• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci ; MBS,Kinerja Kepala sekolah,komite Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci ; MBS,Kinerja Kepala sekolah,komite Sekolah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Manajeman Berbasis Sekolah terhadap Efektivitas Kinerja Kepala Sekolah dan Komite Sekolah

(Analisis Kasus pada Sekolah Menegah pertama di Kabupaten Sumedang) oleh

Jiji Atmaja, Drs., M.Pd.

Abstrak

Dengan bekal yang memadai, seorang profesional dapat dengan cepat dan tepat menyampaikan pesan, sehingga dimungkinkan untuk mampu melahirkan suatu perubahan dalam menjalankan MBS yang sesuai dengan yang diharapkan Kepala sekolah sebagai tenaga pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan di sekolah dalam upaya meningkatkan dan mengoptimalisasikan kegiatan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah di Sekolah Menegah Pertama Negeri Kabupaten Sumedang dapat dikemukakan beberapa langkah sebagai berikut : Perlunya membuat suatu perencanaan kerja kepala sekolah dan komite kepala sekolah baik dalam teknik maupun dalam bentuk, jenis dan jangka waktu tertentu. Perlunya pembenahan dari setiap program-program kegiatan dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah harus memiliki wawasan tentang gambaran ideal kondisi kepala sekolah dan komite yang diharapkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.Perlunya kinerja kepala sekolah dan komite sekolah yang benar serta didukung dengan kemampuan profesional yang tinggi sehingga mempersatukan tujuan dan arah kegiatan yang sama. Untuk memotivasi semangat kerja kepala sekolah dan komite sekolah di dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri perlu adanya pemberian kompensasi dan insentif secara kompetitif. Hasil kajian telah menunjukkan bukti empirik bahwa implementasi Manajemen Berbasis Sekolah berkontribusi efektif terhadap kinerja kepala sekolah dan Komite Sekolah di Sekolah Menegah Pertama Negeri.

Kata kunci ; MBS,Kinerja Kepala sekolah,Komite Sekolah A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka telah terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan pendidikan yang antara lain telah memunculkan suatu model dalam manajemen pendidikan, yaitu school based management. “Model manajemen ini pada dasarnya memberikan peluang yang sangat besar (otonomi) kepada sekolah untuk mengelola dirinya sesuai dengan kondisi yang ada serta memberikan kesempatan kepada masyarakat (stakeholders) untuk ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pendidikan” (Mulyarsa, 2002: 14).

Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan selanjutnya terutama dalam kaitannya dengan optimalisasi otonomi sekolah, paling tidak ada dua aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu kemampuan manajerial kepala sekolah dan kinerja profesional para gurunya.

(2)

Pertama, kemampuan (skill) kepala sekolah dalam membuat

perencanaan, mengorganisir, memimpin, memotivasi, mengendalikan dan mengevaluasi seluruh sumber daya yang ada di sekolah merupakan hal penting dan startegis dalam upaya pencapaian kemajuan suatu sekolah.

Sekolah sebagai suatu sistem sosial, mempunyai dimensi yang sangat kompleks sehingga tidak dapat terlepas dari berbagai permasalahan yang menuntut adanya pemecahan yang komprehensif dan dapat diterima oleh semua pihak. Oleh sebab itu, diperlukan adanya seorang pemimpin (kepala sekolah) yang memiliki kemampuan manajerial yang memadai sehingga diharapkan dapat terwujud kondisi sekolah yang dinamis dan kondusif dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah yang bersangkutan.

Namun, hingga saat ini penguasaan konsep administrasi dan manajerial serta regulasi- regulasi yang relevan dengan tugas kependidikan sekolah tampaknya belum banyak dipahami oleh kepala sekolah. Mereka cenderung bekerja secara apa adanya dengan mengandalkan pengalaman mereka sejak diangkat menjadi guru, wali kelas, dan pembantu kepala sekolah hingga diangkat menjadi kepala sekolah. Selain itu, banyak di antara mereka yang karena tidak dipersiapkan secara khusus, maka pemahaman terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem pendidikan sangatlah rendah sehingga akhirnya kemampuan untuk memotivasi dan mengatur bawahan juga menjadi sangat minim.

Kedua, kinerja atau unjuk kerja guru di sekolah merupakan suatu

hal utama yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak terutama dari para kepala sekolah, supervisor/pengawas, dan stakeholders lainnya. Hal ini dapat dipahami karena dengan adanya kinerja guru yang profesional akan dapat menunjang tercapainya proses dan output pendidikan yang lebih berkualitas. Namun demikian, masalah kinerja guru bukanlah masalah yang sederhana, melainkan merupakan permasalahan yang sangat kompleks karena melibatkan banyak unsur yang saling terkait (interrelation), saling mempengaruhi (interaction), dan saling ketergantungan (interdependence) satu dengan yang lainnya.

Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan mutu pendidikan nasional tidak mengalami kemajuan secara signifikan dan merata adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan nasional (national policy) dalam penyelenggaraan pendidikan yang menggunakan pendekatan Education Production Function atau Input -

Output Analysis tidak dilaksanakan secara konsekuen.

2. Penyelenggaraan pendidikan nasional dilaksanakan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan yang sangat tergantung kepada keputusan birokrasi yang memiliki jalur panjang dan terkadang kebijakan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.

3. Partisipasi atau keikutsertaan masyarakat, khususnya orang tua siswa, dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini masih sangat minimal.

Salah satu kewajiban negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam dalam pembukaan (preambule)

(3)

Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat, bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang mandat kekuasaan dari rakyat, berkewajiban untuk memberikan pelayanan kebutuhan pendidikan. Karena itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengupayakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang bermaksud untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur oleh kebijakan negara berupa undang-undang.

Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Kabupaten/Kota dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, mendorong terjadinya reformasi pada setiap departemen dalam menjalankan kewenangan yang diberikan kepadanya selama ini. Dijelaskan dalam Bab IV Pasal 7 ayat (1) bahwa "Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain". Pendidikan adalah salah satu bidang yang diserahkan kepada daerah untuk dikelola sesuai dengan potensi daerah yang dimilikinya.

Untuk mengatur persoalan dalam bidang pendidikan, pemerintah telah merumuskan, menetapkan, dan mengimplementasikan kebijakan berupa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai payung hukum dan sebagai pedoman bagi para pejabat pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan kebijakan negara yang dijadikan landasan hukum bagi pembaharuan pendidikan yang telah diamanatkan oleh Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta sebagai respon pemerintah terhadap perkembangan kehidupan masyarakat dalam konteks kehidupan sosial dalam era global berteknologi informasi dan komunikasi saat ini dan kemudian dijadikan sebagai payung reformasi pendidikan nasional di Indonesia untuk mencapai standar mutu International. Sebagaimana dikemukakan oleh Presiden Republik Indonesia (dalam Sudrajat, 2004: 1) bahwa "Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, regional, dan global sehingga perlu pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk, atau cara bagi setiap upaya dan kegiatan pemerintah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa kebijakan merupakan suatu pedoman bagi pejabat publik untuk melaksanakan kegiatan

(4)

sebagai pertanggungjawabannya kepada publik. Pedoman ini sekaligus menjadi acuan bagi pejabat publik untuk melaksanakan kewenangannya dalam rangka melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. (LAN RI, 1997: 149. Kebijakan publik menurut Anderson (dalam Iskandar, 2001: 63) adalah "Sebagai tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu".

Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 dan UU Nomor 25 tahun 1999 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Daerah, maka sistem pendidikan yang menggunakan pendekatan sentralistik mau tidak mau dituntut untuk mengadakan perubahan-perubahan dan pengembangan dalam manajemen pendidikan yang selama itu kurang berhasil. Dalam pendekatan yang sentralistik diganti menjadi pendekatan desentralistik, dimana secara teknis otonomi pendidikan dilaksanakan dengan adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Manajement (SBM) yang menuntut kepada penyelenggara pendidikan (terutama sekolah) untuk menentukan nasibnya sendiri dengan memberdayakan sumber yang ada di sekolah ditambah dengan dukungan masyarakat sekitar yang terhimpun dalam komite sekolah. Fenomena yang terjadi di Kabupaten Sumedang tentang implementasi MBS belum optimal pengelolaannya, sehingga organisasi sekolah pada tingkat SMP akhir-akhir ini menjadi sorotan masyarakat. Masyarakat mulai mempertanyakan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh organisasi sekolah terutama para pengelola sekolahnya. Hal ini disinyalir ada kaitannya dengan tingkat kemampuan dan pengalaman pengelola sekolah.

Komite sekolah mewadahi para pemerhati pendidikan untuk secara bersama-sama dengan sekolah mengadakan kerjasama dalam berbagai bidang kegiatan yang ada di sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah yang bersangkutan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada output yang dihasilkan dari sekolah yang bersangkutan. Selain itu yang lebih penting dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ini adalah bahwa pimpinan sekolah harus mempunyai kreativitas, inovasi, dan akuntabilitas yang tinggi untuk menentukan langkah-langkah kegiatannya, termasuk untuk menyususn kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sekitar sekolah yang bersangkutan, sehingga output yang diharapkan akan mempunyai nilai jual dalam kehidupan di masyarakat tempat mereka berada.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas bahwa untuk mengefektifkan implementasi Manajemen Berbais Sekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama perlu dilakukan perbaikan terutama dalam hal meningkatkan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah. Maka fokus penelitian ini adalah analisis kontribusi kinerja kepala sekolah dan komite sekolah di tingkat Sekolah Menegah dengan sasaran akhir terwujudnya

(5)

efektivitas implementasi Manajemen Berbais Sekolah. Jadi analisis kontribusi kinerja kepala sekolah dan kinerja komite sekolah ini dimaksudkan sebagai suatu sistem dalam konteks manajemen berbasis sekolah, khususnya peningkatan efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menegah pertama.

Oleh karena itu, penulis menetapkan identifikasi masalah ini adalah: "Bagaimana Kontribusi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah terhadap efektivitas kinerja kepala sekolah dan kinerja komite sekolah di SMP Negeri di Kabupaten Sumedang?" Dengan mengetahui kontribusi ini, maka pelaksanaan MBS di SMP Negeri Kabupaten Sumedang akan terlaksana secara efektif dan efisien.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan umum untuk menggali informasi mengenai berbagai hal yang terkait dengan manajemen persekolahan yakni Analisis Kontribusi Implementasi Manajemen Berbais Sekolah terhadap Efektivitas Kinerja Kepala Sekolah dan Komite Sekolah pada Sekolah Menegah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang?

. Gagasan ini terkait dengan implementasi Manajemen Berbais Sekolah di tingkat Sekolah Menengah yang selama ini belum berjalan efektif dan perlu ditingkatkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus sebagai berikut:

1. Melihat profil kinerja kepala sekolah di Sekolah Menegah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang

2. Melihat profil kinerja komite sekolah di Sekolah Menegah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang

3. Melihat profil implementasi Manajemen Berbais Sekolah di Sekolah Menegah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang

4. Mengetahui kontribusi kinerja kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah Menegah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang

5. Mengetahui kontribusi komite sekolah terhadap efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah Menegah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang

6. Mengetahui kontribusi kinerja kepala sekolah dan komite sekolah terhadap efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah secara bersama-sama pada Sekolah Menegah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan mengenai efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di tingkat Sekolah Menengah: sebuah analisis kontribusi kinerja kepala sekolah dan komite sekolah sebagai berikut:

1) Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan pengelola pendidikan di Sekolah Menengah, terutama dalam hal kinerja kepala sekolah dan komite sekolah di Sekolah Menengah,

(6)

sehingga dapat meningkatkan efektivitas implementasi Manajemen Berbais Sekolah. Karena tugas kepala sekolah dan komite sekolah yang demikian berat, maka kepala sekolah dan komite sekolah harus ditingkatkan kemampuannya. Pada akhirnya, hal tersebut dapat berimplikasi pada meningkatnya efektivitas implementasi Manajemen Berbais Sekolah di Sekolah Menengah kearah yang lebih baik.

2) Melalui peningkatan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah di Sekolah Menengah, implementasi efektivitas Manajemen Berbais Sekolah diharapkan dapat meningkat. Peningkatan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah sebagai upaya yang dilakukan lembaga yang secara langsung memberi pengaruh terhadap pelaksanaan Manajemen Berbais Sekolah yang lebih efektif

3) Untuk melakukan upaya peningkatan kemampuan profesional para kepala sekolah dan komite sekolah perlu segera dilakukan. Manajemen Berbasis sekolah (MBS) adalah fungsi dan aktivitas manajemen dalam suatu organisasi yang ditandai dengan pengakuan akan pentingnya tenaga kerja sebagai sumber daya manusia (SDM) yang vital dan berkontribusi terhadap tujuan. Jadi, pembinaan dan rekrutmen kepala sekolah dan komite sekolah harus mengacu pada struktur tugas dan bukan pada kepentingan individu atau kelompok.

4) Untuk peningkatan kualifikasi yang dirancang dalam membantu kepala sekolah dan komite sekolah untuk lebih mempelajari tentang praktik yang mereka lakukan; untuk menjadi lebih mampu menggunakan pengetahuan dan keterampilan mereka, agar lebih baik melayani para orang tua dan sekolahsekolah; dan membuat sekolah menjadi suatu masyarakat belajar lebih efektif. Secara konseptual, Manajemen Berbais Sekolah merupakan serangkaian kegiatan membantu dan mendorong atau merangsang pelaku pendidikan dalam mengembangkan kemampuan profesional mereka, terutama dalam mengelola proses belajar mengajar untuk pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan.

5) Esensi efektivitas Manajemen Berbaisis Sekolah itu sama sekali bukan semata-mata menilai kinerja kepala sekolah dan komite sekolah dalam pengelolaan sekolah dan pembelajaran di sekolah. Namun, justru berusaha mencarikan upaya yang dapat dilakukan untuk membantu dan mendorong, serta menfasilitasi para pendidik, agar mereka mampu mengembangkan kemampuan profesional dan moralnya.

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar merupakan titik tolak pemikiran yang akan memberikan batasan-batasan dalam keseluruhan proses penulisan ini. Anggapan dasar dapat membantu penulis dalam memberi arah terhadap kesimpulan yang akan diambil. Anggapan dasar yang akan memberikan batasan dalam keseluruhan proses penulisan ini, penulis telah mengamati mengenai perlunya kinerja kepala sekolah dan komite sekolah. Variabel-variabel tersebut sangat diperlukan dalam menata MBS agar dapat berjalan

(7)

efektif di era globalisasi di masa depan. Beberapa anggapan dasar yang mendasari nya adalah sebagai berikut:

a. Kinerja adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan jumlah sumber kerja yang dipergunakan. Sebaliknya kinerja dikatakan rendah, jika hasil yang diperoleh lebih kecil dari sumber kerja yang dipergunakan. Dengan demikian kinerja dapat digambarkan melalui tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan. Sinungan (1997:1) menyatakan bahwa, "Kinerja adalah mencakup sikap mental patriotik yang memandang hari depan secara optimis dengan kehidupan hari ini adalah lebih baik dari hari kemudian dan hari esok lebih baik dari hari ini." Selain itu, kinerja memiliki dimensi-dimensi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sehingga dalam proses pengukuran kinerja sebaiknya semua dimensi yang ada itu diukur dan diperlakukan sama. Tentu saja dimensi kinerja kerja dari suatu pekerjaan akan berbeda dengan dimensi pekerjaan lainnya. Terry (1998:43) menyatakan bahwa, "Kinerja memiliki 5 dimensi, yaitu: (1) kualitas kerja, (2) tepat waktu, (3) inisiatif, (4) kemampuan, dan (5) komunikasi." Kompetensi merupakan kemampuan yang menggambarkan hakekat kualitatif dari suatu perilaku. Menurut Undang, dkk. (1996:4) yang dikutip dari pendapat Charles E. Johnson (1986) mengemukakan bahwa, "Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang dipersyaratkan." Jadi, kompetensi menjadi kemampuan yang dapat berfungsi sebagai pembinaan terhadap guru. Dengan pembinaan yang terpadu dan terprogram inilah akan dapat memantapkan fungsinya sebagai kepala sekolah dan komite sekolah merupakan upaya pemerintah dalam pembinaan kompetensi. Langkah ini menjadi upaya strategis dalam memberdayakan kepala sekolah dan komite sekolah agar lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi dapat dijadikan sebagai penampilan (performa atau kinerja) yang mengarah kepada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan." Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Menpan No: 26 tahun 1989 dalam UU No 2. Tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa profesi guru perlu dikembangkan melalui lima komponen, yaitu: (1) kegiatan karya tulis atau penelitian di bidang pendidikan, (2) membuat alat bantu pembelajaran, (3) menciptakan karya seni, (4) menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan, dan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Kelima komponen tersebut sangat mendukung terciptanya kinerja kepala sekolah dan komite sekolah.

b. Efektivitas adalah suatu produk pendidikan di SMP yang tercermin dalam implementasi MBS. Dalam pelaksanaannya, efektivitas sangat ditentukan oleh mutu kinerja kepala sekolah dan komite sekolah.

Mengacu kepada anggapan dasar yang telah diuraikan, diperoleh gambaran secara mendasar tentang pentingnya kinerja kepala sekolah dan komite sekolah dalam mempengaruhi efektivitas implementasi Manajemen Berbais Sekolah. Dengan demikian, terdapat cukup alasan mengenai

(8)

pentingnya kinerja kepala sekolah dan komite sekolah yang dipertanyakan dalam penelitian ini. Pandangan tersebut mengasumsikan bahwa seseorang yang melakukan satu pekerjaan serta dapat diterima sebagai profesional adalah seorang ahli dari cabang ilmunya yang diakui oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, seseorang untuk menjadi profesional harus terus menerus meningkatkan ilmu pengetahuannya sesuai dengan profesinya. Hal tersebut diperluas dengan pendapat Jarvis (1997:27), "In order to be the master of branch

of learning it is essential for a practitioner to continue his learning after initial education and some professions have institutionalized education." Dengan bekal

yang memadai, seorang profesional dapat dengan cepat dan tepat menyampaikan pesan, sehingga dimungkinkan untuk mampu melahirkan suatu perubahan dalam menjalankan MBS yang sesuai dengan yang diharapkan.

Mengacu pada anggapan dasar, penulis mengambil kesimpulan bahwa kelengkapan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah dapat berkontribusi terhadap efektivitas implementasi Manajemen Berbais Sekolah di tingkat SMPN. Hal tersebut terutama dalam pemikiran dari Drucker (1977) yang dikutip Sutisna (1999) bahwa kinerja sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu : (1) kemampuan, (2) upaya, dan (3) kesempatan. Kemampuan dalam penelitian ini penulis maknai sebagai potensi individu seperti kompetensi, motivasi, dan keterampilan. Sedangkan upaya sebagai langkah yang harus dilakukan individu seperti melakukan pembinaan.

H. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

1. Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan sumber daya yang ada mempunyai empat fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Terry dalam Sutopo yang menyatakan bahwa, “fungsi manajemen mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya”(Sutopo, 1999: 14).

Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management (SBM) merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. MBS merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberi otonomi seluas-luasnya kepada sekolah dan pelibatan masyarakat dalam membuat kebijakan sekolah. Otonomi diberikan agar sekolah bisa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah, dan kebutuhan sosial masyarakat, agar siswa kelak setelah lulus mampu survive di masyarakat.

Nanang Fattah mengungkapkan, “MBS adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk menungkatkan me-redisain pengelolaan sekolah bertujuan untuk memberikan kekuasaan dan meningkatkan partisipasi sekolah dalam upaya perbaikan kinerja yang mencakup guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat” (Fattah, 2000: 4). Berdasarkan pendapat tersebut,

(9)

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu ide pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, dalam hal ini sekolah. Pemberdayaan sekolah dengan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, juga merupakan wahana meningkatkan efisiensi, kualitas, dan pemerataan pendidikan.Secara umum manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung semua

warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat)

Dalam implementasinya, Manajemen Berbasis Sekolah dituntut untuk menetapkan berbagai program dan kegiatan, menentukan skala prioritas, serta mempertanggungjawabkan pada masyarakat dan pemerintah. Oleh sebab itu dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, semua kebijakan dituntut melibatkan masyarakat, yang diwakili komite sekolah. 2. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen (Nasution, 2005:200). Lebih lanjut, Siagian (2002: 62), mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada tingkat organisasi.Implementasi pada kepemimpinan kepala sekolah dalam manajemen berbasis sekolah. Hal ini memang penting dan memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan mutu kinerja.

Penggunaan School Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah) oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi yang signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu berarti sekolah diberikan keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif. Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi sekolah, termasuk memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik.

Kepala sekolah akan berhadapan dengan pribadi-pribadi yang berbeda karakter. Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman yang tangguh akan hakikat manusia. McGregor berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Urgensitasnya bagi kepala sekolah adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan memperhatikan perkembangan profesional sebagai salah satu cara untuk memotivasi guru-guru dan para siswa (Xaviery, 2004. ”Pendidikan Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id)

(10)

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal.

Selain itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter . Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya (Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id ).

Tujuan utama Manjemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah peningkatan mutu pendidikan. Dengan adanya MBS sekolah dan masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari atas. Mereka dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri (“Manajemen Berbasis Sekolah”.2007. www.mbeproject.net. )

Kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen. Pembaharuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tsb (USAID, 2007. ”Studi Peran Kepala Sekolah Dan Komite Sekolah”. www.mbeproject.net.).

Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS), kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan Manajemen Berbasis Sekolah, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja, sehingga Manajemen Berbasis Sekolah sebagai paradigma baru manajemen pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan.

Pengembangan perencanaan atau rencana kegiatan, perlu memperhatikan prinsip-prinsip menajemen yang lama dan dirumuskan dengan POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling) dalam manajemen yang moderen sudah berubah di mana sebelum membuat perencanaan sebaiknya didahului dengan mengkaji informasi-informasi yang

(11)

relevan. Kalau mungkin dilakukan penelitian lebih dahulu dan hasilnya dijadikan salah satu data pendukung rencana yang akan dibuat.

Dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah, perlu diusahakan untuk memenuhi kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberi rasa aman, menunjukan bahwa kepala sekolah memperhatikan mereka, mengatur pengalaman sedemikian rupa sehingga setiap tenaga kependidikan pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan. Uraian di atas menunjukan bahwa untuk meningkatkan MBS, terutama dalam perolehan meningkatkan kinerja, perlu diadakan pengkajian terhadap komponen-komponen inti yaitu kompetensi dan motivasi. Kedua komponen inti tersebut sekaligus merupakan kriteria untuk mengukur semangat kerja, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap prestasi kerja. Oleh karena itu, untuk mencapai prestasi kerja yang optimal kepala sekolah harus mampu membangkitkan motivasi para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.

Kekuasaan (power) erat sekali hubungannya dengan kepemimpinan (leadership) karena keduanya merupakan alat untuk mempengaruhi orang lain. Dari teori-teori tentang kekuasaan dapat disimpulkan bahwa kekuasaan adalah “Kemungkinan dan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain”. Kekuasaan bisa juga berarti aktivitas dalam melaksanakan kehendak atau keinginan.

Berdasarkan French dan Raven dalam Permadi (2000) disimpulkan bahwa kekuasaan menjadi 5 macam, yaitu:

a. Coercive power (kekuasaan paksaan), yaitu kekuasaan yang berdasarkan rasa takut atau dengan paksaan.

b. Expert power (kekuasaan keahlian), yaitu kekuasaan yang bersumber dari suatu keahlian atau kemampuan khusus yang dimiliki seseorang.

c. Legitimate power (kekuasaan legitimasi), yaitu kekuasaan yang berasal dari kedudukan atau jabatan baik formal maupun informal yang dipegang oleh seseorang.

d. Referent power (kekuasaan referensi), yaitu kekuasaan yang bersumber pada sifat-sifat pribadi yang dimiliki oleh seseorang pemimpin.

e. Reward power (kekuasaan penghargaan), yaitu kekuasaan yang bersumber dari hadiah atau penghargaan yang diberikan oleh pemimpin, seperti pangkat, kenaikan gaji, dan lain-lain.

Selanjutnya French dan Raven menambahkan dengan kekuasaan yang keenam, yaitu information power (kekuasaan informasi), yaitu bersumber dari adanya informasi yang berharga pada diri pimpinan, dimana sang pemimpin dianggap sebagai orang yang paling banyak mempunyai informasi yang diperlukan atau penting.

Sebagai seorang kepala sekolah teori kekuasaan ini perlu dicermati dan diperhitungkan, bahkan dalam perbuatannya harus benar-benar efektif. Pemanfaatan kekuasaan yang dikembangkan dengan gaya kepemimpinan diperlukan dalam rangka menghasilkan partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kependidikan.

(12)

Pada saat ini kepala sekolah belum bisa memanfaatkan kekuasaan keahlian (expert power) dikarenakan belum ada kepala sekolah yang profesional. Pelatihan kepala sekolah tampaknya belum menyentuh aspek-aspek yang substansional yang menyangkut perannya. Upaya-upaya peningkatan profesionalisme yang pada intinya meningkatkan kemandirian perlu ditambahkan dalam pelatihan.

1. Inovatif

Pribadi kepala sekolah yang inovatif akan tercermin dari cara bekerja secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, pragmatis, disiplin, serta adatabel dan fleksibel.

Konstruktif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan

profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus berusaha mendorong dan membina setiap tenaga kependidikan agar dapat berkembang secara optimal dalam melakukan tugas-tugas yang diembankan kepada masing-masing tenaga kependidikan.

Kreatif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalime tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus berusaha mencari gagasan dan cara-cara baru dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dilakukan agar para tenaga kependidikan dapat memahami apa-apa yang disampaikan oleh kepala sekolah sebagai pimpinan, sehingga dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi sekolah.

Delegatif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus berupaya mendelegasikan tugas kepala tenaga kependidikan sesuai dengan deskripsi tugas, jabatan serta kemampuan masing-masing.

Integratif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus berusaha mengintegrasikan semua kegiatan sehingga dapat menghasilkan sinergi untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif, efisien, dan produktif.

Pragmatif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus berusaha menetapkan kegiatan atau target berdasarkan kondisi dan kemampuan nyata yang dimiliki oleh setiap tenaga kependidikan, serta kemampuan yang dimiliki sekolah.

Adaptabel dan fleksibel, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus mampu beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi situasi baru, serta berusaha menciptakan situasi kerja yang menyenangkan dan memudahkan para tenaga kependidikan untuk beradaptasi dalam melaksanakan tugasnya.

Kepala sekolah yang inovatif mampu mencari, menemukan, dan melaksanakan berbagai pembaharuan di sekolah. Gagasan baru tersebut misaknya moving class. Moving class adalah mengubah strategi pembelajaran dari pola kelas tetap menjadi kelas bidang studi, sehingga setiap bidang studi memiliki kelas tersendiri, yang dilengkapi dengan alat peraga dan alat-alat lainnya. Moving class ini bisa dipadukan dengan pembelajaran terpadu, sehingga dalam suatu laboratorium bidang studi dapat dijaga oleh beberapa

(13)

orang guru (fasilitator), yang bertugas memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.

2. Pemberdayaan Guru

Pada sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap (Depdiknas, 2007 : 17-18 ).

Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan Manajemen Berbasis Sekolah, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja. Dengan begitu, Manajemen Berbasis Sekolah sebagai paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan (Mulyasa, 2005: 126).

Kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme orang tua yang terkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan putera-puterinya pada sekolah tertentu tidak lain berupa fenomen menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah. Peserta didik dapat belajar dan membelajarkan dirinya hanya karena fasilitasi kepala sekolah. Seonggokan aturan dan kurikulum yang selanjutnya direalisasiakan oleh para pendidik sudah pasti atas koordinasi dan otokrasi dari kepala sekolah. Singkatnya, kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan (Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id ).

Penerapan MBS juga berimplikasi penatan ulang (rearrangement) fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab dari seluruh stakeholders sekolah: siswa, guru, kepala sekolah, warga sekolah lainnya, orang tua, masyarakat termasuk bisnis, dan pemerintah. Dalam kerangka akuntabilitas, sekolah harus pula tetap bergerak dalam koridor kebijakan umum pemerintah pusat dan daerah. Karena itu, mengingat komplesitas permasalahan tersebut, maka komitmen bersama, sikap kolaboratif, dan sinergi langkah dari semua lapisan birokrasi pendidikan, warga sekolah dan warga masyarakat mutlak diperlukan bagi keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah, dan tentu saja bagi suksesnya pendidikan nasional kita (Zamroni, 2005. “Manajemen Berbasis Sekolah : Piranti Reformasi Sistem Pendidikan”. www.diknas.go.id )

Menurut Wohlstetter dan Mohrman (1993) terdapat empat sumber daya yang harus didesentralisasikan yaitu power/authority, knowledge, information dan reward. Pertama, kekuasaan/kewenangan (power/authority) harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terhadap tiga bidang penting yaitu

(14)

menyangkut pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah, guru dan staff sekolah (Nurkholis, 2007. “Hakikat Desentralisasi Model Manajemen Berbasis Sekolah”. www.diknas.go.id )

Hal yang pelu diperhatikan kepala sekolah untuk dalam implementasi MBS guna melaksanakan upaya mutu berkelanjutan adalah menitikberatkan perhatian terhadap guru. Hal ini dikuatkan pendapat, “... upaya perbaikan peningkatan mutu berkelanjutan, adalah dengan memberikan wewenang kepada para guru dalam meningkatkan, serta kepada guru diberikan kesempatan dalam melakukan pembuatan keputusan dan diberikan tanggung jawab yang lebih besar dalam melaksanakan tugas-tgasnya sebagai guru” (Fattah, 2000: 34).

3. Pengelolaan Dana Pendidikan

Secara umum manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/ keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dan sebagainya), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau

stakeholder yang ada (Depdiknas, 2007: 12).

Adanya desentralisasi manajemen pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (MBS) peran kepala sekolah mulai berubah. Apalagi komite sekolah, berperan penting dalam pengelolaan sekolah. Konsultan telah membuat studi tentang peran kepala sekolah dan komite sekolah, khususnya di sekolah yang sudah melaksanakan MBS dengan berhasil di daerah binaan MBE dan CLCC. Tujuannya adalah untuk menemukan kunci keberhasilan sekolah tersebut agar disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain. Kepala sekolah-sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen. Pembaharuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tersebut (USAID MBE, 2007. ”Studi Peran Kepala Sekolah dan Komite Sekolah”. www.mbeproject.net ).

Dalam era kemandirian sekolah dan era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), tugas dan tanggung jawab yang pertama dan yang utama dari para pimpinan sekolah adalah menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi semakin efektif, dalam arti menjadi semakin bermanfaat bagi sekolah itu sendiri dan bagi masyarakatluas penggunanya. Agar tugas dan tanggung jawab para pimpinan sekolah

(15)

tersebut menjadi nyata, kiranya mereka perlu memahami, mendalami, dan menerapkan beberapa konsep ilmu manajemen yang dewasa ini telah dikembang-mekarkan oleh pemikir-pemikir dalam dunia bisnis. Manakala diperdalam secara sungguh-sungguh, kiranya konsep-konsep ilmu manajemen tersebut memiliki nilai (values) yang tidak akan menjerumuskan dunia pendidikan kita ke arah bisnis yang dapat merugikan atau mengecewakan masyarakat luas penggunanya.

I. Kajian Komite Sekolah(KS)

Komite sekolah merupakan suatu wadah yang mewakili aspirasi masyarakat untuk turut andil dalam pendidikan di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat, “Komite Sekolah adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan, baik pada jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun pendidikan luar sekolah”(Depdiknas, 2006: 55).

Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari elemen masyarakat terdiri atas perwakilan orang tua siswa, tokoh masyarakat, anggota masyarakat yang peduli pendidikan, organisasi profesi tenaga kependidikan, pejabat pemerintah setempat, pakar pendidikan, dunia usaha dan industri, perwakilan siswa atau alumni. Melihat elemen yang terhimpun dalam komite sekolah, maka jelas bahwa komite sekolah diharapkan mampu mewakili aspirsi masyarakat luas.

1. Tujuan Komite Sekolah

Komite sekolah dibentuk untuk tujuan sebagai berikut.

a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.

b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

c. Menciptakan suasana dan kondisi transparansi dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

2. Peran dan Fungsi Komite Sekolah

Komite Sekolah mempunyai peran yang strategis dalam pemberdayaan sekolah dan masyarakat guna meningkatkan kualitas pendidikan. Pada dasarnya Komite Sekolah mempunyai peran sebagai berikut. 1) sebagai pemberi pertimbagan (advisory agency), 2) sebagai pendukung (suporting agency), 3) sebagai pengontrol (controlling agency), 4) penghubung (mediator agency).

Peran Komite Sekolah sebagai pemberi pertimbangan merupakan pertimbangan rekomendasi kepada sekolah dalam menentukan langkah-langkah kebijakan dan program pelayanan pendidikan di sekolah. Wujud dari peran ini adalah memberi masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan, temasuk merumuskan RAPBS. Kegiatan

(16)

operasional Komite sekolah dalam bentuk pertimbangan diantaranya sebagai berikut.

a. Melakukan pendataan terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar; b. Menganalisis hasil pendataan;

c. Menyampaikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi tertulis kepada Dinas pendidikan atau Dewan Sekolah;

d. Memberi pertimbangan kepada sekolah tentang penyusunan kurukulum muatan lokal;

e. Memberikan masukan untuk peningkatan proses pembelajaran;

f. Memberi masukan dalam perumusan visi, misi, arah, dan tujuan sekolah. Peran Komite Sekolah sebagai pendukung kegiatan sekolah dengan cara memberikan dukungan baik berupa finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Wujud dukungan tersebut adalah sebagai berikut. 1) memberi motivasi pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. 2) Melakukan penggalangan dana masyarakat dan dunia usaha/industri dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan. 3) Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Peran Komite Sekolah sebagai pengawas dapat dijabarkan dalam fungsinya untuk melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan. Wujud operasionalnya adalah sebagai berikut. 1) Mengadakan rapat atau pertemuan secara rutin dan insidental dengan kepala sekolah dan dewan guru. 2) mengadakan kunjungan ke sekolah. 3) Meminta penjelasan kepada sekolah seputar prestasi siswa yang telah dicapai. 4) Bekerja sama dengan sekolah untuk menulusuri alumni.

Peran komite sebagai penghubung (mediator) dapat dijabarkan menjadi dua fungsi, yakni 1) melakukan kerjasama dengan masyarakat, 2) menampung dan menganalisis aspirasi, tuntutan, dan ide dari masyarakat ke sekolah dan sebaliknya dari sekolah ke masyarakat.

J. Simpulan

Efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah disokong oleh berbagai variabel termasuk didalamnya adalah variabel kinerja kepala sekolah dan komite sekolah. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah akan berjalan efektif apabila memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Turunnya kualitas kinerja kepala sekolah dan komite sekolah sangat erat kaitannya dengan aspek kompetensi dan motivasi kerjanya. Keluhan dari beberapa pihak tentang kualitas kinerja kepala sekolah dan komite sekolah di Sekolah Menegah Pertama kemungkinan besar ada kaitannya dengan faktor-faktor strategik, yaitu: (1) supervisi kepala sekolah, (2) kepemimpinan kepala sekolah, dan (3) fasilitas pembelajaran. Selain itu juga ada dukungan lain terkait dengan kualitas kinerja kepala sekolah dan komite sekolah, yaitu: kompetensi dan motivasi. Selama berlangsungnya interaksi kepala sekolah dan komite sekolah, peneliti mencatat faktor-faktor strategik yang mempengaruhi efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di

(17)

Sekolah Menegah Pertama melalui angket yang disebarkan kepada sampel penelitian. Data yang dihimpun berupa skor rata-rata yang diperoleh dari angket dituangkan dalam bentuk tabel-tabel hasil penelitian.

Hasil ini menunjukkan semakin efektifnya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah yang diperlihatkan sebagai dampak dari kinerja kepala sekolah dan komite sekolah. Kenyataan ini membuktikan bahwa kinerja kepala sekolah dan komite sekolah harus terus dimonitor agar implementasi Manajemen Berbasis Sekolah berjalan efektif.

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Hasil kajian telah menunjukkan bukti empirik bahwa implementasi Manajemen Berbasis Sekolah berkontribusi secara signifikan terhadap efektivitas kinerja kepala sekolah di Sekolah Menegah. Hasil kajian tersebut di atas telah memberikan temuan empirik mengenai faktor-faktor dalam upaya mengefektifkan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Sumedang. Dalam hal ini Engkoswara (2001:3) menyimpulkan bahwa, “Kriteria keberhasilan dalam pendidikan adalah kinerja pendidikan.” Sedangkan untuk melahirkan kinerja bermutu pada kepala sekolah diperlukan beberapa dukungan, yaitu: (1) pembinaan, (2) kepemimpinan, (3) fasilitas, (4) kompetensi, dan (5) motivasi.

Kinerja kepala sekolah sebagai salah satu faktor sangat diperlukan dalam memberikan dukungan untuk meningkatkan efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menegah. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sangat penting terutama dalam melakukan berbagai pembinaan guru saat berada di lapangan. Fakry Gaffar (1987: 158-159) memaparkan, “Pembinaan guru merupakan suatu keharusan untuk mengatasi permasalahan tugas di lapangan.” Oleh karena itu, untuk memberdayakan guru secara optimal diperlukan pembinaan yang tepat dari kepala sekolah baik dalam aspek karir, mental, maupun fisik. Kesemuanya ini menjadi kunci dalam melakukan pembinaan oleh kepala sekolah terutama dalam bentuk supervisi. Sergiovanni dan Starratt (1993:268) menegaskan, “Supervision is a process designed to help teachers and

supervision learn more about their practice, to be better able to use their knowledge and skills to better serve parents and schools, and to make the school a more effective learning community.” Dengan demikian guru dan kepala

sekolah akan memiliki kinerja yang lebih baik dalam menjalankan karirnya.

Kesimpulannya, kinerja kepala sekolah di Sekolah Menegah pertama perlu ditingkatkan secara kontinyu dan terpadu, baik pembinaan dalam bentuk supervisi, pengembangan karir, atau pendidikan dan pelatihan. Upaya tersebut akan dapat meningkatkan efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Mnengah Pertama yang pada akhirnya mampu membangun pendidikan yang lebih berkualitas.

2. Hasil kajian telah menunjukkan bukti empirik bahwa variabel komite sekolah memberikan kontribusi yang kecil dan cenderung tidak signifikan

(18)

terhadap efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMP Negeri.

Komite sekolah merupakan bagian yang tidak terpisahkan didalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah, namun peranannya tidak signifikan terutama dalam menunjang efektivitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Secara teoritis, kedudukan komite sekolah sangat krusial. sebab fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing atau membangun motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik sehingga akan mampu membawa para pengikutnya kepada tujuan yang telah direncanakan.

K. Implikasi

Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Sekolah Menegah Pertama Negeri pada dasarnya merupakan refleksi dari kualitas proses kinerja kepala sekolah dan komite sekolah(KS) yang dilaksanakan di sekolah. Tingginya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Menegah Pertama Negeri akan memberikan efek positif terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Sedangkan rendahnya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Menegah Pertama Negeri baik secara kualitas ataupun kuantitas akan berakibat pada rendahnya kualitas pimpinan dan juga kualitas hasil pendidikan. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan antara kinerja kepala sekolah dengan komite sekolah. Atas dasar hasil penelitian tersebut, peningkatan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Menegah Pertama Negeri salah satunya dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kinerja kepela sekolah dan komite sekolah.

Dalam upaya untuk meningkatkan dan mengoptimalisasikan kegiatan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah di Menegah Pertama Negeri Kabupaten Sumedang dapat dikemukakan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Perlunya membuat suatu perencanaan kerja kepala sekolah dan komite

kepala sekolah baik dalam teknik maupun dalam bentuk, jenis dan jangka waktu tertentu. Kinerja kepala sekolah secara komprehensip dan sistematis serta disusun secara logis dan rasional dengan memperhatikan kompleksitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah yang mencakup berbagai aspek ensesial dari setiap karekteristik kepala sekolah dan komite sekolah. Kinerja kepala sekolah dan komite sekolah harus disusun dengan data yang lengkap, karena dengan data yang lengkap kinerja kepala sekolah yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan baik dalam jumlah maupun kualifikasinya.

2. Perlunya pembenahan dari setiap program-program kegiatan dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah harus memiliki wawasan tentang gambaran ideal kondisi kepala sekolah dan komite yang diharapkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kinerja kepala sekolah dan komite sekolah yang dilaksanakan harus didukung oleh rasionalitas yang tinggi dan didukung oleh data yang akurat sehingga

(19)

kinerja kepala sekolah dan komite sekolah itu benar-benar dapat diimplementasikan dari setiap aktifitas konkrit yang telah disusun atau ditetapkan untuk mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri.

3. Perlunya kinerja kepala sekolah dan komite sekolah yang benar serta didukung dengan kemampuan profesional yang tinggi sehingga mempersatukan tujuan dan arah kegiatan yang sama. Dengan demikian akan dapat memberikan kontribusi terhadap implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri sebagai pelaksana teknik kegiatan oprasional pendidikan di sekolah yang memberikan layanan pendidikan terhadap seluruh peserta didik pada tiap sekolah. Karena pada dasarnya pembangunan pendidikan secara oprasional dilaksanakan di sekolah, karena itu secara konsektual dan secara praktis sekolah adalah tempat realisasi kerja dalam hal ini adalah kepala sekolah sebagai ujung tombak yang diandalkan untuk mewujudkan keberhasilan program pendidikan. Kondisi empirik menunjukan bahwa kinerja kepala sekolah dan komite sekolah dengan segala bentuk kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan berhasil lebih baik lagi jika mampu mengoptimalkan pemberdayaan dan pemanfaatan kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh berbagai komponen yang ada serta mampu meminimalkan intensitas pengaruh faktor kelemahan dan hambatan disertai upaya untuk memperbaiki atau mengatasinya.

L. Rekomendasi

Peningkatan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri pada dasarnya merupakan tanggung jawab dari pengelola dan penyelenggara pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri dapat dilakukan melalui peningkatan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri. Dalam upaya mendukung hal tersebut, berikut ini dikemukakan rekomendasi kaitan dengan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah terhadap implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri yaitu sebagai berikut :

1. Dalam upaya menjaga keseimbangan dan perbaikan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri diperlukan kinerja kepala sekolah dan komite sekolah.

2. Dinas pendidikan seharusnya mempunyai lembaga pelatihan kepala sekolah sebagai sarana untuk pembinaan, pengembangan yang juga dapat difungsikan sebagai tempat melaksanakan orientasi terhadap implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri.

3. Untuk memotivasi semangat kerja kepala sekolah dan komite sekolah di dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri perlu adanya pemberian kompensasi dan insentif secara kompetitif.

(20)

Daftar Pustaka

Akdon. (2007). Strategic Management for Educational Management. Bandung; Alfabeta.

Arikunto, S. (2002). Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan

Kejuruan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Black, James A., dan Dean J. Champion. 2001. Metode dan Masalah Penelitian

Sosial. Bandung: Refika Aditama

Bondi, Y dan Wiles John, (1988), Supervision: A Guide to Practice, Colombus: Charles E Merril Publishing, Co.

Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi, Mmanajemen dan Kepemimpinan Castetter, W.B., (1996), The Human Resource Function in Educational

Administration, Edisi ke-6, New Jersey, Prentice-Hall, Inc.

Danim, S. 2002. Inovasi pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme

Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Panduan Umum Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah. Jakarta: Depdiknas

Donyph . Metode Lesson Study Lebih Praktis. Jurnal Bogor, 3 December 2008 Fatah, N. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Andira.

Fattah, N. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly. (Terjemahan Nunuk Adriani). (1996).

Organisasi. Jakarta: Binarupa Aksara

Hamalik, O. (2002), Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: SD. Bumi Aksara

Hamijaya, E.S., dan Rusyan, (1992), Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Jakarta: Nine Karya.

Handoko, H. (1994). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan, M.S.P. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan, M.S.P. 2001. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.

Hoy, W.K. & Cecil G.M. (2001). Education Administration: Theory, Research, and

Practice. New York: Mc GrawHill.

Jarvis, P. (1983), Profesional Education, Croon Helm, Londen Camberra.

Leonard. (2008) Pengaruh Motivasi Kerja dan Suasana terhadap Kinerja. Tersedia:

http://leoriset.blogspot.com/2008/09/pengaruh-motivasi-kerja-suasana.html. [3 September 2008]

Mulyadi, D. (2004). Faktor-faktor Strategik yang Mempengaruhi Pengembangan Kinerja Dosen PTK (Studi tentang pengaruh perilaku kepemimpinan, budaya organisasi dan manajemen mutu terhadap kinerja dosen STIA LAN). Disertasi. PPS UPI, Bandung

Mulyarsa, E. 2003. Menjadi Kepala sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(21)

Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan

Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2003), Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan

Implementasi, Bandung: SD. Remaja Rosdakarya.

Nasution, M.N. (2001). Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nasution, S. (1992). Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Jemmars.

Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun

2005 Tentang Guru dan Dosen serta UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. Bandung: Penerbit Citra Umbara.

Riduan dan Akdon. (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung: Alfabeta.

Riduan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Sarwono, J. (2009). Statistik itu Mudah. Panduan Lengkap untuk Belajar

Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Andi.

Schuller, S. (1987). Personnel and Human Resource Management. New York: West Publishing Company.

Siagian, S.P. (2002). Organisasi Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.

Soetisna, D.A. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Soetisna Outline Series.

Soetopo dan Sumanto. (1988). Keguruan: Jakarta: Bina Aksara. Sudjana. (1992). Metode Statistik. Edisi ke-5. Bandung: Tarsito.

Sudrajat, A. (2008). Manajemen Kinerja Guru. Tersedia:

http://id.wordpress.com/ tag/administrasi-pendidikan. [3 Februari 2008]

Sugiyono. (1999). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Penerbit, CV. Alfabeta.

Supriadi, D. dan Fasli Jalal, (2001), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Kerjasama Depdiknas, Bapenas, dan Adicita Karya Nusa.

Sutisna, O.S. (1998). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktek

Profesional. Bandung: Angkasa.

Sutopo. 1999. Administrasi, Manajemen dan Organisasi. Jakarta: Lembaga Jumat, 16

Syamsudin, A.M. (1996), Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan:

Pedoman dan Intisari Perkuliahan, Bandung: PPS-UPI

Tim Dosen PTK (Studi tentang pengaruh perilaku kepemimpinan, budaya organisasi dan manajemen mutu terhadap kinerja dosen STIA LAN).

Disertasi. PPS UPI, Bandung

Tim Pokja MBS. (2001). Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di

Jawa Barat. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

Undang, G., Komara, C., dan Suhendar, D., (1996), Peningkatan Mutu PBM SD, Bandung: CV. Pembangunan Jaya.

UPI. (2008). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

(22)

USAID MBE, 2007. ”Studi Peran Kerpala Sekolah dan Komite Sekolah”.

www.mbeproject.net).

USAID, 2007. ”Studi Peran Kepala Sekolah Dan Komite Sekolah”.

www.mbeproject.net.).

Wahab, A. (2002). Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan (Materi Perkuliahan). Bandung: UPI

Wahjosumidjo, (2001). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Xaviery, 2004. ”Pendidikan Benarkah Wajah Sekolah Ada pada

Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id )

Yulk, Gary. (Terjemahan Jusuf Uday). (1994). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.

Zainun, B. (1994). Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Aksara.

Zamroni, 2005. “Manajemen Berbasis Sekolah : Piranti Reformasi Sistem

Pendidikan”. www.diknas.go.id )

Zulpen. (2005). Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Pelatihan Guru Terhadap Kinerja Mengajarnya. Tesis. Bandung: Tidak diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian terhadap keladi tikus oleh Fakultas Farmasi Universutas Pancasila Jakarta dengan menggunakan bahan koleksi Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI menunjukkan bahwa

First of all, the teaching program encouraged students to be able in comprehending reading text and producing a text which related

Methods: Data on positive laboratory results for the notifiable and serologically detectable diseases hepatitis A, B, C, brucellosis, syphilis, measles and HIV detected in 2003 in

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah brand image jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh FK UGM, motivasi untuk publikasi, afiliasi dengan FK UGM dan

Judul Tesis : IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIKIH DI MTs Al

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah persepsi nilai, emotional branding , dan kepercayaan merek berpengaruh kepada loyalitas pengguna sepeda

Sedangkan dalam segi waktu eksekusi dapat disimpulkan bahwa pertama, penggunaan blockfull pada HDFS memberikan waktu eksekusi yang lebih baik, kedua, tidak ada

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HELLISON UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBELAJARAN SENAM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |