using DigiCam Camera)

Sekar Pranadita1 dan Harintaka2

1,2 Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM

Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +062-274-520226, E-mail: sekar.pranadita@yahoo.com

Diterima (received): 28 Juli 2013; Direvisi (revised): 3 September 2013; Disetujui dipublikasikan (accepted): 18 Setember 2013 ABSTRAK

Saat ini, teknologi fotogrametri telah berubah menjadi sistem “full digital”, dimulai dari akuisisi data hingga pengolahan akhir. Fotogrametri adalah teknik untuk memproduksi berbagai data spasial, seperti data orthophoto dan Digital Elevation Model (DEM). DEM dapat dihasilkan dengan stereoplotting interaktif atau secara otomatis. Keuntungan penggunaan stereoplotting interaktif adalah diperoleh data 3D dengan akurasi tinggi serta obyek-obyek yang diinginkan. Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji tingkat akurasi data DEM yang diekstrak dari Foto Udara Format Medium (FUFM) dengan metode interaktif stereoplotting. Penelitian ini memanfaatkan “digicam” digital kamera untuk akuisisi foto dan perangkat lunak DAT/EM Summit Evolution software untuk pengolahan data foto. Lokasi penelitian adalah di sekitar Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang relatif datar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perbedaan ketinggian antara stereoplotting interaktif dan pengukuran LiDAR adalah 0,876 m. Perbedaan ketinggian minimum dan maksimum adalah 0,005 m dan 2,915 m. Penelitian ini memanfaatkan 113 titik uji yang terletak di seluruh Kampus UGM.

Kata Kunci: DEM, Foto Udara Format Medium, interaktif stereoplotting, akurasi tinggi

ABSTRACT

Currently, fotogrammetry technology has been transformed into fully digital system, started in data acquisition until final processing. Fotogrammetry is well known in producing various spatial data, such as orthophoto and Digital Elevation Model (DEM). DEM can be generated by using interactive or automatic stereoplotting procedure. The most advantages of applying an interactive stereoplotting is that the 3D data and desired objects can be obtained in high accuracy. This paper examined the accuracy of DEM data extracted from medium format aerial photo (FUFM) by interactive stereoplotting method. This research utilized “digicam” digital camera for aerial photo acquisition and DAT/EM Summit Evolution software for processing the aerial photos. The research area was located at around Universitas Gadjah Mada Campus, Yogyakarta which has a relatively flat terrain. The results showed that average elevation discrepancy between interactive stereoplotting and LiDAR measurement was 0.876 meters. The minimum and maximum elavation discrepancies were 0.005 meters and 2.915 meters, respectively. This study utilized 113 test points located arround UGM Campus.

Keywords: DEM, Medium Format Aerial Photo, interactive stereoplotting, high accuracy PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi pemetaan berbasis spaceborne

ataupun airborne yang mampu menghasilkan data spasial 3D (tiga dimensi) yang cukup terkenal adalah teknologi radar, foto udara dan LiDAR. LiDAR (Light Detection and Ranging) merupakan teknologi akuisisi data spasial dari atas permukaan bumi menggunakan laser (Sutanta, 2010; Harnanto, 2012). Prinsip dasar pengukuran LiDAR adalah mengukur jarak dari sensor terhadap obyek yang kemudian dilakukan pemrosesan sehingga diperoleh kumpulan titik yang memiliki kooordinat 3D (x,y,z)

pada tiap titiknya. Kumpulan titik ini lazim dikenal sebagai points cloud (Danoedoro, 2012).

Representasi permukaan topografi terhadap suatu bidang referensi tertentu umumnya berkaitan dengan DEM. DEM dapat digambarkan sebagai peta asli, grid persegi ataupun jaring segitiga yang tidak teratur. Data DEM dapat diperoleh melalui survei teristris ataupun secara penginderaan jauh. Data DEM akan lebih mudah diperoleh dengan metode penginderaan jauh, salah satunya dengan teknologi LiDAR. Teknologi LiDAR mampu menghasilkan data dan informasi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Kemampuan sensor LiDAR melewati celah-celah dedaunan, LiDAR menjadi pilihan teknologi dalam menghasilkan data permukaan bumi berupa

(2)

102

DEM (Digital Elevation Model) dan DSM (Digital Surface Model) (Trisakti, 2007).

Pengumpulan data spasial menggunakan teknologi LiDAR umumnya tidak hanya menggunakan sensor laser saja, tetapi dikombinasikan dengan teknologi GPS/GNSS dan INS/IMU untuk mengetahui posisi dan orientasi sensor (Istarno, et al., 2009). Pada prakteknya perekaman data dengan LiDAR juga dilengkapi dengan kamera digital, umumnya yang berupa format medium. Salah satu contoh alat LiDAR yang mampu menghasilkan produk dengan akurasi cukup baik adalah LiteMapper 5600 (IGI, 2010; Muryamto dan Andaru, 2010).

Penggunaan teknologi foto udara untuk menghasilkan data 3D sudah banyak dikaji dan dipublikasikan dalam berbagai publikasi. Penggunaan kamera format medium untuk menghasilkan data 3D telah diulas oleh Warner, et al. (1996). Pada kajian tersebut digunakan kamera metrik format medium Rollei 6006 yang dapat menghasilkan akurasi horizontal 0,5 m dan akurasi vertikal 1 m.

Saat ini pemrosesan foto udara telah menggunakan sistem digital penuh, atau dikenal sebagai softcopy fotogrammetry system. Terdapat puluhan vendor pengembang dan penyedia softcopy fotogrammetry system, salah satunya adalah DAT/EM Summit Evolution. Akhir-akhir ini di Indonesia, softcopy fotogrammetry system DAT/EM

Summit Evolution dipergunakan secara luas untuk pemrosesan foto udara. Pemrosesan data menggunakan Summit Evolution dapat diintegrasi-kan dengan Software AutoCAD atau ArcGIS.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh DEM (Digital Elavation Model) dari data hasil

stereoplotting interaktif Foto Udara Format Medium (FUFM) hasil pemotretan dengan kamera DigiCam dan mengkaji akurasi DEM yang dihasilkan dari proses stereoplotting interaktif FUFM dibandingkan dengan DEM hasil pemrosesan LiDAR.

Daerah Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lingkungan Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan kondisi topografi yang cukup datar. Sebagai pembanding, dipergunakan DEM hasil pemetaan dengan teknologi LiDAR dan orthophoto.

METODE

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: (1) data DEM hasil pemetaan dengan teknologi LiDAR seperti yang disajikan pada

Gambar 1, (2) medium format aerial

photography/FUFM menggunakan kamera

DigCAM-H/39 seperti yang disajikan pada Gambar 2, (3)

orthophoto dan data kalibrasi kamera DigiCAM-H/39.

Gambar 1. Topografi DEM hasil LiDAR.

Gambar 2. Data Orthofoto daerah penelitian.

Ruang Lingkup

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan teknik fotogrametri di Laboratorium Photogrammetry Fakultas Teknik UGM menggunakan data foto udara metrik dan data DEM LiDAR.

Tahapan Penelitian

Tahapan keseluruhan penelitian secara global diilustrasikan pada bagan alir yang tersaji pada

Gambar 3.

Tahapan Persiapan

Pada tahapan ini yang dipersiapkan mencakup FUFM, DEM hasil pemetaan dengan teknologi LiDAR yang akan digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini, dan titik kontrol horizontal menggunakan data dari orthophoto dengan keuntungan foto yang memiliki karakteristik yang sama seperti peta dengan lebih banyak fitur di daerah kajian (Habib, 2007a)

Tahapan Orientasi Dalam

Parameter orientasi terdiri dari panjang fokus, distorsi radial dan tangensial serta posisi titik utama (principal point) yang diukur terhadap origin sumbu

(3)

103 x dan y sistem koordinat foto/citra (Harintaka, dkk.,

2008). Pada tahap ini diawali dengan pendefinisian ukuran frame kamera yang dipergunakan, transformasi dari sistem koordinat piksel ke sistem koordinat foto, dan sekaligus kalibrasi kamera.

Tahapan Trianggulasi Udara

Tahapan Trianggulasi Udara (TU) merupakan proses yang dilakukan untuk menghubungkan secara langsung sistem koordinat foto menjadi sistem koordinat tanah, tanpa melakukan proses orientasi relatif dan orientasi absolut (Habib, 2007b). Tahapan ini diawali dengan menentukan Titik Kontrol Tanah (TKT) dan Tie Point (TP) pada FUFM. Hasil TU adalah nilai parameter orientasi luas EOP (Exterior Orientation Parameter) untuk setiap foto. Proses TU ini dilakukan pada perangkat lunak PCI Geomatica. Setelah diperoleh data DEM, maka dilakukan evaluasi semua tahapan dan akhirnya dapat dilakukan layout peta.

Gambar 3. Diagram alir penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN

Orientasi Dalam

Pada saat pendefinisian frame CCD kamera yang dipergunakan, perlu mengacu pada spesifikasi CCD yang dikeluarkan oleh pabrik. Sebagai acuan saat transformasi koordinat dari sistem piksel ke sistem

koordinat foto, dipergunakan koordinat batas/pinggir

frame sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Apabila disajikan dalam bentuk gambar maka posisi untuk titik satu berada pada posisi pojok kiri atas kemudian titik dua pada posisi pojok kanan atas kemudian untuk posisi titik lainnya searah dengan putaran arah jarum jam atau seperti yang terlihat pada Gambar 4. Ukuran CCD foto udara format sedang yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 49,07 mm x 36,8 mm dan memiliki ukuran piksel sebesar 7216 x 5412, dari proses orientasi dalam dapat diketahui bahwa pusat sistem koordinat piksel yang berada pada bagian kiri atas foto telah berubah ke pusat foto, hal tersebut menunjukkan bahwa foto udara yang digunakan telah berubah menjadi sistem koordinat foto.

Tabel 1. Daftar koordinat setiap titik tepi foto.

No.

Titik Koordiat Foto (m) X Y Kolom Koordinat Piksel Baris

1 -24,535 18,400 0,00 0,00

2 24,535 18,400 7216 0,00

3 24,535 -18,400 7216 5412

4 -24,535 -18,400 0,00 5412

Gambar 4. Identifikasi titik fidusial. Triangulasi Udara (TU)

Triangulasi Udara (TU) dilaksanakan setelah letak dan distribusi TKT dan TP pada setiap foto yang akan diproses ditentukan. Hasil TU ini adalah nilai EOP setiap foto yang akan dipergunakan untuk membentuk model 3D sebelum dilakukan proses

stereoplotting secara interaktif. Jumlah TKT yang diperlukan adalah sebanyak 13 buah, dengan jumlah minimal tiga buah TKT untuk setiap foto. Letak dan distribusi TKT pada setiap foto dapat dilihat pada

Gambar 5. Ketelitian TU untuk setiap foto dapat

dilihat dari nilai RMSE-nya sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2. Pada tabel tersebut semua nilai RMSE masih di bawah nilai GSD (Ground Spatial Distance) foto sebesar 15 cm.

Persiapan: alat dan bahan Orientasi Dalam Foto udara Data kalibrasi kamera

Penentuan Titik Kontrol Tanahdan Tie Point

Triangulasi Udara

Pembentukan model stereo dan epipolar

image Stereoplotting interaktif

Data DEM

(4)

104

Tabel 2. Daftar RMSE untuk setiap foto.

No. Id_Foto Jumlah TKT RMSE (m)

1. 51254 4 0,140

2. 51255 4 0,130

3. 51256 5 0,130

Gambar 5. Letak dan distribusi TKT pada 3 FUFM. Nilai Parameter Orientasi Luar

Hasil Triangulasi Udara (TU) yang berupa nilai EOP untuk setiap FUFM dapat dilihat pada Tabel 3. Parameter EOP tersebut menunjukkan posisi dan orientasi pusat proyeksi foto. Parameter orientasi luar tersebut menunjukkan posisi pusat foto dalam bentuk koordinat X, Y, Z serta besarnya rotasi dari setiap foto terhadap setiap sumbu putar yang diwakili dengan omega, phi, kappa. Penelitian ini menggunakan 3 buah foto maka diperoleh 3 buah nilai parameter orientasi luar. Nilai yang menunjukkan perbedaan adalah

Id

foto 51254.

Tabel 3. Nilai EOP untuk setiap foto.

Id

Foto X (m) Y (m) (m) Z Omega Phi Kappa

51254 430940,099 9140135,022 786,511 4o,5966 0o,4336 7o,3392

51255 430934,607 9140398,515 791,345 4o,5401 0o,8257 5o,7786

51256 430933,968 9140648,600 792,457 3o,1089 0o,7485 5o,4657

Hasil Stereoplotting Foto Udara

Stereoplotting secara interaktif dilakukan secara selektif dengan memilih permukaan tanah yang tidak tertutup pepohonan atau bangunan dan memiliki tinggi yang bervariasi. Rata-rata jarak interval stereoplotting sekitar 20 m sehingga spot height yang diperoleh pun mempunyai interval sekitar 20 m. Hasil stereoplotting di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Ukuran tinggi adalah di atas permukaan tanah atau dilakukan di daerah terbuka, daerah yang tertutup oleh bangunan tidak dilakukan proses

plotting. Untuk tinggi tanah di bawah pohon dilakukan interpolasi dari nilai tinggi di sekitarnya. Perapatan tinggi terrain dilakukan dengan interpolasi dan sekaligus dibentuk TIN. Statistik menunjukkan nilai tinggi terendah adalah 143,6 m sedangkan tertinggi adalah 161,1 m.

Untuk menilai kualitas DEM hasil stereoplotting

yang dihasilkan, dilakukan pengujian menggunakan DEM hasil pemetaan LiDAR. Pada Gambar 7 disajikan DEM struktur TIN hasil stereoplotting dan DEM hasil pemetaan dengan LiDAR Gambar 1. Terlihat bahwa antara DEM hasil stereoplotting

FUFM dengan DEM LiDAR memiliki bentuk yang hampir sama. Pada DEM LiDAR tidak memiliki bentuk yang halus, hal ini disebabkan karena belum diterapkan filtering dan interpolasi yang tepat.

Analisis Ketelitian Tinggi

Untuk keperluan pengujian akurasi tinggi, dipilih 113 buah titik cek di daerah penelitian. Pada setiap titik, dihitung selisih tingginya dan kemudian dihitung nilai simpangan bakunya. Pemilihan titik-titik cek dilakukan secara merata dan menyebar di seluruh lokasi penelitian, dengan harapan dapat mewakili keseluruhan DEM yang terbentuk.

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa selisih beda tinggi tertinggi adalah 2,915 m dan terendah adalah 0,005 m, dan nilai rata-rata beda tinggi 0,876 m. Dari data selisih tinggi yang diketahui diperoleh simpangan baku sebesar 0,628 m. Hasil akhir berupa peta 3D dapat dilihat pada

Gambar 8. Selain informasi tinggi dan terrain, pada

peta tersebut disajikan pula digitasi obyek-obyek utama seperti sungai, jalan dan bangunan serta toponimnya. Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka posisi bangunan pada ketinggian yang berbedapun dapat diketahui, informasi ini sangat berguna pagi penduduk untuk melakukan rencana pembuatan sumur maupun saluran airnya.

(5)

105

Gambar 6. Hasil stereoplotting.

Gambar 7. DEM Struktur TIN hasil stereoplotting.

Gambar 8. Peta 3D di daerah penelitian. KESIMPULAN

Dari kajian yang telah dilakukan dapat disusun kesimpulan bahwa selisih beda tinggi DEM hasil

stereoplotting interaktif FUFM dengan DEM LiDAR diperoleh nilai rata-rata 0,876 meter, minimum sebesar 0,005 meter, dan selisih beda tinggi maksimum sebesar 2,915 meter, dengan nilai simpangan bakunya adalah 0,628 meter.

Kualitas DEM hasil stereoplotting FUFM sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan pengalaman operator.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM atas ijin penggunaan data, Laboratorium Fotogrametri dan Penginderaan Jauh di Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM untuk peminjaman sistem

softcopy photogrammetry dan BIG atas hibah perangkat lunak DAT/EM Summit Evolution.

DAFTAR PUSTAKA

Danoedoro, P. (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Dimuat pada http://puspics.ugm.ac.id/s2pj/LightNEasy.php? page=Perkembangan_PJ. [Diakses pada 27 April 2013].

Habib, A. (2007a). Photogrammetric & LIDAR Data Integration. Departement Geomatics Engineering. Sculich School of Engineering. University of Calgary. Canada.

Habib, A. (2007b). Advanced Topics in Photogrammetry: Photogrammetric Bundle Adjustment. Department of Geomatics Engineering. Sculich School of Engineering. University of Calgary. Canada.

Harintaka, Subaryono dan M. Tanjung. (2008). Evaluasi Penerapan Mini Bundle Block Adjustment pada Foto Udara Format Kecil. Media Teknik. 30 (3): 239-247. Harnanto, J. (2012). Evaluasi Ketelitian Elevasi Hasil

Akuisisi Airbone Laser Scanning dengan Pengukuran Topografi Menggunakan Total Station pada Daerah Tambang Batubara. Skripsi. Jurusan Teknik Geodesi. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. IGI (2010). DigiCam-Digital Aerial Modular Camera System Spesification. Dimuat pada www.igi-system.com. [Diakses 27 April 2013].

Istarno, B. Haryanto dan Subaryono. (2009). Sistem LiDAR pada Pengadaan Model Elevasi Digital untuk Pemetaan Skala Besar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Dimuat pada http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload922_ D4.pdf [Diakses 27 April 2013].

Muryamto, R. dan R. Andaru. (2010). Pembuatan Model Permukaan Digital dan Orthoimage Digital dari Sumber Citra Alos. Forum Teknik. 33(1): 1-10.

Sutanta, H. (2010). Penggunaan Airborne Laser Scanning (ALS) untuk Pengadaan DTM Berketelitian Tinggi. Jurusan Teknik Geodesi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Trisakti, B. (2007). Ekstraksi Otomatis Informasi DEM dari Citra Stereo PRISM-ALOS. Jurnal Penginderaan Jauh. 4(1): 50-59.

Warner, W.S., R.W. Graham and R.E. Read. (1996). Small Format Aerial Photography. ISBN 1-870325-5-7, Whittles Publishing. Scotland, UK.

Gambar

Gambar 1. Topografi DEM hasil LiDAR.
Tabel 1. Daftar koordinat setiap titik tepi foto.
Gambar 5. Letak dan distribusi TKT pada 3 FUFM.
Gambar 7. DEM Struktur TIN hasil  stereoplotting .

Referensi

Dokumen terkait

Upaya pelaksanaan program-program Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM R.I Khusunya di Kantor Wilayah Maluku Utara terus dilaksankan

Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari berbagai Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari

245 TK MARDIRINI 1 WONOSALAM KECAMATAN WONOSALAM 246 TK MARDIRINI 2 WONOSALAM KECAMATAN WONOSALAM 247 TK MARDISIWI MRANGGEN KECAMATAN MRANGGEN 248 TK MARGO UTOMO

Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan metode kepustakaan yang bersifat deskriptif dengan studi kasus dimana pengumpulan data

Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif, Untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam

Berdasarkan hasil uji coba dari operasi date implementasi SQL dari database Nilai Mahasiswa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1). Operasi date yang digunakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasionalitas peresepan antibiotik untuk pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak di Puskesmas Pekauman Banjarmasin

Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar